DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Monday, October 9, 2017

CATATANKU, 9 OKTOBER 2017

Senin, 9 Oktober 2017


Hai semuanya!

Mungkin sudah pernah kuungkapkan, semenjak perjalananku ke New Zealand di tahun 2015, hidupku berubah. Selain untuk masa depan putriku, Sherly, saat itu aku pinginnya sih pindah ke New Zealand saja, sampai suamiku menganggap aku gila hehehehe...
Seiring waktu, ternnyata di akhir tahun yang sama, aku terindikasi menderita kista, dan setelah bersikeras tidak mau menggunakan obat-obatan, aku memutuskan untuk mengkonsumsi obat tradisional Cina dan makan sehat. Sebetulnya sudah bertahun-tahun aku berusaha makan sehat, dalam arti jarang sekali makan daging, mengurangi konsumsi nasi, dan lebih banyak makan sayur dan buah. Tapi dengan minum obat ini, aku benar-benar tidak boleh makan daging (apa pun), dan masih banyak sekali pantangan yang lain. Intinya aku hanya makan sayur dan buah (yang kebanyakan mentah juga, atau direbus).

Setelah beberapa waktu, bukan karena obatnya yang nggak bagus, tapi karena kista di dalam rahimku ternyata sudah dianggap besar (kata dokter yang meng-USG besarnya sudah 12 cm), yang ada malah kistanya terasa semakin besar, sementara badanku makin kurus (dari berat normal 46-47 kg jadi 44 kg). Akhirnya aku setuju untuk menjalani operasi di bulan Februari 2016, di RS Panti Rapih Yogyakarta. Dan di luar dugaan, setelah sel kista yang diambil tersebut diteliti lebih lanjut (ternyata besarnya lebih dari 20 cm), aku dinyatakan mengidap kanker rahim stadium 1B. Saat itu juga (selama itu kondisiku masih di meja operasi, semua keputusan diambil oleh suamiku), rahim, indung telur dan usus buntuku diambil oleh dokter yang menangani.



Aku tergeletak selama 5 jam di meja operasi, dan dari masuk ruang operasi di pagi hari, aku baru sadar tengah malam. Sebetulnya beberapa kali aku ingat sempat tersadar, tapi hanya merasa sakit, mengeluh, dan tidur lagi. Saat itu suamiku selalu menungguiku dengan setia. Kedua orang tuaku pun datang jauh-jauh dari Cilacap untuk memberi support kepadaku.



Selama masa pemulihan selama 10 harian di Yogyakarta, aku malah bersyukur dengan semua yang terjadi pada diriku. Pertama, aku diberikan kesempatan hidup kedua. Kedua, bisa dibilang aku jadi merasa lebih "bebas" karena tidak ada lagi tamu bulanan yang perlu dikuatirkan kapan pun dan di mana pun hehehehe... 
Yang jadi masalah adalah, selama sekitar 6 bulan pasca operasi, aku merasa seluruh energi yang biasanya kumiliki, tinggal tersisa separuhnya saja. Selain itu, banyak sendi-sendi yang sakit, mudah salah urat, masih banyak lagi sih keluhan yang lainnya, tapi bukan itu yang mau aku ceritakan.

Pada waktu kepergian kami ke New Zealand tahun 2016, tujuannya adalah menanyakan bagaimana caranya supaya bisa pindah dan menjadi penduduk di sana. Karenanya banyak teman-teman Indonesia yang kami temui. Ada di antara mereka yang sudah jadi warga negara, ada yang permanent resident, dan ada baru mau apply sebagai resident. Rata-rata mengatakan, peraturan di sana makin lama makin ketat. Tapi setidaknya aku dan suamiku sudah ada gambaran akan seperti apa nanti jalan yang akan kami tempuh.

Seiring waktu pula, kami pergi lagi ke New Zealand mulai bulan Maret sampai Mei 2017 lalu. Selama 12 minggu kami hidup di negeri Kiwi ini, dan aku belum mengurungkan niatku untuk suatu saat nanti pindah ke sana, mungkin untuk hidup di masa tua.
Saat itu, aku dan suamiku banyak berkeliling menggunakan mobil biasa, dan seringkali bahkan tidur di mobil dan mencoba trekking. Awalnya jarak yang pendek, nggak mau lebih dari 1 jam PP. Lama-lama mencoba yang sampai 2-3 jam, dan pencapaian terbaikku adalah berhasil naik ke Roy's Peak dalam waktu 3 jam (turunnya 2 jam, jadi PP 5 jam).
Setelah itu aku jadi jatuh cinta pada yang namanya trekking. Aku mulai terobsesi untuk bisa berjalan lebih dan lebih.

