Selasa, 11 Oktober 2016
Rute ini kami ambil karena harga tiket dari Wellington saat itu yang termurah. Kalau tidak salah harga tiketnya sekitar $190, dan setelah plus inflight voucher dan bagasi 40kg, totalnya menjadi $499 (tepatnya Rp. 4.579.901,- saat itu) untuk berdua.
Pagi hari, rasanya sudah berat sekali menyiapkan sarapan terakhir buat putriku ini. Suamiku juga sudah selesai berkemas dan mandi. Kami berpamitan dulu kepada Arina sebelum dia berangkat ke kampus, berterima kasih kepadanya yang sudah baik sekali kepada kami selama berada di sini.
Selesai putriku bersiap-siap, kami foto bersama dulu beberapa kali, lalu berangkat untuk mengantarnya ke kampus. Kami hanya bisa memberikan pesan-pesan terakhir di menit-menit terakhir di dalam mobil ini.
Perasaanku berkecamuk dalam hati dan sulit diungkapkan dengan kata-kata... Kami berdua mengantarnya turun di depan kampus. Aku hanya bisa memaksakan diri tersenyum dan menghiburnya, saat melihat malaikat kecilku menangis sembari memeluk kami di luar gedung kampus. Kami masih sempat melihat untuk terakhir kalinya saat dia berjalan masuk ke dalam gedung , dan begitu mobil kami beranjak pergi, tumpahlah air mataku :(((
Aku tahu ini semua demi kebaikannya, demi masa depannya, namun tetap saja terasa sesak di dada...
Pagi hari, rasanya sudah berat sekali menyiapkan sarapan terakhir buat putriku ini. Suamiku juga sudah selesai berkemas dan mandi. Kami berpamitan dulu kepada Arina sebelum dia berangkat ke kampus, berterima kasih kepadanya yang sudah baik sekali kepada kami selama berada di sini.
Selesai putriku bersiap-siap, kami foto bersama dulu beberapa kali, lalu berangkat untuk mengantarnya ke kampus. Kami hanya bisa memberikan pesan-pesan terakhir di menit-menit terakhir di dalam mobil ini.
Perasaanku berkecamuk dalam hati dan sulit diungkapkan dengan kata-kata... Kami berdua mengantarnya turun di depan kampus. Aku hanya bisa memaksakan diri tersenyum dan menghiburnya, saat melihat malaikat kecilku menangis sembari memeluk kami di luar gedung kampus. Kami masih sempat melihat untuk terakhir kalinya saat dia berjalan masuk ke dalam gedung , dan begitu mobil kami beranjak pergi, tumpahlah air mataku :(((
Aku tahu ini semua demi kebaikannya, demi masa depannya, namun tetap saja terasa sesak di dada...
Having you was always and will always be the most beautiful thing that ever happened to me, my dear sweet angel Agatha Sherly Kurniawan.... You're an angel sent from heaven to change my whole life.
Be strong, keep healthy, and always be happy... I love you so much! Bye for now, love... hope we'll meet again soon!
Kami langsung menuju ke bandara, dan memarkirkan mobil di lapangan parkir milik Thrifty. Setelah itu kami menyeret koper kami sambil menggendong backpack kami masing-masing. Di dalam area bandara sudah disediakan drop box untuk kunci mobil yang akan dikembalikan, jadi kami masukkan ke dalamnya, lalu check-in untuk penerbangan kami.
Oya soal pengembalian mobil ini, aku baru tahu sebulan kemudian di tagihan credit card, bahwa ada pengembalian dana sebesar $18 dari Thrifty, rental mobilnya. Entah untuk apa juga, tapi yang pasti disyukuri saja sih dapat rejeki hehehehe...
Check-in untuk penerbangan domestik di sini pada umumnya sudah self check-in, kita tinggal memasukkan kode booking atau memindai kode booking pada mesin yang sudah disediakan. Setelah boarding pass dicetak, bagasi biasanya ditimbang. Maksimal yang diperbolehkan untuk Air NZ adalah 23kg, Kebetulan koper kami semuanya di bawah 20kg, karena belum beli oleh-oleh hehehehe...
Karena masih lama menunggu waktu keberangkatan, kami lebih banyak duduk-duduk di ruang tunggu. Waktu kami datang, kebetulan bandara dalam keadaan agak sepi, setelah itu jadi ramai. Lalu agak sepi lagi, begitu seterusnya. Biasanya ramai kalau habis ada pesawat yang baru datang atau menjelang ada pesawat yang mau berangkat saja. Bandara Invercargill memang tidak terlalu besar, maklumlah hanya melayani rute domestik ke sedikit kota.
Namun demikian, bandaranya tampak modern, bersih, dan tertata rapi. Toilet yang disediakan pun banyak dan bersih sekali, mungkin karena jarang yang pakai ya...
Kami sempat membeli secangkir flat white seharga $4.5 dan sepotong Lemon Shortbread seharga $2.7 di Southern Lights Cafe, satu-satunya cafe yang ada di sini. Kami duduk-duduk dan kadang berjalan-jalan di sekitar untuk menghabiskan waktu yang terasa lama berlalu.
