Malam sebelumnya, aku beranjak tidur jam 23, dan paginya jadi "kesiangan". Suara alarm yang kupasang sama sekali tidak terdengar. Aku baru bangun jam 3.15 pagi, dan rasanya masih ngantuk banget. Setelah menyelesaikan rutinitas pagi, aku dan suamiku menunggu di depan hotel. Jam 4.20, Theo sudah datang menjemput kami berdua. Kami akan menuju ke Gunung Ireng di daerah Gunung Kidul untuk melihat sunrise.
Karena saat kami berangkat masih gelap gulita, maka saat mencapai tempat yang tinggi tampak lampu-lampu kota yang berkelap-kelip dengan indahnya.
Kami sampai di Gunung Ireng sekitar jam 5 pagi dan keadaan masih gelap. Dari tempat parkir mobil, hanya butuh berjalan sedikit untuk sampai ke lokasi yang dimaksud. Sedikit demi sedikit langit mulai berubah warna menjadi lebih terang dengan semburat warna oranye yang indah. Lama kelamaan suasana pun menjadi lebih terang, sementara beberapa orang mulai berdatangan, dan tepat jam 5.45 matahari mulai menyembul di balik pegunungan yang tampak nun jauh di depan mata. Indah sekali!
Spot untuk memotret di tempat ini boleh dibilang cukup kecil, berupa bebatuan hitam dan tajam, serta sebuah gubuk yang didirikan untuk tempat berfoto. Kalau banyak orang bisa saja berebutan tempat untuk memotret, namun untuk hari biasa sepertinya tidak terlalu ramai.
Kami sampai di Gunung Ireng sekitar jam 5 pagi dan keadaan masih gelap. Dari tempat parkir mobil, hanya butuh berjalan sedikit untuk sampai ke lokasi yang dimaksud. Sedikit demi sedikit langit mulai berubah warna menjadi lebih terang dengan semburat warna oranye yang indah. Lama kelamaan suasana pun menjadi lebih terang, sementara beberapa orang mulai berdatangan, dan tepat jam 5.45 matahari mulai menyembul di balik pegunungan yang tampak nun jauh di depan mata. Indah sekali!
Spot untuk memotret di tempat ini boleh dibilang cukup kecil, berupa bebatuan hitam dan tajam, serta sebuah gubuk yang didirikan untuk tempat berfoto. Kalau banyak orang bisa saja berebutan tempat untuk memotret, namun untuk hari biasa sepertinya tidak terlalu ramai.
Beginilah wajah buruk wisatawan domestik dari Indonesia. Dari "sedikit" orang yang berkunjung ini (sekitar 20-an orang), beberapa di antaranya adalah mahasiswa/i, sisanya adalah dari komunitas insta-fotografi. Semua orang ini datang hanya untuk memotret sunrise atau berselfie-ria, masing-masing dengan kameranya yang tampaknya cukup mahal, kecuali para mahasiswa yang hanya bermodal smartphone saja. Salah satu perempuan usia 30-an dari komunitas fotografi ini, dengan santainya meletakkan sebuah botol kosong bekas minuman di atas bebatuan, dan "lupa" mengambilnya kembali. Dari penampilannya yang tomboy dan berambut cepak padahal tampak seperti seorang yang gemar alam. Ternyata pecinta fotografi belum tentu mencintai atau minimal menghargai tempat-tempat yang dijadikannya obyek. Mereka tidak peduli dengan tempat yang mereka kunjungi, mungkin sekedar hunting foto yang bagus untuk mereka pamerkan di sosmed, mencari "like" sebanyak-banyaknya, dan sudah. Begitu saja. Inilah yang disebut sebagai social climber, orang-orang yang mengunjungi sebuah obyek wisata atau lokasi hanya untuk pamer kepada orang lain dan disebut kekinian, tanpa sedikit pun peduli pada tempat itu sendiri.
Mungkin tidak semua seperti itu, namun sedikit orang yang ignorant inilah yang membuat tempat-tempat wisata menjadi tampak kotor dan penuh sampah. Padahal tempat sampah disediakan kurang dari 10 meter dari bebatuan tempat menaruh botol tadi. Tidak ada tempat sampah pun, seharusnya bisa dibawa pulang kembali. Miris rasanya...
