1-3 September 2017
Hari Jumat, 1 September pagi yang bertepatan dengan hari raya Idul Adha, kami bangun pagi karena ingin berjalan-jalan di Malioboro selagi sepi. Jam 5 pagi kami sudah berjalan kaki menuju Malioboro yang jaraknya sekitar 3,5 KM dari Best City Hotel.
Karena masih pagi, suasana pun masih gelap, jalanan pada umumnya masih sangat sepi. Memasuki jalan Malioboro, lampu-lampu jalan masih menyala dan suasana tampak senyap. Hanya tampak beberapa orang yang berjalan kaki menuju masjid setempat, sepertinya untuk sholat Ied. Jam 6
pagi matahari baru mulai menampakkan sinarnya, dan semakin terang, semakin
banyak orang yang berjalan kaki lalu lalang menuju masjid di dekat alun-alun.
Kami berjalan-jalan melewati pasar Beringharjo, benteng, dan tugu peringatan Serangan Umum 1 Maret sampai di depan kantor pos besar. Menyenangkan sekali berjalan-jalan di Malioboro dengan suasana yang tanpa kemacetan sama sekali ini.
Karena makin siang suasana semakin ramai, kami pun memutuskan untuk kembali. Walaupun sudah terang, namun matahari belum terik, bahkan cenderung agak
mendung, karenanya berjalan kaki masih nyaman biarpun jauh.
Kami sampai kembali di hotel sekitar jam 6.30 pagi, dan ternyata restoran sudah siap untuk sarapan (katanya sarapan mulai jam 7 pagi), jadi kami langsung saja ke restoran dulu dan sarapan di sana. Walaupun menunya termasuk sederhana, tapi bolehlah, karena semuanya prasmanan. Ada ikan bandeng goreng kesukaanku pula hehehehe... Di restoran ini tampak sudah ada beberapa tamu lain yang juga sedang menikmati sarapan mereka. Seusai sarapan, kami pun kembali ke kamar untuk mandi, lalu bersiap-siap untuk pergi lagi.
Sekitar jam 9 pagi kami menuju ke rumah Yang-yang, yang kebetulan dekat sekali dari hotel, mungkin hanya sekitar 500 meter jaraknya. Kami mau meminjam sepeda motornya untuk dipakai berbelanja ke pasar Beringharjo dan membeli madu di daerah belakang Malioboro.
Kami sampai kembali di hotel sekitar jam 6.30 pagi, dan ternyata restoran sudah siap untuk sarapan (katanya sarapan mulai jam 7 pagi), jadi kami langsung saja ke restoran dulu dan sarapan di sana. Walaupun menunya termasuk sederhana, tapi bolehlah, karena semuanya prasmanan. Ada ikan bandeng goreng kesukaanku pula hehehehe... Di restoran ini tampak sudah ada beberapa tamu lain yang juga sedang menikmati sarapan mereka. Seusai sarapan, kami pun kembali ke kamar untuk mandi, lalu bersiap-siap untuk pergi lagi.
Sekitar jam 9 pagi kami menuju ke rumah Yang-yang, yang kebetulan dekat sekali dari hotel, mungkin hanya sekitar 500 meter jaraknya. Kami mau meminjam sepeda motornya untuk dipakai berbelanja ke pasar Beringharjo dan membeli madu di daerah belakang Malioboro.
Seusai membeli madu dan beberapa bahan makanan lain di sebuah toko di belakang Malioboro, kami pun ke Pasar Beringharjo. Selalu suka melihat-lihat di pasar. Banyak jajanan dan makanan yang tampak menarik walaupun sepertinya kurang higienis hehehehe... Kami berjalan ke bagian yang paling belakang, bagian bahan makanan, karena bagian pasar yang depan kebanyakan hanya menjual pakaian dan oleh-oleh. Aku mencari beberapa macam bumbu dapur yang sulit kutemui di Banyuwangi dan oleh-oleh makanan untuk para karyawanku di toko.
