17 Mei 2018
Hari ini kuawali dengan bangun jam 6 pagi, dan melakukan rutinitas pagi seperti biasa, lalu masak nasi. Suami baru bangun jam 7 pagi, dan sekitar jam 7.20 pagi kami sudah turun untuk sarapan. Kali ini aku minta telurnya dibuat mata sapi, tidak didadar seperti biasanya.
Entah mengapa, pagi ini staf yang menyiapkan sarapan agak lambat kerjanya, sehingga kami harus menunggu lebih lama dari biasanya.
Setelah sarapan dihidangkan, suami makan rotinya, dan 4 buah telur mata sapi (karena seorang mendapat jatah 2 telur) serta sisa rotinya kusimpan ke dalam kotak. Usai makan, aku langsung pergi ke pasar lagi untuk belanja. Sama seperti kemarin, hari ini aku membeli tauge (VND 5K), jagung manis (VND 8K), dan minced pork (VND 20K) di para penjual yang sama. Setelah itu aku membeli cabe (VND 5K) dan margarin (VND 6K) di sebuah toko kelontong untuk masak dan makan roti.
Kembali ke penginapan, saat hendak memindahkan nasi dari panci, ternyata nasinya belum matang benar, jadi kumasak lagi sampai agak lama baru matang. Setelah itu baru kumasak tauge, jagung dan dagingnya dengan margarin(maklum pancinya hanya satu, jadi harus gantian masaknya).
Baru jam 10 pagi kami sudah merasa agak lapar, jadi akhirnya kami makan siang lebih awal dari biasanya. Kami hanya makan sebagian dari nasi, tumisan serta telurnya, dan sisanya disimpan untuk makan lagi sore atau malam nanti. Sisa gas yang tinggal sedikit kutinggalkan di meja. Usai makan baru kami bergantian mandi.
Hari ini kami akan naik pesawat dari Hanoi menuju ke Ho Chi Minh City. Pesawat dijadwalkan berangkat dari bandara Noi Bai jam 3.15 sore, dan tiba di bandara Tan Son Nhat jam 5.25 sore. Tiket ini kami book via Traveloka sejak tanggal 12 April 2018, dengan harga Rp. 615.000/orang (yang termasuk lumayan murah), dan tambahan bagasi 15 kg seharga Rp. 97.297,- Karenanya setidaknya kami harus sudah tiba di bandara sekitar jam 1 siang agar tidak terlalu mepet waktunya, karena kami juga belum pernah masuk ke bandara di Hanoi ini, jadi belum tahu situasi serta ramai tidaknya.
Nah, sejak kemarin aku sudah mencari transportasi termurah untuk menuju ke bandara. Ada bus express 86 yang seringkali digunakan para turis untuk transportasi dari dan ke bandara. Bus 86 ini dikelola oleh Hanoi Transport Corporation Ltd, (Transerco) dan mulai ada sejak 30 April 2016. Rute Bus 86 dimulai di Hanoi Railway Station (stasiun kereta api Hanoi), mulai jam 5.05 pagi hingga jam 9.40 malam. Sedangkan kalau dari bandara menuju ke kota, dimulai jam 6.18 pagi hingga jam 10.58 malam. Frekuensinya tiap 25-30 menit sekali.
Kebetulan sekali lokasi stasiun kereta api Long Bien jaraknya hanya 750 meter dari penginapan (dekat dengan supermarket Hapro Food). Biayanya pun hanya VND 35K/orang untuk sampai ke bandara. Hanya saja, suami agak ragu-ragu karena membaca testimoni, di mana ada beberapa orang yang mengatakan bahwa stasiun kereta api di Hanoi ini sangat tidak aman, banyak copet dan kriminalitas.
Sebetulnya aku pribadi tidak terlalu ambil pusing, bukan karena tidak percaya atau kepedean, namun bawaan kami hanya satu backpack besar yang bisa dibilang tidak ada barang berharga di dalamnya, serta satu ransel kecil yang digantungkan di pundak depan. Untuk uang tunai, ATM, credit card dan kartu-kartu identitas sudah pasti ada di money belt yang tersembunyi di balik pakaian yang kami kenakan. Rencananya kami hanya akan bawa uang pas saja di kantong celana, jadi sesungguhnya bisa dibilang aman. Apalagi sepertinya penampilan kami tidak terlalu menyolok, jadi seharusnya aman-aman saja. Akhirnya suami setuju dan sesuai rencana, sekitar jam 11 siang kami akan mulai jalan ke stasiun, karena bus 86 tersebut ada setiap 25-30 menit sekali, jadi setidaknya kalau kami sampai ketinggalan yang pertama, setelat-telatnya 30 menit kemudian kami bisa naik bus berikutnya. Berikut ini jadwal keberangkatan Bus 86 dari stasiun kereta api Long Bien dan dari bandara Noi Bai.
Sebetulnya kami sudah siap check-out dari sekitar jam 11 siang, namun saat melihat suhu udara yang lebih dari 40 derajat Celcius, rasanya agak malas juga membayangkan berjalan kaki ke stasiun kereta. Aku mengecek dengan aplikasi Grab, dan kalau naik Grab ongkosnya kurang lebih VND 200K. Aku minta kepada suami untuk memilih antara naik bus atau Grab, dan tentu saja dia memilih Grab hahahaha.... Memang ongkosnya hampir tiga kali lipat, namun kami bisa check-out 1 jam lebih lambat, dan kalau naik Grab, suami mengatakan akan mengontak Manh Linh, driver Grab kami beberapa hari lalu, karena dengan demikian kami bisa membantu dia yang sudah begitu baik kepada kami.
Jadilah kami bersantai-santai saja di kamar, menunggu hingga jam 12 siang, baru kemudian kami check-out dan membayar sebesar 3 X VND 274K. Saat keluar dari penginapan, Manh Linh sudah menunggu dengan mobilnya. Dia sepakat dengan harga VND 200K untuk mengantar kami ke bandara Noi Bai, tanpa harus menggunakan aplikasi Grab.
Perjalanan ke bandara seharusnya makan waktu sekitar 45 menit, karena jaraknya memang jauh. Kalau naik bus diperkirakan sekitar 1 jam perjalanan karena masih harus berhenti di beberapa halte.
Sepanjang perjalanan, Manh Linh banyak mengobrol dengan kami. Awalnya dia bertanya apakah kami sudah makan siang atau belum, karena kalau belum makan siang dia ingin mengajak kami ke rumahnya dulu. Ternyata Manh Linh dan istrinya mempunyai usaha rumah makan pho. Wah andai belum makan siang kami pasti mau makan di tempatnya. π Dia juga bercerita bahwa harga tanah dan rumah di area perkotaan Hanoi amat-sangat mahal. Mungkin sama saja dengan kota-kota besar di Indonesia ya. Katanya, uangnya hasil bekerja selama beberapa tahun di Malaysia habis untuk membeli rumah, itu pun agak jauh lokasinya dari kota, karena kalau di kota sudah tidak terbeli. Manh Linh juga menceritakan gambaran pendapatan per bulan bagi pekerja di Hanoi dan kisaran pendapatannya per bulan dari membuka rumah makan. Anaknya yang bungsu masih bayi, karenanya masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit ke depannya.
