23 Agustus 2017
Hari ketiga di Yogyakarta ini, kegiatan kami relatif santai karena masih lelah akibat padatnya kegiatan selama 2 hari pertama.
Pagi hari aku tetap bangun jam 4.30 dan melakukan rutinitas pagi seperti biasa, ditambah masak nasi untuk bekal makan hari ini. Setelah suamiku bangun, kami berjalan-jalan pagi di sekitar area Demangan-Colombo-Gejayan. Biarpun sedang bepergian, aku selalu berusaha untuk tetap melakukan aktivitas fisik agar stamina tetap terjaga. Justru kalau tidak olahraga sama sekali, sekalinya bepergian akan lebih terasa lelahnya lho...
Kami juga mampir di kuburan di tepi jalan Gejayan (ngapain coba!), lalu sempat mampir juga di kost suamiku di Jalan Colombo waktu masih SMA dulu. Bangunannya sama sekali tidak berubah lho dari tahun 1995 dulu hehehehe...
Kami juga mampir di kuburan di tepi jalan Gejayan (ngapain coba!), lalu sempat mampir juga di kost suamiku di Jalan Colombo waktu masih SMA dulu. Bangunannya sama sekali tidak berubah lho dari tahun 1995 dulu hehehehe...
Setelah itu aku dan suamiku kembali ke hotel, lalu sarapan buah-buahan yang kemarin dibeli di Toko Progo. Setelah itu, dari nasi yang dimasak sebelumnya, kubuat nasi goreng dengan bahan dan bumbu seadanya, tapi tetap enak lho.... ^_^
Setelah mandi dan bersiap-siap, kami mengunjungi teman baik suami semasa SMA. Namanya Isnawan, dan dia memiliki kolam pancing ikan sebagai mata pencahariannya. Karenanya kami mengobrol di tepi kolam sambil sesekali melihat ikan-ikan yang bersalto keluar dari air. Ikan yang besar-besar beratnya bisa mencapai 4 kg seekornya lho... hehehehe...
Sampai agak siang, kami kembali mengunjungi Andre, yang menjemput kami di stasiun hari pertama. Cukup lama juga ngobrol dan nongkrong di tokonya, sembari makan siang. Ada saja hal-hal yang diobrolkan setiap bertemu. Dia memang termasuk salah satu sahabat suamiku, selain itu aku juga sudah kenal baik dengannya semenjak aku masih kuliah di Bandung. Kebanyakan sahabat atau teman baik suamiku, biasanya aku juga mengenal mereka sejak lamaaaaa... mungkin karena kami pacaran dari SMA ya, jadi banyak teman yang sudah akrab dari dulu, dan tetap menjalin persahabatan hingga sekarang ^_^
Sekitar jam 13.30 kami kembali ke hotel karena aku merasa sangat lelah dan mengantuk. Sesampai di kamar, aku langsung cuci muka dan tidur. Entah kenapa hari ini rasanya lelaaah sekali, mungkin akumulasi dari hari-hari sebelumnya, ditambah cuaca yang super panas siang ini.
Satu hal yang tidak kusukai selama berada di Yogya, adalah betapa terasanya udara kotor di kota ini. Walaupun hanya berjalan kaki pagi hari, udara terasa penuh debu. Apalagi saat berkendara di jalan, berkali-kali mataku kelilipan, dan kalau bepergian agak jauh mata terasa pedas. Yogyakarta saat ini sudah jadi kota metropolis yang sangat padat dan ramai. Sudah terlalu banyak bangunan-bangunan baru yang berdiri. Resto, cafe, dan pertokoan ada di mana-mana. Tidak sampai separah kota Surabaya, namun tetap saja wajah Yogyakarta berubah sangat drastis dibandingkan jaman kami masih SMA dulu. Kalau menurut orang Yogya sendiri, sudah terlalu banyak pendatang di kota ini. Banyak sekali usaha-usaha yang berdiri di kota ini, ternyata merupakan milik penduduk Jakarta atau Bandung.
Terbangun jam 16 sore, aku bersantai di halaman restoran hotel sambil minum kopi. Setelah itu aku dan suamiku pergi ke daerah Samirono untuk membeli buah-buahan.
Harga buah-buahan di Yogya ini, setidaknya di penjual buah yang kami datangi tadi, cukup wajar, karenanya kami tidak menawar. Kami membeli buah mangga, pisang, dan pepaya california.
