Minggu, 9 Oktober 2016
Hari ini adalah hari Minggu, dan merupakan hari terakhir kami bisa bepergian bersama, karena mulai esok pagi, putri kami tercinta, Sherly, sudah mulai masuk dalam kelas English Course. Suamiku yang mencarikan rute bepergian kami hari ini, dan rencananya kami akan pergi ke Slope Point dan Cathedral Caves. Kedua tempat ini berada di jalur yang sama, namun Slope Point masih berada di wilayah Catlins, sedangkan Cathedral Caves sudah masuk region Otago.
Pagi hari dilewatkan dengan aktivitas rutin, dan walaupun cuacanya mendung, namun sempat terlihat pelangi dari teras belakang rumah. Setelah kami semua mandi dan bersiap-siap, sekitar jam 8.30 kami berangkat dalam cuaca gerimis. Sebelum menuju ke arah luar kota, kami mampir di Farmer's Market yang diadakan setiap hari Minggu di Southland Masonic Centre, 80 Forth Street. Kami diberi tahu keberadaan Farmer's Market ini oleh teman-teman Indonesia yang tinggal di sini. Katanya, kalau sedang beruntung, kadang ada yang jual sayur yang segar dan harganya murah banget. Karenanya kami coba-coba ke sana.
Pagi hari dilewatkan dengan aktivitas rutin, dan walaupun cuacanya mendung, namun sempat terlihat pelangi dari teras belakang rumah. Setelah kami semua mandi dan bersiap-siap, sekitar jam 8.30 kami berangkat dalam cuaca gerimis. Sebelum menuju ke arah luar kota, kami mampir di Farmer's Market yang diadakan setiap hari Minggu di Southland Masonic Centre, 80 Forth Street. Kami diberi tahu keberadaan Farmer's Market ini oleh teman-teman Indonesia yang tinggal di sini. Katanya, kalau sedang beruntung, kadang ada yang jual sayur yang segar dan harganya murah banget. Karenanya kami coba-coba ke sana.
Di Farmer's Market ini yang jualan tidak terlalu banyak, entah karena hujan atau memang biasanya seperti ini. Para penjual ini semuanya berada di dalam gedung. Ada yang menjual hasil kerajinan berupa hiasan atau pajangan ruangan, ada yang menjual kopi, buah-buahan, dan beberapa macam makanan lainnya. Kami membeli secangkir besar flat white seharga $4.5. Penjualnya seorang Kiwi yang sudah berusia 50-an, dan orangnya lucu dan ramah sekali. Sembari menyeruput kopi, kami berjalan berkeliling gedung yang cukup besar ini, lalu tertarik membeli seporsi Spicy Korean Chicken yang harganya $5. Penjualnya dua orang pemuda Korea, dan mungkin mereka juga masih sekolah kalau melihat usianya yang masih muda. Walaupun sudah minta "super spicy", tapi tetap deh kalah sama selera pedasnya orang Indonesia hahahaha.... Korean Chicken ini kurang lebih daging ayam yang dipotong-potong kecil, lalu digoreng dengan adonan tepung, mungkin lebih terkenal dengan istilah chicken pop atau chicken popcorn. Setelah itu baru ditaburi bubuk cabe. Rasanya lumayan enak juga kok, cuma sebetulnya mahal sih, karena nggak sampai kenyang, apalagi dimakan bertiga hehehehe...
Dari Farmer's Market, kami membeli bensin dulu, di Mobil, tempat beli yang sebelum ini ada nenek-nenek juteknya itu. Untungnya kali ini nenek-nenek itu tidak ada. Kami isi $50, tapi karena ada diskon, bayarnya jadi $48.44. Lumayanlah ada selisih $1.5 ^_^
Kami langsung berkendara menuju ke arah Catlins. Saat itu masih gerimis dan awannya gelap sekali, tapi di kejauhan tampak langit biru. Makin menjauhi Invercargill, cuaca berangsur-angsur menjadi cerah, dan kami sampai di Fortrose sekitar jam 11.30 siang. Di tempat ini matahari bersinar cukup terik.
Fortrose adalah sebuah perkampungan kecil yang merupakan gerbang dari arah selatan untuk memasuki rute sepanjang pesisir pantai Catlins. Berlokasi di Toetoes Bay di ujung barat Catlins, tempat ini merupakan tempat bermuaranya Mataura River. Di tempat ini, kami sempat berhenti untuk memotret sebentar, sebelum kemudian melanjutkan ke Cliff at Fortrose. Sesuai namanya, lokasinya berada di atas tebing, dan saat itu ada beberapa mobil yang sudah terparkir di sana.
Pemandangan di tempat ini indah, namun anginnya juga lumayan kencang. Saat sedang berdiri di dekat tepian tebing, tampak di tebing yang lebih rendah di bawah kami, sekumpulan burung yang sedang bergerombol. Kami tidak tahu jenis burung apa yang kami lihat di sini, tadinya malah kupikir burung penguin, tapi ternyata mereka bisa terbang dan punya leher yang agak panjang, tidak seperti penguin ^_^
Sekitar jam 11.50 siang, kami kembali melanjutkan perjalanan, dan aku menyarankan untuk mampir di Waipapa Lighthouse, karena masih searah menuju Slope Point. Hanya sekitar 15 menit kemudian, kami sudah sampai di tempat ini. Beberapa menit sebelum sampai, jalannya berupa jalan kerikil, masih belum diaspal. Sesampai di tempat parkir, kami turun, dan cukup terkejut merasakan kekuatan anginnya. Angin di tempat ini benar-benar kencang, rambut sampai terbang semua karenanya hahahaha... Tidak heran, dalam perjalanan menuju ke sini, tampak sederetan pohon yang bentuknya aneh, daun-daunnya seperti rambut yang disisir ke samping semua ^_^
Kami berjalan menuju ke mercu suarnya dan berfoto di tempat ini. Kemarin waktu mengunjungi Southland Museum, ada satu benda yang keterangannya bertuliskan "lampu mercu suar Waipapa yang pertama". Lampunya besar sekali lho... Ternyata hari ini kami mengunjungi mercu suarnya.