Sebelum ini kami mendengar beberapa cerita bahwa orang Vietnam pada umumnya tidak suka kepada orang RRC, dan kami menanyakan hal tersebut kepada Manh Linh. Katanya, mungkin tergantung orangnya saja. Dia mempunya beberapa orang teman dari RRC dan semuanya baik. Namun memang diakui bahwa banyak orang dari RRC yang kalau berbicara suaranya keras, dan banyak di antara mereka yang jorok. Secara politis, mungkin saja hubungan kedua pemerintahan kurang harmonis, namun pada umumnya tidak ada rasa tidak suka kepada rakyat RRC secara keseluruhan.
Bekerja sebagai driver Grab, Manh Linh juga menceritakan beberapa suka-dukanya. Seperti misalnya mengantarkan kami ke bandara ini, kalau pulangnya dia dapat penumpang lagi, baru dia mendapatkan untung cukup banyak, sementara kalau tidak ada penumpang ya walaupun tidak sampai rugi tetapi untungnya hanya sedikit dan cukup makan waktu karena rumahnya yang jauh. Karenanya kami mengharapkan usai mengantar kami dia mendapatkan penumpang dari bandara. π
Sembari mengobrol, tidak terasa kami sudah sampai di bandara Noi Bai. Setelah membayar, kami turun dari mobil dan mengucapkan salam perpisahan kepada Manh Linh, lalu berjalan kaki menuju ke gerbang keberangkatan domestik di Terminal 1.
Bandara Internasional Noi Bai (IATA: HAN, ICAO: VVNB), bandara terbesar di Vietnam Utara, berada 45 KM jauhnya di utara pusat ibukota Hanoi. Terminal 2 Internasional baru dibuka pada akhir tahun 2014. Terminal baru ini menawarkan 96 counter check-in, 10 kios swalayan, 17 boarding gates dan 283 sistem tampilan informasi penerbangan. Penerbangan domestik beroperasi dari Terminal 1. Shuttle bus gratis juga tersedia untuk penumpang transit yang menghubungkan antara Terminal 2 Internasional dan Terminal 1 Domestik. Free shuttle ini beroperasi setiap hari dari jam 6 pagi hingga jam 1 pagi, dan berangkat setiap 10-15 menit.
Bandara Internasional Noi Bai menangani 27 juta penumpang di tahun 2018, dan karenanya menjadi bandara kedua tersibuk di Vietnam setelah Tan Son Nhat International Airport di Ho Chi Minh City. Sejumlah maskapai Vietnam dan internasional beroperasi dari Bandara Hanoi Noi Bai, termasuk Vietnam Airlines, Pacific Airlines, AirAsia, Cathay Pacific, Hong Kong Airlines, Thai Airways, Lao Airlines dan Tiger Airways. Selain itu bandara ini juga menjadi pusat bagi maskapai VietJet Air, Vietnam Airlines, Jetstar Pacific, Cambodia Angkor Air dan Bamboo Airways. Terminal bandara ini menyediakan berbagai layanan, perbelanjaan, tempat makan, penukaran mata uang, ATM dan pilihan transportasi.
Bandara Noi Bai dioperasikan oleh Northern Airport Authority (NAA), dan awalnya dibangun untuk kepentingan Angkatan Udara Vietnam. Setelah penyatuan kembali Vietnam pada tahun 1975, bandara Noi Bai menjadi bandara umum internasional sambil terus melayani tujuan militer. Keterangan lebih lanjut mengenai bandara ini bisa dibaca di sini atau di sini.
Beberapa fasilitas gratis yang ada di bandara Noi Bai:
- Free wifi
Akses internet bisa diperoleh di terminal T1 atau T2. Koneksi tidak terlalu cepat tetapi masih okelah. Menggunakan nama network "NoiBai Airport Free Wi-fi", kita tinggal masuk ke browser dan login. Isi form dan klik "Akses" untuk terhubung ke wifi.
- Air minum gratis
Terminal T1: Lounge keberangkatan di lantai dua, Hall A, B, E
Terminal T2: Sebelum security di lantai 3, dekat gerbang 21, 25, 32, 35
- Free charger
Di setiap terminal disediakan 10 charging area untuk 10 HP dan outlet untuk laptop.
- Terminal T2: Sebelum security (lantai 3): di sebelah counter informasi, dan di Departure Lounge (lantai 2), dekat gerbang 21, 22, 23, 28, 31, 32, 33, 34, 35.
- Terminal T1: Sebelum security (lantai 3): Hall A dan Hall B, dan di Departure Lounge (lantai 2), Hall A, B, E.
Masuk ke dalam Terminal 1, kami langsung menuju ke area check-in maskapai Jetstar, yang semuanya sudah self-check-in. Kami melakukan check-in mandiri, setelah itu baru ke counter untuk check-in bagasi kami. Oya, kami selalu membawa timbangan digital portable yang sangat kecil dan ringan, terutama untuk perjalanan yang melibatkan naik pesawat, jadi berat backpack atau bagasi bisa selalu terpantau agar tidak melebihi kapasitas yang diperbolehkan atau dipesan π
Usai check-in, kami masih jalan-jalan dan melihat-lihat sejenak di area sebelum security, dan baru sekitar jam 1 siang kami memasuki area security. Setelah lolos semua barang yang dibawa, kami masuk ke ruang tunggu yang cukup luas. Seperti biasa, aku suka berkeliling melihat toko-toko yang ada, melihat harga-harga barang (terutama makanan) yang dijual hahahaha... Di salah satu sudut ruangan ada smoking area, dan anehnya ada salah satu dari orang-orang yang sedang merokok di dalam ruangan ini, mengganjal pintu masuk dengan kopernya. Seharusnya kan tidak boleh, namun nyatanya tidak ada yang peduli dengan hal tersebut. π¨
Setelah berkeliling, aku menawarkan kepada suami kalau ingin makan sesuatu, dan kami sepakat untuk mencoba membeli pho di sebuah rumah makan Vietnam yang harganya masih masuk akal. Sewaktu kami tanya apakah bisa membayar dengan credit card, ternyata tidak bisa. Dan ternyata di beberapa tempat yang memasang logo VISA dan Master Card pun tidak menerima pembayaran dengan credit card. Wah aneh sekali ya, ini bandara internasional di ibukota (walaupun domestik), tapi tidak menerima pembayaran dengan credit card. π Sebetulnya kami masih memiliki uang tunai, namun sedianya akan digunakan untuk membeli oleh-oleh di Ho Chi Minh nanti, dan kalau bisa kami tidak mau menarik uang tunai lagi dari ATM, karenanya uang tunai yang tersisa harus digunakan dengan bijak.