Sekitar jam 6.30 pagi, kami meninggalkan Gunung Ireng dan menuju ke Hutan Pinus Asri di daerah Mangunan, Dlingo, Bantul. Sesuai namanya, tempat ini merupakan hutan pinus yang sudah dikomersilkan, dengan warung-warung di tempat parkir dan banyak spot untuk selfie di dalam area hutannya. Sebetulnya ada beberapa hutan pinus yang dijadikan obyek wisata komersil di desa Mangunan ini, namun kata Theo yang satu ini belum seramai yang lain dan ada beberapa spot untuk memotret yang lebih bagus. Yang paling ramai dikunjungi adalah Hutan Pinus Mangunan, di mana sering dijadikan tempat wisata bagi rombongan turis. Lokasinya pun bisa dibilang bersebelahan dengan Hutan Pinus Asri ini.
Kami berjalan di dalam hutan ini sampai ke sebuah spot di ujung hutan. Di tempat ini pun ada beberapa sarana yang didirikan untuk berfoto ria. Sekarang ini memang sedang ngetrend sekali di tempat-tempat wisata yang bernuansa alam atau perbukitan, dengan view ke bawah, lalu orang-orang berfoto di platform yang didirikan di sana. Kebanyakan tentunya dengan membayar terlebih dahulu. Di tempat ini bahkan ada platform yang sama sekali tidak diberi pagar atau pengaman apa pun di satu sisinya yang menghadap ke landscape di depannya. Tentu saja hal ini sebetulnya berbahaya, karena kadang ada saja orang yang tidak menganggap serius keamanan. Kalau jatuh mungkin tidak sampai jatuh ke jurang, tapi kalau ketinggian 5 meter ya ada lah, dengan batu-batu besar yang akan menerima tubuh kita kalau kita sampai jatuh hehehehe...
Sekitar jam 6.30 pagi, kami meninggalkan Gunung Ireng dan menuju ke Hutan Pinus Asri di daerah Mangunan, Dlingo, Bantul. Sesuai namanya, tempat ini merupakan hutan pinus yang sudah dikomersilkan, dengan warung-warung di tempat parkir dan banyak spot untuk selfie di dalam area hutannya. Sebetulnya ada beberapa hutan pinus yang dijadikan obyek wisata komersil di desa Mangunan ini, namun kata Theo yang satu ini belum seramai yang lain dan ada beberapa spot untuk memotret yang lebih bagus. Yang paling ramai dikunjungi adalah Hutan Pinus Mangunan, di mana sering dijadikan tempat wisata bagi rombongan turis. Lokasinya pun bisa dibilang bersebelahan dengan Hutan Pinus Asri ini.
Kami berjalan di dalam hutan ini sampai ke sebuah spot di ujung hutan. Di tempat ini pun ada beberapa sarana yang didirikan untuk berfoto ria. Sekarang ini memang sedang ngetrend sekali di tempat-tempat wisata yang bernuansa alam atau perbukitan, dengan view ke bawah, lalu orang-orang berfoto di platform yang didirikan di sana. Kebanyakan tentunya dengan membayar terlebih dahulu. Di tempat ini bahkan ada platform yang sama sekali tidak diberi pagar atau pengaman apa pun di satu sisinya yang menghadap ke landscape di depannya. Tentu saja hal ini sebetulnya berbahaya, karena kadang ada saja orang yang tidak menganggap serius keamanan. Kalau jatuh mungkin tidak sampai jatuh ke jurang, tapi kalau ketinggian 5 meter ya ada lah, dengan batu-batu besar yang akan menerima tubuh kita kalau kita sampai jatuh hehehehe...
Karena aku takut akan ketinggian yang semacam ini, berada 1/2 meter dari ujung saja sudah hebat sekali. Merinding sepanjang waktu, berasa mau kabur tertiup angin yang lumayan kencang hahahaha... kalau suamiku berani sampai mengayun-ayunkan kakinya di pinggiran platform.
Hutan pinusnya sendiri tentunya indah dan asri, dengan angin yang bertiup di sela-sela pepohonan dan menimbulkan suara-suara yang asyik didengarkan. Rata-rata pohon pinusnya pun sangat tinggi-tinggi, pertanda usia yang sudah cukup tua.
Kami keluar dari hutan pinus ini sekitar jam 9 pagi, lalu Theo mengantar kami ke tempat berikutnya, yakni Jurang Tembelan di desa Kanigoro, Dlingo, Bantul. Tempat ini hanya seuplekan kecil tanpa tiket masuk resmi (disediakan kotak dana sukarela bagi pengunjung yang hendak menyumbang), dengan beberapa platform untuk foto, mulai dari model platform kotak biasa, perahu, pesawat terbang, macam-macam deh. Dari segi keamanan juga ada beberapa yang tampak kurang meyakinkan sih hehehehe...