Waipapa Point Lighthouse adalah sebuah mercu suar yang berlokasi di Waipapa Point, Southland, New Zealand. Mercu suar ini pertama kali dioperasikan pada tanggal 1 Januari 1884. Awal mula dibangunnya mercu suar ini adalah karena adanya kapal uap penumpang "Tararua" yang karam di daerah ini pada tanggal 29 April 1881, di mana 131 orang tewas dalam kejadian tersebut. Mercu suar ini menggunakan sumber energi matahari, dan sekarang menjadi salah satu dari dua mercu suar kayu yang masih ada di New Zealand. Mercu suar ini juga beroperasi secara otomatis sejak 1975, dan suar/lampu yang baru dipasang pada akhir tahun 2008. Restorasi terakhirnya pada tahun 2008 membuat mercu suar ini tahan terhadap cuaca apa pun. Keren ya?
Nah, dari dekat mercu suar ini, ada jalan akses menuju ke pantai. Kami pun berjalan ke pantainya, dan yang membuat kami terperanjat dan senang sekali waktu itu adalah banyak singa laut di pantainya! Awalnya ada beberapa singa laut berukuran agak kecil yang tampak sedang bermalas-malasan di rerumputan sebelum pantai, lalu semakin mendekati pantai, ternyata lebih banyak lagi singa laut dewasa yang tampak. Lucu sekali kelakuan mereka. Ada dua ekor singa laut dewasa, kemungkinan jantan, yang tampaknya sedang memperebutkan seekor singa laut betina. Mereka bertengkar sampai menumbukkan badannya, hingga yang satunya akhirnya pergi setelah kalah. Suara mereka cukup keras dan ramai kalau sedang melenguh. Kami tidak mau kehilangan kesempatan, dan banyak sekali mengambil foto hewan-hewan ini. Baru sekali ini kami bisa melihat mereka secara langsung di alam liar dengan jarak yang sangat dekat. Tapi tetap saja harus hati-hati dan jangan sampai terlalu dekat ya, karena singa laut juga bisa berbahaya dan menyerang manusia.
Kadang lucu juga, kalau sedang difoto atau selfie, lalu singa lautnya berubah posisi atau melenguh, kami jadi kaget dan terbirit-birit hahahaha.... menyenangkan sekali bisa melihat mereka di tempat ini.
Bagi yang belum tahu perbedaan antara anjing laut, singa laut, gajah laut dan walrus, ini ada informasi yang aku copy paste dari link http://www.re-tawon.com/2013/04/perbedaan-antara-anjing-laut-singa-laut.html
ANJING LAUT (TRUE SEAL)
- Tidak memiliki daun telinga
- Tidak memiliki taring panjang
- Moncongnya agak meruncing (foto)
- Sirip depannya pendek, berbulu tipis, & bercakar
- Tidak bisa menekuk sirip belakangnya ke depan
- Tubuhnya diselubungi rambut tipis & pendek
- Di darat, berjalan seperti ulat dengan memakai sirip depan & perutnya
- Di air, berenang dengan cara menggerakkan sirip belakangnya
- Dalam klasifikasi ilmiah, termasuk dalam famili Phocidae
-
SINGA LAUT (SEA LION)
- Memiliki daun telinga
- Tidak memiliki taring panjang
- Moncongnya panjang seperti moncong anjing (foto)
- Sirip depannya panjang, tidak berbulu, & berkuku pendek
- Bisa menekuk sirip belakangnya ke depan
- Tubuhnya diselubungi rambut yang lebat & panjang
- Di darat, berjalan dengan memakai keempat siripnya
- Di air, berenang dengan cara menggerakkan sirip depannya
- Dalam klasifikasi ilmiah, termasuk dalam famili Otariidae
-
GAJAH LAUT (ELEPHANT SEAL)
- Tidak memiliki daun telinga
- Tidak memiliki taring panjang
- Betina moncongnya agak meruncing, sementara pejantan moncongnya besar & bulat
- Sirip depannya pendek, berbulu tipis, & bercakar
- Tidak bisa menekuk sirip belakangnya ke depan
- Tubuhnya diselubungi rambut tipis & pendek
- Di darat, berjalan seperti ulat dengan memakai sirip depan & perutnya
- Di air, berenang dengan cara menggerakkan sirip belakangnya
- Dalam klasifikasi ilmiah, termasuk dalam genus Mirounga, famili Phocidae
-
WALRUS
- Tidak memiliki daun telinga
- Memiliki sepasang taring panjang
- Moncongnya pendek & datar di bagian depan
- Sirip depannya panjang, tidak berbulu, & berkuku pendek
- Bisa menekuk sirip belakangnya ke depan
- Tubuhnya diselubungi rambut tipis & pendek
- Di darat, berjalan dengan memakai keempat siripnya
- Di air, berenang dengan cara menggerakkan sirip depan & belakangnya
- Dalam klasifikasi ilmiah, termasuk dalam famili Odobenidae
Pantainya di Waipapa Point ini juga ternyata indah, di tepiannya banyak batu-batuan yang rendah, lebar dan cukup datar, sehingga kita bisa berjalan di atasnya. Batu-batuan ini banyak yang ditutupi lumut berwarna hijau, sehingga tampak kontras dengan warna laut dan langit yang biru serta batu yang berwarna abu-abu hitam. Indah sekali!
