Jumat, 30 September 2016
Tidur awal dan bangun lebih awal lagi kali ini! Jam 3 pagi aku sudah bangun dan mulai beraktivitas, lalu mandi. Hari ini kami harus ke bandara Auckland, selambat-lambatnya jam 5 pagi harus sudah sampai, karenanya tidak boleh sampai kesiangan nih. Kami akan naik Air New Zealand jam 6 pagi menuju Christchurch. YESS!!!
Suami dan putriku bangun sekitar jam 3.45 pagi, lalu mereka bergantian mandi dan bersiap-siap. Untuk bekal makan siang, aku sudah masak kentang dan daging seperti malam sebelumnya, jadi tidak perlu kuatir kelaparan di jalan. Jam 4.20 pagi, kami sudah siap untuk berangkat. Karena kami sama sekali tidak bertemu baik dengan pemilik sleepout, Ray, maupun keluarganya yang tinggal di rumah utama di sebelah, aku menuliskan catatan untuk mengucapkan terima kasih. Sedangkan kunci rumah kukembalikan di dalam pot seperti waktu kami datang pertama kali.
Dari malam sebelumnya aku sebenarnya sempat ketar-ketir, karena kami akan naik Uber ke bandara. Takutnya subuh seperti ini belum akan ada Uber yang jalan. Puji Tuhan, saat aplikasi Uber dibuka, sudah ada beberapa driver Uber yang berseliweran. Tidak lama kemudian, datanglah driver Uber yang mengendarai sebuah Nissan X-Trail. Nama drivernya Ali, orang India (lagi), usianya mungkin sekitar 50-an.
Wah, baru mau menaikkan koper ke dalam bagasi mobil, Ali sudah agak ngomel-ngomel, katanya kopernya besar-besar, dia tanya berapa beratnya, dan aku jawab mungkin hampir 20 kg per buah (padahal aku tahu ada yang 27 kg beratnya hahahaha...). Ali bilang, wah, batasnya biasanya cuma 10 kg per orang. Sepanjang perjalanan, and literally sepanjang perjalanan, dia mengoceh bahwa kami harus membayar biaya tambahan karena bagasi kami banyak. Sebetulnya sudah sejak awal dia minta tambah, sudah kuiyakan, tapi ya gitu deh, ngoceeeeeh terus sepanjang jalan sampai di bandara. Katanya, kalau naik taksi sudah kena biaya $25 untuk bagasinya saja. Sempat juga berkali-kali tanya, kami ini berasal dari mana, ngapain ke NZ, nginep di tempat siapa itu tadi, pokoknya super cerewet lah. Akhir-akhir mendekati sampai bandara, dia nawarin kalau datang lagi ke New Zealand, tidurlah di rumahnya. Berkali-kali menawarkan rumahnya deh, pokoknya. Tadinya aku menganggap maksudnya memberi tumpangan, eh ujung-ujungnya ngomong, nanti kukasih harga murah deh... Alamak... diiyain aja deh dia ngomong apa saja, biar nggak tambah ngoceh yang aneh-aneh. Begitu sampai di bandara, setelah dia menurunkan bagasi kami, aku tambah uang cash sebesar $20. Aku tanya, cukup nggak segini? Katanya, yayaya cukup cukup.... Hadeh.... akhirnya terlepas juga dari pak sopir yang cerewet banget ini. Biaya Ubernya sendiri $24.35 dengan jarak hampir 18 KM. Hmmm... ya sudahlah, yang penting semuanya selamat dan dalam kondisi baik. Kalau naik taksi normal mungkin bisa lebih mahal juga sih...
Wah, baru mau menaikkan koper ke dalam bagasi mobil, Ali sudah agak ngomel-ngomel, katanya kopernya besar-besar, dia tanya berapa beratnya, dan aku jawab mungkin hampir 20 kg per buah (padahal aku tahu ada yang 27 kg beratnya hahahaha...). Ali bilang, wah, batasnya biasanya cuma 10 kg per orang. Sepanjang perjalanan, and literally sepanjang perjalanan, dia mengoceh bahwa kami harus membayar biaya tambahan karena bagasi kami banyak. Sebetulnya sudah sejak awal dia minta tambah, sudah kuiyakan, tapi ya gitu deh, ngoceeeeeh terus sepanjang jalan sampai di bandara. Katanya, kalau naik taksi sudah kena biaya $25 untuk bagasinya saja. Sempat juga berkali-kali tanya, kami ini berasal dari mana, ngapain ke NZ, nginep di tempat siapa itu tadi, pokoknya super cerewet lah. Akhir-akhir mendekati sampai bandara, dia nawarin kalau datang lagi ke New Zealand, tidurlah di rumahnya. Berkali-kali menawarkan rumahnya deh, pokoknya. Tadinya aku menganggap maksudnya memberi tumpangan, eh ujung-ujungnya ngomong, nanti kukasih harga murah deh... Alamak... diiyain aja deh dia ngomong apa saja, biar nggak tambah ngoceh yang aneh-aneh. Begitu sampai di bandara, setelah dia menurunkan bagasi kami, aku tambah uang cash sebesar $20. Aku tanya, cukup nggak segini? Katanya, yayaya cukup cukup.... Hadeh.... akhirnya terlepas juga dari pak sopir yang cerewet banget ini. Biaya Ubernya sendiri $24.35 dengan jarak hampir 18 KM. Hmmm... ya sudahlah, yang penting semuanya selamat dan dalam kondisi baik. Kalau naik taksi normal mungkin bisa lebih mahal juga sih...
Sampai di bandara, karena masih pagi, setelah check-in kami masih bisa bersantai dulu, duduk-duduk sembari menunggu waktu boarding. Sekitar jam 5.30 pagi barulah proses boarding dimulai, dan jam 6 pagi, pesawat sudah bersiap-siap berangkat, jadi on time nih pesawatnya. Pemandangan sepanjang perjalanan cukup menyenangkan, sempat beberapa kali aku memotret keluar jendela. Kami juga dibagikan snack waktu di perjalanan, karena maskapai ini memang termasuk yang full service airline.