Sekitar jam 11 siang, Charles datang ke bandara. Dia memang berjanji akan datang untuk mengucapkan salam perpisahan kepada kami, sekalian menitipkan barang untuk koleganya di Indonesia. Setelah kami mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan, Charles pun buru-buru berpamitan, karena parkir di bandara hanya bisa maksimal 15 menit saja (setelah itu harus bayar di counter elektronik otomatis).
Setelah Charles pulang, kami sudah harus boarding ke dalam pesawat Air NZ yang sudah terparkir di luar bandara. Pesawat berangkat tepat waktu, dan sampai di bandara Wellington hampir 2 jam kemudian. Dan karena tadi aku sudah membawa bekal, kami makan siang bekal yang kami bawa di dalam pesawat.
Sepanjang perjalanan, pemandangan tampak indah dilihat dari atas. Jajaran pegunungan silih berganti, bahkan Mount Cook pun terlihat jelas, dengan hamparan-hamparan salju di puncaknya. Setelah itu menyeberangi lautan, dan mulai tampak kota Wellington di kejauhan.
Setelah mendarat dan keluar dari pesawat, kami pun bergegas keluar dan mengambil bagasi kami. Bandara Wellington ini suasananya menyenangkan, tidak penuh sesak dengan manusia, padahal bandara ini merupakan bandara dengan urutan ketiga tersibuk se-New Zealand lho... Sayang tanganku sibuk menyeret koper yang cukup berat, sehingga tidak terlalu banyak yang kufoto. Yang pasti, kami sempat berfoto dengan patung burung elang dengan Gandalf yang sedang menaikinya hehehehe...
Untuk bermalam di Wellington, kami sudah booking kamar jauh-jauh hari lewat Air BnB. Waktu itu aku mencari yang paling dekat dengan bandara, supaya murah transportasinya dari dan ke bandara. Waktu itu harga termurah yang aku dapatkan adalah US$48/malam untuk 2 orang, dan lokasinya memang relatif dekat (kalau jalan kaki ternyata tetap jauh).
Keluar dari bandara, aku segera mencari driver Uber. Saat itu sudah menjelang jam 2 siang, dan ada seorang driver Uber yang menerima orderku. Drivernya meneleponku, lalu berkata bahwa Uber tidak diijinkan masuk ke dalam bandara kalau menjemput penumpang. Kalau mengantar baru boleh. Karenanya sang driver meminta supaya kami berjalan kaki dulu keluar dari bandara, dan dia akan menunggu di sana. Dia juga menyebutkan jenis dan warna mobilnya.
Maka kami pun berjalan kaki sambil kebingungan arah juga, karena bandaranya ada level-levelnya. Sempat bertanya arah keluar pada petugas, lalu kami disuruh naik lift dan jalan kaki lagi. Kali ini sepertinya kami sudah mengarah keluar bandara. Dari kejauhan aku sudah mencari-cari sang driver Uber yang katanya akan menunggu kami. Dan dari jarak jauh ternyata dia juga sudah melambai-lambaikan tangannya, tahu bahwa kami yang memesan jasanya.
Kami pun segera menghampiri dan masuk ke dalam mobil Toyota Prius kuningnya. Walaupun cuma sekitar 10 menit berjalan, tapi ternyata lumayan berkeringat juga kalau sambil membawa koper dan backpack yang berat. Driver Uber kali ini bernama Christophe, dan orangnya baik sekali. Sepanjang perjalanan yang hanya beberapa menit ini, kami mengobrol. Kami diantarkannya sampai persis di depan rumah yang kami tuju di Taiaroa Street, bahkan dia juga membantu menurunkan bagasi kami yang berat-berat. Untuk layananannya ini, kami membayar $6.68 via credit card.
Kami pun mengetuk pintu rumah, dan dibukakan oleh seorang pria muda berwajah India. Dia menyambut kami dengan baik, dan membantu mengangkatkan koper kami. Kamar yang diperuntukkan bagi kami ada di lantai atas, karenanya baik sekali dia mau membawakan koperku yang berat itu hehehehe...
Kami diberi tahu letak kamar mandi, colokan listrik, air minum, dan sebagainya. Kamar mandinya memang shared (letaknya persis di luar kamar), tapi karena tidak ada tamu lain hari itu, jadinya ya kami berdua saja yang pakai. Rumah induk ada di lantai satu, tapi kalau keluar atau masuk kami tidak perlu melewati bagian rumah induk tersebut, karena yang kami gunakan adalah semacam pintu samping.