Tidak terasa waktu satu jam berlalu selama kami berada di pantai ini, padahal anginnya besar sekali lho... Singa-singa laut ini benar-benar membuat kami terpesona ^_^
Oya, buat yang butuh ke toilet, di dekat tempat parkir mobil ada sebuah toilet long drop yang cukup bersih dengan sebuah wastafel.
Setelah puas berada di tempat ini, kami melanjutkan perjalanan ke tujuan yang sebenarnya, yaitu Slope Point. Dari Waipapa Point ini jaraknya sekitar 20 KM saja, dan kami sampai di tempat ini sudah hampir jam 2 siang, saatnya kami makan siang. Jadi kami makan siang dulu dengan bekal yang kami bawa di dalam mobil.
Slope Point inilah sebetulnya titik terselatan di New Zealand, yang letaknya di selatan Waikawa. Slope Point nya sendiri merupakan spot di tepi pantai, yang tidak bisa diakses langsung dengan mobil, namun harus berjalan kaki sejauh 20 menit lewat track yang ada.
Di spot ini ada signpost/plang milik AA (Automobile Association) yang menunjukkan arah dan jarak ke Equator dan South Pole. Area di sekitarnya didominasi oleh peternakan biri-biri tanpa rumah-rumah penduduk di sekitarnya, lalu ada turunan (akibat erosi) yang sangat curam ke laut di bawahnya. Di area peternakan ini juga ada mercu suar yang beroperasi secara otomatis dan menggunakan tenaga surya. Dalam area 7 KM dari titik ini, populasinya hanya berjumalh 58 orang. Pemandangan di sini dikatakan sangat indah.
Nah, selagi makan siang di dalam mobil inilah, kan mesin mobilnya dimatikan. Kedengaran sekali angin di luar bunyinya sangat kencang, sampai wus wus wus begitu. Selesai makan, kami mencoba keluar, dan ternyata betul, anginnya kencang sekali. Akhirnya kami memutuskan tidak jadi berjalan selama 20 menit ke ujungnya, takutnya nggak kuat dinginnya. Kami cuma keluar sebentar untuk memotret dan berfoto dengan pohon-pohon miring di seberang jalan, yang seperti rambut disisir pakai pomade ke samping itu. Itu pun rambut sudah berkibar-kibar terkena angin yang kencang dan dingin (walaupun mataharinya terik). Dengan angin yang seperti ini tiap saat, tidak heran kalau pepohonan di sini banyak yang bentuknya jadi miring-miring deh... ^_^
Dari Slope Point, kami bergerak menuju ke arah Cathedral Caves, tapi saat tiba di Waikawa, tampak ada pantai yang bisa didatangi, jadi kami mampir dulu di sini. Anginnya juga tidak kalah kencang di sini, tapi pemandangannya pun bangus. Tampak ada beberapa mobil lain yang diparkir di tempat ini. Hanya sekitar 20 menit kami berada di sini, lalu langsung melanjutkan perjalanan ke Cathedral Caves.
Kalau di North Island, tepatnya di Coromandel, ada yang namanya Cathedral Cove, sedangkan di South Island, tepatnya di Otago, ada yang namanya Cathedral Caves.
Cathedral Caves merupakan salah satu dari 30 goa laut terpanjang di dunia, dan berlokasi di Waipati Beach, 15 KM ke selatan dari Papatowai, di pesisir Catlins Coast. Di area ini, Cathedral Caves juga merupakan salah satu atraksi turis yang paling populer selain McLean Falls (air terjun tertinggi di Catlins), dengan jarak 4,9 KM.
Dua goa utama di Cathedral Caves bergabung di dalam karang, dan yang satu tinggi langit-langitnya mencapai 30 meter. Seringkali tampak blue penguin dan anjing laut di kejauhan, di ujung goa.
Panjang goanya mencapai 199 meter, dan terbentuk dari batu pasir jaman purbakala yang usianya sekitar 160 juta tahun. Goanya sendiri relatif masih "muda" dengan usia puluhan atau ratusan ribu tahun. Goa ini hanya bisa diakses maksimal 2 jam sebelum dan sesudah air laut surut. Biasanya sebelum jam 7.30 pagi dan setelah jam 8.30 malam, pengunjung sudah tidak diperbolehkan masuk. Karena akses menuju lokasi parkir goa dari jalan raya (Chaslands Highway) ini melewati properti pribadi, maka dikenakan biaya $5 untuk para pengunjung yang hendak mengunjungi goanya, Dana ini dipakai untuk perawatan jalan yang dilewati tersebut. Penarikan dana ini dilakukan di tempat parkir, saat kita hendak turun menuju jalan setapaknya. Dan kalau info ini bermanfaat, di tempat parkir juga ada toiletnya ^_^
Dari tempat parkir mobil menuju ke lokasi goa, pengunjung harus berjalan dulu sekitar 1 KM menuruni jalan setapak menuju pantai melewati hutan-hutan. Sekali jalan lamanya sekitar 30 menit, dan pengunjung harus siap kakinya basah terkena air laut, karena sering ada genangan-genangan air laut di dalam goa.