Kembali ke hotel, kami mandi sore dan kemudian bersantai sambil menunggu teman yang akan datang. Baru sekitar jam 19.30, teman kami, Sambang, datang bersama sang istri. Kami diajak makan malam bersama di sebuah rumah makan ramen di dekat hotel. Harganya mahal-mahal sekali, per porsi bisa lebih dari 60 ribu rupiah. Rasanya lumayanlah, not too bad, tapi masih lebih enak Nong Shim Ramyun kesukaan putriku hehehehe...
Setelah itu kami kembali ke hotel dan mengobrol di ruang terbuka di samping restoran hotel. Beberapa teman suamiku juga kemudian menyusul datang, suasana jadi ramai sekali. Penuh canda tawa, menceritakan kisah-kisah konyol di masa lalu.
Yang membawa istri dan anaknya, jam 22-23 malam sudah pulang, sedang sisanya masih asyik melanjutkan obrolan hingga jam 1.30 pagi.
Yang membawa istri dan anaknya, jam 22-23 malam sudah pulang, sedang sisanya masih asyik melanjutkan obrolan hingga jam 1.30 pagi.
Wah menyenangkan sekali bertemu dengan kawan-kawan yang lama sekali tak bersua.
Walaupun lelah dan mengantuk, tapi banyak cerita dan pengalaman hidup mereka yang dishare bersama, baik maupun buruk, dan kebanyakan membuatku dan suamiku bisa lebih mensyukuri kehidupan kami berdua saat ini...
24-25 Agustus 2017
Karena baru tidur jam 2 pagi, keesokan harinya aku berusaha bangun sesiang mungkin agar tidak sampai kurang istirahat. Aku dan suamiku bangun jam 8 pagi, dan melakukan rutinitas pagi seperti biasa.
Seharusnya Yang-yang temanku akan mengajak kami berkeliling di sekitar Yogya sedari siang sampai sunset, namun karena ada seorang sahabat yang akan datang dari Semarang, kami pun menunda rencana ini untuk keesokan harinya.
Sepagian kami lebih banyak bersantai dan istirahat di kamar saja, aku sendiri mengerjakan pembukuan di laptop, sampai siang hari sahabat kami, Jemmy datang. Kami sudah lama sekali berteman baik, sehingga kalau kami datang ke Yogya, si Jemmy seringkali datang khusus untuk menemui kami lho...
Seharian kami menghabiskan waktu untuk mengunjungi teman lain, bertemu dengan sahabat-sahabat lama, makan bersama, dan mengobrol sampai malam hari.
Seharian kami menghabiskan waktu untuk mengunjungi teman lain, bertemu dengan sahabat-sahabat lama, makan bersama, dan mengobrol sampai malam hari.
Jemmy akhirnya menginap di hotel kami, karena kebetulan dia akan ada meeting keesokan harinya di Yogya.
Malam itu pun kami tidur jam 12 malam, dan aku terbangun pagi harinya jam 5.30. Aku dan suamiku sempat menghabiskan waktu dengan mengobrol dan sarapan bersama Jemmy, sampai dia harus pergi bertugas jam 8.30 pagi. Sedianya aku masih mengantuk dan ingin tidur lagi, namun jam 9 pagi kami kembali kedatangan tamu, teman suamiku yang sekarang berdomisili di Bandung dan sedang ada urusan bisnis di kota ini, namanya Onie.
Malam itu pun kami tidur jam 12 malam, dan aku terbangun pagi harinya jam 5.30. Aku dan suamiku sempat menghabiskan waktu dengan mengobrol dan sarapan bersama Jemmy, sampai dia harus pergi bertugas jam 8.30 pagi. Sedianya aku masih mengantuk dan ingin tidur lagi, namun jam 9 pagi kami kembali kedatangan tamu, teman suamiku yang sekarang berdomisili di Bandung dan sedang ada urusan bisnis di kota ini, namanya Onie.
Aku lebih banyak mendengarkan pembicaraan suami dan temanku ini, karena obrolannya tampak serius. Sampai jam 11 siang, dia pun berpamitan. Aku dan suamiku hanya sempat beristirahat sekejap saja, sampai Yang-yang datang menjemput kami.
Awalnya kukira Yang-yang datang naik mobilnya, tapi ternyata dia juga mengendarai motor, katanya beberapa tempat lebih enak didatangi dengan sepeda motor karena jalannya yang kecil dan berlika-liku serta naik turun. Jadilah aku bersiap-siap untuk berjemur sepanjang perjalanan hanya dengan mengenakan celana pendek hahahaha...