Aku tidak banyak memotret kamarnya, karena kuanggap sama saja dengan foto-foto yang ada di AirBnB. Tembok kamarnya berwarna biru dengan king size bed di dalamnya. Electric blanket tampak terpasang di kasurnya, karenanya pasti akan bisa tidur dengan hangat malam ini. Ada beberapa lemari yang banyak lacinya, tapi tidak kami gunakan juga, karena hanya menginap semalam. Ada meja kecil di sudut ruangan yang di atasnya diletakkan teko isi air minum. Ada kursi juga di sudut yang lain di dekat jendela. Dari jendela kamar ini, kita bisa melihat langsung selat tempat lewatnya feri yang berlayar dari dan ke South Island. Lingkungan tempat tinggalnya juga sepertinya tidak ramai, tidak terlalu banyak kendaraan yang lewat. Bahkan persis di depan rumah ada bus stop, jadi kalau mau naik bus bisa menunggu di sana.
Kamar mandinya juga nyaman dan bersih sekali. Kalau mau merokok di luar, di dekat kamar mandi ada pintu yang mengarah ke luar, seperti beranda di lantai atas. Menyenangkan sekali sih rumahnya ^_^
Kami hanya membereskan barang-barang sebentar, lalu cuci muka, dan jam 3 sore sudah bersiap untuk pergi lagi. Kami mau pergi ke PakN'Save untuk membeli cokelat buat oleh-oleh. Nah, ceritanya kami sempat bertanya kepada sang pemuda berwajah India tadi, kalau mau ke PakN'Save naik apa ya, dan dia menjawab bisa naik bus, tapi busnya adanya jam 3 sore di bus stop yang harus berjalan dulu 5 menitan. Dan pada saat kami sampai di bus stop yang dimaksud, rupanya kami melewatkan bus yang dimaksud, jadi berniat untuk jalan kaki saja, toh tidak terlalu jauh, hanya sekitar 3 KM dari situ. Kalaupun kejauhan masih bisa naik Uber, pikirku.
Nah, baru saja berjalan beberapa puluh meter, ada sebuah mobil yang berhenti dan menghampiri kami yang sedang berjalan di trotoar. Tentu saja aku dan suamiku agak kaget. Yang mengemudi adalah seorang laki-laki berusia 50-an, dan di sebelahnya sepertinya istrinya. Mereka berdua berwajah India juga.
Mereka bertanya, kamu mau ke mana? Lalu kujawab, mau ke PakN'Save. Nah, anehnya, mereka berdua ini malah menawarkan tumpangan. Jujur saja mereka ngomongnya kurang jelas, tapi aku paham mereka mau mengantar kami sampai di PakN'Save, katanya kalau menunggu bus berikutnya masih terlalu lama.
Hmmmmm..... antara percaya nggak percaya, akhirnya kami naik ke mobil tersebut. Well, nothing to lose lah, kalau diculik ya nasib.... tapi sempat mikir juga, baik banget ni orang mau nganterin.... hehehehe...
Sepanjang perjalanan, mereka berdua banyak mengoceh, mengajak kami ngobrol. Menanyakan asal kami, ngapain di Wellington, yah pertanyaan-pertanyaan basic gitu sih. Mereka sendiri menjelaskan aslinya dari Pakistan. Dan karena ngomongnya nggak jelas itu, aku banyak yang nggak paham, yang pasti ada ngomongin sesuatu tentang pekerjaan si bapak, terus ngomongin seatbeltnya jangan lupa dipasang, kalau kena tangkap polisi, yang nggak pakai seatbelt yang harus bayar sendiri dendanya sejumlah $50. Sisanya bener-bener aku nggak paham deh, apalagi suamiku hahahaha.... Tapi kami masih bisa ketawa-ketiwi nggak jelas gitu lho, pura-pura paham wkwkwkwk
Terus si ibu sempat ngomong, eh besok aku masakin sarapan ya kalau sempat... Kayaknya sih ngomong begituuuu.... aku bingung-bingung sendiri deh jadinya.
Nah, ternyata kami benar-benar diantar sampai masuk ke parkiran PakN'Save lho... kemudian keduanya langsung cao, pergi lagi entah ke mana hehehehe...
Sembari bersyukur ada yang nganter gratisan, sembari mikir-mikir juga, siapa sih mereka berdua ini? Tiba-tiba jeng jeng jeng... terbersit ide, jangan-jangan mereka yang punya rumah tempat kami menginap malam ini???
OMG betapa bodohnya aku hahahaha...
Dan sampai detik ini, aku benar-benar tidak tahu, apakah betul mereka ini pemilik rumah tempat kami menginap, karena besoknya kami sudah check-out subuh banget, jadi nggak sempat ketemu lagi sama kedua orang ini. Aku mendapat ide ini juga karena pernah membaca review orang yang nginap di rumah ini, katanya Mano (perempuan, pemilik rumah) orangnya baik sekali, kalau dia sempat, biasanya dia akan memasakkan sarapan khas negerinya buatmu. Nah tuh... kayaknya bener yang punya rumah ya... makanya mereka mungkin kasihan setelah tahu kami mau ke PakN'Save (mungkin si pemuda tadi putranya, dan dia yang memberi tahu), dan bela-belain keluar nganterin sampai tujuan.
