Day 16: Thursday, March 16th, 2017
Tadi malam kami lebih banyak menghabiskan waktu di tepi danau walaupun udara terasa dingin dan aku masih sempat mengerjakan pembukuan sambil bersempit ria di dalam mobil karena masih belum bisa tidur. Karena tidak ada penerangan, kami harus menggunakan headlight untuk pergi ke toilet, dan karena di toiletnya tidak ada wastafel, kami cuci muka dan sikat gigi di luar mobil menggunakan air bersih yang kami bawa sendiri (sebetulnya cara ini kami tiru dari campers dari mobil lain 😂. Untuk perjalanan ini, kami membawa beberapa botol plastik bekas volume 2 - 3 liter dan semuanya diisi air bersih untuk berjaga-jaga apabila dibutuhkan.
Semalaman pun tidurku masih agak gelisah karena masih tetap tidak terbiasa tidur dengan alas yang keras dan tidak rata, apalagi posisi kepala yang tidak nyaman karena lebih rendah daripada badan. Namun secara keseluruhan dengan sedikit perubahan penataan agak sedikit lebih baik daripada waktu malam pertama tidur di mobil.
Pagi ini aku baru bangun jam 6 pagi dan merasa kedinginan seperti hari-hari sebelumnya. Ke toilet masih dalam keadaan gelap gulita, dan belum ada orang yang bangun. Ada sih satu dua orang yang ke toilet juga, dan kemudian sepertinya kembali ke mobilnya dan tidur lagi.
Setelah itu aku masak nasi, membuatkan secangkir kopi dan sarapan untuk suami, baru kemudian membangunkannya. Selama beberapa hari pertama ini suami biasanya sarapan roti isi selai cokelat dan keju saja.
Biasanya tiap pagi kaca mobil kami selalu berembun karena udara yang sangat dingin. Pagi ini sepertinya lebih dingin daripada kemarin-kemarin, karena embun di kaca mobil sampai tebal. Biasanya sebelum berangkat suami yang membersihkannya sementara aku berbenah di dalam mobil.
Pagi ini pun kabut tebal tampak menyelimuti sekitar kami hingga ke danau walaupun sunrise muncul lebih pagi daripada di Invercargill. Jam 7 pagi langit sudah mulai tampak oranye dan matahari sudah mulai muncul sedikit demi sedikit, padahal kalau di Invercargill masih gelap gulita. Kami sempat berjalan-jalan dan menyaksikan sunrise di tepi danau. Udara benar-benar terasa dingin pagi ini, mungkin karena lokasinya yang terbuka dan dekat dengan perairan.
Kata suami, pagi ini toilet laki-laki sudah kotor dan agak menjijikkan, karenanya dia jadi ogah mau ke toilet. Kami berdua berdiskusi merencanakan hendak ke mana saja hari ini, dan setelah itu aku pun membereskan dan merapikan barang-barang di belakang agar bisa melanjutkan perjalanan.
Sekitar jam 8.30 pagi, kami sudah mulai berkendara menembus dinginnya udara, sementara kebanyakan penghuni mobil lain masih belum bangun.
Tempat-tempat yang kami datangi sepanjang hari ini adalah:
Pertama-tama kami menuju ke PakNSave di Moorhouse Avenue, Christchurch. Suami sekalian hendak menumpang di toiletnya yang terletak di luar supermarket, jadi aku menunggunya di dalam mobil sambil beres-beres barang. Ketika kembali dari toilet, katanya antriannya panjang sehingga tidak nyaman ditunggui orang, jadi dia hanya cuci muka dan sikat gigi saja, padahal aku mau numpang cuci muka dan sikat gigi juga hahahaha...
Maka kami masuk ke dalam supermarketnya dan menuju ke toilet yang di dalam. Aku masuk lebih dahulu untuk cuci muka dan sikat gigi (bawa sabun, sikat gigi dan odol dengan tas kecil), baru kemudian suami yang masuk ke toilet. Karena dia pasti lama, aku berbelanja dulu saja sambil cuci mata melihat barang-barang yang dipajang di supermarket yang luas ini. Aku membeli buah-buahan, sayur mayur, dan chips.
Berikut ini hasil belanja di PakNSave:
Aku masak dulu untuk makan siang kami berdua, dan kami makan di dalam mobil. Setelah kenyang barulah kami jalan-jalan dan memasuki area Botanic Gardens ini.
Christchurch Botanic Gardens (Māori: Te Māra Huaota o Waipapa) buka setiap hari dari jam 7 pagi hingga jam 8.30 malam, dan tidak ada biaya tiket masuk alias gratis. Taman yang sangat luas ini pertama kali didirikan pada tahun 1863 dengan luas area 21 hektar, dan saat ini dikelola oleh Christchurch City Council.
