Sabtu, 8 Oktober 2016
Hari ini aku terbangun pagi seperti biasa, lalu menyibukkan diri di dapur, menyiapkan sarapan dan bahan makanan untuk dimasak siangnya. Semenjak tinggal di rumah Pomona, biasanya aku masak nasi setiap hari untuk suami dan putriku, mereka tidak makan kentang lagi, karena katanya bosan makan kentang terus. Lauk pauknya pun pada umumnya sudah masakan ala Indonesia, seperti sop, cap cay, kare, gulai, nasi goreng, dan semacam itu deh.
Hari ini kami berencana kami akan ke Queens Park di pusat kota, karena beberapa orang menyarankan ke sana. Sekitar jam 8.30 pagi, kami semua sudah siap. Mungkin karena semalam tidur awal, hari ini suami dan putriku bangun agak pagian, atau mungkin efek pakai electric blanket, jadi tidurnya benar-benar nyenyak, nggak pakai terbangun kedinginan kalau malam ^_^
Pertama-tama kami ke Dairy Store dulu untuk membeli susu dan roti tawar, karena sering melihat di depan tokonya dipasang papan harga susu yang menurutku lebih murah daripada di PakN'Save. Aku juga membeli kopi instan sachet di toko ini. Setelah itu kami langsung menuju ke Queens Park di Queens Drive. Karena baru pertama kali ke tempat ini, kami agak bingung parkirnya di mana. Ternyata tempat parkirnya ada di beberapa tempat lho, tapi waktu itu kami masuk ke tempat parkir utama yang di depan gerbang masuk utama.
Queens Park ini lokasinya berada di sisi utara CBD, dan dibatasi oleh Queens Drive di sisi timur, Kelvin Street di sisi barat, Gala Street di sisi selatan, dan Herbert Street di sisi utara. Taman kota yang sangat luas dan bergaya Edwardian ini sebetulnya memiliki banyak daya tarik. Luas tamannya sendiri 81 hektar, karenanya kita bisa menghabiskan waktu seharian kalau mau melihat semuanya.
Untuk kota Invercargill yang tidak terlalu touristy, Queens Park merupakan kebanggaan kota dan salah satu daya tarik wisata. Taman ini sudah ada sejak Invercargill pertama didirikan pada tahun 1856.
Apa saja sebetulnya yang ada di Queens Park?
Hari ini kami berencana kami akan ke Queens Park di pusat kota, karena beberapa orang menyarankan ke sana. Sekitar jam 8.30 pagi, kami semua sudah siap. Mungkin karena semalam tidur awal, hari ini suami dan putriku bangun agak pagian, atau mungkin efek pakai electric blanket, jadi tidurnya benar-benar nyenyak, nggak pakai terbangun kedinginan kalau malam ^_^
Pertama-tama kami ke Dairy Store dulu untuk membeli susu dan roti tawar, karena sering melihat di depan tokonya dipasang papan harga susu yang menurutku lebih murah daripada di PakN'Save. Aku juga membeli kopi instan sachet di toko ini. Setelah itu kami langsung menuju ke Queens Park di Queens Drive. Karena baru pertama kali ke tempat ini, kami agak bingung parkirnya di mana. Ternyata tempat parkirnya ada di beberapa tempat lho, tapi waktu itu kami masuk ke tempat parkir utama yang di depan gerbang masuk utama.
Queens Park ini lokasinya berada di sisi utara CBD, dan dibatasi oleh Queens Drive di sisi timur, Kelvin Street di sisi barat, Gala Street di sisi selatan, dan Herbert Street di sisi utara. Taman kota yang sangat luas dan bergaya Edwardian ini sebetulnya memiliki banyak daya tarik. Luas tamannya sendiri 81 hektar, karenanya kita bisa menghabiskan waktu seharian kalau mau melihat semuanya.
Untuk kota Invercargill yang tidak terlalu touristy, Queens Park merupakan kebanggaan kota dan salah satu daya tarik wisata. Taman ini sudah ada sejak Invercargill pertama didirikan pada tahun 1856.
Apa saja sebetulnya yang ada di Queens Park?