Setelah itu kami lebih banyak duduk dan menunggu saja, hingga sekitar jam 2.30 siang kami menuju ke gerbang untuk boarding. Jam 2.35 siang, boarding menuju ke pesawat dimulai, dan kami mengikuti antrian bersama penumpang lain. Setelah meletakkan backpack di tempat bagasi kabin, kami duduk dan menunggu. Suami juga sempat membantu mengangkat dan meletakkan tas milik seorang nenek yang duduk sederet dengan kami.
Jam 3.15 siang, pesawat Jetstar Pacific yang kami naiki mulai bergerak perlahan, menyusuri landasan pesawat, hingga akhirnya jam 3.30 pesawat tinggal landas. Bye Hanoi... see you when I see you again! π
Nenek yang duduk bersama kami sepertinya orang Vietnam, dan tidak bisa bahasa Inggris sama sekali. Aku tidak tahu apakah beliau tidak pernah naik pesawat atau pernah tapi memang tidak tahu, beliau tidak mengerti cara menyalakan dan mematikan AC, bahkan tidak tahu cara membuka dan menutup tirai jendela pesawat. Karena udara terasa panas di dalam pesawat, aku membantunya menyalakan AC, dan sepertinya dia senang sekali terkena udara dingin. Ketika sinar matahari masuk lewat jendela dan tangannya kepanasan, aku juga yang menutupkan jendela untuknya. Kasihan juga melihat beliau terbang sendirian seperti ini dan tidak tahu apa-apa.
Kami mendarat di Tan Son Nhat International Airport, Ho Chi Minh City, jam 4.50 sore. Proses mendaratnya agak seram pula akibat angin yang kencang. Sang pilot sampai minta maaf lewat PA (pengeras suara) setelah pendaratan berhasil dilakukan dengan baik.
Setelah menunggu beberapa waktu, jam 5.10 sore para penumpang mulai turun dari pesawat, dan kemudian naik ke dalam bus yang disediakan untuk menuju ke gedung bandara karena lokasi pesawat kami agak jauh. Bisa dibilang kami setengah berebutan, terutama dengan penduduk lokal yang sering main serobot. Ada beberapa bangku yang semestinya untuk kaum perempuan atau manula, tapi nyatanya diisi oleh laki-laki yang sehat dan belum cukup tua untuk dikatakan manula. Selalu ada saja ya, orang-orang seperti itu, padahal di dalam pesawat juga sudah duduk terus. Kami berdua memilih berdiri agak berdesakan bersama sebagian besar penumpang lainnya.
Masuk ke bandara jam 5.20 sore, kami langsung menuju ke tempat pengambilan bagasi, dan kebetulan kali ini bagasi kami termasuk yang keluar pertama. Setelah semuanya beres, kami berdua berjalan keluar bandara, lalu membeli tiket untuk bus 109 dan menunggu. Suasana di luar bandara tampak ramai dengan taxi dan mobil-mobil penjemput. Kebanyakan penumpang lokal justru naik taxi, hanya beberapa saja yang memilih naik bus.
Begitu bus 109 berwarna kuning yang kami tunggu tiba, kami berlarian dan naik ke dalamnya. Penumpang di dalam bus ini tidak sampai penuh, jadi kami bisa duduk dengan nyaman. Kondektur bus menarik karcis dari para penumpang. Aku menyebutkan tujuan kami, yaitu perhentian terakhir bus ini, terminal bus Pham Ngu Lao.
Aku sudah pernah menceritakan sebelumnya bahwa bus 109 ini merupakan pilihan ternyaman dan termurah dari bandara menuju ke District 1 di Ho Chi Minh. Tarifnya hanya VND 12K untuk jarak di bawah 5 KM, dan VND 20K untuk jarak di atas 5 KM. Beroperasi dari jam 5.30 pagi hingga jam 1 pagi, bus berangkat setiap 15-20 menit.
Bagi yang ingin mengetahui rutenya:
Ke City Center: International Terminal – Domestic Terminal (Tan Son Nhat International Airport) – Truong Son – Tran Quoc Hoan – Hoang Van Thu – Nguyen Van Troi – Nam Ky Khoi Nghia – Ham Nghi – Le Lai – Ben Thanh Bus Station – Pham Ngu Lao – 23/9 Park.
Ke Bandara: 23/9 Park – Le Lai - Quach Thi Trang Roundabout - Pham Ngu Lao – Yersin – Tran Hung Dao – Ben Thanh Bus Station – Le Loi – Pasteur – Vo Thi Sau – Nam Ky Khoi Nghia – Nguyen Van Troi – Phan Dinh Giot – Truong Son – International Terminal
Kami tiba di terminal jam 6.45 petang, benar-benar tepat waktu, karena kalau mengambil rute dari awal sampai akhir seharusnya memang menempuh sekitar 45 menit. Kami langsung berjalan kaki menuju ke penginapan kami malam ini, Ace House.
Penginapan terakhir kami di Vietnam ini sudah kami pesan dari beberapa hari lalu melalui booking.com, dan pilihan kami jatuh pada Ace House karena termasuk salah satu private room yang termurah dan lokasinya berbeda dengan penginapan pertama kami di Ho Chi Minh walaupun sama-sama masih di District 1. Walaupun termasuk yang murah, tetap saja harganya VND 387K/malam, dan merupakan penginapan termahal kami selama di Vietnam. Tak mengapalah, karena kami berharap hari-hari terakhir di Vietnam kami bisa tidur dengan agak nyaman (mudah-mudahan) hehehehe...
Kami melewati beberapa pedagang kaki lima yang menjual makanan, rasanya sampai ngiler karena lapar. Kemudian sepertinya kami melewati pasar juga, namun semuanya sudah tutup di waktu ini. Awalnya cukup sulit mencari lokasi penginapan kami walaupun sudah memiliki alamat lengkap, karena ternyata masuk ke dalam sebuah gang kecil yang buntu. Dengan sedikit usaha, akhirnya kami bisa menemukannya. Jujur saja tadinya kami sudah agak ilfil dan pasrah melihat lokasinya yang masuk ke gang sempit dan buntu ini. Masuk ke dalam penginapan, kami harus melepas alas kaki, dan disambut oleh seorang gadis lokal, yang sepertinya adalah pemiliknya. Bahasa Inggrisnya bagus dan lancar walaupun logatnya kadang agak sulit dipahami. Orangnya juga ramah dan sangat informatif. Katanya kalau kami perlu apa pun, tinggal mencarinya saja dan dia akan membantu sebisanya. Kami membayar penginapan di muka agar tidak perlu meninggalkan paspor asli, hanya fotokopinya saja. Karena kami akan menginap 2 malam di sini, kami membayar sejumlah VND 774K. Setelah itu kami diberi kunci kamar kami yang terletak di lantai 2.
