Rabu, 5 Oktober 2016
Hari ini kami berencana untuk pergi ke Bluff. Di mana dan apa itu Bluff?
Bluff (Māori: Motupōhue), dulunya dikenal sebagai Campbelltown, adalah sebuah kota kecil sekaligus pelabuhan laut di pesisir paling selatan South Island, New Zealand. Dengan posisinya ini, Bluff merupakan kota kecil paling selatan di New Zealand, dan walaupun sesungguhnya Slope Point dan Stewart Island berada lebih selatan daripada Bluff, kota kecil inilah yang dipakai dalam percakapan sehari-hari untuk mengacu pada wilayah terselatan dari ngeri ini, khususnya dalam ungkapan "dari Cape Reinga sampai Bluff".
Jumlah penduduk di kota kecil ini tidak sampai 2.000 jiwa, padahal Bluff merupakan salah satu area di New Zealand yang paling awal didirikan saat kependudukan bangsa Eropa dimulai. Jaraknya dari Invercargill hanya 30 KM lewat State Highway 1. SH1 sendiri merupakan jalan terpanjang dan terpenting di New Zealand, yang mencakup North Island dan South Island. Di North Island berawal dari Cape Reinga (titik jalan paling utara) dan di South Island berakhir di Bluff, tepatnya di Stirling Point (titik jalan paling selatan). Karenanyalah timbul ungkapan seperti di atas tadi.
SH1 panjangnya mencapai 2.033 KM, yakni 1.081 KM di North Island, dan 952 KM di South Island. Keren ya?
Di Stirling Point, ujung dari SH1 inilah ada signpost atau plang yang menunjukkan arah dan besarnya jarak ke banyak kota-kota besar di dunia, termasuk di antaranya Equator dan South Pole (Kutub Selatan). Signpost ini biasanya jadi daya tarik tersendiri bagi para turis, mereka suka berfoto di bawah signpost tersebut (termasuk kami juga dong hahahaha).
Bluff didominasi oleh Bluff Hill / Motupohue (yang ketinggiannya mencapai 265 meter), yang berfungsi melindungi kota dari angin barat yang kencang. Ada trek kelas dunia di sepanjang tepi pantainya, yang menuju ke puncak bukit. Di area pantai Bluff ini, ada patung berwujud rantai raksasa. Patung ini menggambarkan pandangan orang Maori bahwa Stewart Island berlabuh di South Island. Ada patung serupa juga di Rakiura National Park, Stewart Island, yang melambangkan ujung rantai satunya.
South Port adalah tempat beroperasinya perusahaan Port of Bluff, dan 66,5% sahamnya dimiliki oleh Southland Regional Council (kalau di Indonesia istilahnya DPRD-nya wilayah Southland). Walaupun kecil, pelabuhan di Bluff ini disejajarkan dengan pelabuhan-pelabuhan raksasa seperti di Auckland dan Tauranga, karena tiap tahunnya bisa mengangkut 2,2 juta ton kargo, dan kian bertambah dari tahun ke tahun.
Bluff juga sangat terkenal akan oyster/tiramnya, yakni jenis Fofeaux Strait Oyster. Tiap tahun diselenggarakan festival oyster di kota kecil ini, yang menjadikannya sangat ramai. Bahkan kota Invercargill pun turut kecipratan rejeki dengan penuhnya akomodasi/penginapan di masa-masa ini (ini yang aku alami sendiri waktu kunjungan tahun 2017).
Tadinya di kota ini juga ada yang namanya Paua House, yang diciptakan oleh Fred & Myrtle Flutey. Bentuknya berupa bungalow biasa, namun seluruh permukaannya ditutupi dengan cangkang paua (sejenis siput laut yang besar-besar, dan bisa dimakan, kalau di Australia atau USA biasa disebut abalone, dan di UK disebut ormer). Baik eksterior maupun interiornya penuh dengan cangkang paua ini, dan banyak koleksi ornamen, perabotan, dan pernak-pernik yang dihiasi dengan cangkang paua di dalam rumah ini. Rumah ini dijadikan museum setelah sang empunya meninggal dunia, namun pada bulan Maret 2007, rumah ini dijual, dan dipindahkan ke Christchurch. Sejak Juli 2008, rumah ini menjadi pajangan tetap di Canterbury Museum, Christchurch.