- Kebun mawar yang indah dan bervariasi
- Lembah Rhododendron
- Kebun Azalea
- Jalanan yang tampak dramatis karena diapit pohon-pohon besar di kanan kirinya
- track menembus hutan asli
- Japanese garden
- Rock and Herb garden
- Winter garden indoor yang berisi tumbuhan-tumbuhan tropis dan bunga-bungaan, dan disambung dengan rumah kaktus
- Bird aviary, hewan-hewan yang dibatasi pagar seperti kebun binatang
- Arena bermain anak-anak
- Fasilitas olahraga
- Cafe
- Southland Museum and Art Gallery - sebuah bangunan yang sangat istimewa, berbentuk piramida, yang dijadikan museum. Yang menjadi highlight museum ini adalah Galeri Maori, yang menggambarkan tiap aspek dalam kehidupan sehari-hari sebelum datangnya orang Eropa ke wilayah ini.
Di museum ini juga ada Tuatarium, di mana kita bisa menyaksikan tuatara dan mengetahui program pengembangbiakannya. Tuatara merupakan reptil yang sudah ada sejak jaman dinosaurus 225 juta tahun yang lalu.
- Jalan setapak sepanjang 4 KM, dengan 20 tempat berolahraga di sepanjang jalannya.
- Lapangan golf 18-hole di antara pohon-pohon yang sudah tua
- Cricket club
- Lapangan tennis, croquet dan bowling
- Lokasi foto perkawinan (kalau di Indonesia kayaknya lebih banyak buat prewedding ya)
Banyak banget ya... ^_^
Kami memasuki taman raksasa ini sekitar jam 9 pagi, dan karena tidak tahu harus ke mana dulu, kami cuma kira-kira dan mengikuti jalan yang ada saja. Di area tempat parkir mobil ini banyak kebun-kebun kecil dengan bunga tulip berwarna kuning yang indah. Kemudian kami masuk mengikuti jalan utama, hingga sampailah kami di kandang rusa, kandang burung kasuari, lalu jalan lagi terus sampai melewati sebuah cafe (The Cheeky Llama Cafe) dan tempat bermain anak-anak. Saat itu tampak ada beberapa keluarga yang membawa anak-anak mereka bermain di sini.
Dari playground, kami berjalan dan ternyata keluar di dekat kolam bebek. Kolamnya cukup besar, dan ada jembatan yang menyeberangi kolam ini. Banyak induk bebek dan anak-anaknya yang berdatangan saat kami lewat, mungkin tahu kalau kami mau memberi makan ya hehehehe... Sayang sekali roti tawar yang kami bawa tidak terlalu banyak. Andai kami tahu bebeknya ada banyak, pasti akan kami belikan roti khusus untuk memberi mereka makan ^_^
Taman-taman kecil di sekitar kolam bebek ini pun cantik-cantik. Melewati kolam bebek, ada jalan setapak yang di kanan kirinya berupa pohon-pohon yang tinggi-tinggi sekali. Setelah itu ada patung, dan kami masuk ke dalam suatu area kebun yang luas. Banyak pohon-pohon besar dan pohon bunga berwarna-warni di sekitarnya. Ada kebun tulip berwarna oranye juga.
Dari situ kami berjalan lagi menuju kebun mawar, tapi sayangnya bunga-bunga mawarnya belum mekar. Kemudian kami lewat lagi jalan dengan pohon-pohon tinggi di kanan kirinya. tapi jenis pohonnya berbeda, dan batang-batang pohon ini tampak unik dan indah sekali.
Dari playground, kami berjalan dan ternyata keluar di dekat kolam bebek. Kolamnya cukup besar, dan ada jembatan yang menyeberangi kolam ini. Banyak induk bebek dan anak-anaknya yang berdatangan saat kami lewat, mungkin tahu kalau kami mau memberi makan ya hehehehe... Sayang sekali roti tawar yang kami bawa tidak terlalu banyak. Andai kami tahu bebeknya ada banyak, pasti akan kami belikan roti khusus untuk memberi mereka makan ^_^
Taman-taman kecil di sekitar kolam bebek ini pun cantik-cantik. Melewati kolam bebek, ada jalan setapak yang di kanan kirinya berupa pohon-pohon yang tinggi-tinggi sekali. Setelah itu ada patung, dan kami masuk ke dalam suatu area kebun yang luas. Banyak pohon-pohon besar dan pohon bunga berwarna-warni di sekitarnya. Ada kebun tulip berwarna oranye juga.