Memasuki kamar, aku agak tertegun sampai ter-wow-wow. Kamarnya luas (banget), ber-AC, dengan dua buah ranjang besar (yang masing-masing bisa untuk tidur 2 orang) lengkap dengan selimut dan handuk di atas kasurnya yang empuk. Di sudut dekat jendela masih ada sofa besar yang bisa untuk tidur, jadi kalau mau kamar ini bisa diisi 5 orang. Di sudut satunya terdapat sebuah lemari kayu yang besar dan modern berwarna putih bersih. Di sepanjang sisi satunya terdapat meja rias beserta cermin dan bangkunya, sementara di sebelahnya ada rak TV panjang dengan sebuah LED TV dan hair dryer di atasnya serta dua buah laci besar yang bisa untuk menyimpan barang-barang, dan di sebelahnya lagi ada sebuah kulkas kecil. Kamar mandinya cukup luas dengan desain yang modern dan mewah, bahkan ada shower room yang terbuat dari kaca. Dengan desain yang minimalis dan tampak mewah, semua fasilitas yang ada di kamar tampak bersih dan sangat terawat. Di balik korden tebal terdapat jendela yang besar sekali, di mana kita bisa langsung melihat ke arah luar saat terang. Walaupun tidak ada balkonnya, namun jendelanya bisa dibuka. Di atas rak TV bahkan ada beberapa "dos" dan "dont's" yang ramah lingkungan dan bermanfaat bagi turis yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Vietnam.
Jujur saja semua ini di luar ekspektasiku, karena tidak menyangka kamarnya akan semewah ini. Dibandingkan dengan harganya, tentu saja sangat sepadan, bahkan murah, karena masih mendapatkan fasilitas sarapan sederhana. π
Karena kami berdua sudah kelaparan, kami berdua makan malam dulu dengan bekal yang kami bawa, dan setelahnya baru kami berbenah dan mandi. Bahkan air showernya pun panas dan deras, serasa menginap di hotel mewah saja rasanya hihihihi...
Usai mandi, kami keluar untuk berjalan-jalan, karena area di sekitar sini masih baru buat kami. Kami bertanya kepada gadis pemilik penginapan tadi, tempat belanja yang lengkap dan agak murah. Si gadis memberi tahu kami arah menuju ke "tempat di mana biasanya orang lokal belanja", dan sepertinya kami cukup paham.
Suasana di daerah penginapan ini memang terasa lain dengan area tempat kami menginap dulu, di sini lebih ramai dan lebih menyenangkan untuk jalan kaki. Kami sempat masuk ke sebuah mini market yang agak besar, namanya Family Mart, dan menemukan kopi Highland bubuk dengan harga termurah sejauh ini, tapi mungkin besok baru kami akan belanja. Pada saat di itulah aku menyadari bahwa HP-ku tidak ada di sakuku. Sempat panik karena takut HP-ku jatuh entah di mana, aku berlarian kembali ke penginapan, dan begitu masuk ke dalam kamar terlihat HP-ku ada di atas kulkas. Duh, lega sekali rasanya hehehehe... Setelahnya aku kembali menyusul suami yang masih ada di minimarket. (Foto di bawah ini suami yang memotret karena melihat merk makanan yang kocak π)
Di samping Family Mart ada sebuah rumah makan dengan nama Bun Cha Obama, yang kami kira pernah dikunjungi oleh mantan presiden USA, Barrack Obama. Kami hanya melihat dari luar saja dan belum ada minat untuk makan di sana. Belakangan aku membaca review tempat ini, ternyata bukan rumah makan ini yang dikunjungi oleh Obama, melainkan cabang mereka di Hanoi. Beberapa orang bahkan mengatakan harganya luar biasa mahal dengan rasa yang biasa-biasa saja. Mereka hanya memanfaatkan nama Obama untuk mencari popularitas.
Setelah itu kami mencoba mencari supermarket yang dikatakan oleh pemilik penginapan tadi. Dari penginapan di Jalan Cong Quynh, jalan hingga ke simpang lima (yang lalu lintasnya ramai sekali saat itu), dan lurus saja (masih dengan nama jalan yang masih sama). Kami melihat ada supermarket yang menjual berbagai macam makanan, jadi kami masuk ke dalamnya untuk melihat-lihat dulu. Tempatnya agak sedikit kotor dan kurang terawat, dan sepertinya harga-harga di toko ini agak mahal walaupun memang banyak jenis snack lokal yang dijual. Karyawan yang berjaga pun terkesan kurang ramah dan tidak peduli kepada pembeli. Tidak heran toko ini tampak sepi pengunjung.
Karena belum merasa cocok, kami keluar dan melanjutkan berjalan. Di pertigaan yang agak besar menuju ke kanan, di kiri jalan suami melihat ada pintu masuk supermarket, dan kemungkinan besar supermarket inilah yang dimaksud oleh pemilik penginapan tadi. Namanya PNJ Co.opmart. Begitu kami masuk, barulah aku menyadari bahwa kami tiba di tempat yang tepat, karena supermarket ini sangat besar, mungkin setara Carrefour kalau di Indonesia atau PakN'Save kalau di NZ π.
Rencananya kami memang belum akan membeli apa-apa malam ini, karena masih akan melihat-lihat harga dulu. Kami mengelilingi semua deretan rak di bagian makanan dan minuman di dalamnya. Wah, rasanya jadi agak gelap mata hahahaha...
Berbagai macam bahan makanan segar, makanan beku, produk makanan kering maupun kalengan, bumbu masak, daging-dagingan, snack lokal maupun modern, lauk matang, hingga bermacam-macam kopi, teh, dan cokelat batangan, serasa melambai-lambai minta diambil πππ. Tapi sesuai tekad, kami belum akan belanja malam ini. Aku hanya memotret beberapa jenis barang supaya ingat harga-harganya. Yang membuat supermarket ini jadi lebih menarik lagi, pembayarannya bisa dengan credit card, jadi kami bisa memakai sedikit sisa uang tunai yang ada untuk keperluan lain.
Kami baru keluar dari Co.opmart sekitar jam 9 malam, dan setelah itu kami kembali ke Ace House. Sangat kontras dibandingkan saat berada di Du Gia atau Ha Giang, sepanjang jalan yang kami lalui penuh dengan toko-toko, rumah makan, cafe, dan hotel yang lampu-lampunya sangat meriah. Namun ada saja sudut-sudut gelap yang tampak, seperti saat kami melihat seorang ibu yang tertidur di atas semacam amben/ranjang anyaman bambu, sepertinya pemilik kios kaki lima yang menjual bunga hidup di sampingnya.
Sampai di penginapan, waktu sudah menunjukkan jam 9.15 malam, dan kami segera masuk ke kamar. Aku masih mengerjakan pembukuan terlebih dahulu, dan setelahnya kami baru tidur.