Awalnya kukira Yang-yang datang naik mobilnya, tapi ternyata dia juga mengendarai motor, katanya beberapa tempat lebih enak didatangi dengan sepeda motor karena jalannya yang kecil dan berlika-liku serta naik turun. Jadilah aku bersiap-siap untuk berjemur sepanjang perjalanan hanya dengan mengenakan celana pendek hahahaha...
Perhentian pertama adalah di warung bakso dekat hotel hehehehe.... Yang-yang ini orangnya royal sekali dan kebetulan doyan makan, jadi kamilah yang kecipratan rejekinya kalau pergi bareng. Aku sendiri bukan penggemar bakso, jadi hanya makan beberapa buah bakso goreng beserta kuahnya. Setelah kenyang, baru kami memulai "petualangan" kami. Tujuan selanjutnya adalah ke air terjun Sri Gethuk, yang jaraknya 44 KM dari hotel.
Bisa dibayangkan betapa panasnya berkendara di bawah terik matahari jam 12 siang, apalagi ternyata Yang-yang juga belum pernah ke tempat yang akan kami tuju ini, jadi masih harus tetap mengandalkan Google Map supaya tidak nyasar ^_^
Sewaktu di jalan, kami melewati sungai yang indah di bawah jembatan, jadi kami putar balik dan mencari jalan masuk untuk menuju ke tepi sungainya. Ternyata viewnya di sini bagus lho, dan karena airnya cukup tenang, pohon-pohon di sekitarnya memantul seperti di cermin saja. Tempat ini sepertinya juga dijadikan arena permainan tubing, hanya saja saat itu tidak tampak ada aktivitas apa pun. Yang-yang sendiri sibuk mencoba drone miliknya dan mengambil video dan foto dengan mainannya ini.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan, dan sesampai di lokasi parkiran Air Terjun Sri Gethuk tampak sudah cukup banyak sepeda motor dan mobil yang terparkir di sana. Lalu kami berjalan menuruni anak tangga, dan sampai di tepian sungai yang ada perahunya. Ternyata untuk ke air terjun harus berjalan kaki lagi beberapa ratus meter melewati hutan-hutan, atau naik rakit bermotor dengan membayar IDR 10K per orang. Aku jelas memilih jalan kaki, bukan karena gratisnya, tapi aku butuh dan suka menikmati suasana hutannya, ingin melihat view di dalam hutan. Tapi Yang-yang bersikeras naik perahu saja, dan langsung membelikan kami tiket. Walah... nggak jadi olahraga nih... tapi sewaktu naik perahu ini ternyata viewnya bagus juga. Hanya beberapa ratus meter jaraknya, namun melewati sungai yang di sisinya bebatuan tampak sangat indah.
Sesampai di air terjun, ternyata ramai sekali pengunjungnya, dan 99% merupakan wisatawan domestik, hanya ada 2 western couple di sana. Dan kalau kuperhatikan, sepertinya tidak ada satu pun pengunjung yang mau berjalan kaki menyusuri hutan untuk sampai ke tempat ini mereka lebih memilih membayar asal tidak usah repot berjalan kaki. Seperti biasa, kebanyakan wisatawan ini sibuk foto dan selfie sampai tidak peduli pada keadaan sekitar. Bahkan ada rombongan anak muda yang tampaknya mahasiswa/i yang berisik dan super heboh semenjak turun dari rakit. Bergaya bak artis, tidak peduli sama sekali pada orang lain. Aku sedang mengarahkan lensa kameraku ke satu titik, dan satu pemuda ini, dengan cueknya langsung nyelonong berdiri di depanku, menghalangi pandangan dan lensaku, dan sibuk mengatur-atur kamera DSLR beserta monopodnya. Wew... sungguh kasihan dia, tidak punya orang tua yang bisa mengajarkan adat istiadat dan sopan santun. Aku hanya bisa mengelus dada dan menarik nafas panjang melihat kelakuannya. Males banget mau ngomong sama orang-orang model begitu :(
Kami berada di area air terjun mungkin hanya sekitar 30 menit, karena terlalu ramai buat kami. Susah untuk mengambil foto tanpa ada orang-orang yang tampak di dalamnya. View air terjunnya sendiri OK lah walaupun tidak sampai wow, tapi kerumunan orang di sana yang membuat tidak nyaman. Aku sama sekali tidak bisa menikmati suasana di sana. Karena itu kami kembali lagi naik rakit bermotor (biaya 10 ribu rupiah tadi untuk perjalanan bolak-balik), lalu Yang-yang masih membeli tempe mendoan di warung yang ada di dekat pintu masuk, karenanya kami menunggu dulu.