Dari situ kami berjalan lagi menuju kebun mawar, tapi sayangnya bunga-bunga mawarnya belum mekar. Kemudian kami lewat lagi jalan dengan pohon-pohon tinggi di kanan kirinya. tapi jenis pohonnya berbeda, dan batang-batang pohon ini tampak unik dan indah sekali.
Dari situ kemudian kami menemukan museum Southland yang kusebutkan di atas tadi. Bentuk bangunannya dari luar memang seperti piramida, tapi sayang lupa difoto. Memasuki tempat ini, yang pertama kelihatan adalah cafe dan Tuatariumnya. Dari kecil aku sudah sering melihat tuatara, jadi bukan hal aneh melihat tuatara di sini,makanya nggak motret juga waktu itu. Setelah sekilasan melihat tuatara, kami naik menuju ke galeri Maori.
Aku bukan tipe orang yang suka melihat museum, tapi entah kenapa, museum di sini tampak menarik bagiku. Mungkin karena isinya macam-macam, bukan hanya satu jenis barang ya. Seperti yang kutuliskan di atas sebelumnya, museum ini seperti menceritakan kehidupan suku asli Maori di masa lalu, sebelum dan awal-awal orang Eropa datang ke tanah ini. Jadi ada jenis-jenis satwa asli, senjata dan peralatan yang dipakai, bahkan ada diorama yang menggambarkan kehidupan bangsa Eropa yang pertama kali tinggal di New Zealand ini. Baju-baju pengantin jaman dahulu, lampu mercu suar asli, dan ada beberapa kisah menarik yang bisa didengar lewat audio dan dilihat koleksi fotonya. Unik dan menarik kalau menurutku.
Hujan juga sempat turun, jadi setelah melihat-lihat isi museum, kami kembali ke lantai dasar dan membeli secangkir flat white dan segelas hot chocolate. Harganya di sini juga rata-rata kok, tidak lebih mahal walaupun tempatnya tampak fancy. Untuk kedua minuman tadi, habisnya $8.7. Tidak terasa, saat kami duduk-duduk di cafe ini sudah hampir jam 12 siang lho... sudah 3 jam berada di taman ini tanpa terasa.
Hujan juga sempat turun, jadi setelah melihat-lihat isi museum, kami kembali ke lantai dasar dan membeli secangkir flat white dan segelas hot chocolate. Harganya di sini juga rata-rata kok, tidak lebih mahal walaupun tempatnya tampak fancy. Untuk kedua minuman tadi, habisnya $8.7. Tidak terasa, saat kami duduk-duduk di cafe ini sudah hampir jam 12 siang lho... sudah 3 jam berada di taman ini tanpa terasa.
Berada di dalam satu ruangan dengan cafe ini adalah i-Site, pusat informasi turis di Invercargill. Kita bisa mengambil brosur atau bertanya-tanya mengenai tempat-tempat tujuan wisata di sekitar. Ada toilet juga di lantai ini. Toiletnya bersih dan jumlahnya banyak.
Setelah berkurang rasa lelah yang ada, maka kami berjalan lagi, melanjutkan rute sebelumnya, keluar lewat jalan lain, dan sampai di Japanese Garden yang indah. Di seberang Japanese Garden ini juga ada satu buah toilet yang sudah otomatis (digital), tapi aku tidak sempat masuk dan melihat ke dalamnya, hanya tampak dari luar saja.
Setelah itu ternyata jalannya sudah menuju keluar, jadi kami kembali ke parkiran mobil di awal. Dari Queens Park, kami pulang dulu untuk makan siang di rumah dan istirahat sebentar. Setelah itu kami pergi lagi sekitar jam 3 sore ke Salvation Army yang di Yarrow Street (ada satu Salvation Army di Martin STreet). Ceritanya waktu pertama kali ke toko ini beberapa hari yang lalu, ada sandal rumah yang modelnya seperti boneka, dan sepertinya hangat dan nyaman sekali dipakai, harganya hanya $2 dan tampak masih baru. Tapi waktu itu putriku mau beli ragu-ragu, jadi ditunda dulu. Nah makanya hari ini didatangi lagi, kalau masih ada dia mau membeli sandal itu untuk dipakai di dalam rumah.