Berlokasi di pusat kota Christchurch, taman ini memiliki beberapa daya tarik seperti:
- The Botanic Gardens Visitor Centre, yang dibuka pertama kali pada bulan April 2014. Tempat ini memiliki cafe, gift shop, and pameran interaktif mengenai sejarah tanaman dan seni berkebun di Canterbury.
- The Herb Garden, berada di sebelah Curator's House, memiliki beberapa jenis tumbuhan yang bisa digunakan sebagai bahan pangan dan obat-obatan.
- The Central Rose Garden dengan lebih dari 250 jenis bunga mawar yang dibudidayakan secara modern.
- The Heritage Rose Garden dengan koleksi bunga mawarnya yang sangat indah di musim panas.
- Koleksi tumbuh-tumbuhan dari seluruh dunia, termasuk dari Asia, Amerika Utara, Eropa, Amerika Selatan, dan Afrika Selatan.
- Cuningham House, sebuah rumah kaca dari jaman Victoria yang memiliki koleksi tanaman tropis yakni:
- Townend House yang menampilkan berbagai macam bunga
- Garrick House dengan koleksi tanaman kaktus
- Gilpin House dengan koleksi tanaman anggrek dan tanaman karnivora
- The Fernery dengan koleksi tanaman pakis khas New Zealand
- Tempat-tempat melihat unggas
- Rock Gardens dengan beberapa jenis tanamannya yang selalu berbunga sepanjang tahun
- The Erica Garden dengan koleksi tumbuhan Erica dan Calluna yang selalu berbunga sepanjang tahun
- Beberapa area dengan spesies Rhododendron, Hosta, Helleborus dan Lilium
- The Water Garden dengan bunga-bunga lily dan irisnya
- Koleksi tanaman-tanaman khas New Zealand yang berusia sangat tua
Banyak sekali kan tanaman yang ada di taman ini? Tidak heran, kami menjelajah taman ini sampai 3 jam lamanya, itu pun sebetulnya belum benar-benar selesai. Sepertinya harus meluangkan waktu minimal setengah hari untuk benar-benar melihat semua yang ada di taman ini. Ada peta juga di dalamnya kalau kita merasa bingung dalam menjelajah tempat ini.
Bagi kami berdua taman ini memang sangat indah dengan berbagai macam koleksi tumbuhan yang ada. Banyak di antaranya yang baru pertama kali kami lihat di sini. Ada beberapa air mancur yang indah juga di sini.
Aku sempat masuk ke toilet sebelum pintu keluar. Toiletnya banyak dan semuanya dalam keadaan bersih. Hal yang sangat jarang ditemui di tempat-tempat umum di Indonesia.
Keluar dari parkiran Botanic Gardens sudah jam 3 sore, dan kami memutuskan untuk ke Port Hills yang terletak sekitar 12 KM di selatan kota. Jalan menuju ke Port Hills lewat Dyers Pass Road cenderung naik dan berliku-liku dengan pagar pengaman yang rendah atau tanpa pagar pengaman. Sesampai di area Port Hills, kami parkir di Summit Road Carpark, di samping Sign of The Kiwi Cafe.
Pemandangan di tempat ini sudah tampak indah, walaupun sayangnya cahaya matahari yang silau membuat hasil foto-foto kami kebanyakan menjadi backlight. Kemudian kami berjalan ke sekitar dan melihat bahwa track yang menuju ke Flying Nun Track sedang ditutup aksesnya. Maka kami menyeberang jalan dan memasuki track menuju ke Sugarloaf Scenic Reserve.
Port Hills adalah area perbukitan di Canterbury, dan dinamai demikian karena lokasinya yang berada di antara kota Christchurch dan pelabuhannya di Lyttelton. Perbukitan ini merupakan sisa-sisa dari pengikisan dari gunung vulkanik Lyttelton yang meletus jutaan tahun lalu. Perbukitan ini dimulai dari Godley Head dan membentang sampai di dekat Gebbies Pass yang terletak dekat dengan pelabuhan. Puncak-puncak perbukitan ini berkisar antara 300-500 mdpl.
Beberapa minggu sebelum kedatangan kami, di bulan Februari 2017 terjadi kebakaran hutan di Port Hills selama berhari-hari hingga melalap lebih dari 2.000 hektar area hutan dan bahkan beberapa rumah penduduk yang tinggal dekat dengan hutan. Pada saat kami pertama tiba di New Zealand awal Maret lalu, kebakarannya baru saja usai dipadamkan beberapa hari sebelumnya. Karena itulah pada saat kami mendatangi tempat ini, tampak jelas sekali sisa-sisa kebakaran di sana-sini, di mana pohon-pohon yang tampak coklat tua menghiasi bukit yang tandus berwarna coklat kehitaman.