Biasanya goa ini dibuka aksesnya bagi pengunjung mulai akhir Oktober sampai bulan Mei. Kadangkala pasangnya air laut di musim semi membuat akses tetap ditutup sampai dianggap aman. Kalau akan ke tempat ini, sebaiknya membawa senter atau headlight, karena di bagian dalam goa cukup gelap. Kalau mau berjalan lebih jauh lagi, ada beberapa goa kecil lain yang bisa diakses, tapi sebaiknya dihindari, karena kalau air laut sudah pasang, tidak ada jalan lain untuk kembali ke parkiran. Berabe judulnya kalau sampai terperangkap di dalam goa dan nggak bisa kembali lagi. Kadang juga banyak serangga, karenanya kalau bisa bawa juga pengusir serangga. Kebayang ya, bawa-bawa baygon ke dalam goa? Hahahaha... Mungkin mending pakai anti-serangga yang dioles di kulit saja kali ya...
Nah, saat kami tiba di parkiran Cathedral Caves, kami belum tahu semua informasi di atas itu (researchnya telat, sudah di Indonesia baru cari tahu hahaha). Makanya waktu diberi tahu oleh petugasnya bahwa sepatu bisa basah dan masih harus jalan PP 1 - 1,5 jam, kami memutuskan tidak jadi mengunjungi goanya, karena kami tidak bawa sandal dan tidak ada baju ganti. Hmmm mubazir deh jauh-jauh sampai ke tempat ini tapi nggak jadi ke goanya. Makanya aku cari-cari di Google Map, bisa ke mana lagi ya yang dekat-dekat dengan tempat ini. Eh kebetulan banget lho, aku menyarankan ke McLean Falls, yang ternyata juga salah satu tempat yang populer di daerah ini. Waktu kami ke sana, benar-benar tidak tahu bahwa air terjun ini merupakan yang tertinggi di wilayah Catlins hehehehe...
Tiga kilometer terakhir menuju parkiran merupakan gravel road (jalan berkerikil), tapi masih relatif mudah diakses kok, bukan tipe jalan yang kerikilnya besar-besar dan mengganggu. Kami sampai di parkiran McLean Falls walkway menjelang jam 4 sore, lokasinya berada di akhir jalan Rewcastle Rd, Chaslands, dan tampaknya sepi pengunjung. Tempat parkirnya luas sekali, dan ada toilet juga di sini. Kalau mau, tempat ini juga asyik buat piknik. Suasananya saat itu lebih banyak mendung, jadi kalau berjalan melewati hutan-hutan tampak gloomy. Tapi aku suka suasana begini sih hehehehe... Jalan kakinya sendiri 40 menit PP (sekali jalan 20 menitan).
So, McLean Falls merupakan air terjun yang bertipe jeram (kecil-kecil tapi banyak), dengan tinggi total 22 meter. Airnya berasal dari Tautuku River di Catlins Forest Park, dan sering dideskripsikan sebagai "the most spectacular in the region", bersama dengan Purakaunui Falls. Namun demikian, Purakaunui Falls lebih sering dikunjungi orang karena aksesnya yang lebih mudah (sayangnya saat itu kami juga belum tahu keberadaan Purakaunui Falls ini, jadi terlewatkan, padahal dekat lho...).
Jalan setapak menuju McLean Falls termasuk yang mudah, dengan view sungai dan semak-semak datau hutan. Jalak setapak ini dikelola dan dirawat secara berkala oleh DOC. Air terjunnya sendiri terdiri atas 2 bagian, sebelah atas dan sebelah bawah, dan keduanya sama mudahnya untuk diakses. Tempat melihat air terjun yang lebih rendah bisa dicapai dengan berjalan 2 menit saja setelah menyeberangi sungai lewat jembatan. Dari tempat ini, akan ada anak tangga yang mengarah ke atas, dan setelah berjalan 5 menitan, kita bisa melihat air terjun yang lebih tinggi. Biasanya orang tidak tahu kalau ada air terjun yang berlokasi lebih tinggi ini, karena yang bawah sudah cukup memukau (termasuk kami hahaha).
Dan ternyata, di dekat McLean Falls ini masih ada beberapa air terjun lagi yang bisa dikunjungi, yaitu:
- Koropuku Falls - 15,1 KM (16 menit)
- Matai Falls - 22,4 KM (25 menit)
- Horseshoe Falls - 22,4 KM (25 menit)
- Purakaunui Falls - 25,6 KM (33 menit)
- Barrs Falls - 42,3 KM (44 menit)
Nah, setelah berfoto-foto di air terjun ini, kami kembali berjalan kaki ke parkiran, lalu menuju arah pulang. Kali ini giliranku yang mengemudikan mobil. Di pertigaan sebelum masuk kejalan besar, kami melihat sebuah cafe saat berangkat, karenanya pulangnya saat melewati lagi cafe ini, kami mampir. Nama cafenya Whistling Frog, dan sepertinya mereka juga menyediakan akomodasi. Harga flat white dan hot chocolate di sini sama saja, $5.5 per cangkirnya. Memang agak mahal, tapi cangkir dan gelas yang dipakai ukurannya lumayan besar juga lho... jadi OK kok harganya. Kami menyeruput kopi sambil beristirahat dan menikmati suasana outdoor di cafe ini. Tempatnya nyaman dan enak untuk nongkrong. Kalau rame-rame kayaknya asyik banget nih ^_^
Waktu sudah menunjukkan jam 5 sore lewat, maka kami pun kembali berkendara, dan pulang ke rumah. Matahari masih bersinar terik sekali, dan kebetulan karena aku yang mengemudi, aku tidak bisa menghindari apalagi menutupi cahaya matahari yang jatuh persis di mukaku. Efeknya baru terasa waktu sudah sampai di rumah di Banyuwangi, pipiku jadi banyak black spotnya. Wah, sekalinya nyetir agak jauh malah jadi begini, tapi ya sudahlah, aku nggak menyesal kok. Menyenangkan sekali berkendara di sini, jalannya sepi dan lebar-lebar. Sampai tidak terasa mobil berlari sampai 140 KM/jam, kaget sendiri waktu lihat speedometer. Selain itu karena jenis permukaan jalannya yang cenderung agak kasar, saat hujan pun tidak licin. Sempat di tengah jalan hujan, dan aku masih bisa memacu kecepatan sampai 120 KM/jam dengan jalan yang sedikit berbelok-belok hehehehe.... Dan harap maklum ya, seperti biasanya, suamiku nggak banyak motret selama di jalan.