Setelah berkurang rasa lelah yang ada, maka kami berjalan lagi, melanjutkan rute sebelumnya, keluar lewat jalan lain, dan sampai di Japanese Garden yang indah. Di seberang Japanese Garden ini juga ada satu buah toilet yang sudah otomatis (digital), tapi aku tidak sempat masuk dan melihat ke dalamnya, hanya tampak dari luar saja.
Setelah itu ternyata jalannya sudah menuju keluar, jadi kami kembali ke parkiran mobil di awal. Dari Queens Park, kami pulang dulu untuk makan siang di rumah dan istirahat sebentar. Setelah itu kami pergi lagi sekitar jam 3 sore ke Salvation Army yang di Yarrow Street (ada satu Salvation Army di Martin STreet). Ceritanya waktu pertama kali ke toko ini beberapa hari yang lalu, ada sandal rumah yang modelnya seperti boneka, dan sepertinya hangat dan nyaman sekali dipakai, harganya hanya $2 dan tampak masih baru. Tapi waktu itu putriku mau beli ragu-ragu, jadi ditunda dulu. Nah makanya hari ini didatangi lagi, kalau masih ada dia mau membeli sandal itu untuk dipakai di dalam rumah.
Kali kedua ke Salvation Army ini, karena sudah tahu bahwa parkirnya berbayar, kami sedikit berputar-putar di sekitar sana untuk cari tempat parkir yang free alias gratis. Akhirnya kami dapat juga walaupun agak sedikit jauh dari tokonya, mungkin sekitar 200 meter, tapi tidak ada meteran parkirnya dan batas waktu parkirnya 1 jam. Padahal masih di jalan yang sama lho...
Ternyata sandal yang diincar oleh putriku beberapa hari lalu sudah raib, rupanya sudah ada orang lain yang membelinya. Ada sandal lainnya yang mirip, dengan model yang berbeda, tapi harganya kali ini $3, tanpa pikir panjang langsung dibeli deh olehnya ^_^
Kebetulan di bagian perlengkapan makan juga sedang banyak perlengkapan makan yang bagus-bagus dengan harga 10 sen per buahnya, jadi dia juga ambil sekalian. Ada sendok dan garpu 1 set yang tampak mewah, pisau, dan centong nasi, keempatnya hanya 50 sen. Di bagian pakaian, dia juga memilih kemeja cewek berwarna merah seharga $2 yang tampak masih bagus. Tumben amat, biasanya dia lebih suka warna-warna netral dan gelap. Memang pakaian yang dibawanya pindahan ke New Zealand ini tidak banyak, sebagian masih ditinggal di rumah karena jumlah bagasi kami waktu berangkat sudah cukup banyak, dan yang diprioritaskan adalah barang-barang yang lebih penting dulu.
Aku tahu mungkin sebagian orang ada yang tidak suka membeli barang bekas, apalagi perlengkapan makan atau masak. Katanya jijik bekas orang lain. Kalau aku terus terang nggak terlalu ribet soal hal-hal begini, karena toh sampai di rumah semuanya juga dicuci dulu sebelum dipakai. Terpikirkah bahwa kalau kita makan di restoran misalnya, semahal-mahalnya restoran tersebut, bukankah perlengkapan makan yang ada juga bekas dipakai orang lain? Bagaimana kalau pihak restorannya kurang higienis dan mencucinya kurang bersih? Apa nggak lebih jorok lagi tuh?