Air New Zealand Limited (NZX: AIR) merupakan maskapai nasional New Zealand. Berbasis di Auckland, maskapai ini mengoperasikan penerbangan ke 21 tujuan domestik dan 31 tujuan internasional di 19 negara di lingkar Pasifik dan Unikted Kingdom. Maskapai ini sudah menjadi anggota Star Alliance sejak tahun 1999. Pesawatnya ada Airbus A320, Boeing 777 dan Boeing 787. Pada tahun 2014, Air New Zealand memperoleh gelar maskapai paling aman di dunia versi JACDEC.
Air New Zealand Limited (NZX: AIR) merupakan maskapai nasional New Zealand. Berbasis di Auckland, maskapai ini mengoperasikan penerbangan ke 21 tujuan domestik dan 31 tujuan internasional di 19 negara di lingkar Pasifik dan Unikted Kingdom. Maskapai ini sudah menjadi anggota Star Alliance sejak tahun 1999. Pesawatnya ada Airbus A320, Boeing 777 dan Boeing 787. Pada tahun 2014, Air New Zealand memperoleh gelar maskapai paling aman di dunia versi JACDEC.
Sebetulnya, waktu pertama kali mau berangkat ke New Zealand tahun 2015 lalu, suamiku memilih Air New Zealand. Tapi semakin hari, tiketnya bukan semakin turun, malah semakin naik, satu kali pergi bisa habis 40 juta rupiah, akhirnya kami beralih ke Jetstar, yang saat itu separuh harganya dari Air New Zealand, sudah dengan in-flight meal, hiburan, bagasi, dan voucher.
Terus ada tips sedikit nih, Air New Zealand sebetulnya bisa murah sekali untuk rute domestiknya, kita tinggal berlangganan newsletter hariannya, yang namanya grab a seat. Jadi tiap pagi mereka akan mengirim email kepada kita, rute-rute mana saja yang murah beserta harganya. Biasanya, harga tersebut berlaku untuk jangka waktu tertentu, dalam masa 2 bulan sejak emailnya dikirim. Untuk rute Auckland - Christchurch contohnya, dengan grab a seat harganya hanya $45.
Kami tiba di Christchurch sesuai jadwal, jam 7.25 pagi. Bandaranya masih relatif sepi, belum terlalu banyak orang. Toko-tokonya juga masih banyak yang tutup. Kami sendiri masih menunggu waktu sampai jam 9, saat sewa mobil kami dimulai. Kalau kita mau mengambil mobilnya sebelum jam 9 pagi juga bisa, karena rentalnya sudah buka jam 8 pagi, tapi akan kena biaya tambahan. Orang New Zealand strict banget untuk soal waktu. Jadi kami jalan-jalan dulu di dalam bandara, terus sempat keluar bandara juga, setelah itu kami membeli flat white coffee di satu-satunya cafe yang buka. Harga secangkir yang ukuran paling besar $4.9. Kalau kemarin di Auckland beli flat white di cafe depan Sky Tower, yang paling besar harganya $5.9. Padahal di Christchurch ini di dalam bandara lho, tapi tetap lebih murah daripada Auckland hehehehe... Kami memang biasanya hanya beli 1 tapi yang paling besar, lebih murah daripada beli 2 yang ukuran sedang. Biasanya putriku akan memesan minuman lain, entah cokelat panas atau yang lain. Kalau aku selalu hanya order flat white, karena konon kabarnya, flat white ini yang khas di New Zealand.
Sembari ngopi dan duduk-duduk, suami dan putriku menghabiskan cake yang kami bawa untuk sarapan, hingga tidak terasa, waktu sudah menunjukkan jam 8.55 pagi. Lalu kami bersiap-siap menghampiri tempat kami akan menyewa mobil.
Perusahaan yang kami pakai kali ini adalah Thrifty, karena waktu itu yang paling murah yang bisa kami dapatkan untuk mobil ukuran full adalah di perusahaan ini. Jadi, pada saat akan sewa mobil, kalau via online, kita bisa memilih mobilnya, ukuran kecil, sedang, besar, manual atau matic, berapa banyak bagasi yang bisa dibawa, dan sebagainya. Dan karena kami membawa 3 buah koper, kami cari yang kira-kira bisa menampung bagasi kami ini. Waktu booking, yang tertera adalah Toyota Corolla atau yang sejenis (tergantung ketersediaan).
Saat kami menyerahkan SIM, kebetulan ditanya apakah ada versi terjemahannya ke bahasa Inggris. Waktu sewa campervan dua kali, versi translate nggak pernah ditanya, hanya SIM A Indonesia saja sudah cukup. Versi translate pun hanya dilihat sekilas sebetulnya, lalu SIM-nya difoto kopi. Karena waktu booking online ada ketentuan, 1 sopir tambahan tidak dikenakan biaya, jadi saat itu aku memasukkan nama suamiku dan namaku juga. Aslinya kalau sudah on the road aku malas nyetir, lebih suka memotret hahahaha... Tapi just in case suamiku kelelahan, jadi lebih baik dimasukkan sekalian 2 orang. Kadang memang untuk sopir tambahan ada biayanya, tergantung kebijakan dan perjanjian antara penyewa dan perusahaannya saja. Usia driver juga kadang menentukan biaya asuransi mobilnya, katanya nih, kalau masih muda (di bawah 25 tahun), kadang asuransinya lebih mahal, karena dianggap orang yang masih muda kurang berpengalaman dan suka lebih ngawur. Selesai urusan administrasi, kami membayar sisa kekurangan sewa sebesar $909.
Kami sewa mobil ini total selama 12 hari, dengan biaya persisnya lupa, tapi kurang lebih di kisaran $1,100, include stress free insurance coverage. Jadi ya hampir 1 jutaan per hari, belum lagi bensinnya nanti. Mahal juga yah... tapi daripada kami kebingungan untuk transportasi selama di Invercargill, dan sewa mobil di sana justru lebih mahal lagi lho...