Total jarak yang kami tempuh hari ini lebih dari 220 KM, dan kami baru sampai di rumah menjelang jam 7 malam. Makin hari, karena mendekati musim panas, tenggelamnya matahari makin malam. Sebetulnya kadang terasa aneh, karena kami makan malam jam 7 atau 8 malam, tapi di luar masih seperti siang hari.
Oya, Arina juga sudah pulang sore tadi, jadi kami banyak ngobrol, saling menceritakan pengalaman masing-masing selama bepergian.
Hari ini cukup melelahkan bagiku, tapi juga sangat menyenangkan. Berakhir sudah road trip kami bertiga, dan besok aku hanya punya waktu satu hari penuh untuk mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin masih diperlukan oleh Sherly-ku. Hati terasa makin gundah gulana dan galau, tapi semua harus kujalani sebisa mungkin.... :(
To be continued........
Dari Farmer's Market, kami membeli bensin dulu, di Mobil, tempat beli yang sebelum ini ada nenek-nenek juteknya itu. Untungnya kali ini nenek-nenek itu tidak ada. Kami isi $50, tapi karena ada diskon, bayarnya jadi $48.44. Lumayanlah ada selisih $1.5 ^_^
Kami langsung berkendara menuju ke arah Catlins. Saat itu masih gerimis dan awannya gelap sekali, tapi di kejauhan tampak langit biru. Makin menjauhi Invercargill, cuaca berangsur-angsur menjadi cerah, dan kami sampai di Fortrose sekitar jam 11.30 siang. Di tempat ini matahari bersinar cukup terik.
Fortrose adalah sebuah perkampungan kecil yang merupakan gerbang dari arah selatan untuk memasuki rute sepanjang pesisir pantai Catlins. Berlokasi di Toetoes Bay di ujung barat Catlins, tempat ini merupakan tempat bermuaranya Mataura River. Di tempat ini, kami sempat berhenti untuk memotret sebentar, sebelum kemudian melanjutkan ke Cliff at Fortrose. Sesuai namanya, lokasinya berada di atas tebing, dan saat itu ada beberapa mobil yang sudah terparkir di sana.
Pemandangan di tempat ini indah, namun anginnya juga lumayan kencang. Saat sedang berdiri di dekat tepian tebing, tampak di tebing yang lebih rendah di bawah kami, sekumpulan burung yang sedang bergerombol. Kami tidak tahu jenis burung apa yang kami lihat di sini, tadinya malah kupikir burung penguin, tapi ternyata mereka bisa terbang dan punya leher yang agak panjang, tidak seperti penguin ^_^
Sekitar jam 11.50 siang, kami kembali melanjutkan perjalanan, dan aku menyarankan untuk mampir di Waipapa Lighthouse, karena masih searah menuju Slope Point. Hanya sekitar 15 menit kemudian, kami sudah sampai di tempat ini. Beberapa menit sebelum sampai, jalannya berupa jalan kerikil, masih belum diaspal. Sesampai di tempat parkir, kami turun, dan cukup terkejut merasakan kekuatan anginnya. Angin di tempat ini benar-benar kencang, rambut sampai terbang semua karenanya hahahaha... Tidak heran, dalam perjalanan menuju ke sini, tampak sederetan pohon yang bentuknya aneh, daun-daunnya seperti rambut yang disisir ke samping semua ^_^
Kami berjalan menuju ke mercu suarnya dan berfoto di tempat ini. Kemarin waktu mengunjungi Southland Museum, ada satu benda yang keterangannya bertuliskan "lampu mercu suar Waipapa yang pertama". Lampunya besar sekali lho... Ternyata hari ini kami mengunjungi mercu suarnya.
Waipapa Point Lighthouse adalah sebuah mercu suar yang berlokasi di Waipapa Point, Southland, New Zealand. Mercu suar ini pertama kali dioperasikan pada tanggal 1 Januari 1884. Awal mula dibangunnya mercu suar ini adalah karena adanya kapal uap penumpang "Tararua" yang karam di daerah ini pada tanggal 29 April 1881, di mana 131 orang tewas dalam kejadian tersebut. Mercu suar ini menggunakan sumber energi matahari, dan sekarang menjadi salah satu dari dua mercu suar kayu yang masih ada di New Zealand. Mercu suar ini juga beroperasi secara otomatis sejak 1975, dan suar/lampu yang baru dipasang pada akhir tahun 2008. Restorasi terakhirnya pada tahun 2008 membuat mercu suar ini tahan terhadap cuaca apa pun. Keren ya?