Saat-saat akhir kami berada di New Zealand beberapa bulan lalu, suamiku menawari aku untuk ke Nepal. Kenapa Nepal? Karena aku sukaaaaaaa sekali melihat salju. Dan karena di Nepal adalah surganya trekking. Selain itu, biaya hidup di sana tidak terlalu mahal, dan tidak butuh membuat visa yang mahal. Tadinya aku masih belum terlalu berminat, tapi setelah melihat dan membaca lebih banyak, aku akhirnya setuju.
Setelah diperhitungkan masak-masak, kami memutuskan akan pergi bulan Oktober atau November. DONE!

Dengan kondisi fisikku yang sekarang ini, aku sebetulnya merasa lemah. Aku memiliki lutut kiri yang selalu sakit. Kadang telapak kaki kiri pun sakit untuk berjalan. Tulang-tulangku terasa lemah dan mudah pegal-pegal. Jempol tangan kanan yang tulangnya mudah sekali "salah arah" dan kalau sudah begini susah kembali, dan sakitnya bukan main. Belum lagi heat wave yang seringkali menyerang, dan terasa sangat mengganggu kalau cuaca sedang panas. Tenagaku pun sudah pasti tidak mungkin sama seperti dulu, apalagi dengan usiaku saat ini 41, kondisi menopause.

Tapi aku nggak mau semua ini dijadikan alasan apalagi hambatan untukku melakukan apa yang aku sukai. Justru aku merasa harus lebih banyak berlatih agar bisa melakukan segalanya selagi jiwa ini masih bisa bersarang dalam ragaku.
Semenjak terindikasi kista waktu itu, aku mulai jalan pagi untuk kebugaran. Setelah operasi, aku tetap jalan pagi, dengan suamiku selalu menemani, padahal dia orangnya malesan banget kalau bangun pagi hehehehe...

Dalam beberapa bulan terakhir, aku berusaha meningkatkan porsi latihanku. Yang tadinya 1-2 KM sehari, lalu jadi 3-4 KM sehari, dan saat ini kalau bisa minimal 4-5 KM dalam sehari, itu pun disertai jogging, soalnya aku aslinya nggak kuat lari. Tapi nggak setiap hari juga aku melakukannya, tergantung kondisi saja. Kalau lagi capek atau banyak pekerjaan lain ya libur dulu. Kadang suamiku juga pas bangun masih ngantuk berat, ya libur juga. Kalau pas ada tamu couchsurfing juga seringnya libur olahraga. Tapi kalau dirata-rata mungkin sekitar 3-5 kali seminggu deh.

Terbukti dengan latihan sederhana seperti ini, duluuuu pertama naik Ijen butuh waktu 3 jam lebih, kedua kali waktu tahun 2015 juga, nggak beda jauh, hampir 3 jam juga.
Ketiga kali, waktu pergi bersama tamu couchsurfingku, butuh kurang dari 2 jam untuk sampai ke puncaknya. Kali keempat hanya pergi berdua, butuh sekitar 1,5 jam, itu pun karena harus menunggu suamiku yang sudah pucat wajahnya karena kekurangan oksigen.
Kali kelima adalah bulan Juli lalu, bersama 2 orang karyawan kami di toko, di mana aku hanya butuh 1,25 jam untuk sampai ke puncak, dengan beberapa kali istirahat singkat. Dan kemarin Minggu pagi, waktu yang ditempuh mungkin masih hampir sama, sekitar 1 sampai 1,25 jam untuk sampai ke puncak. Tapi, aku sudah tidak lagi merasakan lelah di kaki (yang nggak kuat cuma nafasnya), dan bisa berjalan nonstop sampai di puncak.

Semua ini aku lakukan supaya aku mempunyai fisik yang cukup kuat dan nggak merepotkan, terutama suamiku, kalau kami bepergian. 
Aslinya suamiku ini juga tipe orang yang betah di rumah, nggak terlalu suka travelling apalagi yang lama-lama. Kalau boleh dibilang sih, anak mami banget. Diajak camping saja ogah, padahal belum dicoba (aku juga belum pernah, tapi pingin banget nyoba hehehehe). Tapi sekarang dia sudah banyak sekali berubah pasca operasiku. Dia jauh lebih support untuk travelling bareng, bahkan mau mencoba berpetualang juga sekarang hahahaha...