Area kota Christchurch meluas hingga ke lereng kaki Port Hills sebelah utara, termasuk di antaranya Cashmere, Mt Pleasant, Heathcote Valley dan Sumner. Bagian-bagian lain dari Port Hills digunakan untuk bertani dan penghijauan, serta dibuat scenic reserve untuk rekreasi dan konservasi. Perbukitan ini merupakan area rekreasi yang penting bagi penduduk Christchurch dengan adanya beberapa taman umum dan track untuk berjalan dan bersepeda gunung. Pada tahun 1992 dibangun gondola untuk transportasi menuju ke puncak Mount Cavendish sehingga akses menuju ke puncak menjadi mudah, dan akhirnya gondola ini menjadi salah satu daya tarik utama bagi para turis di area Canterbury.
Walaupun saat awal dibangun banyak terjadi penebangan hutan dan pembersihan semak, namun populasi flora dan fauna liar masih banyak terdapat di tempat ini. Burung-burung asli seperti bellbird (korimako atau koparara) fantail, silvereye, grey warbler dan shining cuckoo masih sering dijumpai di hutannya. Selain itu masih banyak jenis burung lain seperti blackbird, chaffinch dan song thrush. Spesies-spesies serangga, kadal dan tokek juga sering terlihat.
Ada beberapa track yang diperuntukkan untuk berjalan, antara lain:
- Christchurch Port Hills Walks (4,8KM, 2 jam return), dengan view kota dan Southern Alps
- Rapaki Track (7KM, 2 jam return), yang puncaknya berada di Summit Road
- Victoria Park - Harry Ell (4KM, 2 jam return), yang berakhir di Sign of The Kiwi Cafe
- Kennedy's Bush Track (5,3KM, 1 jam sekali jalan)
- Ahuriri - Crater Rim: Sign of the Bellbird (8KM, 3 jam return)
Untuk lebih lengkapnya, silakan baca di sini ya... 😃
Kami sempat naik ke Sugarloaf Scenic Reserve dan Coronation Reserve walaupun tidak sampai ke puncak karena panasnya luar biasa. Pemandangan di kedua track ini benar-benar luar biasa indah dan menakjubkan, seperti lukisan saja rasanya. Foto-foto di bawah ini tidak bisa merepresentasikan keindahan aslinya deh...
Sekitar jam 4.15 sore, kami menuruni Port Hills dan melanjutkan perjalanan untuk mencari penginapan untuk malam ini. Mampir di dua holiday park di dekat area bandara Christchurch, untuk standard cabin sudah fully booked, tinggal ada yang lebih mahal saja, sementara tarif standard cabinnya saja $99, mahal sekali ya...
Akhirnya setelah melihat-lihat lagi di aplikasi Camper Mate, kami memutuskan akan ke daerah Rakaia Gorge yang berjarak 92 KM dan akan mencari tempat bermalam di sana. Sebetulnya kami agak kuatir karena waktu sudah menunjukkan jam 5 sore dan kami belum mendapatkan tempat bermalam. Kondisi kami sudah cukup lelah, ditambah udara yang panas dan matahari yang bersinar terik seharian, bahkan aku sampai berkeringat di dalam mobil, apalagi perjalanan menuju ke Rakaia Gorge ini menghadap ke barat terus, sehingga sinar matahari yang menyengat langsung menusuk di kulit.
Kami melalui Rakaia Gorge Road, dan semakin lama pemandangannya tampak semakin indah. Rute ini termasuk dalam Inland Scenic Route. Setelah menyeberangi jembatan yang melintasi Rakaia River, sampailah kami di Rakaia Gorge Camping Ground.
Waktu sudah menunjukkan jam 6.40 petang, dan kami mencari "resepsionis" di tempat ini. Ternyata "kantor" resepsionisnya berupa sebuah bus hijau, dan kami ditemui oleh seorang perempuan berusia lanjut, mungkin sekitar 60 tahunan. Setelah menjelaskan tujuan kami untuk mencari tempat bermalam, beliau menyampaikan bahwa tarifnya adalah $8.5/orang per malam. Kami pun setuju, dan membayar dengan uang tunai.
Setelah itu kami ditunjukkan area tempat membuang sampah, area kamar mandi dan toilet, area untuk jalan-jalan, dan tempat untuk barbeque kalau mau. Perempuan tua yang menyambut kami ini orangnya ramah dan menyenangkan. Beliau juga menjelaskan bahwa camping ground ini merupakan area yang bebas listrik, jadi tidak akan ada penerangan apa pun di malam hari. Semuanya menggunakan tenaga surya, termasuk shower air panas, jadi bisa mandi sebelum gelap.
Eh??? Aku sampai agak terkejut waktu beliau menyebutkan shower air panas, karena langsung terpikir bahwa kami bakal bisa mandi air hangat malam ini hahahaha....
Kami diantar ke sebuah lokasi untuk memarkirkan mobil kami, dan beliau memberikan tempat yang nyaman untuk kami, cukup terlindung oleh pepohonan di kanan kiri, namun cukup dekat menuju ke fasilitas umum. Udara di tempat ini terasa dingin karena berada di dataran yang cukup tinggi.