Kami diberi kunci mobilnya, dan diberi tahu mobilnya warna silver, dengan nomor tempat parkir sekian sekian di seksi sekian di sisi selatan pintu keluar. Jadi kami keluar menyeret semua koper dan backpack kami ke arah parkiran mobil sewaan. Ketemu area mobilnya Thrifty, lalu tinggal cari nomor parkirnya. Eh, ketemu mobil kecil yang agak kurang jelas mobil apa gerangan, dan nggak terlalu bagus juga. Terus setelah diamat-amati lagi, ternyata salah, harusnya yang di sebelahnya lagi. Dan waaaaah ternyata mobilnya kereeeen bok.... kalau di Indonesia kami nggak mampu beli lah hahahaha....
Kami mendapat mobil Holden Trax. Bagasinya cukup besar, walaupun ternyata untuk ketiga koper plus backpack kami, ternyata masih harus agak berdesakan juga, habis koper yang dipakai putriku ini jumbo banget ukurannya. Dua backpack yang berisi barang-barang yang mungkin dibutuhkan sepanjang perjalanan, ditaruh di tengah, bersama dengan putriku. Seatnya dua baris, jadi kalau full diisi penumpang, maksimal hanya 5 orang saja.
Seperti biasa, kalau belum pernah pakai tipe mobil tertentu, harus dipelajari dulu. Jadi selama beberapa menit, suamiku mencoba dulu untuk maju mundur dan mencobai lampu-lampu, sign, hand brake, dan sebagainya, supaya tidak sampai salah sewaktu menyetir. Mobil kami di rumah juga manual, jadi mengendarai matic kadang belum terbiasa, walaupun kata orang, kalau terbiasa manual, pakai matic gampang banget penyesuaiannya. Kebalikan kalau biasa pakai matic, pakai manual akan agak susah menyesuaikan diri.
Jadi, tepat jam 9.30 pagi, setelah mengeset arah di Google Map, kami mulai berkendara keluar bandara Christchurch. Kali ini sudah sedikit lebih berpengalaman ketimbang tahun sebelumnya waktu pertama kali datang, selain itu kendaraannya pun lebih kecil dan nyaman, jadi enjoy banget deh. Nah, waktu awal-awal berangkat, sambil mencoba-coba perangkat musiknya, jadi tahu bahwa ternyata bisa memutar musik dari smart phone, dihubungkan dengan bluetooth yang ada di player mobil. Wah keren banget, maklum mobil kami masih keluaran tahun 2008, nggak ada perangkat canggihnya seperti itu hehehehe....
Kata suamiku, mobilnya enak banget dikemudikan, lebih enak dari mobil kami di rumah (ya iyalah, kelasnya udah beda harga), enteng banget. Sepanjang perjalanan, tampak sekali wajahnya sumringah banget, bawaannya seperti orang yang senyum-senyum sendiri. Norak banget deh hahahaha...
Melewati lagi jalanan ini, mengingatkanku pada kenangan tahun 2015. Banyak wajah jalanan yang masih kuingat dari perjalanan waktu itu, walaupun kali ini agak berbeda. Kalau dulu, lebih banyak pohon yang tampak kering dan tanpa daun, sedangkan kali ini rerumputan tampak hijau di mana-mana, dan mulai tampak pepohonan yang bersemi, banyak bunga-bunga bermekaran, wah pokoknya indah deh.... Apalagi kali ini diiringi musik dengan lagu-lagu kesukaanku, aku jadi melankolis deh hahahaha....
Kami sempat berhenti 2 kali, untuk memotret, dan untuk ke toilet. Setelah itu baru berhenti lagi di Lake Tekapo, sekitar jam 12.45 siang. Akhirnya sampai ke danau ini juga, setelah dulu terlewatkan. Lake Tekapo ini termasuk tempat yang touristy, dan saat itu pengunjungnya cukup banyak.
Lake Tekapo adalah danau kedua terbesar di pinggir utara Mackenzie Basin. Luasnya mencapai 83 kilometer persegi, dengan ketinggian 710 mdpl (meter di atas permukaan laut). Danau ini bersumber dari Godley River di sisi utara, yang berasal dari Southern Alps. Kedalaman maksimalnya mencapai 120 meter.
Lake Tekapo ini populer sekali dikunjungi wisatawan, dan ada beberapa hotel resort yang berlokasi di kota Lake Tekapo di ujung selatan danau ini. Lake Tekapo Regional Park yang dikelola oleh Environment Canterbury, berada di sisi selatan danau, dan sebuah observatorium astronomis ditempatkan di Mount John, yang letaknya di utara kota, dan di selatan danau kecil Lake Alexandrina.
Lake Tekapo keluar di sisi selatan sebagai Tekapo River. Pada tahun 1938, mulai dibangun pembangkit listrik, yang sedianya selesai tahun 1943, namun dengan adanya Perang Dunia II tahun 1942, pembangunannya terhenti. Setelah dilanjutkan kembali pada tahun 1944, pembangkit listrik ini selesai di tahun 1951, dan dikenal sebagai Tekapo A.
Air dari Lake Tekapo dialirkan melalui lorong sepanjang 1,4 KM di bawah kota. Dengan adanya Upper Waitaki hydroelectric di tahun 1970-an, air kini dialirkan melalui kanal sepanjang 26 KM yang menuju Tekapo B di pesisir Lake Pukaki. Pada tahun 1986 ada turbin yang rusak, dan karenanya diganti dengan turbin Kaplan yang lebih efisien dan bisa mengalirkan air lebih deras. Saat ini, pembangkit listrik ini menghasilkan daya listrik sekitar 160 GWh per tahun.
Church of the Good Shepherd yang sangat populer seperti kusebut di atas tadi, berlokasi di pesisir Lake Tekapo, dan merupakan gereja pertama yang didirikan di Mackenzie Basin pada tahun 1935. Gereja ini merupakan salah satu ikon yang paling banyak diabadikan di seluruh New Zealand. Dari jendela altarnya, kita bisa melihat pemandangan memukau Lake Tekapo dan pegunungan di belakangnya. Gereja ini merupakan gereja Katolik Roma yang bersejarah.