Selesai berbelanja, kami pun hendak berjalan ke arah luar, saat melewati warung soto di dalam pasar. Selain soto, ada pula ayam goreng manis dan beberapa macam lauk-pauk lain serta gorengan. Aku menawarkan kepada suamiku, siapa tahu mau beli ayam goreng untuk lauk di siang hari. Tadinya sih katanya nggak usah, tapi setelah ditanya sekali lagi, mau juga akhirnya hahahaha... Selagi menunggu ayamnya dibungkus, tampak karyawan warung sedang mengantarkan soto daging kepada pelanggan yang duduk di salah satu meja. Eh, malah suamiku akhirnya pingin makan soto juga. Jadilah aku menunggunya makan sembari ngemil sebuah tempe goreng juga ^_^
Selesai makan, kami berjalan keluar ke tempat motor kami diparkir, lalu menuju ke Indogrosir di Jalan Solo untuk mencari kopi. Bekal kopi yang aku bawa sudah habis, dan aku tidak terbiasa minum sembarang kopi instan, karena rata-rata rasanya terlalu manis. Karenanya aku coba cari yang lain di supermarket besar ini. Setelah mendapatkan kopi yang kuinginkan, kami pun bermaksud hendak kembali ke hotel. Sebetulnya aku masih ingin membeli bakpia lagi, tapi karena tempat membelinya cukup jauh dan beban backpackku sudah terlalu berat, aku memutuskan tidak usah membeli bakpia. Bayangkan saja, semua belanjaan aku masukkan ke dalam backpack, total beratnya yang pasti lebih dari 10 kg deh.
Saat kami sedang lewat Jalan Diponegoro, tiba-tiba saja sepeda motor yang kami naiki oleng hebat, dan aku langsung menyadari bahwa ini pasti ban bocor. Untung saat itu suasananya tidak terlalu ramai, jadi kami masih bisa pelan-pelan mengerem lalu menepikan kendaraan. Kebetulan ada rumah makan yang buka di dekat situ (kebanyakan toko yang lain tutup karena tanggal merah) dan ada tukang parkir yang sedang berdiri di luar. Aku menanyakan kepada tukang parkirnya, apakah ada tukang tambal ban di dekat situ. Jawabnya ada, tapi ternyata jauh sekali, mungkin lebih dari 3 KM. Jadi aku memutuskan untuk mengembalikan motor kepada Yang-yang, karena posisi saat itu lebih dekat ke rumah Yang-yang, dan bawaan backpackku benar-benar berat.
Saat itu aku berjalan agak ketinggalan di belakang suamiku, dan aku sudah memutuskan akan langsung ke hotel saja, biar suamiku yang mengembalikan sepeda motor, karena cuaca benar-benar panas dan beban di pundak mulai terasa melelahkan.
Pada saat aku memanggil suamiku, di saat yang bersamaan aku melihat ada ember hitam di trotoar. Jenis ember yang sering dipakai oleh para penambal ban. Setelah didatangi, ternyata memang tukang tambal ban! Wah, beruntung sekali, kami bisa menambal ban motornya sebelum dikembalikan.
Ketika diperiksa, ternyata ban dalam belakang yang kusangka bocor ini, sobek sampai patah jadi 2 lho... beruntung sekali lokasinya sudah di sini, coba kalau masih jauh dan tidak ada tukang tambal ban. Akhirnya ban dalamnya sekalian diganti, dan kami hanya menunggu sekitar 10 menit saja. Setelah itu beres lagi deh ^_^
Dari situ, kami ke rumah Yang-yang dan mengembalikan sepeda motornya, sekalian kami minta kardus kosong untuk mengirimkan barang-barang belanjaan kami lewat ekspedisi.
Kemudian kami berjalan kaki kembali ke hotel. Sesampai di hotel sudah lebih dari jam 1 siang, dan aku menata barang belanjaan kami, mengatur ulang apa saja yang akan dibawa sendiri dan yang akan dikirim lewat ekspedisi. Bahan makanan yang berat-berat dan makan tempat aku masukkan ke dalam kardus, sampai kira-kira beratnya mencukupi 10 kg. Sisanya dipacking lagi ke dalam backpack, dan ternyata bawaanku pulang masih berat juga hehehehe...
Setelah itu karena kelelahan, aku nyaris ketiduran, dan pada saat itulah Jemmy teman kami, datang berkunjung bersama teman kami yang lain, Fredy. Kami mengobrol cukup serius hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Jam 6 petang mereka pun berpamitan pulang, kembali ke kotanya masing-masing.