Yah ini hanya sekedar pendapat saja sih... kalau memang kami ada uang lebih ya tentunya akan lebih senang bisa membelikan pakaian, perlengkapan dapur, atau barang lainnya yang masih baru, tapi dalam hal ini kami berpikir bahwa uang tersebut bisa dipakai untuk hal-hal lain yang lebih berguna nantinya. Aku juga bersyukur putriku ini orangnya nggak gengsian, karena setahuku biasanya anak-anak seumuran dia gengsinya tinggi dan malu kalau beli atau memakai barang bekas. Tapi dari dulu dia memang cuek sih, nggak iri kalau teman-temannya pakai barang-barang fancy dan terbaru sementara dia enggak. Dan aku justru bangga kepadanya untuk hal ini ^_^
Dari Salvation Army, kami ke MacCafe, yup cafenya MacD. Hanya untuk sekedar mencicipi flat white di sini, karena ada yang bilang kopinya di sini enak. Not bad lah untuk rasanya, tapi harganya agak di atas rata-rata, secangkir flat white ukuran large harganya $5.2, dan secangkir latte ukuran medium harganya $4.7. Aku masih lebih prefer kopi yang ada di cafe-cafe hehehehe....
Dari MacCafe, kami pun pulang ke rumah, dan sebagai emak-emak, seperti biasa aku bertugas menyiapkan makan malam.
Beberapa hari terakhir ini, kalau sore atau malam hari sewaktu masih terang, putriku biasanya belajar menyetir mobil bersama papanya, supaya kalau harus menyetir sendiri di sana, dia sudah cukup lancar. Sesekali mereka mampir ke rumah Charles juga kalau ada hal-hal yang mau ditanyakan. Biasanya aku menunggu di rumah dan bersibuk ria di dapur.
Sebetulnya waktu masih di Banyuwangi, aku dan suamiku sudah mengajarinya menyetir, dan sudah lumayan lancar, hanya saja peraturan berlalu lintas di New Zealand agak berbeda, karenanya harus berlatih lagi supaya tidak kagok menyetir di sana.
Overall, hari ini juga menyenangkan walaupun kami hanya berkunjung ke taman kota saja. Baru beberapa hari tinggal di kota ini, aku sudah mulai menyukai Invercargill. Memang benar kotanya tidak ramai, tapi justru itu yang aku suka. Apalagi harga bahan makanan, bahan bakar, bahkan sewa kamar/flat juga relatif murah dibandingkan kota-kota lain yang pernah aku kunjungi di NZ selama ini. Aku berharap semoga putriku juga bisa betah di kota kecil ini, karena sejauh yang aku tahu, dia juga lebih suka tempat-tempat yang sepi daripada yang penuh dengan manusia di mana-mana.
Hmmm... tidak terasa sudah hampir sebulan aku berada di negeri Kiwi ini, dan sudah tinggal 2 hari lagi keberadaanku di rumah ini. Sebetulnya aku dan suamiku tidak pernah siap meninggalkan putri kami sendirian, apalagi di negeri orang, di sebuah tempat yang sangat jauh dari rumah, di mana kalau mau mengunjungi pun harus memikirkan harga tiket pesawat yang mahal. Tiga tahun lalu, saat kami meninggalkannya untuk masuk SMA di Malang pun, aku menangis tersedu-sedu. Bagaimana nanti kalau tiba hariku pulang ke Indonesia ya? *sigh*
To be continued........
Ternyata sandal yang diincar oleh putriku beberapa hari lalu sudah raib, rupanya sudah ada orang lain yang membelinya. Ada sandal lainnya yang mirip, dengan model yang berbeda, tapi harganya kali ini $3, tanpa pikir panjang langsung dibeli deh olehnya ^_^
Kebetulan di bagian perlengkapan makan juga sedang banyak perlengkapan makan yang bagus-bagus dengan harga 10 sen per buahnya, jadi dia juga ambil sekalian. Ada sendok dan garpu 1 set yang tampak mewah, pisau, dan centong nasi, keempatnya hanya 50 sen. Di bagian pakaian, dia juga memilih kemeja cewek berwarna merah seharga $2 yang tampak masih bagus. Tumben amat, biasanya dia lebih suka warna-warna netral dan gelap. Memang pakaian yang dibawanya pindahan ke New Zealand ini tidak banyak, sebagian masih ditinggal di rumah karena jumlah bagasi kami waktu berangkat sudah cukup banyak, dan yang diprioritaskan adalah barang-barang yang lebih penting dulu.