Hari ini kami hanya menempuh 7 KM berjalan kaki, namun sudah menempuh lebih dari 1.500 KM dengan pesawat. Hari yang cukup melelahkan (dan panas)... π
To be continued.......
Entah mengapa, pagi ini staf yang menyiapkan sarapan agak lambat kerjanya, sehingga kami harus menunggu lebih lama dari biasanya.
Setelah sarapan dihidangkan, suami makan rotinya, dan 4 buah telur mata sapi (karena seorang mendapat jatah 2 telur) serta sisa rotinya kusimpan ke dalam kotak. Usai makan, aku langsung pergi ke pasar lagi untuk belanja. Sama seperti kemarin, hari ini aku membeli tauge (VND 5K), jagung manis (VND 8K), dan minced pork (VND 20K) di para penjual yang sama. Setelah itu aku membeli cabe (VND 5K) dan margarin (VND 6K) di sebuah toko kelontong untuk masak dan makan roti.
Kembali ke penginapan, saat hendak memindahkan nasi dari panci, ternyata nasinya belum matang benar, jadi kumasak lagi sampai agak lama baru matang. Setelah itu baru kumasak tauge, jagung dan dagingnya dengan margarin(maklum pancinya hanya satu, jadi harus gantian masaknya).
Baru jam 10 pagi kami sudah merasa agak lapar, jadi akhirnya kami makan siang lebih awal dari biasanya. Kami hanya makan sebagian dari nasi, tumisan serta telurnya, dan sisanya disimpan untuk makan lagi sore atau malam nanti. Sisa gas yang tinggal sedikit kutinggalkan di meja. Usai makan baru kami bergantian mandi.
Hari ini kami akan naik pesawat dari Hanoi menuju ke Ho Chi Minh City. Pesawat dijadwalkan berangkat dari bandara Noi Bai jam 3.15 sore, dan tiba di bandara Tan Son Nhat jam 5.25 sore. Tiket ini kami book via Traveloka sejak tanggal 12 April 2018, dengan harga Rp. 615.000/orang (yang termasuk lumayan murah), dan tambahan bagasi 15 kg seharga Rp. 97.297,- Karenanya setidaknya kami harus sudah tiba di bandara sekitar jam 1 siang agar tidak terlalu mepet waktunya, karena kami juga belum pernah masuk ke bandara di Hanoi ini, jadi belum tahu situasi serta ramai tidaknya.
Nah, sejak kemarin aku sudah mencari transportasi termurah untuk menuju ke bandara. Ada bus express 86 yang seringkali digunakan para turis untuk transportasi dari dan ke bandara. Bus 86 ini dikelola oleh Hanoi Transport Corporation Ltd, (Transerco) dan mulai ada sejak 30 April 2016. Rute Bus 86 dimulai di Hanoi Railway Station (stasiun kereta api Hanoi), mulai jam 5.05 pagi hingga jam 9.40 malam. Sedangkan kalau dari bandara menuju ke kota, dimulai jam 6.18 pagi hingga jam 10.58 malam. Frekuensinya tiap 25-30 menit sekali.
Kebetulan sekali lokasi stasiun kereta api Long Bien jaraknya hanya 750 meter dari penginapan (dekat dengan supermarket Hapro Food). Biayanya pun hanya VND 35K/orang untuk sampai ke bandara. Hanya saja, suami agak ragu-ragu karena membaca testimoni, di mana ada beberapa orang yang mengatakan bahwa stasiun kereta api di Hanoi ini sangat tidak aman, banyak copet dan kriminalitas.
Sebetulnya aku pribadi tidak terlalu ambil pusing, bukan karena tidak percaya atau kepedean, namun bawaan kami hanya satu backpack besar yang bisa dibilang tidak ada barang berharga di dalamnya, serta satu ransel kecil yang digantungkan di pundak depan. Untuk uang tunai, ATM, credit card dan kartu-kartu identitas sudah pasti ada di money belt yang tersembunyi di balik pakaian yang kami kenakan. Rencananya kami hanya akan bawa uang pas saja di kantong celana, jadi sesungguhnya bisa dibilang aman. Apalagi sepertinya penampilan kami tidak terlalu menyolok, jadi seharusnya aman-aman saja. Akhirnya suami setuju dan sesuai rencana, sekitar jam 11 siang kami akan mulai jalan ke stasiun, karena bus 86 tersebut ada setiap 25-30 menit sekali, jadi setidaknya kalau kami sampai ketinggalan yang pertama, setelat-telatnya 30 menit kemudian kami bisa naik bus berikutnya. Berikut ini jadwal keberangkatan Bus 86 dari stasiun kereta api Long Bien dan dari bandara Noi Bai.
Sebetulnya kami sudah siap check-out dari sekitar jam 11 siang, namun saat melihat suhu udara yang lebih dari 40 derajat Celcius, rasanya agak malas juga membayangkan berjalan kaki ke stasiun kereta. Aku mengecek dengan aplikasi Grab, dan kalau naik Grab ongkosnya kurang lebih VND 200K. Aku minta kepada suami untuk memilih antara naik bus atau Grab, dan tentu saja dia memilih Grab hahahaha.... Memang ongkosnya hampir tiga kali lipat, namun kami bisa check-out 1 jam lebih lambat, dan kalau naik Grab, suami mengatakan akan mengontak Manh Linh, driver Grab kami beberapa hari lalu, karena dengan demikian kami bisa membantu dia yang sudah begitu baik kepada kami.
Jadilah kami bersantai-santai saja di kamar, menunggu hingga jam 12 siang, baru kemudian kami check-out dan membayar sebesar 3 X VND 274K. Saat keluar dari penginapan, Manh Linh sudah menunggu dengan mobilnya. Dia sepakat dengan harga VND 200K untuk mengantar kami ke bandara Noi Bai, tanpa harus menggunakan aplikasi Grab.
Perjalanan ke bandara seharusnya makan waktu sekitar 45 menit, karena jaraknya memang jauh. Kalau naik bus diperkirakan sekitar 1 jam perjalanan karena masih harus berhenti di beberapa halte.
Sepanjang perjalanan, Manh Linh banyak mengobrol dengan kami. Awalnya dia bertanya apakah kami sudah makan siang atau belum, karena kalau belum makan siang dia ingin mengajak kami ke rumahnya dulu. Ternyata Manh Linh dan istrinya mempunyai usaha rumah makan pho. Wah andai belum makan siang kami pasti mau makan di tempatnya. π Dia juga bercerita bahwa harga tanah dan rumah di area perkotaan Hanoi amat-sangat mahal. Mungkin sama saja dengan kota-kota besar di Indonesia ya. Katanya, uangnya hasil bekerja selama beberapa tahun di Malaysia habis untuk membeli rumah, itu pun agak jauh lokasinya dari kota, karena kalau di kota sudah tidak terbeli. Manh Linh juga menceritakan gambaran pendapatan per bulan bagi pekerja di Hanoi dan kisaran pendapatannya per bulan dari membuka rumah makan. Anaknya yang bungsu masih bayi, karenanya masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit ke depannya.