Malam harinya kami ada janji makan malam dengan Yang-yang, kami menunggu dari jam 7 malam, tapi jam 8 lewat baru Yang-yang dan Yeni datang. Dan karena hari libur nasional, banyak tempat makan yang ternyata tutup, ditambah suasana kota yang cukup ramai dan agak macet di beberapa titik. Akhirnya kami menemukan tempat makan di sebuah warung di daerah Babarsari. Kami makan ikan, ayam, dan kerang lalapan. Rasanya biasa saja sih kalau menurutku, sambalnya juga kurang pedas. Setelah makan kenyang, masih pula kami diajak nongkrong di Excelso di Galeria Mall. Makin kekenyanganlah aku... Tapi ngobrol bersama Yang-yang dan Yeni juga mengasyikkan, hingga tak terasa waktu berlalu dan tiba-tiba sudah jam 11 malam. Maka kami pun diantar kembali ke hotel untuk beristirahat.
Hari Sabtu, 2 September, kami bangun pagi, lalu jam 6.30 kami sudah turun ke restoran hotel untuk sarapan. Aku sendiri tidak terbiasa sarapan, paling berat hanya bisa makan buah-buahan, jadi kalau ada jatah sarapan dari hotel seperti ini, biasanya aku makan buahnya saja, lalu jatah sarapanku aku masukkan ke kotak bekal, jadi bisa untuk makan siang suamiku hehehehe... Kebetulan juga aku membawa pepaya dari hasil kebun orang tuaku di Cilacap, jadi aku masih punya banyak jatah makanan ^_^
Selesai makan, kami pergi ke tempat Yang-yang untuk meminjam sepeda motor lagi, lalu mengirimkan paket makanan yang sudah dipacking sebelumnya ke ekspedisi Herona di stasiun Tugu. Setelah itu aku membereskan barang-barang kami untuk terakhir kalinya sebelum check-out. Menjelang siang, kami mandi dulu, lalu jam 11 siang kami check-out, dan mengembalikan sepeda motor ke rumah Yang-yang. Kami sekalian berterima kasih dan berpamitan juga.
Dari rumah Yang-yang, kami naik Grab menuju ke rumah Andre di Jalan Palagan. Menghabiskan 2 jam terakhir di Yogya mengobrol bersamanya, lalu sekitar jam 14.30 siang, kami diantarnya ke Stasiun Tugu. Seusai kami mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan, Andre pun pulang. Kami memasuki stasiun, lalu mencetak tiket terlebih dahulu sebelum check-in untuk bisa masuk ke dalam ruang tunggu.
Tempat duduk bagi para penumpang yang menanti kereta di stasiun Tugu ini terbilang banyak, dan terbagi menjadi beberapa bagian. Rata-rata di kursi yang disediakan ini ada colokan USB untuk mengisi baterai HP kita. Canggih juga ya...
Karena masih cukup banyak waktu, aku pun jalan-jalan untuk melihat-lihat suasana di sekitar stasiun, keluar masuk ke dalam toko-tokonya juga. Waktu di dalam toko oleh-oleh, kulihat ada bakpis Kurnia Sari, aku jadi pingin beli nih... Waktu tanya harganya, ternyata 50 ribu rupiah tapi yang box kecil (isi 15 buah). Akhirnya kepalang tanggung, aku sekalian membeli merk lain yang lebih mahal, berharap rasanya juga lebih enak. Bisa untuk makan selama di perjalanan ^_^
Jam 15.50 sore, kereta Argo Wilis yang akan kami naiki pun datang. Setelah ada panggilan bagi para penumpang, kami segera masuk ke dalam kereta dan duduk sesuai dengan nomor kursi yang kami peroleh. Tepat jam 16 sore, kereta pun berangkat dari stasiun Tugu Yogyakarta menuju ke stasiun Gubeng Surabaya.
Selesai makan, kami pergi ke tempat Yang-yang untuk meminjam sepeda motor lagi, lalu mengirimkan paket makanan yang sudah dipacking sebelumnya ke ekspedisi Herona di stasiun Tugu. Setelah itu aku membereskan barang-barang kami untuk terakhir kalinya sebelum check-out. Menjelang siang, kami mandi dulu, lalu jam 11 siang kami check-out, dan mengembalikan sepeda motor ke rumah Yang-yang. Kami sekalian berterima kasih dan berpamitan juga.
Dari rumah Yang-yang, kami naik Grab menuju ke rumah Andre di Jalan Palagan. Menghabiskan 2 jam terakhir di Yogya mengobrol bersamanya, lalu sekitar jam 14.30 siang, kami diantarnya ke Stasiun Tugu. Seusai kami mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan, Andre pun pulang. Kami memasuki stasiun, lalu mencetak tiket terlebih dahulu sebelum check-in untuk bisa masuk ke dalam ruang tunggu.