Kalau begitu memang beneran baik ya.... Dan walaupun aku tidak benar-benar yakin mereka berdua ini si empunya rumah, aku menuliskan review bahwa yang punya rumah baik banget mengantarkan kami pergi ke PakN'Save hehehehe...
Di PakN'Save, kami belanja seperlunya, tidak segila waktu tahun sebelumnya. Walaupun seperlunya, tapi ternyata banyak juga. Cokelat batangannya saja ada 23 pak, masing-masing 180-200 gram beratnya. Masih ditambah madu, blue cheese (ini gara-gara makan blue cheese bareng Terry waktu di Fernhill jadi pingin beli bawa pulang deh), almond, Doritos, kopi instan sachet, dan masih ada beberapa snack yang belinya bulky (nimbang sendiri). Ditambah gold kiwi 3 kg mumpung murah (harganya $2.99/kg). Semuanya itu ditotal $149.16. Lumayanlah dibanding tahun lalu yang hampir dua kali lipat habisnya.
Dengan membawa ransel dan tas kain sendiri, semua belanjaan ini kami masukkan ke dalam tas sendiri, supaya membawanya juga lebih mudah. Bayangkan saja, beratnya kalau dihitung-hitung sekitar 13kg lho, mungkin malah lebih deh...
Kami keluar dari PakN'Save sekitar jam 4.30 sore, dan mau jalan-jalan dulu di sekitar sana, memaksimalkan waktu selagi bisa, soalnya kami juga belum pernah menginjakkan kaki di Wellington sebelum ini.
Sedari kami sampai di Wellington ini, cuacanya mendung terus, dan saat berada di luar rumah inilah kami baru menyadari betapa kencangnya angin di kota ini. Dahsyat bener pokoknya! Suamiku saja sampai tampak kedinginan biarpun sudah mengenakan sweater plus hoodienya. Sebetulnya kasihan juga, tapi kalau nggak jalan-jalan sekarang, entah kapan lagi kami bisa menginjakkan kaki di Wellington.
Jadilah kami berkeliaran menyusuri jalan-jalan di sekitar situ yang tampak banyak tokonya atau agak ramai. Aku buka Google Map hanya sesekali supaya arahnya nggak makin jauh saja, jadi ya dikira-kira saja jalannya, dan nggak memperhatikan juga nama jalannya hehehehe....
Sewaktu lewat di sebuah dairy shop, kami mampir dan membeli satu cone es krim Tip-Top berisi 2 scoop es krim, harganya $2.8. Dingin sih dingin, tapi kalau makan es krim jalan terus lah... Kami makan es krim berdua sambil duduk di sebuah bangku di pinggir jalan, sekalian istirahat sebentar.
Kemudian kami berjalan lagi, dan melihat sebuah resto takeaways, jadi kami masuk dan memesan 2 porsi chicken n chips untuk dibawa pulang. Harga per porsinya $5.
Setelah itu akhirnya kami memutuskan untuk pulang, karena anginnya makin kencang dan udara makin dingin. Rencananya sebetulnya mau pulang jalan kaki saja, tapi entah bagaimana si Google Map ini, kok ketemunya jalan buntu di dekat bandara, bahkan jalan kaki pun nggak bisa lewat. Tampak beberapa kali pesawat lewat dekat sekali di sini. Daripada melihat suamiku nanti bersungut-sungut atau kelelahan, akhirnya aku memesan Uber lagi deh. Ada driver yang langsung menerima order kami, tapi entah kenapa, beberapa menit kemudian malah dia cancel. Aku order lagi, yang menerima ternyata orang yang sama lagi. Kali ini orangnya langsung telepon dan menanyakan posisi kami. Ternyata sebelumnya dia bingung menentukan lokasi kami ada di mana, katanya dicari nggak ketemu. Ya itulah membingungkannya jalan ini. Akhirnya si driver berhasil menemukan lokasi kami, dan kami dijemputnya. Nama drivernya Harry, dengan mobilnya Toyota Prius. Orangnya ternyata menyenangkan dan suka ngobrol juga. Dia berkata bahwa angin di Wellington memang seperti ini setiap hari, katanya normal-normal saja. Kalau sedang kencang, bisa mencapai 60 KM/jam. Walah... mengerikan betul ya, masalahnya ini kan di daerah perkotaan.
Harry mengantar kami sampai ke rumah di Taiaroa Street, dan kami membayar $10 via credit card untuk jasanya ini.
Sesampai di rumah sudah menjelang jam 6 petang, kami masuk dan aku mulai mengatur ulang barang-barang bawaan kami untuk dimasukkan ke dalam bagasi besok. Kami mempunyai sebuah timbangan portable yang bentuknya sangat kecil dan sangat ringan, yang memang diperuntukkan bagi traveller yang butuh mengetahui berat bawaannya. Dulu kami membelinya di Ace Hardware seharga kurang dari 100 ribu rupiah, dan terbukti timbangan ini sangat bermanfaat buat kami, terutama kalau habis belanja yang berat-berat begini nih...