Nah, dari dekat mercu suar ini, ada jalan akses menuju ke pantai. Kami pun berjalan ke pantainya, dan yang membuat kami terperanjat dan senang sekali waktu itu adalah banyak singa laut di pantainya! Awalnya ada beberapa singa laut berukuran agak kecil yang tampak sedang bermalas-malasan di rerumputan sebelum pantai, lalu semakin mendekati pantai, ternyata lebih banyak lagi singa laut dewasa yang tampak. Lucu sekali kelakuan mereka. Ada dua ekor singa laut dewasa, kemungkinan jantan, yang tampaknya sedang memperebutkan seekor singa laut betina. Mereka bertengkar sampai menumbukkan badannya, hingga yang satunya akhirnya pergi setelah kalah. Suara mereka cukup keras dan ramai kalau sedang melenguh. Kami tidak mau kehilangan kesempatan, dan banyak sekali mengambil foto hewan-hewan ini. Baru sekali ini kami bisa melihat mereka secara langsung di alam liar dengan jarak yang sangat dekat. Tapi tetap saja harus hati-hati dan jangan sampai terlalu dekat ya, karena singa laut juga bisa berbahaya dan menyerang manusia.
Kadang lucu juga, kalau sedang difoto atau selfie, lalu singa lautnya berubah posisi atau melenguh, kami jadi kaget dan terbirit-birit hahahaha.... menyenangkan sekali bisa melihat mereka di tempat ini.
Bagi yang belum tahu perbedaan antara anjing laut, singa laut, gajah laut dan walrus, ini ada informasi yang aku copy paste dari link http://www.re-tawon.com/2013/04/perbedaan-antara-anjing-laut-singa-laut.html
ANJING LAUT (TRUE SEAL)
- Tidak memiliki daun telinga
- Tidak memiliki taring panjang
- Moncongnya agak meruncing (foto)
- Sirip depannya pendek, berbulu tipis, & bercakar
- Tidak bisa menekuk sirip belakangnya ke depan
- Tubuhnya diselubungi rambut tipis & pendek
- Di darat, berjalan seperti ulat dengan memakai sirip depan & perutnya
- Di air, berenang dengan cara menggerakkan sirip belakangnya
- Dalam klasifikasi ilmiah, termasuk dalam famili Phocidae
-
SINGA LAUT (SEA LION)
- Memiliki daun telinga
- Tidak memiliki taring panjang
- Moncongnya panjang seperti moncong anjing (foto)
- Sirip depannya panjang, tidak berbulu, & berkuku pendek
- Bisa menekuk sirip belakangnya ke depan
- Tubuhnya diselubungi rambut yang lebat & panjang
- Di darat, berjalan dengan memakai keempat siripnya
- Di air, berenang dengan cara menggerakkan sirip depannya
- Dalam klasifikasi ilmiah, termasuk dalam famili Otariidae
-
GAJAH LAUT (ELEPHANT SEAL)
- Tidak memiliki daun telinga
- Tidak memiliki taring panjang
- Betina moncongnya agak meruncing, sementara pejantan moncongnya besar & bulat
- Sirip depannya pendek, berbulu tipis, & bercakar
- Tidak bisa menekuk sirip belakangnya ke depan
- Tubuhnya diselubungi rambut tipis & pendek
- Di darat, berjalan seperti ulat dengan memakai sirip depan & perutnya
- Di air, berenang dengan cara menggerakkan sirip belakangnya
- Dalam klasifikasi ilmiah, termasuk dalam genus Mirounga, famili Phocidae
-
WALRUS
- Tidak memiliki daun telinga
- Memiliki sepasang taring panjang
- Moncongnya pendek & datar di bagian depan
- Sirip depannya panjang, tidak berbulu, & berkuku pendek
- Bisa menekuk sirip belakangnya ke depan
- Tubuhnya diselubungi rambut tipis & pendek
- Di darat, berjalan dengan memakai keempat siripnya
- Di air, berenang dengan cara menggerakkan sirip depan & belakangnya
- Dalam klasifikasi ilmiah, termasuk dalam famili Odobenidae
Tidak terasa waktu satu jam berlalu selama kami berada di pantai ini, padahal anginnya besar sekali lho... Singa-singa laut ini benar-benar membuat kami terpesona ^_^
Oya, buat yang butuh ke toilet, di dekat tempat parkir mobil ada sebuah toilet long drop yang cukup bersih dengan sebuah wastafel.
Setelah puas berada di tempat ini, kami melanjutkan perjalanan ke tujuan yang sebenarnya, yaitu Slope Point. Dari Waipapa Point ini jaraknya sekitar 20 KM saja, dan kami sampai di tempat ini sudah hampir jam 2 siang, saatnya kami makan siang. Jadi kami makan siang dulu dengan bekal yang kami bawa di dalam mobil.
Slope Point inilah sebetulnya titik terselatan di New Zealand, yang letaknya di selatan Waikawa. Slope Point nya sendiri merupakan spot di tepi pantai, yang tidak bisa diakses langsung dengan mobil, namun harus berjalan kaki sejauh 20 menit lewat track yang ada.
Di spot ini ada signpost/plang milik AA (Automobile Association) yang menunjukkan arah dan jarak ke Equator dan South Pole. Area di sekitarnya didominasi oleh peternakan biri-biri tanpa rumah-rumah penduduk di sekitarnya, lalu ada turunan (akibat erosi) yang sangat curam ke laut di bawahnya. Di area peternakan ini juga ada mercu suar yang beroperasi secara otomatis dan menggunakan tenaga surya. Dalam area 7 KM dari titik ini, populasinya hanya berjumalh 58 orang. Pemandangan di sini dikatakan sangat indah.