Saat ini aku memang memiliki keinginan yang sangat kuat untuk travelling, ke mana pun, asal nggak jauh-jauh dari alam. Tapi aku lebih suka gunung, danau, air terjun, sungai, atau hutan dibandingkan dengan pantai. Kalau dulu, aku maunya cuma ke New Zealand saja, tapi saat ini pikiranku lebih terbuka, dan aku ingin menjelajah dunia. Wishlist-ku banyak banget. Kalau ditanya, pinginnya ke mana? Yaaaa banyak sih, utamanya ke negara-negara semacam Norway, Finland, Iceland, Greenland, Switzerland, Sweden, dan masih banyak lagi. Tapi aku juga harus realistis, kami belum ada dana yang cukup untuk travelling ke tempat-tempat tersebut, selain tiket yang mahal, biaya hidup di negara-negara tersebut juga sangat tinggi. Tabungan yang kami miliki sekarang, masih diperuntukkan bagi biaya sekolah putri kami.

Makanya, sembari berharap suatu saat nanti bisa tercapai keinginan travelling ke negara-negara yang berbudget tinggi itu, sebisa mungkin kami travelling ke tempat-tempat yang lebih terjangkau, dan pastinya yang alamnya memukau. Bali adalah salah satu yang paling sering didatangi, karena buat kami sangat dekat. Biaya hidup pun bisa dibuat sangat murah kalau kita mau. Alam di Bali juga ternyata tiada habisnya apabila kita mau menjelajah tempat-tempat yang tidak terlalu umum bagi para turis.

Karena sering bepergian inilah, kadang sampai beberapa hari aku benar-benar tidak sempat menulis sama sekali. Setiap harinya, kalau hari-hari normal, aku meluangkan waktu sekitar 2-3 jam untuk menulis. Sebulan terakhir menjadi lebih intens karena banyak sekali yang ada di dalam kepalaku yang ingin kutuangkan dalam tulisan. Sehari bisa makan waktu 4-5 jam. Beberapa hari terakhir ini aku bahkan bisa berada di depan layar komputer atau laptop sampai 6-8 jam, terutama untuk menyelesaikan "serial" New Zealand 2016 kemarin. Kadang bangun jam 3 pagi hanya untuk melanjutkan menulis lho... hehehehe...
Semuanya ditulis ulang berdasarkan koleksi foto yang ada, pembukuan yang rapi, research di Google, dan sebagian besar tentunya memori... Kadang aku sendiri terhanyut dalam suasana apabila mengenang kembali masa-masa itu.

Aku dan suamiku hanya memiliki waktu 3 minggu untuk persiapan kami ke Nepal. Kami sama sekali belum packing, padahal banyak pernik-pernik yang perlu dibawa, seperti pasfoto, fotokopi paspor (untuk keperluan membuat Visa On Arrival), perlengkapan hiking, ah banyak deh. Kami berencana akan backpacking sungguhan, nggak pake koper, dan kalaupun memang harus ada yang masuk ke bagasi, hanya barang-barang yang dilarang masuk cabin saja seperti trekking pole dan kompor portable.

Sesuai niat dan janjiku, aku akan menuliskan pengalaman kami selama 12 minggu di New Zealand setengah tahun yang lalu, tapi sabar ya... Kami akan ke Nepal tanggal 1 November, rencananya akan 1 bulan berada di sana. Akan kuusahakan menulis ceritanya juga nanti ^_^
Aku berusaha menuliskan semua cerita ini tentunya dengan harapan setidaknya ada manfaat positif bagi yang membacanya, namun selain itu aku juga ingin menyimpan semua kenangan ini dalam bentuk tulisan, karena aku orangnya pelupa sekali ^_^

I want to live the rest of my life to the fullest! Aku tidak mau menunggu sampai aku tidak bisa berjalan, dan aku tidak mau menyesal karena tidak melakukan hal-hal yang aku inginkan selagi masih bernyawa. Karenanya kami tetap berusaha travelling walaupun tetap dengan limited budget.
Biarlah orang berkata sirik tentang kami. Biasalah, kalau sering traveliing kan dianggapnya kaya raya, apalagi anaknya bisa sekolah di luar negeri. I don't care anymore about what people say about us. They're not us, and they don't live in our shoes.


Blog ini sebetulnya belum pernah aku publikasikan, selain cerita ke Ijen dan cerita ke Gunung Batur yang baru saja aku upload. Tapi aku tahu ada beberapa orang yang selalu membaca ceritaku dari hari ke hari setiap aku menerbitkan cerita baru.

Terima kasih karena sudah setia membaca cerita-ceritaku, dan semoga tidak bosan ^_^


No comments:

Post a Comment