Nah waktu menimbang-nimbang bagasi kami, sepertinya bakal kelebihan banyak. Walaupun sudah diatur-atur, masih tetap overweight. Akhirnya suamiku menyuruhku untuk membeli bagasi tambahan secara online, daripada besok saat ditimbang malah kena denda yang lebih banyak. Aku membeli bagasi tambahan sebanyak 15kg seharga sekitar 650 ribu rupiah di Jetstar. Setelah itu akhirnya backpack yang kami bawa malah jadi terasa lebih ringan, karena semua yang berat-berat dipindahkan ke dalam koper.
Setelah selesai semua urusan bagasi, barulah aku bisa sedikit bernafas lega. Setelah itu kami masih bersantai di beranda yang di atas, sambil uji nyali melawan angin hahahaha.... Baru sekitar jam 8 malam kami makan chicken n chips yang tadi beli, dan ternyata memang porsinya besar, sampai tidak habis kami makan. Sisa chipsnya yang tidak termakan kusimpan lagi, siapa tahu besok pagi di bandara sudah lapar lagi hehehehe...
Kami tidur seawal mungkin setelah mandi air hangat, supaya nanti terbangun sudah tidak terkantuk-kantuk lagi, karena pesawat kami besok akan berangkat jam 6.45 pagi, jadi paling tidak jam 4 pagi kalau bisa sudah check-in.
I missed my daughter already... Nite nite dear, sleep tight and sweet dreams... ^_^
To be continued........
Be strong, keep healthy, and always be happy... I love you so much! Bye for now, love... hope we'll meet again soon!
Kami langsung menuju ke bandara, dan memarkirkan mobil di lapangan parkir milik Thrifty. Setelah itu kami menyeret koper kami sambil menggendong backpack kami masing-masing. Di dalam area bandara sudah disediakan drop box untuk kunci mobil yang akan dikembalikan, jadi kami masukkan ke dalamnya, lalu check-in untuk penerbangan kami.
Oya soal pengembalian mobil ini, aku baru tahu sebulan kemudian di tagihan credit card, bahwa ada pengembalian dana sebesar $18 dari Thrifty, rental mobilnya. Entah untuk apa juga, tapi yang pasti disyukuri saja sih dapat rejeki hehehehe...
Check-in untuk penerbangan domestik di sini pada umumnya sudah self check-in, kita tinggal memasukkan kode booking atau memindai kode booking pada mesin yang sudah disediakan. Setelah boarding pass dicetak, bagasi biasanya ditimbang. Maksimal yang diperbolehkan untuk Air NZ adalah 23kg, Kebetulan koper kami semuanya di bawah 20kg, karena belum beli oleh-oleh hehehehe...
Karena masih lama menunggu waktu keberangkatan, kami lebih banyak duduk-duduk di ruang tunggu. Waktu kami datang, kebetulan bandara dalam keadaan agak sepi, setelah itu jadi ramai. Lalu agak sepi lagi, begitu seterusnya. Biasanya ramai kalau habis ada pesawat yang baru datang atau menjelang ada pesawat yang mau berangkat saja. Bandara Invercargill memang tidak terlalu besar, maklumlah hanya melayani rute domestik ke sedikit kota.
Namun demikian, bandaranya tampak modern, bersih, dan tertata rapi. Toilet yang disediakan pun banyak dan bersih sekali, mungkin karena jarang yang pakai ya...
Kami sempat membeli secangkir flat white seharga $4.5 dan sepotong Lemon Shortbread seharga $2.7 di Southern Lights Cafe, satu-satunya cafe yang ada di sini. Kami duduk-duduk dan kadang berjalan-jalan di sekitar untuk menghabiskan waktu yang terasa lama berlalu.
Sekitar jam 11 siang, Charles datang ke bandara. Dia memang berjanji akan datang untuk mengucapkan salam perpisahan kepada kami, sekalian menitipkan barang untuk koleganya di Indonesia. Setelah kami mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan, Charles pun buru-buru berpamitan, karena parkir di bandara hanya bisa maksimal 15 menit saja (setelah itu harus bayar di counter elektronik otomatis).
Setelah Charles pulang, kami sudah harus boarding ke dalam pesawat Air NZ yang sudah terparkir di luar bandara. Pesawat berangkat tepat waktu, dan sampai di bandara Wellington hampir 2 jam kemudian. Dan karena tadi aku sudah membawa bekal, kami makan siang bekal yang kami bawa di dalam pesawat.
Sepanjang perjalanan, pemandangan tampak indah dilihat dari atas. Jajaran pegunungan silih berganti, bahkan Mount Cook pun terlihat jelas, dengan hamparan-hamparan salju di puncaknya. Setelah itu menyeberangi lautan, dan mulai tampak kota Wellington di kejauhan.
