Minggu, 2 Oktober 2016
Hari ini kami akan menuju ke Invercargill. Sebelumnya kami sama sekali belum pernah mengunjungi kota ini, hanya mendengar cerita-ceritanya saja dari agen putriku. Karena itu sebetulnya bisa dibilang nekat juga putriku mau kuliah di sana ya hehehehe...
Aku terbangun sekitar jam 6 pagi, dan beraktivitas pagi seperti biasanya. Menjelang jam 7 pagi, aku sudah bersibuk ria di dapur umum dan mempersiapkan sarapan untuk suami dan putriku. Biasanya orang-orang cenderung bangun agak siang, karenanya kalau aku ke dapur atau ke toilet tiap pagi, belum ada orang lain, jadi serasa milik pribadi deh. Dan kalau masih sepi begini, bisa lebih bebas memotret keadaan fasilitas umumnya. Kalau banyak orang kan malu, masa dapur saja difoto-foto hehehehe.... Kalau buatku pribadi, dokumentasi ini kadang penting untuk mengingatkanku pada apa yang kualami atau bagaimana tempatnya saat mengalami, soalnya aku ini orangnya pelupa banget. Dengan adanya dokumentasi kan bisa diingatkan lagi, bahkan lengkap dengan waktunya ^_^
Selesai aku mandi, sekitar jam 7.30 pagi, barulah suami dan putriku bangun. Sementara mereka sarapan dan mandi, aku jalan-jalan di area holiday park yang luas ini. Banyak campervan terparkir, namun sedikit manusia yang tampak.
Sekitar jam 8.45 pagi, barulah kami berangkat menuju ke Invercargill, yang jaraknya sekitar 230 KM dari Cromwell lewat SH8. Keluar dari pusat kota Cromwell, Clutha River yang airnya tampak berwarna hijau mengalir di sisi kanan jalan, menemani perjalanan kami sampai ke Clyde, tempat Clyde Dam yang aku ceritakan kemarin berada. Kami tidak berhenti, karena saat itu belum tahu tempat apa gerangan yang kami lewati tersebut, padahal sebetulnya ada lookoutnya lho...
Pemandangan perbukitan sangat indah di kanan, kiri, dan depan kami (mungkin belakang juga, tapi capek kalau nengok ke belakang terus). Puncak pegunungan bersalju tampak anggun menjulang tinggi. Awalnya jalan yang dilewati banyak menurun, lalu kemudian lebih banyak naik, dan awan putih mulai tampak di kejauhan. Semakin lama, kami semakin mendekati arah awan tersebut berada, sampai akhirnya pada suatu titik, kami berada di dalam awan lho! Sebetulnya entah awan atau kabut, tapi kalau kabut biasanya tidak setebal dan seputih ini. Rasanya luar biasa sekali, kami sampai berhenti dan foto-foto dulu bersama awan atau kabut ini hehehehe.... norak ya....
Kemudian lanjut lagi sampai di Raes Junction, kami berbelok ke kanan, memasuki SH90 yang mengarah ke Tapanui. Pemandangan didominasi perbukitan hijau dan jalanan yang tidak terlalu naik turun, sampai akhirnya kami sampai di kota Gore jam 11.45 siang. Karena sudah mulai lapar, kami pun mulai mencari-cari penjual makanan. Gore ini kotanya tidak terlalu sepi dan kecil, karenanya kami ingin cari fish n' chips.
Sebetulnya sepanjang jalan utama yang dilewati ini, ada Mac Donalds, KFC, Subway, bahkan Pizza Hut, tapi kami memang tidak terlalu doyan makan fast food yang branded semacam itu, dan sampai kelihatannya akan keluar dari pusat kota, akhirnya kami berputar balik dan melihat ke kanan kiri dengan lebih teliti. Akhirnya nemu juga sebuah Asian Takeaway, jadi kami berhenti dan memesan makanan di sini.