Nah, selagi makan siang di dalam mobil inilah, kan mesin mobilnya dimatikan. Kedengaran sekali angin di luar bunyinya sangat kencang, sampai wus wus wus begitu. Selesai makan, kami mencoba keluar, dan ternyata betul, anginnya kencang sekali. Akhirnya kami memutuskan tidak jadi berjalan selama 20 menit ke ujungnya, takutnya nggak kuat dinginnya. Kami cuma keluar sebentar untuk memotret dan berfoto dengan pohon-pohon miring di seberang jalan, yang seperti rambut disisir pakai pomade ke samping itu. Itu pun rambut sudah berkibar-kibar terkena angin yang kencang dan dingin (walaupun mataharinya terik). Dengan angin yang seperti ini tiap saat, tidak heran kalau pepohonan di sini banyak yang bentuknya jadi miring-miring deh... ^_^
Dari Slope Point, kami bergerak menuju ke arah Cathedral Caves, tapi saat tiba di Waikawa, tampak ada pantai yang bisa didatangi, jadi kami mampir dulu di sini. Anginnya juga tidak kalah kencang di sini, tapi pemandangannya pun bangus. Tampak ada beberapa mobil lain yang diparkir di tempat ini. Hanya sekitar 20 menit kami berada di sini, lalu langsung melanjutkan perjalanan ke Cathedral Caves.
Kalau di North Island, tepatnya di Coromandel, ada yang namanya Cathedral Cove, sedangkan di South Island, tepatnya di Otago, ada yang namanya Cathedral Caves.
Cathedral Caves merupakan salah satu dari 30 goa laut terpanjang di dunia, dan berlokasi di Waipati Beach, 15 KM ke selatan dari Papatowai, di pesisir Catlins Coast. Di area ini, Cathedral Caves juga merupakan salah satu atraksi turis yang paling populer selain McLean Falls (air terjun tertinggi di Catlins), dengan jarak 4,9 KM.
Dua goa utama di Cathedral Caves bergabung di dalam karang, dan yang satu tinggi langit-langitnya mencapai 30 meter. Seringkali tampak blue penguin dan anjing laut di kejauhan, di ujung goa.
Panjang goanya mencapai 199 meter, dan terbentuk dari batu pasir jaman purbakala yang usianya sekitar 160 juta tahun. Goanya sendiri relatif masih "muda" dengan usia puluhan atau ratusan ribu tahun. Goa ini hanya bisa diakses maksimal 2 jam sebelum dan sesudah air laut surut. Biasanya sebelum jam 7.30 pagi dan setelah jam 8.30 malam, pengunjung sudah tidak diperbolehkan masuk. Karena akses menuju lokasi parkir goa dari jalan raya (Chaslands Highway) ini melewati properti pribadi, maka dikenakan biaya $5 untuk para pengunjung yang hendak mengunjungi goanya, Dana ini dipakai untuk perawatan jalan yang dilewati tersebut. Penarikan dana ini dilakukan di tempat parkir, saat kita hendak turun menuju jalan setapaknya. Dan kalau info ini bermanfaat, di tempat parkir juga ada toiletnya ^_^
Dari tempat parkir mobil menuju ke lokasi goa, pengunjung harus berjalan dulu sekitar 1 KM menuruni jalan setapak menuju pantai melewati hutan-hutan. Sekali jalan lamanya sekitar 30 menit, dan pengunjung harus siap kakinya basah terkena air laut, karena sering ada genangan-genangan air laut di dalam goa.
Biasanya goa ini dibuka aksesnya bagi pengunjung mulai akhir Oktober sampai bulan Mei. Kadangkala pasangnya air laut di musim semi membuat akses tetap ditutup sampai dianggap aman. Kalau akan ke tempat ini, sebaiknya membawa senter atau headlight, karena di bagian dalam goa cukup gelap. Kalau mau berjalan lebih jauh lagi, ada beberapa goa kecil lain yang bisa diakses, tapi sebaiknya dihindari, karena kalau air laut sudah pasang, tidak ada jalan lain untuk kembali ke parkiran. Berabe judulnya kalau sampai terperangkap di dalam goa dan nggak bisa kembali lagi. Kadang juga banyak serangga, karenanya kalau bisa bawa juga pengusir serangga. Kebayang ya, bawa-bawa baygon ke dalam goa? Hahahaha... Mungkin mending pakai anti-serangga yang dioles di kulit saja kali ya...
Nah, saat kami tiba di parkiran Cathedral Caves, kami belum tahu semua informasi di atas itu (researchnya telat, sudah di Indonesia baru cari tahu hahaha). Makanya waktu diberi tahu oleh petugasnya bahwa sepatu bisa basah dan masih harus jalan PP 1 - 1,5 jam, kami memutuskan tidak jadi mengunjungi goanya, karena kami tidak bawa sandal dan tidak ada baju ganti. Hmmm mubazir deh jauh-jauh sampai ke tempat ini tapi nggak jadi ke goanya. Makanya aku cari-cari di Google Map, bisa ke mana lagi ya yang dekat-dekat dengan tempat ini. Eh kebetulan banget lho, aku menyarankan ke McLean Falls, yang ternyata juga salah satu tempat yang populer di daerah ini. Waktu kami ke sana, benar-benar tidak tahu bahwa air terjun ini merupakan yang tertinggi di wilayah Catlins hehehehe...