Kami baru berangkat siang hari setelah makan siang ke Bluff, karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Invercargill. Dan dengan asumsi jalannya tidak akan terlalu ramai, hari ini giliranku menyetir mobil, makanya nggak ada dokumentasi sepanjang perjalanan, soalnya suamiku nggak terlalu hobi motret suasana perjalanan hehehehe... Awalnya agak takut-takut juga sih, tapi baru jalan beberapa menit, ternyata memang enak banget ya nyetir mobil matic ini. Kondisi mobilnya juga nyaman dan masih oke banget, sampai ngebut pun nggak terasa hahahaha...
Sepanjang perjalanan cuaca relatif cerah, dan pemandangan sepanjang perjalanan pun cukup indah. Sekitar 30 menit kemudian, sampailah kami di Bluff. Kota ini memang bisa dibilang sepi, tidak banyak juga kendaraan yang lewat. Kira-kira beberapa ratus meter sebelum mencapai Stirling Point, ada sebuah mercu suar (lighthouse) yang tampaknya menarik, jadi kami berhenti di sini untuk berfoto sejenak. Sempat bertemu dengan seekor anjing kecil yang lucu pula.
Setelah itu, tinggal melanjutkan sedikit mengikuti Marine Parade di SH1, sampailah kami di Stirling Point. Kalau sedang musim turis, tempat ini bisa ramai banget. Tapi sehari-harinya, pada umumnya yang mengunjungi hanya penduduk lokal saja. Banyak yang suka trekking di sepanjang Bluff Hill ini, kadang dengan membawa anjing peliharaan mereka juga.
Sesampai di Stirling Point sudah jam 1 siang, dan kami langsung berfoto dulu dengan signpostnya, mumpung sepi, hanya ada beberapa mobil pengunjung saja saat itu. Setelah itu kami berjalan-jalan di sekitar area ini. Berfoto juga dengan patung rantai raksasa yang kusebutkan di atas tadi. Lalu kami berjalan melewati batu-batuan yang besar-besar menuju bibir laut dan nongkrong sejenak di sana. Anginnya lumayan kencang dan udaranya juga dingin. Oya, di jalan setapak di pinggiran pantai ini juga ada toilet umumnya, dan termasuk toilet yang modern dan serba otomatis (yang kubilang pakai timer dan musik segala itu lho... hehehehe...). Di area parkirnya juga banyak burung camar (seagulls) yang hinggap di jalan, bahkan ada yang nangkring di mobil juga. Sayang kami tidak membawa roti atau makanan, jadi tidak bisa memberi mereka makan ^_^
Pantai Bluff bagiku termasuk salah satu yang indah, karena banyak batu-batuannya. Aku lebih suka melihat tipe pantai yang seperti ini daripada yang pasir melulu, karena tampak flat. Di bibir laut juga tampak banyak sekali tanaman laut, entah apa namanya, mungkin sejenis ganggang, mungkin juga bukan. Daunnya tebal-tebal dan panjang-panjang sekali, dan warnanya kecoklatan. Tanaman ini tampak banyak sekali mengapung-apung terseret ombak di pinggiran pantai.
Karena waktu itu aku belum banyak tahu soal Bluff dan apa saja yang bisa dilakukan di sini, kami tidak banyak menjelajah selain menyusuri jalan setapak di pinggiran pantainya. Aku sempat ke area starting point untuk trekking ke Bluff Hillnya, tapi karena waktu itu aku belum hobi trekking, jadinya ya cuma mengambil foto di pinggir pantainya saja, nggak berani menjalani rute trekkingnya yang makan waktu beberapa jam.