Suami dan putriku memesan masing-masing seporsi fish n' chips seharga @$4.6, sedangkan aku memesan steak burger seharga $4.4. Seperti biasa, kami lebih suka makanannya dibungkus, lalu mencari tempat makan yang lebih nyaman. Apalagi kebetulan di tempat ini memang tidak ada meja kursi untuk makan, jadi khusus takeaway saja (biasanya biarpun papan namanya takeaway, tapi disediakan tempat kecil untuk makan di sana). Nah, putar-putar lagi deh... kali ini yang dicari taman, kalau di Google Map cari yang areanya hijau-hijau hihihihi....
Lewat beberapa area hijau, ternyata ada yang di dalam area sekolah, ada yang cuma lapangan olahraga, akhirnya nemu tempat kecil yang berada di ujung jalan perumahan penduduk. Tamannya juga lebih cocok dibilang taman bermain anak-anak sih, tapi nggak apa-apa deh, yang penting ada bangku untuk duduk-duduk. Malah akhirnya kami makan sambil mainan juga hahahaha.... Di depan rumah-rumah penduduk di sekitar situ juga banyak pepohonan yang tidak ada daunnya tapi berbunga banyaaaaak sekali, dan warnanya pink. Mungkin pohon buah-buahan ya, karena aku masih belum begitu paham soal pepohonan dan bagaimana wujud mereka di tiap musim yang berbeda.
Bisa ditebak, kalau masing-masing makan seporsi untuk sendiri, ujung-ujungnya pasti kekenyangan deh.... hehehehe... Maka dengan perut yang sangat penuh, sekitar jam 12.30 siang, kami melanjutkan perjalanan dan kali ini nonstop langsung sampai Invercargill, melewati Mataura dan Edendale.
Kami memasuki kota Invercargill dari arah timur, langsung di jalan raya utamanya, SH1 atau Tay Street, sedangkan kampus Southern Institute of Technology (SIT) ada di SH1 juga, jadi kami pikir akan mampir sekejap untuk melihat bakal kampus putriku dari luar. Sesampai di SIT, kami berhenti lalu aku memotret bangunannya beberapa kali, Dari situ, kami menuju ke rumah Charles, agen pendidikan putriku, di daerah Strathern.
Kami mencari Charles, namun rupanya dia justru sedang berada di Indonesia untuk tugas, dan baru akan kembali besok. Istrinya, Debby, juga masih bekerja dan baru pulang sekitar jam 5 sore. Kami disambut dengan baik oleh Bayu dan Christy, teman serumah Charles dan Debby. Selain itu juga ada Tante Lily, mamanya Debby, dan Thiery, putra kecil Charles dan Debby. Kami ditemani oleh Bayu dan Christy, dan banyak mengobrol ini dan itu, seputar kehidupan di NZ pada umumnya, dan di Invercargill khususnya.
Sebelum kami datang, Charles sudah menjanjikan bahwa kami boleh menginap di rumahnya selama kami tinggal di Invers (nama pendek kota ini, sebutan orang-orang setempat), jadi saat Bayu menunjukkan kamar yang akan kami tempati, kami pun menurunkan semua bawaan kami dari mobil. Namun aku dan suamiku merasa bahwa Tante tampak kurang senang, cenderung ketus dan tidak membalas jika disapa. Akhirnya kami tahu bahwa kamar yang akan kami tempati ini adalah kamar Tante Lily, dan dengan kami menginap di sana, beliau akan harus berdesakan dengan Charles dan Debby di kamar lainnya.
Maka sambil duduk di dalam kamar, bukannya beristirahat, aku mala stress mencari alternatif tempat tinggal lain. Lewat booking.com, semua kamar dan motel harganya di atas 1 juta untuk 3 orang. Lewat AirBnB, aku menemukan kamar untuk 3 orang dengan harga sekitar 600 ribuan per malamnya. Sudah kuhitung-hitung, memang mahal sekali untuk 11 hari menginap, tapi karena tidak ada lagi yang lebih murah, aku pun menghubungi si empunya rumah, bermaksud untuk booking, tapi menanyakan dulu apakah bisa selama 11 hari tersebut. Tunggu punya tunggu, waktu berlalu, dan tidak ada balasan sama sekali.