Tempat duduk bagi para penumpang yang menanti kereta di stasiun Tugu ini terbilang banyak, dan terbagi menjadi beberapa bagian. Rata-rata di kursi yang disediakan ini ada colokan USB untuk mengisi baterai HP kita. Canggih juga ya...
Karena masih cukup banyak waktu, aku pun jalan-jalan untuk melihat-lihat suasana di sekitar stasiun, keluar masuk ke dalam toko-tokonya juga. Waktu di dalam toko oleh-oleh, kulihat ada bakpis Kurnia Sari, aku jadi pingin beli nih... Waktu tanya harganya, ternyata 50 ribu rupiah tapi yang box kecil (isi 15 buah). Akhirnya kepalang tanggung, aku sekalian membeli merk lain yang lebih mahal, berharap rasanya juga lebih enak. Bisa untuk makan selama di perjalanan ^_^
Jam 15.50 sore, kereta Argo Wilis yang akan kami naiki pun datang. Setelah ada panggilan bagi para penumpang, kami segera masuk ke dalam kereta dan duduk sesuai dengan nomor kursi yang kami peroleh. Tepat jam 16 sore, kereta pun berangkat dari stasiun Tugu Yogyakarta menuju ke stasiun Gubeng Surabaya.
Wah, selama di dalam kereta kali ini, aku merasa kedinginan sekali. Pada dasarnya
aku tidak terlalu suka dengan AC, jadi walaupun kursi di dalam kereta cukup
nyaman, tapi karena terlalu dingin jadi tidak bisa tidur walaupun lelah. Hanya bisa berusaha menyamankan diri sebaik-baiknya dan mendengarkan musik lewat earphoneku.
Jam 20.20 malam, kereta tiba di stasiun Gubeng Surabaya, dan seperti sebelumnya saat kami berangkat, sambil menantikan kereta berikutnya, kami berdua ngemper di ruang tunggu stasiun sambil menyaksikan orang yang lalu lalang. Aku sudah menyiapkan bekal makanan untuk sepanjang perjalanan (ditambah bakpia yang baru beli juga), jadi kami tidak bingung cari makan lagi.
Jam 20.20 malam, kereta tiba di stasiun Gubeng Surabaya, dan seperti sebelumnya saat kami berangkat, sambil menantikan kereta berikutnya, kami berdua ngemper di ruang tunggu stasiun sambil menyaksikan orang yang lalu lalang. Aku sudah menyiapkan bekal makanan untuk sepanjang perjalanan (ditambah bakpia yang baru beli juga), jadi kami tidak bingung cari makan lagi.
Aku sempat mengalami kejadian kurang menyenangkan di toilet. Hanya ada 2 toilet, dan keduanya dipakai oleh (sepertinya) kakak-beradik. Mereka bukannya cepat-cepat menggunakan toilet, malah ngobrol santai, dan sepertinya sedang ganti baju atau mungkin malah mandi kali, soalnya lamaaaaa banget. Hal-hal seperti inilah yang sering membuatku kesal, orang-orang yang tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Selain aku juga ada seorang lagi perempuan yang ikut antri. Pada akhirnya si adik keluar duluan, dan sampai aku selesai, si kakak yang di bilik sebelahnya masih belum selesai juga! Benar-benar terlalu nih orang...
Jam 21.30 malam, kereta Mutiara Timur Malam sudah datang, dan para penumpang
pun tampak berbondong-bondong memasuki gerbong kereta masing-masing, termasuk
kami berdua. Setelah duduk, ada sepasang turis yang kemudian duduk tepat di
belakang kami. Aku pun menyapa mereka, dan ternyata mereka berdua berasal dari negeri
Belanda.
Yang laki-laki namanya Jack, orang Belanda, dan yang perempuan namanya Anita.
Usia mereka mungkin sedikit di atas kami. Anita ternyata berdarah gado-gado,
dia lahir di Indonesia, namun dibesarkan di Belanda. Dia memiliki garis
keturunan Medan, Cina, Jerman, dan Belanda. Wajahnya memang wajah Asia, namun
gaya berpakaiannya seperti orang Eropa pada umumnya.