Oya di area Stirling Point ini juga ada cafe yang katanya cukup terkenal, namana Oyster Cove. Spesialisasinya sesuai namanya, oyster. Selain itu juga ada Land's End, hotel berbintang yang tarifnya di atas 2 juta rupiah, siapa tahu ada yang berminat menginap di tempat ini hehehehe...
Sekitar jam 2.30 siang, kami pun angkat kaki dari Stirling Point. Melewati kembali kota kecil Bluff, tampak ada cafe kecil di kiri jalan, namanya Bluff Cafe, maka kami pun berhenti dan seperti biasa membeli kopi dulu. Secangkir flat white ukuran large harganya hanya $4.5, dan secangkir hot chocolate harganya $4, sedikit lebih murah dibandingkan dengan cafe di Invercargill. Penjualnya orang Asia, dan katanya baru beberapa tahun tinggal di Bluff dan buka cafe di tempat ini. Kopinya termasuk enak lho di cafe ini ^_^
Kami masih ngopi dulu sambil duduk-duduk di bangku di tepi jalan, kemudian kami langsung kembali menuju Invercargill, dan sesampai di kota, aku mengarahkan mobil menuju toko The Warehouse di Leven Street. Hari ini kami membeli satu set wajan dan panci yang sedang diskon seharga $14, dan sebuah loyang teflon yang sedang diskon juga seharga $3.97. Kebanyakan kompor di New Zealand menggunakan standing oven + 4 mata kompor di atasnya, karenanya siapa tahu putriku butuh loyang untuk memanggang daging atau membuat kue-kue sederhana lainnya.
Sesampai di rumah, kami beristirahat dulu sejenak, karena rencananya akan pergi lagi untuk melihat sunset di Oreti Beach, yang jaraknya sekitar 12 KM dari rumah. Kami mendapat saran untuk ke pantai ini dari Arina, katanya di sana pemandangannya cukup bagus. Maka sekitar jam 5.30 sore, kami berangkat ke Oreti Beach. Suasana masih terang benderang, dan matahari memancarkan sinarnya ke arah kami.
Oreti Beach merupakan bagian dari teluk kedua dari 3 teluk yang ada di sepanjang pesisir pantai Selat Foveaux di Southland. Di sebelah utaranya ada Te Waewae Bay, dan di selatannya ada Toetoes Bay. Teluk ini berada di antara kota Riverton dan muara Oreti River. Pantai ini dulunya merupakan track yang dipakai untuk balapan oleh Burt Munro (1899 - 1978, pembalap legendaris dari Invercargill yang sangat terkenal pada masanya).
Berada 10 KM dari Invercargill, Oreti Beach merupakan track pasir halus yang membentang sepanjang 26 KM, dan merupakan salah satu lokasi syuting utama film 'The World's Fastest Indian', yang menceritakan kisah masa hidup Burt Munro, pahlawan bermotor dari Southland. Pantai ini menyediakan tempat bagi Munro untuk menguji coba sekaligus membalapkan sepeda motor Indian Scout hasil modifikasinya sendiri. Pada bulan Februari 1957, Munro mencetak rekor di New Zealand Open Beach dengan kecepatan 211,435 KM/jam di Oreti Beach, dan pada tahun 1967, ia memecahkan rekornya sendiri dengan kecepatan 296,259 KM/jam. Bahkan untuk kualifikasinya saja, ia mencatat kecepatan 305,89 KM/jam, kecepatan tertinggi yang pernah dicatat secara resmi dengan motor Indian ini. Yang versi tidak resminya, rekor kecepatannya mencapai 331 KM/jam. Hebat sekali ya?
Di ujung selatan Oreti Beach ada Sandy Point, tempat alami yang bisa dipakai untuk bermain anak-anak, berjalan kaki, mountain biking, dan naik kuda. Karena lokasinya yang relatif dekat dengan kota Invercargill, biasanya sore hari ada saja yang mengunjungi pantai ini, baik untuk berekreasi bersama keluarga maupun untuk berolah raga.