Sewaktu di jalan, kami melewati sungai yang indah di bawah jembatan, jadi kami putar balik dan mencari jalan masuk untuk menuju ke tepi sungainya. Ternyata viewnya di sini bagus lho, dan karena airnya cukup tenang, pohon-pohon di sekitarnya memantul seperti di cermin saja. Tempat ini sepertinya juga dijadikan arena permainan tubing, hanya saja saat itu tidak tampak ada aktivitas apa pun. Yang-yang sendiri sibuk mencoba drone miliknya dan mengambil video dan foto dengan mainannya ini.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan, dan sesampai di lokasi parkiran Air Terjun Sri Gethuk tampak sudah cukup banyak sepeda motor dan mobil yang terparkir di sana. Lalu kami berjalan menuruni anak tangga, dan sampai di tepian sungai yang ada perahunya. Ternyata untuk ke air terjun harus berjalan kaki lagi beberapa ratus meter melewati hutan-hutan, atau naik rakit bermotor dengan membayar IDR 10K per orang. Aku jelas memilih jalan kaki, bukan karena gratisnya, tapi aku butuh dan suka menikmati suasana hutannya, ingin melihat view di dalam hutan. Tapi Yang-yang bersikeras naik perahu saja, dan langsung membelikan kami tiket. Walah... nggak jadi olahraga nih... tapi sewaktu naik perahu ini ternyata viewnya bagus juga. Hanya beberapa ratus meter jaraknya, namun melewati sungai yang di sisinya bebatuan tampak sangat indah.
Sesampai di air terjun, ternyata ramai sekali pengunjungnya, dan 99% merupakan wisatawan domestik, hanya ada 2 western couple di sana. Dan kalau kuperhatikan, sepertinya tidak ada satu pun pengunjung yang mau berjalan kaki menyusuri hutan untuk sampai ke tempat ini mereka lebih memilih membayar asal tidak usah repot berjalan kaki. Seperti biasa, kebanyakan wisatawan ini sibuk foto dan selfie sampai tidak peduli pada keadaan sekitar. Bahkan ada rombongan anak muda yang tampaknya mahasiswa/i yang berisik dan super heboh semenjak turun dari rakit. Bergaya bak artis, tidak peduli sama sekali pada orang lain. Aku sedang mengarahkan lensa kameraku ke satu titik, dan satu pemuda ini, dengan cueknya langsung nyelonong berdiri di depanku, menghalangi pandangan dan lensaku, dan sibuk mengatur-atur kamera DSLR beserta monopodnya. Wew... sungguh kasihan dia, tidak punya orang tua yang bisa mengajarkan adat istiadat dan sopan santun. Aku hanya bisa mengelus dada dan menarik nafas panjang melihat kelakuannya. Males banget mau ngomong sama orang-orang model begitu :(
Kami berada di area air terjun mungkin hanya sekitar 30 menit, karena terlalu ramai buat kami. Susah untuk mengambil foto tanpa ada orang-orang yang tampak di dalamnya. View air terjunnya sendiri OK lah walaupun tidak sampai wow, tapi kerumunan orang di sana yang membuat tidak nyaman. Aku sama sekali tidak bisa menikmati suasana di sana. Karena itu kami kembali lagi naik rakit bermotor (biaya 10 ribu rupiah tadi untuk perjalanan bolak-balik), lalu Yang-yang masih membeli tempe mendoan di warung yang ada di dekat pintu masuk, karenanya kami menunggu dulu.
Jam 15.15, kami meninggalkan lokasi air terjun Sri Gethuk untuk menuju ke pantai Ngeden. Jaraknya kurang lebih 30 KM dari air terjun Sri Gethuk. Wah, sudah terbayang betapa akan melelahkannya perjalanan ini, ditambah jarak pulang dari pantai tersebut ke hotel yang sekitar 55 KM hahahaha.... Edan tenan!