Setelah mobil kami settle, aku berbenah sebentar di dalam mobil, lalu kami berdua mencuci perabotan yang kotor di sink yang disediakan. Ada sebuah sink yang lebih besar dan dalam, yang ternyata boleh digunakan untuk mencuci pakaian. Saat antri di sink, kami sempat mengobrol dengan orang-orang yang sedang antri ke sink atau baru selesai mandi. Dari beberapa orang yang tampak, semuanya sudah tampak berumur, hanya satu atau dua orang yang masih berusia di bawah kami.
Usai mencuci perabotan, kami tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mandi air hangat. Segar sekali rasanya bisa mandi dengan air hangat di udara yang dingin ini hehehehe...
Setelah mandi, kami masih berjalan-jalan di sekitar area ini. Areanya luas sekali, dengan view Rakaia River tepat di belakang camping ground. Ada banyak bangku taman yang disediakan di sana-sini. Suasananya pun menyenangkan sekali.
Rakaia Gorge Camping Ground merupakan tempat camping yang dikelola oleh Rakaia Gorge Society, masuk dalam wilayah Lake Coleridge High Country, dan berlokasi di samping Rakaia River. Fasilitas yang ada di tempat ini semuanya sederhana namun bersih dan terawat. Yang pasti, seperti yang sudah kuutarakan sebelumnya, di tempat ini tidak ada listrik. Para campers diharapkan membawa sendiri tenda, campervan, motorhome, atau caravan untuk bermalam di tempat ini. Kalau mau membawa hewan piaraan seperti anjing pun boleh, asalkan selalu diawasi dan memakai tali leher.
Shower block hanya dibuka mulai pertengahan bulan Oktober hingga akhir April. Resepsionis/manajernya pun hanya ada selama masa-masa ini. Selama musim dingin hanya disediakan kotak kejujuran dan tidak ada penunggunya. Air bersih, kitchen shelter (yang ada sink-nya tadi), dan toilet selalu tersedia sepanjang tahun. Musik yang keras dan parkir yang sangat berdekatan tidak diperkenankan di tempat ini. Bagi yang membutuhkan dump station, ada sebuah dump station juga di dekat lokasi camping ground ini.
Camping ground ini lebih banyak dikunjungi oleh orang-orang tua yang akan tinggal di sini selama musim panas. Tidak heran banyak di antara mereka yang mengendarai campervan atau mobil plus caravan yang besar-besar seperti rumah. Ada pula yang caravannya masih disambung lagi dengan tenda supaya lebih luas. Para campers yang menginap di sini bisa dengan mudah mengakses Rakaia River untuk berenang, memancing salmon, atau naik boat/jetboat.
Sewaktu baru masuk ke area ini, aku melihat banyak caravan kosong, tanpa penghuni dan tanpa mobil. Tadinya aku berpikir caravan-caravan tersebut disewakan seperti waktu di Hampden 2 hari lalu, tapi ternyata tidak. Caravan-caravan tersebut adalah milik orang-orang yang sewa dalam jangka waktu lama (kadang mereka membayar tahunan) agar sewaktu-waktu mereka bisa datang dan menginap di tempat ini tanpa harus repot-repot lagi mengangkut caravannya. Di tempat kami parkir pun, ada caravan kosong tepat di sebelah mobil kami. Bahkan kami melihat beberapa camper membawa jetboat di belakang mobil mereka. Wow keren banget deh!
Usai berjalan-jalan dan menikmati suasana yang sangat menyenangkan dengan orang-orang yang kebanyakan ramah di camping ground ini, aku masak makan malam, dan kami makan berdua. Suasana masih cukup terang sampai jam 8.30 malam, namun kami tidak berani menjelajah terlalu jauh sampai ke luar camping ground karena belum tahu seberapa jauh rutenya dan takut terlalu lelah, karena hari ini memang sudah cukup melelahkan.
Semakin larut, udara menjadi semakin dingin dan suasana pun menjadi gelap gulita, hanya tampak beberapa lampu yang menyala di beberapa caravan. Saat melihat ke arah langit, tampaklah jutaan bintang bertaburan menghiasi langit. This must be the most amazing thing I have ever seen during our journey!
Baru pertama kali ini kami benar-benar menyaksikan milky way seperti yang sering kami lihat di foto-foto orang lain. Sayangnya kamera dan smartphone kami belum cukup memadai untuk menangkap indahnya momen dan fenomena alam yang luar biasa ini. Namun setidaknya kami bisa memandanginya sepuas hati.... 😍😍😍
Saking terpesonanya dengan milky way yang membentang di atas kami, tadinya kami sok gaya hendak tidur dengan sunroof dibuka. Mobil kami memang memiliki sunroof yang bagian atapnya bisa digeser, sehingga bisa melihat langsung ke luar melalui lapisan kaca. Ternyata hanya selapis kaca di atas kepala kami membuat kami nyaris tidak bisa tidur saking dinginnya. Akhirnya setelah beberapa waktu, kami tutup kembali sunroofnya supaya tidak mati kedinginan hehehehe... Kami pun tertidur karena kelelahan dan kedinginan...