Sebelum ini kami mendengar beberapa cerita bahwa orang Vietnam pada umumnya tidak suka kepada orang RRC, dan kami menanyakan hal tersebut kepada Manh Linh. Katanya, mungkin tergantung orangnya saja. Dia mempunya beberapa orang teman dari RRC dan semuanya baik. Namun memang diakui bahwa banyak orang dari RRC yang kalau berbicara suaranya keras, dan banyak di antara mereka yang jorok. Secara politis, mungkin saja hubungan kedua pemerintahan kurang harmonis, namun pada umumnya tidak ada rasa tidak suka kepada rakyat RRC secara keseluruhan.
Bekerja sebagai driver Grab, Manh Linh juga menceritakan beberapa suka-dukanya. Seperti misalnya mengantarkan kami ke bandara ini, kalau pulangnya dia dapat penumpang lagi, baru dia mendapatkan untung cukup banyak, sementara kalau tidak ada penumpang ya walaupun tidak sampai rugi tetapi untungnya hanya sedikit dan cukup makan waktu karena rumahnya yang jauh. Karenanya kami mengharapkan usai mengantar kami dia mendapatkan penumpang dari bandara. π
Sembari mengobrol, tidak terasa kami sudah sampai di bandara Noi Bai. Setelah membayar, kami turun dari mobil dan mengucapkan salam perpisahan kepada Manh Linh, lalu berjalan kaki menuju ke gerbang keberangkatan domestik di Terminal 1.
Bandara Internasional Noi Bai (IATA: HAN, ICAO: VVNB), bandara terbesar di Vietnam Utara, berada 45 KM jauhnya di utara pusat ibukota Hanoi. Terminal 2 Internasional baru dibuka pada akhir tahun 2014. Terminal baru ini menawarkan 96 counter check-in, 10 kios swalayan, 17 boarding gates dan 283 sistem tampilan informasi penerbangan. Penerbangan domestik beroperasi dari Terminal 1. Shuttle bus gratis juga tersedia untuk penumpang transit yang menghubungkan antara Terminal 2 Internasional dan Terminal 1 Domestik. Free shuttle ini beroperasi setiap hari dari jam 6 pagi hingga jam 1 pagi, dan berangkat setiap 10-15 menit.
Bandara Internasional Noi Bai menangani 27 juta penumpang di tahun 2018, dan karenanya menjadi bandara kedua tersibuk di Vietnam setelah Tan Son Nhat International Airport di Ho Chi Minh City. Sejumlah maskapai Vietnam dan internasional beroperasi dari Bandara Hanoi Noi Bai, termasuk Vietnam Airlines, Pacific Airlines, AirAsia, Cathay Pacific, Hong Kong Airlines, Thai Airways, Lao Airlines dan Tiger Airways. Selain itu bandara ini juga menjadi pusat bagi maskapai VietJet Air, Vietnam Airlines, Jetstar Pacific, Cambodia Angkor Air dan Bamboo Airways. Terminal bandara ini menyediakan berbagai layanan, perbelanjaan, tempat makan, penukaran mata uang, ATM dan pilihan transportasi.
Bandara Noi Bai dioperasikan oleh Northern Airport Authority (NAA), dan awalnya dibangun untuk kepentingan Angkatan Udara Vietnam. Setelah penyatuan kembali Vietnam pada tahun 1975, bandara Noi Bai menjadi bandara umum internasional sambil terus melayani tujuan militer. Keterangan lebih lanjut mengenai bandara ini bisa dibaca di sini atau di sini.
Beberapa fasilitas gratis yang ada di bandara Noi Bai:
- Free wifi
Akses internet bisa diperoleh di terminal T1 atau T2. Koneksi tidak terlalu cepat tetapi masih okelah. Menggunakan nama network "NoiBai Airport Free Wi-fi", kita tinggal masuk ke browser dan login. Isi form dan klik "Akses" untuk terhubung ke wifi.
- Air minum gratis
Terminal T1: Lounge keberangkatan di lantai dua, Hall A, B, E
Terminal T2: Sebelum security di lantai 3, dekat gerbang 21, 25, 32, 35
- Free charger
Di setiap terminal disediakan 10 charging area untuk 10 HP dan outlet untuk laptop.
- Terminal T2: Sebelum security (lantai 3): di sebelah counter informasi, dan di Departure Lounge (lantai 2), dekat gerbang 21, 22, 23, 28, 31, 32, 33, 34, 35.
- Terminal T1: Sebelum security (lantai 3): Hall A dan Hall B, dan di Departure Lounge (lantai 2), Hall A, B, E.
Masuk ke dalam Terminal 1, kami langsung menuju ke area check-in maskapai Jetstar, yang semuanya sudah self-check-in. Kami melakukan check-in mandiri, setelah itu baru ke counter untuk check-in bagasi kami. Oya, kami selalu membawa timbangan digital portable yang sangat kecil dan ringan, terutama untuk perjalanan yang melibatkan naik pesawat, jadi berat backpack atau bagasi bisa selalu terpantau agar tidak melebihi kapasitas yang diperbolehkan atau dipesan π
Usai check-in, kami masih jalan-jalan dan melihat-lihat sejenak di area sebelum security, dan baru sekitar jam 1 siang kami memasuki area security. Setelah lolos semua barang yang dibawa, kami masuk ke ruang tunggu yang cukup luas. Seperti biasa, aku suka berkeliling melihat toko-toko yang ada, melihat harga-harga barang (terutama makanan) yang dijual hahahaha... Di salah satu sudut ruangan ada smoking area, dan anehnya ada salah satu dari orang-orang yang sedang merokok di dalam ruangan ini, mengganjal pintu masuk dengan kopernya. Seharusnya kan tidak boleh, namun nyatanya tidak ada yang peduli dengan hal tersebut. π¨
Setelah berkeliling, aku menawarkan kepada suami kalau ingin makan sesuatu, dan kami sepakat untuk mencoba membeli pho di sebuah rumah makan Vietnam yang harganya masih masuk akal. Sewaktu kami tanya apakah bisa membayar dengan credit card, ternyata tidak bisa. Dan ternyata di beberapa tempat yang memasang logo VISA dan Master Card pun tidak menerima pembayaran dengan credit card. Wah aneh sekali ya, ini bandara internasional di ibukota (walaupun domestik), tapi tidak menerima pembayaran dengan credit card. π Sebetulnya kami masih memiliki uang tunai, namun sedianya akan digunakan untuk membeli oleh-oleh di Ho Chi Minh nanti, dan kalau bisa kami tidak mau menarik uang tunai lagi dari ATM, karenanya uang tunai yang tersisa harus digunakan dengan bijak.