Air dari Lake Tekapo dialirkan melalui lorong sepanjang 1,4 KM di bawah kota. Dengan adanya Upper Waitaki hydroelectric di tahun 1970-an, air kini dialirkan melalui kanal sepanjang 26 KM yang menuju Tekapo B di pesisir Lake Pukaki. Pada tahun 1986 ada turbin yang rusak, dan karenanya diganti dengan turbin Kaplan yang lebih efisien dan bisa mengalirkan air lebih deras. Saat ini, pembangkit listrik ini menghasilkan daya listrik sekitar 160 GWh per tahun.
Church of the Good Shepherd yang sangat populer seperti kusebut di atas tadi, berlokasi di pesisir Lake Tekapo, dan merupakan gereja pertama yang didirikan di Mackenzie Basin pada tahun 1935. Gereja ini merupakan salah satu ikon yang paling banyak diabadikan di seluruh New Zealand. Dari jendela altarnya, kita bisa melihat pemandangan memukau Lake Tekapo dan pegunungan di belakangnya. Gereja ini merupakan gereja Katolik Roma yang bersejarah.
Di dekat gereja ini ada sebuah patung perunggu berbentuk anjing penggembala New Zealand, Collie sheepdog. Patung ini dimaksudkan untuk mengingatkan betapa besar dan pentingnya peran anjing penggembala di New Zealand. Dibuat oleh Innes Elliott dari Kaikoura, dengan model seekor anjing bernama Haig (anjingnya milik tetangga sang pembuat patung), pembuatannya memakan waktu 15 bulan.
Nah, waktu berada di sana, aku beruntung sekali sempat masuk ke dalam The Good Sheperd Church, karena biasanya gereja ini ditutup kalau tidak sedang ada misa yang diadakan. Aku bahkan sempat memotret dari balik altarnya hehehehe...
Setelah banyak memotret, kami naik mobil dan maju sedikit lagi untuk melihat sisi lain dari Lake Tekapo, yaitu Scott Pond.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke University of Canterbury Mount John Observatory. Untuk menuju ke sana, setelah selesai melewati danau, akan ada jalan kecil masuk ke kanan, namanya Godley Peaks Road. Masuklah ke jalan tersbut dan ikuti saja jalannya. Nanti akan ada gerbang di mana kita harus membayar $5, istilahnya bayar "jalan tol" menuju Mt John Observatory. Ini bukan per orang ya, jadi per kendaraan biayanya segitu. Setelah itu ikuti saja jalan yang ada. Jalannya akan semakin naik, dan semakin lama pemandangannya akan semakin indah. Jalannya memang tampak agak seram, karena hanya pas untuk 2 mobil (kadang malah kurang), dan belum diaspal. Tapi asal kita hati-hati, niscaya tidak akan terjadi apa-apa kok. Kalau kita dari arah atas dan jalannya menyempit, berikan jalan kepada kendaraan yang naik, karena naik lebih susah. Jadi sebetulnya kalau kita yang sedang naik, yang berlawanan arahlah yang harusnya memberi jalan pada kita. Namun kenyataannya, kebanyakan turis RRC (dilihat dari tampangnya dan sewanya mobil yang mahal-mahal), seringnya mau menang sendiri, nggak ada istilah mengalah. Kesal juga ya sebetulnya, tapi kalau sudah begitu ya cuma bisa bersabar saja sih...
Apabila naik campervan pun, nggak perlu takut ke tempat ini. Banyak kok, campervan besar-besar yang sampai ke puncak, yang penting hati-hati dalam mengendarai.
Sampai di puncak, akan ada tempat parkir yang luas. Kita tinggal memilih mau parkir di sebelah mana. Dari tempat parkir ini saja, pemandangannya sudah indah sekali. Setelah itu kita masih bisa berjalan lebih ke atas sedikit. Jelajahi saja sekitaran tempat tersebut. Pemandangan di sana betul-betul membuat mata terbelalak dan mulut menganga buatku. Salah satu spot favoritku nih di South Island. Melihat Lake Tekapo dan kota Tekapo, dengan latar belakang gunung-gunung bersalju di belakangnya, so amazing! Semuanya tampak bagai lukisan... luar biasa indahnya! Langit yang biru dengan awan-awannya yang sangat dramatis, danau Tekapo yang tampak sangat biru dilihat dari ketinggian, rerumputan yang kuning kehijauan, rumah-rumah kecil yang tampak nun jauh di bawah... tiada puas mata memandang, dan tiada habisnya keinginan untuk mengabadikan tiap jengkal dari keindahan alam ini....
University of Canterbury Mount John Observatory (UCMJO), dulunya dikenal sebagai Mt John University Observatory (MJUO), merupakan observatorium penelitian pertama di New Zealand. Berlokasi di ketinggian 1.029 mdpl di puncak Mount John, tempat ini didirikan tahun 1965. Di tempat ini, sesuai fungsinya, banyak teleskop seperti: sebuah 0,4-meter, dua buah 0,6-meter, sebuah 1,0-meter, dan sebuah 1,8-meter "MOA Telescope" yang masih tergolong baru. Tempat ini dioperasikan oleh University of Canterbury. Areanya yang seluas 430.000 hektar ini dinyatakan sebagai Aoraki Mackenzie International Dark Sky Reserve oleh International Dark-Sky Association, dan merupakan salah satu dari empat yang ada di dunia. Keren ya... ^_^
Setelah banyak memotret, kami naik mobil dan maju sedikit lagi untuk melihat sisi lain dari Lake Tekapo, yaitu Scott Pond.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke University of Canterbury Mount John Observatory. Untuk menuju ke sana, setelah selesai melewati danau, akan ada jalan kecil masuk ke kanan, namanya Godley Peaks Road. Masuklah ke jalan tersbut dan ikuti saja jalannya. Nanti akan ada gerbang di mana kita harus membayar $5, istilahnya bayar "jalan tol" menuju Mt John Observatory. Ini bukan per orang ya, jadi per kendaraan biayanya segitu. Setelah itu ikuti saja jalan yang ada. Jalannya akan semakin naik, dan semakin lama pemandangannya akan semakin indah. Jalannya memang tampak agak seram, karena hanya pas untuk 2 mobil (kadang malah kurang), dan belum diaspal. Tapi asal kita hati-hati, niscaya tidak akan terjadi apa-apa kok. Kalau kita dari arah atas dan jalannya menyempit, berikan jalan kepada kendaraan yang naik, karena naik lebih susah. Jadi sebetulnya kalau kita yang sedang naik, yang berlawanan arahlah yang harusnya memberi jalan pada kita. Namun kenyataannya, kebanyakan turis RRC (dilihat dari tampangnya dan sewanya mobil yang mahal-mahal), seringnya mau menang sendiri, nggak ada istilah mengalah. Kesal juga ya sebetulnya, tapi kalau sudah begitu ya cuma bisa bersabar saja sih...