To be continued.......
Pagi ini aku baru bangun jam 6 pagi dan merasa kedinginan seperti hari-hari sebelumnya. Ke toilet masih dalam keadaan gelap gulita, dan belum ada orang yang bangun. Ada sih satu dua orang yang ke toilet juga, dan kemudian sepertinya kembali ke mobilnya dan tidur lagi.
Setelah itu aku masak nasi, membuatkan secangkir kopi dan sarapan untuk suami, baru kemudian membangunkannya. Selama beberapa hari pertama ini suami biasanya sarapan roti isi selai cokelat dan keju saja.
Biasanya tiap pagi kaca mobil kami selalu berembun karena udara yang sangat dingin. Pagi ini sepertinya lebih dingin daripada kemarin-kemarin, karena embun di kaca mobil sampai tebal. Biasanya sebelum berangkat suami yang membersihkannya sementara aku berbenah di dalam mobil.
Pagi ini pun kabut tebal tampak menyelimuti sekitar kami hingga ke danau walaupun sunrise muncul lebih pagi daripada di Invercargill. Jam 7 pagi langit sudah mulai tampak oranye dan matahari sudah mulai muncul sedikit demi sedikit, padahal kalau di Invercargill masih gelap gulita. Kami sempat berjalan-jalan dan menyaksikan sunrise di tepi danau. Udara benar-benar terasa dingin pagi ini, mungkin karena lokasinya yang terbuka dan dekat dengan perairan.
Kata suami, pagi ini toilet laki-laki sudah kotor dan agak menjijikkan, karenanya dia jadi ogah mau ke toilet. Kami berdua berdiskusi merencanakan hendak ke mana saja hari ini, dan setelah itu aku pun membereskan dan merapikan barang-barang di belakang agar bisa melanjutkan perjalanan.
Sekitar jam 8.30 pagi, kami sudah mulai berkendara menembus dinginnya udara, sementara kebanyakan penghuni mobil lain masih belum bangun.
Tempat-tempat yang kami datangi sepanjang hari ini adalah:
- PakNSave Moorhouse, Christchurch
- Christchurch Botanic Gardens
- Port Hills
- Sugarloaf Scenic Reserve
- Coronation Reserve
- Rakaia Gorge
Pertama-tama kami menuju ke PakNSave di Moorhouse Avenue, Christchurch. Suami sekalian hendak menumpang di toiletnya yang terletak di luar supermarket, jadi aku menunggunya di dalam mobil sambil beres-beres barang. Ketika kembali dari toilet, katanya antriannya panjang sehingga tidak nyaman ditunggui orang, jadi dia hanya cuci muka dan sikat gigi saja, padahal aku mau numpang cuci muka dan sikat gigi juga hahahaha...
Maka kami masuk ke dalam supermarketnya dan menuju ke toilet yang di dalam. Aku masuk lebih dahulu untuk cuci muka dan sikat gigi (bawa sabun, sikat gigi dan odol dengan tas kecil), baru kemudian suami yang masuk ke toilet. Karena dia pasti lama, aku berbelanja dulu saja sambil cuci mata melihat barang-barang yang dipajang di supermarket yang luas ini. Aku membeli buah-buahan, sayur mayur, dan chips.
Berikut ini hasil belanja di PakNSave:
- Kiwifruit Green $5.89/kg - lebih enak yang gold sih, tapi cari yang murah hehehehe
- Oranges Imported $3.99/kg
- Doritos Cheese Supreme $2.99
- Bluebird Original Cut $1
- Bluebird Original Cut $1
- Pigs Kidney $1.28
- Bak Coy ea $2,89
Aku masak dulu untuk makan siang kami berdua, dan kami makan di dalam mobil. Setelah kenyang barulah kami jalan-jalan dan memasuki area Botanic Gardens ini.
Christchurch Botanic Gardens (Māori: Te Māra Huaota o Waipapa) buka setiap hari dari jam 7 pagi hingga jam 8.30 malam, dan tidak ada biaya tiket masuk alias gratis. Taman yang sangat luas ini pertama kali didirikan pada tahun 1863 dengan luas area 21 hektar, dan saat ini dikelola oleh Christchurch City Council.
Berlokasi di pusat kota Christchurch, taman ini memiliki beberapa daya tarik seperti:
- The Botanic Gardens Visitor Centre, yang dibuka pertama kali pada bulan April 2014. Tempat ini memiliki cafe, gift shop, and pameran interaktif mengenai sejarah tanaman dan seni berkebun di Canterbury.
- The Herb Garden, berada di sebelah Curator's House, memiliki beberapa jenis tumbuhan yang bisa digunakan sebagai bahan pangan dan obat-obatan.