Sampai lewat jam 5 sore, dan Debby pun pulang dari bekerja. Kami mengobrol, dan aku mengutarakan niatku untuk mencari kamar atau flat buat kami bertiga. Menurut Debby, kebanyakan orang-orang maunya menyewakan long term atau jangka panjang, biasanya tidak mau kalau hanya 1-2 minggu saja. Tapi lalu dia teringat bahwa teman kerjanya sedang mencari house mate. Debby tidak punya nomor HP-nya, tapi tahu rumahnya, karena kadang dia mengantar temannya itu pulang dari kerja.
Maka kami pun gambling, dan diantar oleh Debby ke rumah temannya di Pomona Street, yang jaraknya hanya 1 KM saja dari rumah Debby. Kebetulan temannya itu ada di rumah, namanya Arina (baca: Erina). Dia adalah gadis Rusia yang sedang menempuh pendidikan di SIT sekaligus bekerja part time bersama Debby. Badannya tinggi besar, cantik dengan rambut coklat dipotong pendek. Dari matanya, kelihatannya orangnya baik dan ramah.
Aku bilang pada Arina bahwa kami butuh tempat tinggal sementara, tapi jika cocok, mungkin putriku nantinya akan tinggal untuk jangka waktu lebih lama. Kami ternyata beruntung sekali, karena Arina mengijinkan kami tinggal di rumah yang disewanya ini. Biayanya $70 pw (per week). Maka kami segera kembali lagi bersama Debby ke rumahnya untuk mengangkuti semua koper dan backpack kami, lalu kembali ke rumah yang ditempati Arina. Debby malah memberikan bantal, 2 selimut tipis dan duvet untuk kami pakai. Bahkan kemudian malamnya pun dia juga memberikan meja belajar yang katanya sudah tidak dipakai lagi di rumahnya untuk mengisi kamar kami, dan diantar dengan mobilnya sendiri dengan bantuan dari Bayu. Baik sekali ya.... ^_^
Saat kami kembali ke rumah di Pomona Street dan sedang menurunkan koper, dari seberang jalan ada seorang kakek yang berteriak-teriak seperti orang marah-marah. Aku jadi agak takut tapi kubiarkan saja. Kakek tersebut kemudian menyeberang jalan dan mendatangi kami. Aku jadi kuatir kalau kakek ini tidak suka pada kami dan mau memarahi kami, tapi aku berusaha tenang. Beliau bertanya siapa kami, dan kujawab, putriku akan kuliah di SIT dan mungkin akan tinggal di rumah ini. Eh, si kakek tersenyum dengan ramahnya dan berkata bahwa beliau tinggal di seberang, kalau kami butuh bantuan apa pun, kami tinggal cari beliau saja. Ternyata aku salah sangka sebelumnya hehehehe.... Kakek ini adalah orang yang bertugas memotong rumput di rumah ini, dan maksudnya adalah untuk memberikan salam dan menyambut dengan baik kedatangan kami. Setelah itu beliau berpamitan dan kembali ke rumahnya di seberang jalan.
Beliau ini tipe orang Kiwi asli yang kalau bicara tidak jelas, seperti berkumur-kumur, jadi ada beberapa kata yang beliau katakan yang kami tidak paham, tapi manthuk-manthuk aja deh dan jawab yeah yeah seolah-olah ngerti hahahaha....
Rumah, kamar, apartemen, atau flat di New Zealand (dan banyak berlaku di negara-negara western lainnya), rata-rata disewakan dengan membayar mingguan. Kadang dengan jaminan uang sewa 2 atau 4 minggu (untuk sewa jangka panjang), kadang jaminannya hanya 1 minggu (untuk sewa jangka pendek). Dan lagi-lagi kami beruntung, karena Arina tidak meminta jaminan sama sekali. Sistemnya pun per kamar, jadi bukan per orang.
Selain uang sewa kamar, nantinya akan ada biaya listrik juga, yang biasanya dibagi rata pembayarannya. Kadang di kota lain ada juga yang harus membayar biaya air atau gas, tergantung pemakaian, dan dibagi sama rata. Kebetulan di rumah ini baik kompor maupun pemanas air untuk mandi menggunakan listrik semua, dan tidak ada biaya air (memang gratis dari pemerintah daerah).