Mereka berdua baru saja dari Karimun Jawa dan hendak mengunjungi Banyuwangi
untuk naik kawah Ijen, lalu akan ke Bali. Mereka sudah booking penginapan dan tour untuk semua kegiatan tersebut. Tampaknya mereka lelah sekali akibat
perjalanan panjang, karenanya langsung tertidur begitu kereta berangkat (dan belum bangun saat kami sampai di stasiun tujuan kami).
Di kereta malam ini, para penumpang diberikan bantal dan selimut bersih. Waktu
di Argo Wilis pun sebetulnya ada bantal yang disediakan, tapi ditaruh di
sandaran kaki, jadi tidak kami pakai karena kemungkinan sudah tidak bersih
lagi. Kalau yang di Mutiara Timur, selimutnya masih terbungkus rapi di dalam
plastik, dan bantal ditaruh dengan rapi di atasnya, sehingga tampak masih belum
dipakai.
Nah, di kereta terakhir menuju ke Banyuwangi ini, AC-nya lebih dingin lagi, jadi
walaupun aku sudah mengenakan jaket dan menutupi seluruh badan dengan selimut, tetap masih
kedinginan deh... Untungnya selama perjalanan masih bisa tidur, walaupun tidak
terlalu nyenyak.
Terakhir bangun, waktu sudah menunjukkan jam 3.30 pagi, jadi aku tidak tidur
lagi, takut stasiun yang kami tuju terlewatkan. Kami berdua mempersiapkan
backpack kami, lalu menanti kereta tiba. Tepat jam 4 pagi, sampailah kami di
stasiun Karangasem Banyuwangi. Kami berdua turun bersama beberapa penumpang
lain.
Karena hendak melemaskan otot yang sepanjang hari dan malam banyak duduk di
kereta, kami memutuskan untuk mencoba berjalan kaki saja menuju ke rumah.
Selain itu uang di dompet juga tinggal 25 ribu rupiah saja, mungkin tidak cukup
untuk naik taxi hahahaha... Awalnya suamiku tampak agak bersungut-sungut membayangkan harus berjalan kaki ke rumah di pagi buta, tapi aku cuek aja deh pura-pura nggak ngerti hehehehe... Lama-lama malah dia jalan lebih cepat daripada aku ^_^
Sebetulnya jalan kaki ini bukannya buat ngirit sih, tapi lebih untuk latihan jalan jauh dengan beban yang cukup berat, untuk latihan trekking ke depannya.
Sebetulnya jalan kaki ini bukannya buat ngirit sih, tapi lebih untuk latihan jalan jauh dengan beban yang cukup berat, untuk latihan trekking ke depannya.
Dengan berbekal Google Map, ternyata kami malah menemukan jalan-jalan tembusan
baru yang sebelumnya tidak pernah kami lewati kalau naik kendaraan. Jarak dari
stasiun ke rumah sekitar 3.6 KM, dan kami tempuh dalam waktu hampir 45 menit.
Lumayan juga, mengingat backpack yang aku bawa beratnya lebih dari 9 kg
hehehehe... Kalau lewat jalan raya jaraknya bisa sampai 4.5 KM.
Dan akhirnya sampailah kami di rumah tercinta... home sweet home... Kembali lagi pada kehidupan sehari-hari kami, pekerjaan dan rutinitas kami...
Dua minggu belajar menjadi backpacker, tidak selalu mudah, terutama saat harus berjalan kaki dengan bawaan yang berat. Tapi setidaknya kami berdua mencoba dan berhasil melalui dua minggu terakhir ini dengan menyenangkan.
Yang paling berkesan selama perjalanan ini, tentunya adalah kebaikan dari sahabat-sahabat, teman-teman, saudara, keluarga, bahkan dari orang-orang asing yang kami jumpai sepanjang perjalanan. Di luar oleh-oleh yang kami beli, total pengeluaran kami hanya sekitar 850 ribu rupiah lho...Semua berkat kebaikan orang-orang di sekeliling kami. Dan pengalaman yang cukup menyenangkan naik kereta dalam perjalanan ke Yogyakarta dan Cilacap ini, membuatku jadi ingin lebih sering lagi travelling jurusan domestik yang bisa ditempuh dengan kereta api. Semoga harapan ini bisa terwujud juga di masa mendatang ^_^
Terima kasih sudah berkenan membaca cerita sederhanaku dan suamiku selama di Yogyakarta-Cilacap ini.... Nantikan cerita-cerita lainnya ya ^_^
No comments:
Post a Comment