- The Central Rose Garden dengan lebih dari 250 jenis bunga mawar yang dibudidayakan secara modern.
- The Heritage Rose Garden dengan koleksi bunga mawarnya yang sangat indah di musim panas.
- Koleksi tumbuh-tumbuhan dari seluruh dunia, termasuk dari Asia, Amerika Utara, Eropa, Amerika Selatan, dan Afrika Selatan.
- Cuningham House, sebuah rumah kaca dari jaman Victoria yang memiliki koleksi tanaman tropis yakni:
- Townend House yang menampilkan berbagai macam bunga
- Garrick House dengan koleksi tanaman kaktus
- Gilpin House dengan koleksi tanaman anggrek dan tanaman karnivora
- The Fernery dengan koleksi tanaman pakis khas New Zealand
- Tempat-tempat melihat unggas
- Rock Gardens dengan beberapa jenis tanamannya yang selalu berbunga sepanjang tahun
- The Erica Garden dengan koleksi tumbuhan Erica dan Calluna yang selalu berbunga sepanjang tahun
- Beberapa area dengan spesies Rhododendron, Hosta, Helleborus dan Lilium
- The Water Garden dengan bunga-bunga lily dan irisnya
- Koleksi tanaman-tanaman khas New Zealand yang berusia sangat tua
Banyak sekali kan tanaman yang ada di taman ini? Tidak heran, kami menjelajah taman ini sampai 3 jam lamanya, itu pun sebetulnya belum benar-benar selesai. Sepertinya harus meluangkan waktu minimal setengah hari untuk benar-benar melihat semua yang ada di taman ini. Ada peta juga di dalamnya kalau kita merasa bingung dalam menjelajah tempat ini.
Bagi kami berdua taman ini memang sangat indah dengan berbagai macam koleksi tumbuhan yang ada. Banyak di antaranya yang baru pertama kali kami lihat di sini. Ada beberapa air mancur yang indah juga di sini.
Aku sempat masuk ke toilet sebelum pintu keluar. Toiletnya banyak dan semuanya dalam keadaan bersih. Hal yang sangat jarang ditemui di tempat-tempat umum di Indonesia.
Keluar dari parkiran Botanic Gardens sudah jam 3 sore, dan kami memutuskan untuk ke Port Hills yang terletak sekitar 12 KM di selatan kota. Jalan menuju ke Port Hills lewat Dyers Pass Road cenderung naik dan berliku-liku dengan pagar pengaman yang rendah atau tanpa pagar pengaman. Sesampai di area Port Hills, kami parkir di Summit Road Carpark, di samping Sign of The Kiwi Cafe.
Pemandangan di tempat ini sudah tampak indah, walaupun sayangnya cahaya matahari yang silau membuat hasil foto-foto kami kebanyakan menjadi backlight. Kemudian kami berjalan ke sekitar dan melihat bahwa track yang menuju ke Flying Nun Track sedang ditutup aksesnya. Maka kami menyeberang jalan dan memasuki track menuju ke Sugarloaf Scenic Reserve.
Port Hills adalah area perbukitan di Canterbury, dan dinamai demikian karena lokasinya yang berada di antara kota Christchurch dan pelabuhannya di Lyttelton. Perbukitan ini merupakan sisa-sisa dari pengikisan dari gunung vulkanik Lyttelton yang meletus jutaan tahun lalu. Perbukitan ini dimulai dari Godley Head dan membentang sampai di dekat Gebbies Pass yang terletak dekat dengan pelabuhan. Puncak-puncak perbukitan ini berkisar antara 300-500 mdpl.
Beberapa minggu sebelum kedatangan kami, di bulan Februari 2017 terjadi kebakaran hutan di Port Hills selama berhari-hari hingga melalap lebih dari 2.000 hektar area hutan dan bahkan beberapa rumah penduduk yang tinggal dekat dengan hutan. Pada saat kami pertama tiba di New Zealand awal Maret lalu, kebakarannya baru saja usai dipadamkan beberapa hari sebelumnya. Karena itulah pada saat kami mendatangi tempat ini, tampak jelas sekali sisa-sisa kebakaran di sana-sini, di mana pohon-pohon yang tampak coklat tua menghiasi bukit yang tandus berwarna coklat kehitaman.
Area kota Christchurch meluas hingga ke lereng kaki Port Hills sebelah utara, termasuk di antaranya Cashmere, Mt Pleasant, Heathcote Valley dan Sumner. Bagian-bagian lain dari Port Hills digunakan untuk bertani dan penghijauan, serta dibuat scenic reserve untuk rekreasi dan konservasi. Perbukitan ini merupakan area rekreasi yang penting bagi penduduk Christchurch dengan adanya beberapa taman umum dan track untuk berjalan dan bersepeda gunung. Pada tahun 1992 dibangun gondola untuk transportasi menuju ke puncak Mount Cavendish sehingga akses menuju ke puncak menjadi mudah, dan akhirnya gondola ini menjadi salah satu daya tarik utama bagi para turis di area Canterbury.