Apabila naik campervan pun, nggak perlu takut ke tempat ini. Banyak kok, campervan besar-besar yang sampai ke puncak, yang penting hati-hati dalam mengendarai.
Sampai di puncak, akan ada tempat parkir yang luas. Kita tinggal memilih mau parkir di sebelah mana. Dari tempat parkir ini saja, pemandangannya sudah indah sekali. Setelah itu kita masih bisa berjalan lebih ke atas sedikit. Jelajahi saja sekitaran tempat tersebut. Pemandangan di sana betul-betul membuat mata terbelalak dan mulut menganga buatku. Salah satu spot favoritku nih di South Island. Melihat Lake Tekapo dan kota Tekapo, dengan latar belakang gunung-gunung bersalju di belakangnya, so amazing! Semuanya tampak bagai lukisan... luar biasa indahnya! Langit yang biru dengan awan-awannya yang sangat dramatis, danau Tekapo yang tampak sangat biru dilihat dari ketinggian, rerumputan yang kuning kehijauan, rumah-rumah kecil yang tampak nun jauh di bawah... tiada puas mata memandang, dan tiada habisnya keinginan untuk mengabadikan tiap jengkal dari keindahan alam ini....
University of Canterbury Mount John Observatory (UCMJO), dulunya dikenal sebagai Mt John University Observatory (MJUO), merupakan observatorium penelitian pertama di New Zealand. Berlokasi di ketinggian 1.029 mdpl di puncak Mount John, tempat ini didirikan tahun 1965. Di tempat ini, sesuai fungsinya, banyak teleskop seperti: sebuah 0,4-meter, dua buah 0,6-meter, sebuah 1,0-meter, dan sebuah 1,8-meter "MOA Telescope" yang masih tergolong baru. Tempat ini dioperasikan oleh University of Canterbury. Areanya yang seluas 430.000 hektar ini dinyatakan sebagai Aoraki Mackenzie International Dark Sky Reserve oleh International Dark-Sky Association, dan merupakan salah satu dari empat yang ada di dunia. Keren ya... ^_^
Di puncak UCMJO ini ada sebuah cafe, namanya Astro Cafe, jadi bisa nonton pemandangan yang luar biasa di depan mata kita sambil menyeruput secangkir kopi atau makan makanan ringan ^_^
Satu cangkir flat white ukuran paling besar harganya $5.5. Kalau di sini kopinya pakai cangkir beneran, bukan cangkir kertas, karena dianggap minum di tempat.
Oya, kalau mau ke toilet juga ada toilet umum di tempat ini. Bersih enggaknya, tergantung yang pakai sebelum-sebelumnya sih...
Kalau sudah di tempat ini, rasanya betah banget, soalnya pemandangannya bener-bener seperti lukisan banget! Padahal di depan mata lho! Foto yang diambil tidak bisa merepresentasikan keindahan sesungguhnya. Yang bikin nggak kuat di tempat ini cuma satu: anginnya kenceng! Dan tahu sendiri deh, kalau suhunya dingin, ditambah anginnya besar, waaah nggak kuat lama-lama di sana kalau tidak berlindung di balik bangunan.
Setelah hampir satu jam kami berada di sana, kami pun kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Saat berkendara menuruni gunung, kami sempat melihat fenomena alam yang indah sekali, sinar matahari menyeruak dari balik awan-awan yang tebal, dan tampak seperti sinar tersebut justru berasal dari puncak gunung, dan memancar ke atas. Lihat fotonya deh kalau nggak percaya ^_^
Menjelang jam 4 sore, kami sampai di Lake Pukaki. Tempat ini pun dulu juga terlewatkan, makanya kali ini harus mampir deh!
Saat itu juga banyak turis di sekitar tempat ini, kebanyakan turis dari RRC, banyak yang sewa mobil atau campervan, tapi ada juga yang ramai-ramai naik bus wisata rombongan. Dan seperti biasanya, mereka cukup berisik dan memenuhi semua tempat. Beruntung kami masih bisa dapat spot untuk berfoto. Sayang saat itu menghadap ke matahari, jadi fotonya banyak yang backlight.
Lake Pukaki adalah danau terbesar di pinggir utara Mackenzie Basin. Adanya umpan air yang sangat dingin menjadikan warnanya sangat biru, tercipta dari partikel batuan es yang sangat halus dari glacier. Luas areanya meliputi 178,7 kilometer persegi, dengan ketinggian mencapai 532 mdpl. Dari pesisir selatan danau ini, kita bisa melihat Aoraki/Mount Cook yang jauhnya 70 KM di utara.
Bagian terdalam danau ini mencapai 70 meter, dan walaupun di musim dingin suhunya bisa mencapai -20 derajat Celcius, namun air danau ini tidak pernah membeku.
Danau ini merupakan bagian dari skema Waitaki hydroelectric. Air mengalir keluar ke selatan, yaitu ke Pukaki River. Air yang keluar ini ditampung, dan kanal-kanal membawa air dari Lake Pukaki dan Lake Ohau melalui pembangkit listrik Ohau A, menuju ke Lake Ruataniwha.