Aku tahu mungkin sebagian orang ada yang tidak suka membeli barang bekas, apalagi perlengkapan makan atau masak. Katanya jijik bekas orang lain. Kalau aku terus terang nggak terlalu ribet soal hal-hal begini, karena toh sampai di rumah semuanya juga dicuci dulu sebelum dipakai. Terpikirkah bahwa kalau kita makan di restoran misalnya, semahal-mahalnya restoran tersebut, bukankah perlengkapan makan yang ada juga bekas dipakai orang lain? Bagaimana kalau pihak restorannya kurang higienis dan mencucinya kurang bersih? Apa nggak lebih jorok lagi tuh?
Yah ini hanya sekedar pendapat saja sih... kalau memang kami ada uang lebih ya tentunya akan lebih senang bisa membelikan pakaian, perlengkapan dapur, atau barang lainnya yang masih baru, tapi dalam hal ini kami berpikir bahwa uang tersebut bisa dipakai untuk hal-hal lain yang lebih berguna nantinya. Aku juga bersyukur putriku ini orangnya nggak gengsian, karena setahuku biasanya anak-anak seumuran dia gengsinya tinggi dan malu kalau beli atau memakai barang bekas. Tapi dari dulu dia memang cuek sih, nggak iri kalau teman-temannya pakai barang-barang fancy dan terbaru sementara dia enggak. Dan aku justru bangga kepadanya untuk hal ini ^_^
Dari Salvation Army, kami ke MacCafe, yup cafenya MacD. Hanya untuk sekedar mencicipi flat white di sini, karena ada yang bilang kopinya di sini enak. Not bad lah untuk rasanya, tapi harganya agak di atas rata-rata, secangkir flat white ukuran large harganya $5.2, dan secangkir latte ukuran medium harganya $4.7. Aku masih lebih prefer kopi yang ada di cafe-cafe hehehehe....
Dari MacCafe, kami pun pulang ke rumah, dan sebagai emak-emak, seperti biasa aku bertugas menyiapkan makan malam.
Beberapa hari terakhir ini, kalau sore atau malam hari sewaktu masih terang, putriku biasanya belajar menyetir mobil bersama papanya, supaya kalau harus menyetir sendiri di sana, dia sudah cukup lancar. Sesekali mereka mampir ke rumah Charles juga kalau ada hal-hal yang mau ditanyakan. Biasanya aku menunggu di rumah dan bersibuk ria di dapur.
Sebetulnya waktu masih di Banyuwangi, aku dan suamiku sudah mengajarinya menyetir, dan sudah lumayan lancar, hanya saja peraturan berlalu lintas di New Zealand agak berbeda, karenanya harus berlatih lagi supaya tidak kagok menyetir di sana.
Overall, hari ini juga menyenangkan walaupun kami hanya berkunjung ke taman kota saja. Baru beberapa hari tinggal di kota ini, aku sudah mulai menyukai Invercargill. Memang benar kotanya tidak ramai, tapi justru itu yang aku suka. Apalagi harga bahan makanan, bahan bakar, bahkan sewa kamar/flat juga relatif murah dibandingkan kota-kota lain yang pernah aku kunjungi di NZ selama ini. Aku berharap semoga putriku juga bisa betah di kota kecil ini, karena sejauh yang aku tahu, dia juga lebih suka tempat-tempat yang sepi daripada yang penuh dengan manusia di mana-mana.
Hmmm... tidak terasa sudah hampir sebulan aku berada di negeri Kiwi ini, dan sudah tinggal 2 hari lagi keberadaanku di rumah ini. Sebetulnya aku dan suamiku tidak pernah siap meninggalkan putri kami sendirian, apalagi di negeri orang, di sebuah tempat yang sangat jauh dari rumah, di mana kalau mau mengunjungi pun harus memikirkan harga tiket pesawat yang mahal. Tiga tahun lalu, saat kami meninggalkannya untuk masuk SMA di Malang pun, aku menangis tersedu-sedu. Bagaimana nanti kalau tiba hariku pulang ke Indonesia ya? *sigh*
To be continued........
No comments:
Post a Comment