Kami tiba di pantai di ujung Dunn's Road ini sekitar jam 6 petang, dan matahari masih bersinar, namun tampak gumpalan-gumpalan awan di langit yang sangat biru ini, yang kadang menutupi cahayanya. Wah, gumpalan-gumpalan awan di pantai ini benar-benar sangat dramatis dan luar biasa indahnya. Pantainya sendiri hanya berupa bentangan pasir saja, ombaknya pun tidak besar apalagi menggelora. Namun apabila dilihat secara keseluruhan, pantulan cahaya matahari dan awan yang berarak-arak di bekas air yang membasahi pasir, wow.... that's something!
Selain itu ternyata juga banyak sekali seagulls di tempat ini, tapi burung-burung ini sepertinya takut kepada manusia. Kalau didatangi mau diberi roti malah mereka kabur. Tapi kalau rotinya tetap dilemparkan juga, nanti mereka akan datang lagi dan makan, tapi tetap jaga jarak dan tidak berani terlalu dekat dengan manusia.
Oreti Beach ini juga satu-satunya pantai di New Zealand, di mana kita bisa berkendara di pasir sampai di pinggir lautnya langsung. Menyenangkan sekali suasana di pantai ini, apalagi tidak ramai. Untuk turis, sepertinya tempat ini tidak terlalu populer, kebanyakan orang lokal saja yang datang. Walaupun banyak orang pun, dengan bentangan pasir sepanjang 26 KM, sepertinya masih cukup banyak tempat untuk parkir dan tidak perlu berdesakan dengan orang lain ya... hehehehe...
Sebetulnya kami cukup lama berada di pantai ini karena sambil menunggu sunset. Selain itu kami juga bawa roti, jadi bisa memberi makan seagulls yang jumlahnya banyak sekali itu. Yang bikin nggak kuat di pantai ini adalah anginnya yang kencang sekali. Kalau sedang musim angin kencang, kecepatannya bisa mencapai 60 KM/jam lho, mengerikan juga ya kalau sampai begitu.
Banyak sekali foto yang kami ambil di pantai ini, karena memang indah sekali pemandangannya. Banyak rol (ray of light, istilah dalam fotografi) yang bisa tertangkap kamera pula. Sampai sekitar jam 7.15 malam, dan suasana sudah mulai meremang, barulah kami keluar dari area pantai.
Karena saat itu aku ingin buang air kecil a.k.a kebelet pipis, maka aku mencari toilet umum di sekitar pantai. Menurut CamperMate ada satu toilet umum yang dekat sekali, jadi kami ke sana. Suami dan putriku menunggu di dekat mobil, karena toiletnya harus berjalan kaki sekitar 50 meteran. Toiletnya sendiri model long drop. Sebetulnya toiletnya tidak terlalu jorok atau kotor, hanya sepertinya lama tidak dipakai, jadi tampak berdebu. Dan malah ada wastafelnya, jadi kalau mau bisa pakai air di sini. Masalahnya, di bak wastafel ini ada laba-labanya yang gedeeeee banget. Hiiiiii..... aku sempat ragu-ragu tadinya, tapi berhubung sudah kebelet banget, aku menekan tombol kran wastafelnya sambil setengah merinding dan lompat-lompat hahahaha.... Keluar dari situ rasanya lega banget deh... karena sudah pipis dan karena laba-labanya tidak bergeming waktu airnya mengalir hahahaha...
Ternyata di sekitar situ alamnya juga cukup bagus, sepertinya ada tempat jalan atau trekking juga deh, cuma nggak berani coba-coba karena sudah mulai gelap. Akhirnya kami pun pulang saja ke rumah.
Sesampai di rumah, aku masak makan malam untuk kami bertiga. Arina sendiri belum kelihatan, kadang dia baru pulang kerja jam 9 malam katanya. Selesai makan barulah kami mandi supaya hangat, baru kemudian beristirahat. Malam itu pun kami tidur di balik selimut yang hangat ^_^
To be continued........
No comments:
Post a Comment