Saat itu juga ada banyak anak kecil bersama dua orang gurunya yang sedang berpose di pesawat terbang yang ada di sana. Lucu sekali kelakuan mereka, berebut tempat dan sebagainya. Begitu tahu ada orang asing yang mau memotret, langsung pada ribut dan bergaya sendiri-sendiri hahahaha..
Hutan pinusnya sendiri tentunya indah dan asri, dengan angin yang bertiup di sela-sela pepohonan dan menimbulkan suara-suara yang asyik didengarkan. Rata-rata pohon pinusnya pun sangat tinggi-tinggi, pertanda usia yang sudah cukup tua.
Kami keluar dari hutan pinus ini sekitar jam 9 pagi, lalu Theo mengantar kami ke tempat berikutnya, yakni Jurang Tembelan di desa Kanigoro, Dlingo, Bantul. Tempat ini hanya seuplekan kecil tanpa tiket masuk resmi (disediakan kotak dana sukarela bagi pengunjung yang hendak menyumbang), dengan beberapa platform untuk foto, mulai dari model platform kotak biasa, perahu, pesawat terbang, macam-macam deh. Dari segi keamanan juga ada beberapa yang tampak kurang meyakinkan sih hehehehe...
Saat itu juga ada banyak anak kecil bersama dua orang gurunya yang sedang berpose di pesawat terbang yang ada di sana. Lucu sekali kelakuan mereka, berebut tempat dan sebagainya. Begitu tahu ada orang asing yang mau memotret, langsung pada ribut dan bergaya sendiri-sendiri hahahaha..
Pemandangan ke arah jurang yang dimaksud, cukup indah, tapi yang membuatku kagum adalah sungai yang tampak di bawah, dengan warna dan alurnya yang tampak indah sekali. Tempat ini juga sudah mulai ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal. Saat itu matahari sudah mulai bersinar dengan terik, sehingga terasa panas yang cukup menyengat di kulitku, karenanya kami tidak terlalu lama berada di sana.
Oya, di daerah desa-desa ini sebetulnya banyak sekali tempat-tempat yang dijadikan obyek wisata oleh pengelola sekitarnya. Kebanyakan mirip-mirip, dengan penamaan yang unik-unik, seperti Songgo Langit, Watu Goyang, Bukit Bego, Kandang Ternak, Kebun Buah Mangunan, Gardu Pandang Mangunan, Bukit Lintang Sewu, Pintu Langit Dahromo, Bumi Pemuda Rahayu, Puncak Pinus Becici, dan masih banyak lagi.
Oya, di daerah desa-desa ini sebetulnya banyak sekali tempat-tempat yang dijadikan obyek wisata oleh pengelola sekitarnya. Kebanyakan mirip-mirip, dengan penamaan yang unik-unik, seperti Songgo Langit, Watu Goyang, Bukit Bego, Kandang Ternak, Kebun Buah Mangunan, Gardu Pandang Mangunan, Bukit Lintang Sewu, Pintu Langit Dahromo, Bumi Pemuda Rahayu, Puncak Pinus Becici, dan masih banyak lagi.
Karena sudah mulai lapar, Theo mengajak kami makan soto di daerah Imogiri. Hanya sebuah warung kecil yang sederhana ala pedesaan. Sotonya lebih mirip sop, karena kuahnya bening dan ada wortelnya pula. Untuk rasa biasa saja, namun harga juga murah. Warung ini juga menyediakan beberapa macam "side dish" seperti tempe dan tahu bacem, tempe goreng tepung, belut goreng, jadah, onde-onde, dan lain-lain.
Selesai makan, kami pun diantarkan kembali ke hotel. Di perjalanan aku sempat nyaris ketiduran. Lebih karena kurang tidur di malam sebelumnya, ditambah perut kekenyangan ^_^
Sesampai di Midtown Xpress Hotel sudah jam 10.30, tidak terasa kami sudah pergi lebih dari 6 jam lamanya. Theo langsung berpamitan, dan kami sendiri setelah cuci muka, langsung tidur.
Terbangun jam 13.30, aku masih bersantai-santai, minum kopi, dan meregangkan tubuh. Seusai mandi dan mencuci pakaian, aku dan suamiku beranjak keluar dari hotel jam 15.45 sore. Untungnya suasana agak mendung, jadi cukup nyaman untuk bermotor ria di jalan.
Sesampai di Midtown Xpress Hotel sudah jam 10.30, tidak terasa kami sudah pergi lebih dari 6 jam lamanya. Theo langsung berpamitan, dan kami sendiri setelah cuci muka, langsung tidur.