Kota terdekat dengan Lake Pukaki adalah Twizel, 7 KM jauhnya dari selatan danau. Kalau kita lewat SH8, jalan ini akan menyisir sepanjang pesisir selatan Lake Pukaki, sedangkan kalau kita lewat SH80, jalan ini akan membawa kita menyusuri Lake Pukaki ke arah utara, menuju Mount Cook Village di Aoraki/Mount Cook National Park.
Kalau dibandingkan dengan Lake Tekapo, aku lebih menyukai Lake Pukaki, karena warna airnya yang biruuuu dan kelihatan jernih banget. Kalau aku tidak takut air, mungkin aku mau deh berenang di sana hehehehe... Setelah kami merasa cukup menikmati Lake Pukaki, kami cepat-cepat melanjutkan perjalanan, karena masih jauh jarak yang harus kami tempuh.
Bagi yang membaca kisahku di tahun 2015 (https://lovelifeadventureofirene.blogspot.co.id/2017/06/new-zealand-2015-6.html dan https://lovelifeadventureofirene.blogspot.co.id/2017/06/new-zealand-trip-2015-7.html), tentunya ingat bahwa kami menginap malam pertama naik campervan, di sebuah lapangan yang ternyata adalah Lake Wardell. Jadi dalam perjalanan kali ini, kami sempatkan mampir di Lake Wardell dan berfoto sejenak di sana. Ternyata Lake Wardell merupakan salah satu freedom camping ground untuk self contained vehicle. Karena saat ini musim semi, danaunya kelihatan dan ternyata view di sana indah sekali lho...
Menjelang akhir Lindis Pass, kami sempat berhenti sekali lagi untuk mengambil foto, baru setelah itu melaju tanpa henti sampai ke tujuan akhir kami hari ini: Wanaka!
Aku masih ingat betul, ada sebuah jembatan berwarna merah yang harus kami lewati kira-kira 10 menit sebelum memasuki Wanaka.
Kami sampai di kota Wanaka jam 6.30 petang, dan langsung ke tepi danaunya. Ah, serasa semua kenangan di tahun sebelumnya kembali datang padaku. Wanaka selalu menjadi kota idamanku untuk hidup di masa tua nanti... ^_^
Kamarnya sebenarnya bisa untuk 4-5 orang, dengan dua buah ranjang tingkat. Ada sebuah heater yang disediakan juga, beserta meja dan kursi di dalam kamar, dan meja kursi di luar kamar. Dapur dan toiletnya cukup dekat dengan kamar yang kami tempati.
Setelah kami mengeluarkan barang-barang yang perlu, aku berbenah dulu di kamar, lalu kami pergi lagi ke New World di pusat kota untuk belanja bahan makanan. Aku membeli roti tawar, daging lamb, potato chips, telur, susu, brokoli, kentang, dan sayur brussel sprout. Total senilai $22.52.
Selesai berbelanja, kami kembali ke holiday park, lalu sementara suami dan putriku beristirahat, aku masak. Saat itu dapur sepi, jadi leluasa seakan milik sendiri hehehehe... Selesai masak, sekitar jam 9 malam baru kami makan malam bersama di ruang makan tepat di sebelah dapur. Setelah itu barulah kami mandi dengan air hangat, dan beristirahat di dalam cabin.
Wanaka /ˈwɒnəkə/ (Māori: Wānaka) adalah kota yang sangat populer untuk kegiatan musim dingin dan tempat beristirahat di musim panas di daerah Otago, South Island. Bertempat di ujung selatan Lake Wanaka, kota ini merupakan awal dari Clutha River dan merupakan pintu gerbang menuju Mount Aspiring National Park. Sumber pendapatan kota ini sangat bergantung kepada banyaknya kegiatan outdoor yang ditawarkan, seperti hiking, mountain biking, mountaineering, memancing, paragliding, kayak, rafting, jetboat, dan kegiatan bertema lingkungan lainnya.
Kota ini mulai berdiri semenjak adanya gold rush di abad ke-19 dan berkembang dengan pesat, di mana jumlah penduduknya meningkat 50% antara tahun 2005 sampai 2015. Menurut sensus penduduk tahun 2016, jumlah penduduk di Wanaka mencapai 7.850 orang. Awal kegiatan turisme di kota ini sudah dimulai semenjak tahun 1867, dengan dibukanya hotel pertama di daerah tersebut oleh Theodore Russell. Kota ini dulunya bernama Pembroke , dan diganti nama Wanaka pada tahun 1940 (makanya ada yang namanya Pembroke Park di dekat danau).
Berlokasi di ujung selatan Lake Wanaka, kota ini dikelilingi pegunungan. Di barat daya Wanaka, ada Crown Range beserta kota Queenstown (120 KM), di utara ada Haast Pass yang menembus Southern Alps dekat Makarora. Di timur laut ada kota Omarama dan Twizel. Kemudian ada pula Lake Hawea yang sangat dekat dengan Lake Wanaka. Di selatan kota berjajar pegunungan Southern Alps.
Dengan adanya danau dan pegunungan di sekitarnya, Wanaka menjadi tempat yang populer untuk turis, dan dianggap tidak terlalu komersil seperti Queenstown.
Sejujurnya buatku, Wanaka sekarang ini juga touristy banget, harga-harga termasuk mahal (walaupun tidak semahal di Queenstown). Yang paling terasa ya harga bahan bakar dan groceries. Kalau untuk suhu, beberapa kota terdingin di New Zealand menurut versiku adalah Wanaka, Queenstown, dan Invercargill, ditambah area Lake Pukaki, Mount Cook, dan Arthur's Pass. Karenanya, saat musim dingin, Wanaka merupakan salah satu tempat terbaik untuk melihat aurora (Southern Lights).
Dengan kegiatan turismenya yang berkembang pesat, maka banyak pula restoran, cafe, dan kehidupan malam (yang terakhir ini nggak pernah mengalami sih, soalnya pertama ke Wanaka pas winter, sepertinya semua sudah tutup jam 6 sore kecuali supermarket, dan kali ini ke sana sudah terbiasa tidur awal hehehehe). Selain itu, di Wanaka juga ada Puzzling World dan Paradiso Cinema. Puzzling World ini isinya maze, ilusi optik, dan menara jam yang miring banget seperti bersandar. The Paradiso sendiri adalah bioskop kuni dan klasik, dengan tempat duduknya berupa sofa-sofa kuno. Selain itu ada pula beberapa wineries di Wanaka. Lalu sedikit di luar kotanya ada bandara dan Toy Museum.