Walaupun saat awal dibangun banyak terjadi penebangan hutan dan pembersihan semak, namun populasi flora dan fauna liar masih banyak terdapat di tempat ini. Burung-burung asli seperti bellbird (korimako atau koparara) fantail, silvereye, grey warbler dan shining cuckoo masih sering dijumpai di hutannya. Selain itu masih banyak jenis burung lain seperti blackbird, chaffinch dan song thrush. Spesies-spesies serangga, kadal dan tokek juga sering terlihat.
Ada beberapa track yang diperuntukkan untuk berjalan, antara lain:
- Christchurch Port Hills Walks (4,8KM, 2 jam return), dengan view kota dan Southern Alps
- Rapaki Track (7KM, 2 jam return), yang puncaknya berada di Summit Road
- Victoria Park - Harry Ell (4KM, 2 jam return), yang berakhir di Sign of The Kiwi Cafe
- Kennedy's Bush Track (5,3KM, 1 jam sekali jalan)
- Ahuriri - Crater Rim: Sign of the Bellbird (8KM, 3 jam return)
Untuk lebih lengkapnya, silakan baca di sini ya... 😃
Kami sempat naik ke Sugarloaf Scenic Reserve dan Coronation Reserve walaupun tidak sampai ke puncak karena panasnya luar biasa. Pemandangan di kedua track ini benar-benar luar biasa indah dan menakjubkan, seperti lukisan saja rasanya. Foto-foto di bawah ini tidak bisa merepresentasikan keindahan aslinya deh...
Sekitar jam 4.15 sore, kami menuruni Port Hills dan melanjutkan perjalanan untuk mencari penginapan untuk malam ini. Mampir di dua holiday park di dekat area bandara Christchurch, untuk standard cabin sudah fully booked, tinggal ada yang lebih mahal saja, sementara tarif standard cabinnya saja $99, mahal sekali ya...
Akhirnya setelah melihat-lihat lagi di aplikasi Camper Mate, kami memutuskan akan ke daerah Rakaia Gorge yang berjarak 92 KM dan akan mencari tempat bermalam di sana. Sebetulnya kami agak kuatir karena waktu sudah menunjukkan jam 5 sore dan kami belum mendapatkan tempat bermalam. Kondisi kami sudah cukup lelah, ditambah udara yang panas dan matahari yang bersinar terik seharian, bahkan aku sampai berkeringat di dalam mobil, apalagi perjalanan menuju ke Rakaia Gorge ini menghadap ke barat terus, sehingga sinar matahari yang menyengat langsung menusuk di kulit.
Kami melalui Rakaia Gorge Road, dan semakin lama pemandangannya tampak semakin indah. Rute ini termasuk dalam Inland Scenic Route. Setelah menyeberangi jembatan yang melintasi Rakaia River, sampailah kami di Rakaia Gorge Camping Ground.
Waktu sudah menunjukkan jam 6.40 petang, dan kami mencari "resepsionis" di tempat ini. Ternyata "kantor" resepsionisnya berupa sebuah bus hijau, dan kami ditemui oleh seorang perempuan berusia lanjut, mungkin sekitar 60 tahunan. Setelah menjelaskan tujuan kami untuk mencari tempat bermalam, beliau menyampaikan bahwa tarifnya adalah $8.5/orang per malam. Kami pun setuju, dan membayar dengan uang tunai.
Setelah itu kami ditunjukkan area tempat membuang sampah, area kamar mandi dan toilet, area untuk jalan-jalan, dan tempat untuk barbeque kalau mau. Perempuan tua yang menyambut kami ini orangnya ramah dan menyenangkan. Beliau juga menjelaskan bahwa camping ground ini merupakan area yang bebas listrik, jadi tidak akan ada penerangan apa pun di malam hari. Semuanya menggunakan tenaga surya, termasuk shower air panas, jadi bisa mandi sebelum gelap.
Eh??? Aku sampai agak terkejut waktu beliau menyebutkan shower air panas, karena langsung terpikir bahwa kami bakal bisa mandi air hangat malam ini hahahaha....
Kami diantar ke sebuah lokasi untuk memarkirkan mobil kami, dan beliau memberikan tempat yang nyaman untuk kami, cukup terlindung oleh pepohonan di kanan kiri, namun cukup dekat menuju ke fasilitas umum. Udara di tempat ini terasa dingin karena berada di dataran yang cukup tinggi.
Setelah mobil kami settle, aku berbenah sebentar di dalam mobil, lalu kami berdua mencuci perabotan yang kotor di sink yang disediakan. Ada sebuah sink yang lebih besar dan dalam, yang ternyata boleh digunakan untuk mencuci pakaian. Saat antri di sink, kami sempat mengobrol dengan orang-orang yang sedang antri ke sink atau baru selesai mandi. Dari beberapa orang yang tampak, semuanya sudah tampak berumur, hanya satu atau dua orang yang masih berusia di bawah kami.