Terbangun jam 13.30, aku masih bersantai-santai, minum kopi, dan meregangkan tubuh. Seusai mandi dan mencuci pakaian, aku dan suamiku beranjak keluar dari hotel jam 15.45 sore. Untungnya suasana agak mendung, jadi cukup nyaman untuk bermotor ria di jalan.
Kami pergi ke Toko Progo untuk membeli panci yang akan dipakai untuk masak nasi, sekalian membeli beberapa macam sayur dan buah-buahan.
Seusai berbelanja, kami langsung menuju ke rumah teman suamiku di pinggiran kota. Sebenarnya teman suamiku ini, namanya Anton, sedang tidak berada di Yogya, namun di rumah ada istrinya. Dulu waktu aku habis operasi, aku tinggal di rumah ini, karenanya aku merasa sangat berhutang budi, dan merasa wajib mengunjungi istri dan ibunda Anton.
Seusai berbelanja, kami langsung menuju ke rumah teman suamiku di pinggiran kota. Sebenarnya teman suamiku ini, namanya Anton, sedang tidak berada di Yogya, namun di rumah ada istrinya. Dulu waktu aku habis operasi, aku tinggal di rumah ini, karenanya aku merasa sangat berhutang budi, dan merasa wajib mengunjungi istri dan ibunda Anton.
Istri Anton namanya Ayu, dan dia tidak tahu bahwa kami akan datang, jadi memang tujuannya untuk memberi kejutan. Benar saja, Ayu tampak terkejut dan senang sekali menyambut kedatangan kami. Kami mengobrol ngalor ngidul dan bersenda gurau. Ini baru kali kedua aku bertemu dengan Ayu, tapi orangnya memang sumeh, gemar bercerita dan bercanda, jadi serasa sudah akrab sekali. Sang ibunda baru pulang dari dinas jam 6.30 malam, dan beliau pun senang sekali kami kunjungi.
Sampai di hotel sudah hampir jam 20 malam, aku segera masak nasi dengan panci baru, dan merebus sayuran yang dibeli sebelumnya. Selesai masak, aku dan suamiku makan malam di dalam kamar. Walaupun sederhana tetapi nikmat rasanya.
Selesai makan, kami hendak bersantai saja, sampai kemudian salah seorang teman SMA-ku whatsapp dan mengajak bertemu. Jadilah kami bersiap-siap pergi lagi, padahal sudah mendekati jam 21.30. Kami bertemu di Beverly Hills, tempat nongkrong dengan menu makanan jagung bakar, roti bakar, pisang bakar, indomie, dan lain-lain. Temanku ini namanya Yang-yang, dan dia datang bersama istrinya juga, Yeni. Akhirnya aku dan suamiku makan jagung bakar dan pisang bakar, padahal sebelumnya sudah kenyang. Herannya masih muat nih perut hehehe...
Selesai makan, kami hendak bersantai saja, sampai kemudian salah seorang teman SMA-ku whatsapp dan mengajak bertemu. Jadilah kami bersiap-siap pergi lagi, padahal sudah mendekati jam 21.30. Kami bertemu di Beverly Hills, tempat nongkrong dengan menu makanan jagung bakar, roti bakar, pisang bakar, indomie, dan lain-lain. Temanku ini namanya Yang-yang, dan dia datang bersama istrinya juga, Yeni. Akhirnya aku dan suamiku makan jagung bakar dan pisang bakar, padahal sebelumnya sudah kenyang. Herannya masih muat nih perut hehehe...
Kami ngobrol dan banyak sharing mengenai pengalaman traveling kami masing-masing. Sebetulnya lebih banyak Yang-yang yang bercerita, karena dia sudah banyak mengunjungi negara-negara lain, terutama di Eropa.
Karena sudah cukup larut, jam 23 kami pun berpisah dan pulang. Sesampai di hotel, kami segera mandi dan beristirahat. Hari yang cukup melelahkan namun sangat kusyukuri, karena berkat mengalir tiada henti dari orang-orang di sekitar kami. Masih ada beberapa hari lagi waktu kami di kota ini, dan kunantikan setiap harinya dengan semangat baru ^_^
Karena sudah cukup larut, jam 23 kami pun berpisah dan pulang. Sesampai di hotel, kami segera mandi dan beristirahat. Hari yang cukup melelahkan namun sangat kusyukuri, karena berkat mengalir tiada henti dari orang-orang di sekitar kami. Masih ada beberapa hari lagi waktu kami di kota ini, dan kunantikan setiap harinya dengan semangat baru ^_^
No comments:
Post a Comment