Untuk menuju ke Pantai Ngeden, medan yang ditempuh rata-rata hanya berupa jalan kecil, banyak berkelak-kelok, dan sering naik turun. Daerah Gunung Kidul ini cenderung tandus, walaupun banyak pohon di kanan kiri jalan, namun tetap terkesan kering. Kami sempat mampir juga di Alfamart yang kami temui di jalan untuk membeli perbekalan air minum, karena memang luar biasa panas cuaca siang menjelang sore itu. Beberapa kilometer terakhir menuju pantai Ngeden, jalannya cukup parah, seperti jalan setapak dan lumayan tidak rata, jadi bumpy riding deh. Asli sampai sakit semua nih pantat :v
Kami sampai di pantai Ngeden ini sekitar jam 16 sore, namun matahari masih bersinar terik. Oya, menurut petunjuk arah mendekati pantai, namanya adalah Pantai Ngedan, namun di Google Map tertera Pantai Ngeden.
Setelah memarkirkan sepeda motor, kami berjalan menuju ke tebing-tebing di atas pantai. Pantainya memang sangat indah, dan tempat ini jelas tidak touristy, karena tidak ada orang lain selain kami bertiga di sana. Benar-benar masih merupakan tempat yang alami.
Ada beberapa view pantai yang bisa dilihat di sana, asalkan kita mau berjalan kaki dan menyusuri tepian tebing, yang menurutku sebetulnya agak menyeramkan, karena tidak ada pagar pengaman atau apa pun. Selain itu banyak jalur yang harus ditempuh melewati semak dan ranting berduri, jadi dengan celana pendek dan kaos tanpa lenganku, lumayan banyak juga goresan-goresan yang kuperoleh. Masih untung aku memilih pakai sepatu, kalau pakai sandal pasti lebih parah lagi deh... Tapi seru juga sih.... hehehehe... Ada juga semacam bukit berbatu-batu kapur yang harus didaki untuk menuju ke sisi lain pantai.
Setelah memarkirkan sepeda motor, kami berjalan menuju ke tebing-tebing di atas pantai. Pantainya memang sangat indah, dan tempat ini jelas tidak touristy, karena tidak ada orang lain selain kami bertiga di sana. Benar-benar masih merupakan tempat yang alami.
Ada beberapa view pantai yang bisa dilihat di sana, asalkan kita mau berjalan kaki dan menyusuri tepian tebing, yang menurutku sebetulnya agak menyeramkan, karena tidak ada pagar pengaman atau apa pun. Selain itu banyak jalur yang harus ditempuh melewati semak dan ranting berduri, jadi dengan celana pendek dan kaos tanpa lenganku, lumayan banyak juga goresan-goresan yang kuperoleh. Masih untung aku memilih pakai sepatu, kalau pakai sandal pasti lebih parah lagi deh... Tapi seru juga sih.... hehehehe... Ada juga semacam bukit berbatu-batu kapur yang harus didaki untuk menuju ke sisi lain pantai.
Sebetulnya memang ada beberapa pantai di sepanjang pesisir tebing ini yang bisa dilihat, namun kami hanya menjelajah sebisanya sesuai dengan waktu yang kami miliki, karena ingin melihat sunset di gazebo di pantai pertama. Pantai-pantai yang kulihat ini betul-betul indah sekali, namun sekaligus agak seram, karena melihatnya dari atas tebing. Ada pula batu-batu karang yang berlubang di tengahnya. Ombaknya pun besar dan terdengar berdebum saat menabrak batu-batu karang. Terbayang kalau sampai terpeleset dan jatuh ke bawah... hiiii.... Ngeri-ngeri sedaplah ^_^
Jam 17 sore, kami menantikan sunset di gazebo di salah satu puncak tebing. Walaupun tidak melihat sunset sampai benar-benar tenggelam karena ada awan-awan kelabu yang menutupi, namun saat-saat sebelumnya pun sangat indah. Mataharinya tampak bulat penuh dan berwarna sangat oranye, membuat langit sekelilingnya menjadi kemerahan. Selain kami saat itu juga ada sepasang pemuda-pemudi yang berpose-pose juga dengan sunsetnya, tapi mereka tidak sampai berisik atau norak.
Setelah matahari tak tampak lagi dan menghilang di balik awan, kami pun berjalan kembali ke tempat parkir, dan beranjak pergi dari tempat yang luar biasa indahnya ini.
Perjalanan yang serasa tiada berujung pun dimulai. Jalanan yang kecil, berliku-liku dan naik turun, tanpa ada sedikit pun lampu jalan, ditambah lampu sepeda motor kami yang remang-remang, membuat kami tidak bisa terlalu cepat berkendara. Dan oleh karenanya, rasanya tiada berakhir. Mana udara mulai dingin dan perutku sudah lapar pula hahahaha...