Setelah itu kami lebih banyak duduk dan menunggu saja, hingga sekitar jam 2.30 siang kami menuju ke gerbang untuk boarding. Jam 2.35 siang, boarding menuju ke pesawat dimulai, dan kami mengikuti antrian bersama penumpang lain. Setelah meletakkan backpack di tempat bagasi kabin, kami duduk dan menunggu. Suami juga sempat membantu mengangkat dan meletakkan tas milik seorang nenek yang duduk sederet dengan kami.
Jam 3.15 siang, pesawat Jetstar Pacific yang kami naiki mulai bergerak perlahan, menyusuri landasan pesawat, hingga akhirnya jam 3.30 pesawat tinggal landas. Bye Hanoi... see you when I see you again! π
Nenek yang duduk bersama kami sepertinya orang Vietnam, dan tidak bisa bahasa Inggris sama sekali. Aku tidak tahu apakah beliau tidak pernah naik pesawat atau pernah tapi memang tidak tahu, beliau tidak mengerti cara menyalakan dan mematikan AC, bahkan tidak tahu cara membuka dan menutup tirai jendela pesawat. Karena udara terasa panas di dalam pesawat, aku membantunya menyalakan AC, dan sepertinya dia senang sekali terkena udara dingin. Ketika sinar matahari masuk lewat jendela dan tangannya kepanasan, aku juga yang menutupkan jendela untuknya. Kasihan juga melihat beliau terbang sendirian seperti ini dan tidak tahu apa-apa.
Kami mendarat di Tan Son Nhat International Airport, Ho Chi Minh City, jam 4.50 sore. Proses mendaratnya agak seram pula akibat angin yang kencang. Sang pilot sampai minta maaf lewat PA (pengeras suara) setelah pendaratan berhasil dilakukan dengan baik.
Setelah menunggu beberapa waktu, jam 5.10 sore para penumpang mulai turun dari pesawat, dan kemudian naik ke dalam bus yang disediakan untuk menuju ke gedung bandara karena lokasi pesawat kami agak jauh. Bisa dibilang kami setengah berebutan, terutama dengan penduduk lokal yang sering main serobot. Ada beberapa bangku yang semestinya untuk kaum perempuan atau manula, tapi nyatanya diisi oleh laki-laki yang sehat dan belum cukup tua untuk dikatakan manula. Selalu ada saja ya, orang-orang seperti itu, padahal di dalam pesawat juga sudah duduk terus. Kami berdua memilih berdiri agak berdesakan bersama sebagian besar penumpang lainnya.
Masuk ke bandara jam 5.20 sore, kami langsung menuju ke tempat pengambilan bagasi, dan kebetulan kali ini bagasi kami termasuk yang keluar pertama. Setelah semuanya beres, kami berdua berjalan keluar bandara, lalu membeli tiket untuk bus 109 dan menunggu. Suasana di luar bandara tampak ramai dengan taxi dan mobil-mobil penjemput. Kebanyakan penumpang lokal justru naik taxi, hanya beberapa saja yang memilih naik bus.
Begitu bus 109 berwarna kuning yang kami tunggu tiba, kami berlarian dan naik ke dalamnya. Penumpang di dalam bus ini tidak sampai penuh, jadi kami bisa duduk dengan nyaman. Kondektur bus menarik karcis dari para penumpang. Aku menyebutkan tujuan kami, yaitu perhentian terakhir bus ini, terminal bus Pham Ngu Lao.
Aku sudah pernah menceritakan sebelumnya bahwa bus 109 ini merupakan pilihan ternyaman dan termurah dari bandara menuju ke District 1 di Ho Chi Minh. Tarifnya hanya VND 12K untuk jarak di bawah 5 KM, dan VND 20K untuk jarak di atas 5 KM. Beroperasi dari jam 5.30 pagi hingga jam 1 pagi, bus berangkat setiap 15-20 menit.
Bagi yang ingin mengetahui rutenya:
Ke City Center: International Terminal – Domestic Terminal (Tan Son Nhat International Airport) – Truong Son – Tran Quoc Hoan – Hoang Van Thu – Nguyen Van Troi – Nam Ky Khoi Nghia – Ham Nghi – Le Lai – Ben Thanh Bus Station – Pham Ngu Lao – 23/9 Park.
Ke Bandara: 23/9 Park – Le Lai - Quach Thi Trang Roundabout - Pham Ngu Lao – Yersin – Tran Hung Dao – Ben Thanh Bus Station – Le Loi – Pasteur – Vo Thi Sau – Nam Ky Khoi Nghia – Nguyen Van Troi – Phan Dinh Giot – Truong Son – International Terminal
Kami tiba di terminal jam 6.45 petang, benar-benar tepat waktu, karena kalau mengambil rute dari awal sampai akhir seharusnya memang menempuh sekitar 45 menit. Kami langsung berjalan kaki menuju ke penginapan kami malam ini, Ace House.
Penginapan terakhir kami di Vietnam ini sudah kami pesan dari beberapa hari lalu melalui booking.com, dan pilihan kami jatuh pada Ace House karena termasuk salah satu private room yang termurah dan lokasinya berbeda dengan penginapan pertama kami di Ho Chi Minh walaupun sama-sama masih di District 1. Walaupun termasuk yang murah, tetap saja harganya VND 387K/malam, dan merupakan penginapan termahal kami selama di Vietnam. Tak mengapalah, karena kami berharap hari-hari terakhir di Vietnam kami bisa tidur dengan agak nyaman (mudah-mudahan) hehehehe...
Kami melewati beberapa pedagang kaki lima yang menjual makanan, rasanya sampai ngiler karena lapar. Kemudian sepertinya kami melewati pasar juga, namun semuanya sudah tutup di waktu ini. Awalnya cukup sulit mencari lokasi penginapan kami walaupun sudah memiliki alamat lengkap, karena ternyata masuk ke dalam sebuah gang kecil yang buntu. Dengan sedikit usaha, akhirnya kami bisa menemukannya. Jujur saja tadinya kami sudah agak ilfil dan pasrah melihat lokasinya yang masuk ke gang sempit dan buntu ini. Masuk ke dalam penginapan, kami harus melepas alas kaki, dan disambut oleh seorang gadis lokal, yang sepertinya adalah pemiliknya. Bahasa Inggrisnya bagus dan lancar walaupun logatnya kadang agak sulit dipahami. Orangnya juga ramah dan sangat informatif. Katanya kalau kami perlu apa pun, tinggal mencarinya saja dan dia akan membantu sebisanya. Kami membayar penginapan di muka agar tidak perlu meninggalkan paspor asli, hanya fotokopinya saja. Karena kami akan menginap 2 malam di sini, kami membayar sejumlah VND 774K. Setelah itu kami diberi kunci kamar kami yang terletak di lantai 2.