Di rumah yang disewa Arina ini, kamar tidurnya ada 3 buah, dengan 1 kamar mandi + toilet, 1 ruang santai, dan 1 dapur yang menyambung dengan ruang makan (tapi nggak ada meja makannya sih, cuma sebuah sofa, kursi dan satu kursi yang sandarannya rusak hehehehe...).
Jadi, Arina sebagai tenant menyewa satu rumah utuh, dan kemudian dia akan mencari teman untuk mengisi 2 kamar lainnya. Sebelum ini kedua kamar tersebut terisi, namun keduanya baru saja pindah, karenanya akan sangat berat jika Arina harus membayar biaya satu rumah seorang diri.
Untuk kamarnya sendiri, harga $70 tanpa perabotan apa pun, hanya ada closet/lemari pakaian yang menempel di dinding. Ada sebuah kasur ukuran queen bed, tapi milik penyewa sebelumnya. Jadi, kalau kami mau, kami boleh membelinya seharga $50, yang akhirnya kami beli.
Kami mendapatkan kamar yang lebih belakang, persis di sebelah depan dapur. Kamar yang satu lagi, kata Arina sudah ada yang mau menyewa, tapi baru beberapa hari lagi masuk. Tidak apalah, kami merasa sudah bersyukur sekali bisa mendapatkan kamar dengan harga murah untuk bertiga. Bahkan Arina mengatakan, sementara penyewa kamar yang satunya belum masuk, kami boleh pakai kedua kamar yang ada sekaligus. Tapi kami merasa cukup dengan satu kamar saja, karena kamarnya cukup luas juga kok. Barang-barang kami bertiga muat di dalam kamar tanpa harus bersesak-sesak.
Maka malam itu pun kami membayar dengan uang tunai sebesar $120 kepada Eldar, teman Arina dari Rusia juga, yang berperan mewakilii sang pemilik rumah. Pemiliknya sendiri tinggalnya justru di Auckland. Eldar datang tidak lama setelah Arina menelepon untuk memberi tahu bahwa kami akan mengisi kamar tersebut. Jadi beres sudah pembayaran!
Setelah Eldar pulang, kami memberesi barang-barang kami dan mulai berbenah lagi, sekalian memasang sprei di kasur. Aku mengatakan kepada putriku, kalau memang nantinya cocok, dia bisa seterusnya tinggal di rumah itu, jadi tidak perlu repot lagi mencari flat.
Selesai membereskan barang, kami pun pergi untuk berbelanja di PakN'Save. Kali ini belanjanya agak banyak, karena kami sudah tidak perlu pindah-pindah tempat menginap lagi selama sisa waktu di Invers ini. Mulai dari beras, daging ayam, hati sapi, bacon, mie kering, susu, keju, heavy cream, telur, mentega, roti, wortel, kubis, lemon, oyster sauce, sampai chips dan toilet paper. Banyak banget ya... total senilai $68.94. Harga groceries di Invers menurutku juga cukup murah lho... apalagi kalau dibandingkan dengan Wanaka atau Queenstown, bedanya cukup banyak, makanya agak gelap mata waktu belanja, belinya yang ukuran besar-besar hahahaha... Untuk bumbu-bumbu lain seperti garam, lada, gula, saus sambal, kecap, sudah bawa dari Indonesia.
Selesai membereskan barang, kami pun pergi untuk berbelanja di PakN'Save. Kali ini belanjanya agak banyak, karena kami sudah tidak perlu pindah-pindah tempat menginap lagi selama sisa waktu di Invers ini. Mulai dari beras, daging ayam, hati sapi, bacon, mie kering, susu, keju, heavy cream, telur, mentega, roti, wortel, kubis, lemon, oyster sauce, sampai chips dan toilet paper. Banyak banget ya... total senilai $68.94. Harga groceries di Invers menurutku juga cukup murah lho... apalagi kalau dibandingkan dengan Wanaka atau Queenstown, bedanya cukup banyak, makanya agak gelap mata waktu belanja, belinya yang ukuran besar-besar hahahaha... Untuk bumbu-bumbu lain seperti garam, lada, gula, saus sambal, kecap, sudah bawa dari Indonesia.