Baru jam 19 malam kami sampai di Imogiri, di mana Yang-yang mengajak kami makan sate klatak Pak Pong. Rumah makannya ramai sekali, untungnya masih ada beberapa meja yang kosong. Sudah banyak meja yang dipesan juga rupanya. Waktu kami memesan makanan, pelayannya mengatakan waktu tunggunya sekitar 45 menit. Waduh! Lama bangeeet... sudah keroncongan berat nih... Tapi karena tidak bisa berbuat apa-apa, kami hanya bisa menunggu sambil mengobrol dan mengamati "fenomena" orang-orang di sekitar kami. Tidak lama setelah kami datang, ada rombongan yang datang, mungkin lebih dari 20 orang, dan mereka ramai sekali suaranya. Ada juga sebuah keluarga di meja sebelah kami yang makanannya sudah diantar, tapi sampai hampir 10 menit belum mulai dimakan juga. Ternyata si bapak dan ibu sibuk memotret makanan dan langsung menguploadnya ke medsos. Aku juga hobi sih memotret makanan, tapi nggak sampailah kalau 10 menit, mungkin hanya butuh 1 menit kurang. Setelah mereka selesai makan pun, tampak si ibu menyisakan separuh dari nasi putihnya. Aku miris banget lho, kalau melihat makanan disia-siakan. Mestinya sebelum dimakan disisihkan dulu, setidaknya bisa dihabiskan oleh si bapak atau putra mereka yang ABG, karena porsi nasinya cuma sedikit kok :(
Tidak diduga, ternyata makanan yang kami pesan datang dalam waktu 25 menit saja! Wah senang sekali akhirnya bisa makan. Kami dipesankan sate kambing dan kicik, masakan seperti tongseng kambing tapi cenderung kering dan agak mirip rica-rica. Satu porsi sate isinya hanya 2 tusuk, namun ukurannya jumbo banget. Tusuk satenya bukan dari bambu seperti biasanya, tapi menggunakan ruji sepeda motor. Unik banget ya ^_^
Maafkan foto-fotonya yang buruk rupa ya, karena kekurangan cahaya saat memotret. Baik sate maupun kicik, keduanya sangat enak rasanya. Daging kambingnya sangat empuk dan juicy. Bumbunya pun oke lah. Kami makan lahap sekali, sampai nambah nasi putih hehehehe.... Kalau harganya aku bener-bener nggak tahu nih, karena Yang-yang yang membayar semuanya, dan saat pertama memilih dari menu, tidak ada daftar harganya. Yang pasti kalau menurutku sih mahal hehehehe...
Selesai makan, perut kenyang, semangat pun timbul kembali, dan kami melanjutkan sisa perjalanan yang tinggal 16 KM. Kami berdua berpisah dengan Yang-yang setelah jalan layang Mataram, dan menempuh jalan masing-masing.
Kami berdua sempat mampir membeli buah-buahan untuk sarapan esoknya, baru kembali ke hotel.
Wah... rasanya lega sekali begitu menginjakkan kaki di hotel. Pinggang dan pantat sudah kaku semua dan pegal-pegal. Sampai di kamar, kami pun langsung mandi, dan begitu menyentuh kasur yang empuk, mataku tiba-tiba terasa berat, sehingga tidak lama kemudian aku pun tertidur.
Hari Jumat ini memang sangat melelahkan, namun sangat menyenangkan pula. Berpetualang selama 9 jam, yang sebagian besar dihabiskan di atas sepeda motor, membuat kulitku jadi makin hitam saja hahahaha.... tapi seru sekali, dan yang pasti nggak nyesel deh... ^_^
Wah... rasanya lega sekali begitu menginjakkan kaki di hotel. Pinggang dan pantat sudah kaku semua dan pegal-pegal. Sampai di kamar, kami pun langsung mandi, dan begitu menyentuh kasur yang empuk, mataku tiba-tiba terasa berat, sehingga tidak lama kemudian aku pun tertidur.
Hari Jumat ini memang sangat melelahkan, namun sangat menyenangkan pula. Berpetualang selama 9 jam, yang sebagian besar dihabiskan di atas sepeda motor, membuat kulitku jadi makin hitam saja hahahaha.... tapi seru sekali, dan yang pasti nggak nyesel deh... ^_^
No comments:
Post a Comment