Setelah mendarat dan keluar dari pesawat, kami pun bergegas keluar dan mengambil bagasi kami. Bandara Wellington ini suasananya menyenangkan, tidak penuh sesak dengan manusia, padahal bandara ini merupakan bandara dengan urutan ketiga tersibuk se-New Zealand lho... Sayang tanganku sibuk menyeret koper yang cukup berat, sehingga tidak terlalu banyak yang kufoto. Yang pasti, kami sempat berfoto dengan patung burung elang dengan Gandalf yang sedang menaikinya hehehehe...
Untuk bermalam di Wellington, kami sudah booking kamar jauh-jauh hari lewat Air BnB. Waktu itu aku mencari yang paling dekat dengan bandara, supaya murah transportasinya dari dan ke bandara. Waktu itu harga termurah yang aku dapatkan adalah US$48/malam untuk 2 orang, dan lokasinya memang relatif dekat (kalau jalan kaki ternyata tetap jauh).
Keluar dari bandara, aku segera mencari driver Uber. Saat itu sudah menjelang jam 2 siang, dan ada seorang driver Uber yang menerima orderku. Drivernya meneleponku, lalu berkata bahwa Uber tidak diijinkan masuk ke dalam bandara kalau menjemput penumpang. Kalau mengantar baru boleh. Karenanya sang driver meminta supaya kami berjalan kaki dulu keluar dari bandara, dan dia akan menunggu di sana. Dia juga menyebutkan jenis dan warna mobilnya.
Maka kami pun berjalan kaki sambil kebingungan arah juga, karena bandaranya ada level-levelnya. Sempat bertanya arah keluar pada petugas, lalu kami disuruh naik lift dan jalan kaki lagi. Kali ini sepertinya kami sudah mengarah keluar bandara. Dari kejauhan aku sudah mencari-cari sang driver Uber yang katanya akan menunggu kami. Dan dari jarak jauh ternyata dia juga sudah melambai-lambaikan tangannya, tahu bahwa kami yang memesan jasanya.
Kami pun segera menghampiri dan masuk ke dalam mobil Toyota Prius kuningnya. Walaupun cuma sekitar 10 menit berjalan, tapi ternyata lumayan berkeringat juga kalau sambil membawa koper dan backpack yang berat. Driver Uber kali ini bernama Christophe, dan orangnya baik sekali. Sepanjang perjalanan yang hanya beberapa menit ini, kami mengobrol. Kami diantarkannya sampai persis di depan rumah yang kami tuju di Taiaroa Street, bahkan dia juga membantu menurunkan bagasi kami yang berat-berat. Untuk layananannya ini, kami membayar $6.68 via credit card.
Kami pun mengetuk pintu rumah, dan dibukakan oleh seorang pria muda berwajah India. Dia menyambut kami dengan baik, dan membantu mengangkatkan koper kami. Kamar yang diperuntukkan bagi kami ada di lantai atas, karenanya baik sekali dia mau membawakan koperku yang berat itu hehehehe...
Kami diberi tahu letak kamar mandi, colokan listrik, air minum, dan sebagainya. Kamar mandinya memang shared (letaknya persis di luar kamar), tapi karena tidak ada tamu lain hari itu, jadinya ya kami berdua saja yang pakai. Rumah induk ada di lantai satu, tapi kalau keluar atau masuk kami tidak perlu melewati bagian rumah induk tersebut, karena yang kami gunakan adalah semacam pintu samping.
Aku tidak banyak memotret kamarnya, karena kuanggap sama saja dengan foto-foto yang ada di AirBnB. Tembok kamarnya berwarna biru dengan king size bed di dalamnya. Electric blanket tampak terpasang di kasurnya, karenanya pasti akan bisa tidur dengan hangat malam ini. Ada beberapa lemari yang banyak lacinya, tapi tidak kami gunakan juga, karena hanya menginap semalam. Ada meja kecil di sudut ruangan yang di atasnya diletakkan teko isi air minum. Ada kursi juga di sudut yang lain di dekat jendela. Dari jendela kamar ini, kita bisa melihat langsung selat tempat lewatnya feri yang berlayar dari dan ke South Island. Lingkungan tempat tinggalnya juga sepertinya tidak ramai, tidak terlalu banyak kendaraan yang lewat. Bahkan persis di depan rumah ada bus stop, jadi kalau mau naik bus bisa menunggu di sana.
Kamar mandinya juga nyaman dan bersih sekali. Kalau mau merokok di luar, di dekat kamar mandi ada pintu yang mengarah ke luar, seperti beranda di lantai atas. Menyenangkan sekali sih rumahnya ^_^
Kami hanya membereskan barang-barang sebentar, lalu cuci muka, dan jam 3 sore sudah bersiap untuk pergi lagi. Kami mau pergi ke PakN'Save untuk membeli cokelat buat oleh-oleh. Nah, ceritanya kami sempat bertanya kepada sang pemuda berwajah India tadi, kalau mau ke PakN'Save naik apa ya, dan dia menjawab bisa naik bus, tapi busnya adanya jam 3 sore di bus stop yang harus berjalan dulu 5 menitan. Dan pada saat kami sampai di bus stop yang dimaksud, rupanya kami melewatkan bus yang dimaksud, jadi berniat untuk jalan kaki saja, toh tidak terlalu jauh, hanya sekitar 3 KM dari situ. Kalaupun kejauhan masih bisa naik Uber, pikirku.