Malam itu aku masak mie goreng sambil kami mengobrol dengan Arina, yang ternyata memang ramah dan suka ngobrol. Lalu kami makan malam, Arina juga aku beri mie gorengnya, karena dia belum masak makan malam. Katanya enak tapi agak pedas hahahaha.... Padahal aku cuma memberi sedikit saus sambal lho, soalnya suami dan putriku juga nggak suka pedas. Ternyata lidahnya Arina lebih peka lagi terhadap makanan pedas. Menyenangkan sekali mengobrol dengannya, bisa bercanda dan tertawa-tawa bersama. Sepertinya dia juga suka kepada kami lho hehehehe...
Ketika kami mulai lelah, kami mandi air hangat di rumah yang bersih dan nyaman ini. Setelah mandi dan mulai mengantuk, kami pun berpamitan kepada Arina untuk tidur, sementara dia masih harus mengerjakan tugas kuliah dulu katanya. Kami pun bisa tidur dengan cukup nyaman walaupun masih kedinginan hehehehe... Walaupun hanya ada satu bantal, aku masih bisa tidur beralaskan jaket, sedangkan suamiku menggunakan selimut yang kami bawa dari Indonesia (selimut ala rumah sakit hahaha) untuk mengalasi kepalanya ^_^
Ketika kami mulai lelah, kami mandi air hangat di rumah yang bersih dan nyaman ini. Setelah mandi dan mulai mengantuk, kami pun berpamitan kepada Arina untuk tidur, sementara dia masih harus mengerjakan tugas kuliah dulu katanya. Kami pun bisa tidur dengan cukup nyaman walaupun masih kedinginan hehehehe... Walaupun hanya ada satu bantal, aku masih bisa tidur beralaskan jaket, sedangkan suamiku menggunakan selimut yang kami bawa dari Indonesia (selimut ala rumah sakit hahaha) untuk mengalasi kepalanya ^_^
Hari ini merupakan satu lagi pengalaman luar biasa bagiku. Saat kami sudah lelah dan putus asa untuk mendapatkan tempat bermalam yang terjangkau, kami diberi tempat yang melebihi harapan kami. Rumah yang bersih dan cukup lega dengan halaman yang luas, lengkap dengan garasi, ditambah house mate yang baik dan menyenangkan. Plus, harganya murah pulak! Hehehehe...
Sewaktu masih ada rencana menyekolahkan putriku di Auckland, aku juga sudah survey harga flat di sana, dan rata-rata harganya di atas $200 kalau mau share room (sekamar atau sekasur dengan orang lain), kalau sekamar sendirian rata-rata $300 atau lebih per minggunya. Belum termasuk listrik ya... makanya aku bersyukur banget bisa mendapatkan tempat seperti ini di hari pertama sampai di Invers.
Sewaktu masih ada rencana menyekolahkan putriku di Auckland, aku juga sudah survey harga flat di sana, dan rata-rata harganya di atas $200 kalau mau share room (sekamar atau sekasur dengan orang lain), kalau sekamar sendirian rata-rata $300 atau lebih per minggunya. Belum termasuk listrik ya... makanya aku bersyukur banget bisa mendapatkan tempat seperti ini di hari pertama sampai di Invers.
Aku percaya, pertolongan Tuhan datang tanpa kita sangka, dan tidak pernah terlambat. Bayangkan kalau kami jadi menyewa kamar sebelumnya di AirBnB, selisih pengeluaran kami bisa lebih dari 5 juta rupiah lho...
Soal AirBnB ini, pemilik kamar yang tadinya hendak kami sewa ini baru membalas larut malam setelah kami tidur, dan keesokan harinya saat aku membalas bahwa kami sudah mendapatkan tempat lain, orangnya menanggapi dengan baik dan ramah sekali, sehingga selesailah sudah permasalahan ini ^_^
Sekarang percaya kan, kalau mujizat itu nyata? Hihihihi...
To be continued........
No comments:
Post a Comment