Tiga kilometer terakhir menuju parkiran merupakan gravel road (jalan berkerikil), tapi masih relatif mudah diakses kok, bukan tipe jalan yang kerikilnya besar-besar dan mengganggu. Kami sampai di parkiran McLean Falls walkway menjelang jam 4 sore, lokasinya berada di akhir jalan Rewcastle Rd, Chaslands, dan tampaknya sepi pengunjung. Tempat parkirnya luas sekali, dan ada toilet juga di sini. Kalau mau, tempat ini juga asyik buat piknik. Suasananya saat itu lebih banyak mendung, jadi kalau berjalan melewati hutan-hutan tampak gloomy. Tapi aku suka suasana begini sih hehehehe... Jalan kakinya sendiri 40 menit PP (sekali jalan 20 menitan).
So, McLean Falls merupakan air terjun yang bertipe jeram (kecil-kecil tapi banyak), dengan tinggi total 22 meter. Airnya berasal dari Tautuku River di Catlins Forest Park, dan sering dideskripsikan sebagai "the most spectacular in the region", bersama dengan Purakaunui Falls. Namun demikian, Purakaunui Falls lebih sering dikunjungi orang karena aksesnya yang lebih mudah (sayangnya saat itu kami juga belum tahu keberadaan Purakaunui Falls ini, jadi terlewatkan, padahal dekat lho...).
Jalan setapak menuju McLean Falls termasuk yang mudah, dengan view sungai dan semak-semak datau hutan. Jalak setapak ini dikelola dan dirawat secara berkala oleh DOC. Air terjunnya sendiri terdiri atas 2 bagian, sebelah atas dan sebelah bawah, dan keduanya sama mudahnya untuk diakses. Tempat melihat air terjun yang lebih rendah bisa dicapai dengan berjalan 2 menit saja setelah menyeberangi sungai lewat jembatan. Dari tempat ini, akan ada anak tangga yang mengarah ke atas, dan setelah berjalan 5 menitan, kita bisa melihat air terjun yang lebih tinggi. Biasanya orang tidak tahu kalau ada air terjun yang berlokasi lebih tinggi ini, karena yang bawah sudah cukup memukau (termasuk kami hahaha).
Dan ternyata, di dekat McLean Falls ini masih ada beberapa air terjun lagi yang bisa dikunjungi, yaitu:
- Koropuku Falls - 15,1 KM (16 menit)
- Matai Falls - 22,4 KM (25 menit)
- Horseshoe Falls - 22,4 KM (25 menit)
- Purakaunui Falls - 25,6 KM (33 menit)
- Barrs Falls - 42,3 KM (44 menit)
Nah, setelah berfoto-foto di air terjun ini, kami kembali berjalan kaki ke parkiran, lalu menuju arah pulang. Kali ini giliranku yang mengemudikan mobil. Di pertigaan sebelum masuk kejalan besar, kami melihat sebuah cafe saat berangkat, karenanya pulangnya saat melewati lagi cafe ini, kami mampir. Nama cafenya Whistling Frog, dan sepertinya mereka juga menyediakan akomodasi. Harga flat white dan hot chocolate di sini sama saja, $5.5 per cangkirnya. Memang agak mahal, tapi cangkir dan gelas yang dipakai ukurannya lumayan besar juga lho... jadi OK kok harganya. Kami menyeruput kopi sambil beristirahat dan menikmati suasana outdoor di cafe ini. Tempatnya nyaman dan enak untuk nongkrong. Kalau rame-rame kayaknya asyik banget nih ^_^
Waktu sudah menunjukkan jam 5 sore lewat, maka kami pun kembali berkendara, dan pulang ke rumah. Matahari masih bersinar terik sekali, dan kebetulan karena aku yang mengemudi, aku tidak bisa menghindari apalagi menutupi cahaya matahari yang jatuh persis di mukaku. Efeknya baru terasa waktu sudah sampai di rumah di Banyuwangi, pipiku jadi banyak black spotnya. Wah, sekalinya nyetir agak jauh malah jadi begini, tapi ya sudahlah, aku nggak menyesal kok. Menyenangkan sekali berkendara di sini, jalannya sepi dan lebar-lebar. Sampai tidak terasa mobil berlari sampai 140 KM/jam, kaget sendiri waktu lihat speedometer. Selain itu karena jenis permukaan jalannya yang cenderung agak kasar, saat hujan pun tidak licin. Sempat di tengah jalan hujan, dan aku masih bisa memacu kecepatan sampai 120 KM/jam dengan jalan yang sedikit berbelok-belok hehehehe.... Dan harap maklum ya, seperti biasanya, suamiku nggak banyak motret selama di jalan.
Total jarak yang kami tempuh hari ini lebih dari 220 KM, dan kami baru sampai di rumah menjelang jam 7 malam. Makin hari, karena mendekati musim panas, tenggelamnya matahari makin malam. Sebetulnya kadang terasa aneh, karena kami makan malam jam 7 atau 8 malam, tapi di luar masih seperti siang hari.
Oya, Arina juga sudah pulang sore tadi, jadi kami banyak ngobrol, saling menceritakan pengalaman masing-masing selama bepergian.
Hari ini cukup melelahkan bagiku, tapi juga sangat menyenangkan. Berakhir sudah road trip kami bertiga, dan besok aku hanya punya waktu satu hari penuh untuk mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin masih diperlukan oleh Sherly-ku. Hati terasa makin gundah gulana dan galau, tapi semua harus kujalani sebisa mungkin.... :(
To be continued........
No comments:
Post a Comment