Nah, baru saja berjalan beberapa puluh meter, ada sebuah mobil yang berhenti dan menghampiri kami yang sedang berjalan di trotoar. Tentu saja aku dan suamiku agak kaget. Yang mengemudi adalah seorang laki-laki berusia 50-an, dan di sebelahnya sepertinya istrinya. Mereka berdua berwajah India juga.
Mereka bertanya, kamu mau ke mana? Lalu kujawab, mau ke PakN'Save. Nah, anehnya, mereka berdua ini malah menawarkan tumpangan. Jujur saja mereka ngomongnya kurang jelas, tapi aku paham mereka mau mengantar kami sampai di PakN'Save, katanya kalau menunggu bus berikutnya masih terlalu lama.
Hmmmmm..... antara percaya nggak percaya, akhirnya kami naik ke mobil tersebut. Well, nothing to lose lah, kalau diculik ya nasib.... tapi sempat mikir juga, baik banget ni orang mau nganterin.... hehehehe...
Sepanjang perjalanan, mereka berdua banyak mengoceh, mengajak kami ngobrol. Menanyakan asal kami, ngapain di Wellington, yah pertanyaan-pertanyaan basic gitu sih. Mereka sendiri menjelaskan aslinya dari Pakistan. Dan karena ngomongnya nggak jelas itu, aku banyak yang nggak paham, yang pasti ada ngomongin sesuatu tentang pekerjaan si bapak, terus ngomongin seatbeltnya jangan lupa dipasang, kalau kena tangkap polisi, yang nggak pakai seatbelt yang harus bayar sendiri dendanya sejumlah $50. Sisanya bener-bener aku nggak paham deh, apalagi suamiku hahahaha.... Tapi kami masih bisa ketawa-ketiwi nggak jelas gitu lho, pura-pura paham wkwkwkwk
Terus si ibu sempat ngomong, eh besok aku masakin sarapan ya kalau sempat... Kayaknya sih ngomong begituuuu.... aku bingung-bingung sendiri deh jadinya.
Nah, ternyata kami benar-benar diantar sampai masuk ke parkiran PakN'Save lho... kemudian keduanya langsung cao, pergi lagi entah ke mana hehehehe...
Sembari bersyukur ada yang nganter gratisan, sembari mikir-mikir juga, siapa sih mereka berdua ini? Tiba-tiba jeng jeng jeng... terbersit ide, jangan-jangan mereka yang punya rumah tempat kami menginap malam ini???
OMG betapa bodohnya aku hahahaha...
Dan sampai detik ini, aku benar-benar tidak tahu, apakah betul mereka ini pemilik rumah tempat kami menginap, karena besoknya kami sudah check-out subuh banget, jadi nggak sempat ketemu lagi sama kedua orang ini. Aku mendapat ide ini juga karena pernah membaca review orang yang nginap di rumah ini, katanya Mano (perempuan, pemilik rumah) orangnya baik sekali, kalau dia sempat, biasanya dia akan memasakkan sarapan khas negerinya buatmu. Nah tuh... kayaknya bener yang punya rumah ya... makanya mereka mungkin kasihan setelah tahu kami mau ke PakN'Save (mungkin si pemuda tadi putranya, dan dia yang memberi tahu), dan bela-belain keluar nganterin sampai tujuan.
Kalau begitu memang beneran baik ya.... Dan walaupun aku tidak benar-benar yakin mereka berdua ini si empunya rumah, aku menuliskan review bahwa yang punya rumah baik banget mengantarkan kami pergi ke PakN'Save hehehehe...
Di PakN'Save, kami belanja seperlunya, tidak segila waktu tahun sebelumnya. Walaupun seperlunya, tapi ternyata banyak juga. Cokelat batangannya saja ada 23 pak, masing-masing 180-200 gram beratnya. Masih ditambah madu, blue cheese (ini gara-gara makan blue cheese bareng Terry waktu di Fernhill jadi pingin beli bawa pulang deh), almond, Doritos, kopi instan sachet, dan masih ada beberapa snack yang belinya bulky (nimbang sendiri). Ditambah gold kiwi 3 kg mumpung murah (harganya $2.99/kg). Semuanya itu ditotal $149.16. Lumayanlah dibanding tahun lalu yang hampir dua kali lipat habisnya.
Dengan membawa ransel dan tas kain sendiri, semua belanjaan ini kami masukkan ke dalam tas sendiri, supaya membawanya juga lebih mudah. Bayangkan saja, beratnya kalau dihitung-hitung sekitar 13kg lho, mungkin malah lebih deh...
Kami keluar dari PakN'Save sekitar jam 4.30 sore, dan mau jalan-jalan dulu di sekitar sana, memaksimalkan waktu selagi bisa, soalnya kami juga belum pernah menginjakkan kaki di Wellington sebelum ini.