Beberapa gunung yang bisa didaki di daerah Wanaka antara lain: Roys Peak, Mount Iron, Mount Grand dan Pisa Range, semuanya dengan view ke daerah sekitarnya.
Kalau musim dingin,beberapa aktivitas salju bisa dilakukan di Treble Cone, Cardrona Alpine Resort, Snow Park dan Snow Farm.
Aaaahhh.... hari ini adalah hari yang luar biasa bagiku. Subuh tadi masih berada di Auckland, pagi hari sudah di Christchurch, dan malam ini sudah berada di Wanaka, kota kecil dan rupawan yang selalu kurindukan...
Seharian ini rasanya melelahkan sekali, tapi bahagianya juga tiada terkira, bisa kembali ke South Island. Salah satu tempat di muka bumi ini, yang aku yakin tidak akan pernah membuatku bosan. Sepanjang perjalanan tadi, berkali-kali air mata menitik tanpa kusadari, karena masih tidak percaya, terlalu bahagia bisa berada di tempat ini lagi... hiks...
Malam itu pun kami tidur dengan nyenyaknya karena kelelahan, menyiapkan diri untuk menyongsong esok hari yang penuh dengan pengalaman dan petualangan baru lagi... ^_^
Lake Pukaki adalah danau terbesar di pinggir utara Mackenzie Basin. Adanya umpan air yang sangat dingin menjadikan warnanya sangat biru, tercipta dari partikel batuan es yang sangat halus dari glacier. Luas areanya meliputi 178,7 kilometer persegi, dengan ketinggian mencapai 532 mdpl. Dari pesisir selatan danau ini, kita bisa melihat Aoraki/Mount Cook yang jauhnya 70 KM di utara.
Bagian terdalam danau ini mencapai 70 meter, dan walaupun di musim dingin suhunya bisa mencapai -20 derajat Celcius, namun air danau ini tidak pernah membeku.
Danau ini merupakan bagian dari skema Waitaki hydroelectric. Air mengalir keluar ke selatan, yaitu ke Pukaki River. Air yang keluar ini ditampung, dan kanal-kanal membawa air dari Lake Pukaki dan Lake Ohau melalui pembangkit listrik Ohau A, menuju ke Lake Ruataniwha.
Kota terdekat dengan Lake Pukaki adalah Twizel, 7 KM jauhnya dari selatan danau. Kalau kita lewat SH8, jalan ini akan menyisir sepanjang pesisir selatan Lake Pukaki, sedangkan kalau kita lewat SH80, jalan ini akan membawa kita menyusuri Lake Pukaki ke arah utara, menuju Mount Cook Village di Aoraki/Mount Cook National Park.
Kalau dibandingkan dengan Lake Tekapo, aku lebih menyukai Lake Pukaki, karena warna airnya yang biruuuu dan kelihatan jernih banget. Kalau aku tidak takut air, mungkin aku mau deh berenang di sana hehehehe... Setelah kami merasa cukup menikmati Lake Pukaki, kami cepat-cepat melanjutkan perjalanan, karena masih jauh jarak yang harus kami tempuh.
Bagi yang membaca kisahku di tahun 2015 (https://lovelifeadventureofirene.blogspot.co.id/2017/06/new-zealand-2015-6.html dan https://lovelifeadventureofirene.blogspot.co.id/2017/06/new-zealand-trip-2015-7.html), tentunya ingat bahwa kami menginap malam pertama naik campervan, di sebuah lapangan yang ternyata adalah Lake Wardell. Jadi dalam perjalanan kali ini, kami sempatkan mampir di Lake Wardell dan berfoto sejenak di sana. Ternyata Lake Wardell merupakan salah satu freedom camping ground untuk self contained vehicle. Karena saat ini musim semi, danaunya kelihatan dan ternyata view di sana indah sekali lho...
Tidak lama kami di Lake Wardell, lalu kami melanjutkan perjalanan kembali. Di jalan sempat terlihat pelangi di sisi kiri, indah sekali. Semenjak pagi hari kami berangkat, cuaca memang cenderung berawan dan kadang gerimis, matahari tampaknya sedang enggan menampakkan wajahnya.
Melewati daerah Omarama, ada sekelompok biri-biri yang sedang merumput, dan aku menyempatkan diri untuk turun dan merekam kelakuan mereka yang lucu.
Ketika kami memasuki Lindis Pass, waktu sudah menunjukkan jam 5.15 sore, dan hujan turun cukup deras. Lindis Valley juga merupakan salah satu tempat favoritku di seantero New Zealand. Tahun sebelumnya, aku begitu terpukau saat melewati tempat ini. Gunung-gunung yang ditutupi salju, berjajar dan menjulang dengan megahnya, meluluhlantakkan hatiku seketika...
Kali ini, melewati Lindis Valley di musim semi, kupikir tidak akan indah seperti waktu itu. Tapi ternyata aku salah. Lindis Valley masih tetap indah dengan segala kemegahan dan keanggunannya, walau tanpa salju menutupinya. Walau hujan turun cukup deras, kami berhenti di Lindis Pass Viewpoint dan sempat berfoto sejenak di sana. Angin kencang dan hujan yang turun membasahi, semakin membuat dingin, tapi bukan berarti mengurangi semangat kami hehehehe..... Untungnya sistem pemanas di mobil kami ini juga bagus, jadi cepat hangat lagi kalau habis kedinginan di luar.Aku masih ingat betul, ada sebuah jembatan berwarna merah yang harus kami lewati kira-kira 10 menit sebelum memasuki Wanaka.