Memasuki kamar, aku agak tertegun sampai ter-wow-wow. Kamarnya luas (banget), ber-AC, dengan dua buah ranjang besar (yang masing-masing bisa untuk tidur 2 orang) lengkap dengan selimut dan handuk di atas kasurnya yang empuk. Di sudut dekat jendela masih ada sofa besar yang bisa untuk tidur, jadi kalau mau kamar ini bisa diisi 5 orang. Di sudut satunya terdapat sebuah lemari kayu yang besar dan modern berwarna putih bersih. Di sepanjang sisi satunya terdapat meja rias beserta cermin dan bangkunya, sementara di sebelahnya ada rak TV panjang dengan sebuah LED TV dan hair dryer di atasnya serta dua buah laci besar yang bisa untuk menyimpan barang-barang, dan di sebelahnya lagi ada sebuah kulkas kecil. Kamar mandinya cukup luas dengan desain yang modern dan mewah, bahkan ada shower room yang terbuat dari kaca. Dengan desain yang minimalis dan tampak mewah, semua fasilitas yang ada di kamar tampak bersih dan sangat terawat. Di balik korden tebal terdapat jendela yang besar sekali, di mana kita bisa langsung melihat ke arah luar saat terang. Walaupun tidak ada balkonnya, namun jendelanya bisa dibuka. Di atas rak TV bahkan ada beberapa "dos" dan "dont's" yang ramah lingkungan dan bermanfaat bagi turis yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Vietnam.
Jujur saja semua ini di luar ekspektasiku, karena tidak menyangka kamarnya akan semewah ini. Dibandingkan dengan harganya, tentu saja sangat sepadan, bahkan murah, karena masih mendapatkan fasilitas sarapan sederhana. π
Karena kami berdua sudah kelaparan, kami berdua makan malam dulu dengan bekal yang kami bawa, dan setelahnya baru kami berbenah dan mandi. Bahkan air showernya pun panas dan deras, serasa menginap di hotel mewah saja rasanya hihihihi...
Usai mandi, kami keluar untuk berjalan-jalan, karena area di sekitar sini masih baru buat kami. Kami bertanya kepada gadis pemilik penginapan tadi, tempat belanja yang lengkap dan agak murah. Si gadis memberi tahu kami arah menuju ke "tempat di mana biasanya orang lokal belanja", dan sepertinya kami cukup paham.
Suasana di daerah penginapan ini memang terasa lain dengan area tempat kami menginap dulu, di sini lebih ramai dan lebih menyenangkan untuk jalan kaki. Kami sempat masuk ke sebuah mini market yang agak besar, namanya Family Mart, dan menemukan kopi Highland bubuk dengan harga termurah sejauh ini, tapi mungkin besok baru kami akan belanja. Pada saat di itulah aku menyadari bahwa HP-ku tidak ada di sakuku. Sempat panik karena takut HP-ku jatuh entah di mana, aku berlarian kembali ke penginapan, dan begitu masuk ke dalam kamar terlihat HP-ku ada di atas kulkas. Duh, lega sekali rasanya hehehehe... Setelahnya aku kembali menyusul suami yang masih ada di minimarket. (Foto di bawah ini suami yang memotret karena melihat merk makanan yang kocak π)
Di samping Family Mart ada sebuah rumah makan dengan nama Bun Cha Obama, yang kami kira pernah dikunjungi oleh mantan presiden USA, Barrack Obama. Kami hanya melihat dari luar saja dan belum ada minat untuk makan di sana. Belakangan aku membaca review tempat ini, ternyata bukan rumah makan ini yang dikunjungi oleh Obama, melainkan cabang mereka di Hanoi. Beberapa orang bahkan mengatakan harganya luar biasa mahal dengan rasa yang biasa-biasa saja. Mereka hanya memanfaatkan nama Obama untuk mencari popularitas.
Setelah itu kami mencoba mencari supermarket yang dikatakan oleh pemilik penginapan tadi. Dari penginapan di Jalan Cong Quynh, jalan hingga ke simpang lima (yang lalu lintasnya ramai sekali saat itu), dan lurus saja (masih dengan nama jalan yang masih sama). Kami melihat ada supermarket yang menjual berbagai macam makanan, jadi kami masuk ke dalamnya untuk melihat-lihat dulu. Tempatnya agak sedikit kotor dan kurang terawat, dan sepertinya harga-harga di toko ini agak mahal walaupun memang banyak jenis snack lokal yang dijual. Karyawan yang berjaga pun terkesan kurang ramah dan tidak peduli kepada pembeli. Tidak heran toko ini tampak sepi pengunjung.
Karena belum merasa cocok, kami keluar dan melanjutkan berjalan. Di pertigaan yang agak besar menuju ke kanan, di kiri jalan suami melihat ada pintu masuk supermarket, dan kemungkinan besar supermarket inilah yang dimaksud oleh pemilik penginapan tadi. Namanya PNJ Co.opmart. Begitu kami masuk, barulah aku menyadari bahwa kami tiba di tempat yang tepat, karena supermarket ini sangat besar, mungkin setara Carrefour kalau di Indonesia atau PakN'Save kalau di NZ π.
Rencananya kami memang belum akan membeli apa-apa malam ini, karena masih akan melihat-lihat harga dulu. Kami mengelilingi semua deretan rak di bagian makanan dan minuman di dalamnya. Wah, rasanya jadi agak gelap mata hahahaha...
Berbagai macam bahan makanan segar, makanan beku, produk makanan kering maupun kalengan, bumbu masak, daging-dagingan, snack lokal maupun modern, lauk matang, hingga bermacam-macam kopi, teh, dan cokelat batangan, serasa melambai-lambai minta diambil πππ. Tapi sesuai tekad, kami belum akan belanja malam ini. Aku hanya memotret beberapa jenis barang supaya ingat harga-harganya. Yang membuat supermarket ini jadi lebih menarik lagi, pembayarannya bisa dengan credit card, jadi kami bisa memakai sedikit sisa uang tunai yang ada untuk keperluan lain.
Kami baru keluar dari Co.opmart sekitar jam 9 malam, dan setelah itu kami kembali ke Ace House. Sangat kontras dibandingkan saat berada di Du Gia atau Ha Giang, sepanjang jalan yang kami lalui penuh dengan toko-toko, rumah makan, cafe, dan hotel yang lampu-lampunya sangat meriah. Namun ada saja sudut-sudut gelap yang tampak, seperti saat kami melihat seorang ibu yang tertidur di atas semacam amben/ranjang anyaman bambu, sepertinya pemilik kios kaki lima yang menjual bunga hidup di sampingnya.
Sampai di penginapan, waktu sudah menunjukkan jam 9.15 malam, dan kami segera masuk ke kamar. Aku masih mengerjakan pembukuan terlebih dahulu, dan setelahnya kami baru tidur.
Hari ini kami hanya menempuh 7 KM berjalan kaki, namun sudah menempuh lebih dari 1.500 KM dengan pesawat. Hari yang cukup melelahkan (dan panas)... π
To be continued.......
No comments:
Post a Comment