Sedari kami sampai di Wellington ini, cuacanya mendung terus, dan saat berada di luar rumah inilah kami baru menyadari betapa kencangnya angin di kota ini. Dahsyat bener pokoknya! Suamiku saja sampai tampak kedinginan biarpun sudah mengenakan sweater plus hoodienya. Sebetulnya kasihan juga, tapi kalau nggak jalan-jalan sekarang, entah kapan lagi kami bisa menginjakkan kaki di Wellington.
Jadilah kami berkeliaran menyusuri jalan-jalan di sekitar situ yang tampak banyak tokonya atau agak ramai. Aku buka Google Map hanya sesekali supaya arahnya nggak makin jauh saja, jadi ya dikira-kira saja jalannya, dan nggak memperhatikan juga nama jalannya hehehehe....
Sewaktu lewat di sebuah dairy shop, kami mampir dan membeli satu cone es krim Tip-Top berisi 2 scoop es krim, harganya $2.8. Dingin sih dingin, tapi kalau makan es krim jalan terus lah... Kami makan es krim berdua sambil duduk di sebuah bangku di pinggir jalan, sekalian istirahat sebentar.
Kemudian kami berjalan lagi, dan melihat sebuah resto takeaways, jadi kami masuk dan memesan 2 porsi chicken n chips untuk dibawa pulang. Harga per porsinya $5.
Setelah itu akhirnya kami memutuskan untuk pulang, karena anginnya makin kencang dan udara makin dingin. Rencananya sebetulnya mau pulang jalan kaki saja, tapi entah bagaimana si Google Map ini, kok ketemunya jalan buntu di dekat bandara, bahkan jalan kaki pun nggak bisa lewat. Tampak beberapa kali pesawat lewat dekat sekali di sini. Daripada melihat suamiku nanti bersungut-sungut atau kelelahan, akhirnya aku memesan Uber lagi deh. Ada driver yang langsung menerima order kami, tapi entah kenapa, beberapa menit kemudian malah dia cancel. Aku order lagi, yang menerima ternyata orang yang sama lagi. Kali ini orangnya langsung telepon dan menanyakan posisi kami. Ternyata sebelumnya dia bingung menentukan lokasi kami ada di mana, katanya dicari nggak ketemu. Ya itulah membingungkannya jalan ini. Akhirnya si driver berhasil menemukan lokasi kami, dan kami dijemputnya. Nama drivernya Harry, dengan mobilnya Toyota Prius. Orangnya ternyata menyenangkan dan suka ngobrol juga. Dia berkata bahwa angin di Wellington memang seperti ini setiap hari, katanya normal-normal saja. Kalau sedang kencang, bisa mencapai 60 KM/jam. Walah... mengerikan betul ya, masalahnya ini kan di daerah perkotaan.
Harry mengantar kami sampai ke rumah di Taiaroa Street, dan kami membayar $10 via credit card untuk jasanya ini.
Sesampai di rumah sudah menjelang jam 6 petang, kami masuk dan aku mulai mengatur ulang barang-barang bawaan kami untuk dimasukkan ke dalam bagasi besok. Kami mempunyai sebuah timbangan portable yang bentuknya sangat kecil dan sangat ringan, yang memang diperuntukkan bagi traveller yang butuh mengetahui berat bawaannya. Dulu kami membelinya di Ace Hardware seharga kurang dari 100 ribu rupiah, dan terbukti timbangan ini sangat bermanfaat buat kami, terutama kalau habis belanja yang berat-berat begini nih...
Nah waktu menimbang-nimbang bagasi kami, sepertinya bakal kelebihan banyak. Walaupun sudah diatur-atur, masih tetap overweight. Akhirnya suamiku menyuruhku untuk membeli bagasi tambahan secara online, daripada besok saat ditimbang malah kena denda yang lebih banyak. Aku membeli bagasi tambahan sebanyak 15kg seharga sekitar 650 ribu rupiah di Jetstar. Setelah itu akhirnya backpack yang kami bawa malah jadi terasa lebih ringan, karena semua yang berat-berat dipindahkan ke dalam koper.
Setelah selesai semua urusan bagasi, barulah aku bisa sedikit bernafas lega. Setelah itu kami masih bersantai di beranda yang di atas, sambil uji nyali melawan angin hahahaha.... Baru sekitar jam 8 malam kami makan chicken n chips yang tadi beli, dan ternyata memang porsinya besar, sampai tidak habis kami makan. Sisa chipsnya yang tidak termakan kusimpan lagi, siapa tahu besok pagi di bandara sudah lapar lagi hehehehe...
Kami tidur seawal mungkin setelah mandi air hangat, supaya nanti terbangun sudah tidak terkantuk-kantuk lagi, karena pesawat kami besok akan berangkat jam 6.45 pagi, jadi paling tidak jam 4 pagi kalau bisa sudah check-in.
I missed my daughter already... Nite nite dear, sleep tight and sweet dreams... ^_^
To be continued........
No comments:
Post a Comment