Kami sampai di kota Wanaka jam 6.30 petang, dan langsung ke tepi danaunya. Ah, serasa semua kenangan di tahun sebelumnya kembali datang padaku. Wanaka selalu menjadi kota idamanku untuk hidup di masa tua nanti... ^_^
Setelah sekitar 20 menit, waktu sudah menunjukkan jam 7 malam, dan cuaca mulai meremang. Kami memutuskan untuk mencari tempat menginap terlebih dahulu. Kami mencoba ke Wanaka Top 10 Holiday Park, dan mencari cabin untuk kami bertiga. Untungnya masih ada, dan kami diberi kamar di mana mobil bisa parkir langsung di depannya. Tarifnya untuk 3 orang adalah $100/malam.
Kamarnya sebenarnya bisa untuk 4-5 orang, dengan dua buah ranjang tingkat. Ada sebuah heater yang disediakan juga, beserta meja dan kursi di dalam kamar, dan meja kursi di luar kamar. Dapur dan toiletnya cukup dekat dengan kamar yang kami tempati.
Setelah kami mengeluarkan barang-barang yang perlu, aku berbenah dulu di kamar, lalu kami pergi lagi ke New World di pusat kota untuk belanja bahan makanan. Aku membeli roti tawar, daging lamb, potato chips, telur, susu, brokoli, kentang, dan sayur brussel sprout. Total senilai $22.52.
Selesai berbelanja, kami kembali ke holiday park, lalu sementara suami dan putriku beristirahat, aku masak. Saat itu dapur sepi, jadi leluasa seakan milik sendiri hehehehe... Selesai masak, sekitar jam 9 malam baru kami makan malam bersama di ruang makan tepat di sebelah dapur. Setelah itu barulah kami mandi dengan air hangat, dan beristirahat di dalam cabin.
Wanaka /ˈwɒnəkə/ (Māori: Wānaka) adalah kota yang sangat populer untuk kegiatan musim dingin dan tempat beristirahat di musim panas di daerah Otago, South Island. Bertempat di ujung selatan Lake Wanaka, kota ini merupakan awal dari Clutha River dan merupakan pintu gerbang menuju Mount Aspiring National Park. Sumber pendapatan kota ini sangat bergantung kepada banyaknya kegiatan outdoor yang ditawarkan, seperti hiking, mountain biking, mountaineering, memancing, paragliding, kayak, rafting, jetboat, dan kegiatan bertema lingkungan lainnya.
Kota ini mulai berdiri semenjak adanya gold rush di abad ke-19 dan berkembang dengan pesat, di mana jumlah penduduknya meningkat 50% antara tahun 2005 sampai 2015. Menurut sensus penduduk tahun 2016, jumlah penduduk di Wanaka mencapai 7.850 orang. Awal kegiatan turisme di kota ini sudah dimulai semenjak tahun 1867, dengan dibukanya hotel pertama di daerah tersebut oleh Theodore Russell. Kota ini dulunya bernama Pembroke , dan diganti nama Wanaka pada tahun 1940 (makanya ada yang namanya Pembroke Park di dekat danau).
Berlokasi di ujung selatan Lake Wanaka, kota ini dikelilingi pegunungan. Di barat daya Wanaka, ada Crown Range beserta kota Queenstown (120 KM), di utara ada Haast Pass yang menembus Southern Alps dekat Makarora. Di timur laut ada kota Omarama dan Twizel. Kemudian ada pula Lake Hawea yang sangat dekat dengan Lake Wanaka. Di selatan kota berjajar pegunungan Southern Alps.
Dengan adanya danau dan pegunungan di sekitarnya, Wanaka menjadi tempat yang populer untuk turis, dan dianggap tidak terlalu komersil seperti Queenstown.
Sejujurnya buatku, Wanaka sekarang ini juga touristy banget, harga-harga termasuk mahal (walaupun tidak semahal di Queenstown). Yang paling terasa ya harga bahan bakar dan groceries. Kalau untuk suhu, beberapa kota terdingin di New Zealand menurut versiku adalah Wanaka, Queenstown, dan Invercargill, ditambah area Lake Pukaki, Mount Cook, dan Arthur's Pass. Karenanya, saat musim dingin, Wanaka merupakan salah satu tempat terbaik untuk melihat aurora (Southern Lights).
Dengan kegiatan turismenya yang berkembang pesat, maka banyak pula restoran, cafe, dan kehidupan malam (yang terakhir ini nggak pernah mengalami sih, soalnya pertama ke Wanaka pas winter, sepertinya semua sudah tutup jam 6 sore kecuali supermarket, dan kali ini ke sana sudah terbiasa tidur awal hehehehe). Selain itu, di Wanaka juga ada Puzzling World dan Paradiso Cinema. Puzzling World ini isinya maze, ilusi optik, dan menara jam yang miring banget seperti bersandar. The Paradiso sendiri adalah bioskop kuni dan klasik, dengan tempat duduknya berupa sofa-sofa kuno. Selain itu ada pula beberapa wineries di Wanaka. Lalu sedikit di luar kotanya ada bandara dan Toy Museum.
Beberapa gunung yang bisa didaki di daerah Wanaka antara lain: Roys Peak, Mount Iron, Mount Grand dan Pisa Range, semuanya dengan view ke daerah sekitarnya.
Kalau musim dingin,beberapa aktivitas salju bisa dilakukan di Treble Cone, Cardrona Alpine Resort, Snow Park dan Snow Farm.
Aaaahhh.... hari ini adalah hari yang luar biasa bagiku. Subuh tadi masih berada di Auckland, pagi hari sudah di Christchurch, dan malam ini sudah berada di Wanaka, kota kecil dan rupawan yang selalu kurindukan...
Seharian ini rasanya melelahkan sekali, tapi bahagianya juga tiada terkira, bisa kembali ke South Island. Salah satu tempat di muka bumi ini, yang aku yakin tidak akan pernah membuatku bosan. Sepanjang perjalanan tadi, berkali-kali air mata menitik tanpa kusadari, karena masih tidak percaya, terlalu bahagia bisa berada di tempat ini lagi... hiks...
Malam itu pun kami tidur dengan nyenyaknya karena kelelahan, menyiapkan diri untuk menyongsong esok hari yang penuh dengan pengalaman dan petualangan baru lagi... ^_^
To be continued........
No comments:
Post a Comment