Usai mencuci perabotan, kami tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mandi air hangat. Segar sekali rasanya bisa mandi dengan air hangat di udara yang dingin ini hehehehe...
Setelah mandi, kami masih berjalan-jalan di sekitar area ini. Areanya luas sekali, dengan view Rakaia River tepat di belakang camping ground. Ada banyak bangku taman yang disediakan di sana-sini. Suasananya pun menyenangkan sekali.
Rakaia Gorge Camping Ground merupakan tempat camping yang dikelola oleh Rakaia Gorge Society, masuk dalam wilayah Lake Coleridge High Country, dan berlokasi di samping Rakaia River. Fasilitas yang ada di tempat ini semuanya sederhana namun bersih dan terawat. Yang pasti, seperti yang sudah kuutarakan sebelumnya, di tempat ini tidak ada listrik. Para campers diharapkan membawa sendiri tenda, campervan, motorhome, atau caravan untuk bermalam di tempat ini. Kalau mau membawa hewan piaraan seperti anjing pun boleh, asalkan selalu diawasi dan memakai tali leher.
Shower block hanya dibuka mulai pertengahan bulan Oktober hingga akhir April. Resepsionis/manajernya pun hanya ada selama masa-masa ini. Selama musim dingin hanya disediakan kotak kejujuran dan tidak ada penunggunya. Air bersih, kitchen shelter (yang ada sink-nya tadi), dan toilet selalu tersedia sepanjang tahun. Musik yang keras dan parkir yang sangat berdekatan tidak diperkenankan di tempat ini. Bagi yang membutuhkan dump station, ada sebuah dump station juga di dekat lokasi camping ground ini.
Camping ground ini lebih banyak dikunjungi oleh orang-orang tua yang akan tinggal di sini selama musim panas. Tidak heran banyak di antara mereka yang mengendarai campervan atau mobil plus caravan yang besar-besar seperti rumah. Ada pula yang caravannya masih disambung lagi dengan tenda supaya lebih luas. Para campers yang menginap di sini bisa dengan mudah mengakses Rakaia River untuk berenang, memancing salmon, atau naik boat/jetboat.
Sewaktu baru masuk ke area ini, aku melihat banyak caravan kosong, tanpa penghuni dan tanpa mobil. Tadinya aku berpikir caravan-caravan tersebut disewakan seperti waktu di Hampden 2 hari lalu, tapi ternyata tidak. Caravan-caravan tersebut adalah milik orang-orang yang sewa dalam jangka waktu lama (kadang mereka membayar tahunan) agar sewaktu-waktu mereka bisa datang dan menginap di tempat ini tanpa harus repot-repot lagi mengangkut caravannya. Di tempat kami parkir pun, ada caravan kosong tepat di sebelah mobil kami. Bahkan kami melihat beberapa camper membawa jetboat di belakang mobil mereka. Wow keren banget deh!
Usai berjalan-jalan dan menikmati suasana yang sangat menyenangkan dengan orang-orang yang kebanyakan ramah di camping ground ini, aku masak makan malam, dan kami makan berdua. Suasana masih cukup terang sampai jam 8.30 malam, namun kami tidak berani menjelajah terlalu jauh sampai ke luar camping ground karena belum tahu seberapa jauh rutenya dan takut terlalu lelah, karena hari ini memang sudah cukup melelahkan.
Semakin larut, udara menjadi semakin dingin dan suasana pun menjadi gelap gulita, hanya tampak beberapa lampu yang menyala di beberapa caravan. Saat melihat ke arah langit, tampaklah jutaan bintang bertaburan menghiasi langit. This must be the most amazing thing I have ever seen during our journey!
Baru pertama kali ini kami benar-benar menyaksikan milky way seperti yang sering kami lihat di foto-foto orang lain. Sayangnya kamera dan smartphone kami belum cukup memadai untuk menangkap indahnya momen dan fenomena alam yang luar biasa ini. Namun setidaknya kami bisa memandanginya sepuas hati.... 😍😍😍
Saking terpesonanya dengan milky way yang membentang di atas kami, tadinya kami sok gaya hendak tidur dengan sunroof dibuka. Mobil kami memang memiliki sunroof yang bagian atapnya bisa digeser, sehingga bisa melihat langsung ke luar melalui lapisan kaca. Ternyata hanya selapis kaca di atas kepala kami membuat kami nyaris tidak bisa tidur saking dinginnya. Akhirnya setelah beberapa waktu, kami tutup kembali sunroofnya supaya tidak mati kedinginan hehehehe... Kami pun tertidur karena kelelahan dan kedinginan...
To be continued.......
No comments:
Post a Comment