Day 18: Saturday, March 18th, 2017
Happy Birthday Sherly!!!
Pagi ini diawali dengan salah urat saat aku bangun tidur, dan rasanya cukup menyakitkan. Entah mengapa selama di New Zealand ada saja bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak sakit, jadi sakit. Aku jadi mudah terkilir dan mudah terluka, dan kalau luka lebih lama sembuhnya. Sepertinya tubuhku belum benar-benar beradaptasi dengan suhu udara yang pada umumnya terlalu dingin. π
Pagi ini cuaca kurang mendukung. Langit tampak gelap, angin bertiup agak kencang, dan hujan turun rintik-rintik membasahi bumi, padahal semalam kami masih menonton jutaan bintang di langit seperti malam sebelumnya.
Usai beraktivitas pagi dan menyiapkan sarapan untuk suami, aku sempat jalan-jalan di sekitar camping ground, lalu mandi jam 8 pagi. Setelah mandi aku masak untuk bekal makan siang. Bukan hal mudah memasak di tempat terbuka di bawah rintik hujan dan suhu yang sangat dingin, but I did it anyway. π
Setelah selesai berbenah dan merapikan mobil, waktu sudah menunjukkan jam 9.45 pagi, dan kami meninggalkan Rakaia Gorge Camping Ground ditemani hujan yang belum mereda.
Tempat-tempat yang kami datangi sepanjang hari ini adalah:
- Lake Coleridge
- Springfield
- Korowai\Torlese Tussocklands Park
- Lyndon Off Grid
- Kura Tawhiti / Castle Hill Conservation Area
- Cave Stream Scenic Reserve
- Avalanche Creek Shelter (Arthur's Pass)
Kami menempuh jarak sekitar 34 KM dari Rakaia Gorge Camping Ground hingga ke Lake Coleridge dengan kebanyakan pemandangan perbukitan yang kecoklatan. Setelah melewati Lake Coleridge Village, sekitar 15 menit terakhir ditempuh melalui gravel road (jalan berkerikil), dan kemudian jalannya mengecil. Kami memarkirkan mobil di tempat yang cukup luas di dekat danau dan kemudian berjalan kaki hingga ke tepi Lake Coleridge.
Lake Coleridge terletak di Selwyn District, Canterbury, South Island, 35 KM barat laut kota Methven. Dengan luas permukaan 47 kilometer persegi dan kedalaman maksimum 200 meter, danau ini merupakan danau terluas di North Canterbury. Danau ini terbentuk selama jutaan tahun akibat adanya glacier, gempa bumi, angin, hujan, es, salju, dan gunung berapi, hingga menjadi seperti sekarang. Penduduk Maori yang pertama menempati area ini menamai danau ini Whakamatau, dan dulunya di daerah ini banyak belut dan burung yang dijadikan sebagai makanan.
Danau ini berlokasi di utara Rakaia River, dan karena posisinya yang 150 meter lebih tinggi, danau ini menjadi salah satu pembangkit tenaga listrik pertama di New Zealand, yang mulai beroperasi pada tanggal 25 November 1914, dan diutamakan untuk menyediakan listrik bagi Christchurch yang saat itu sedang mulai berkembang. Saat ini pembangkit listrik di Lake Coleridge bisa menghasilkan daya maksimum 40 MW, sedangkan air danaunya dipakai untuk irigasi bagi ladang-ladang dan perkebunan di Canterbury.
Lake Coleridge menjadi habitat beberapa jenis ikan, termasuk di antaranya Chinook salmon/king salmon/spring salmon, brown trout, dan rainbow trout. Danau ini pernah menjadi pusat gempa dengan kekuatan 6.5 Skala Reichter pada tanggal 26 Juni 1946.
Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan di tempat ini antara lain:
- jalan-jalan dan tramping
- bersantai menyaksikan pemandangan
- jetboat
- diving
- tour mobil 4WD
- golf
- trekking naik kuda
- berburu
- memancing
- ski
Setelah para penyelam tersebut masuk ke dalam air, barulah kami berjalan-jalan di tepi danau dan memotret. Sekeliling danau berupa pegunungan yang puncak-puncaknya tertutup awan, indah sekali. Di tempat ini juga ada toilet umum long dropnya, yang ternyata bersih. Karena angin di sini cukup kencang, suami sampai kedinginan dan memakai hoodnya, dan tiap kali difoto wajahnya tampak tegang hahahaha.... π£Tapi memang anginnya membuat telinga sampai jadi sakit rasanya. π΅
Jam 11.40 siang kami meninggalkan Lake Coleridge, menuju ke arah Castle Hill yang berjarak 105 KM. Udara di luar sampai berkabut saking dinginnya, sehingga kami menyalakan heater di dalam mobil. Langit tampak putih kelabu, tidak ada warna biru sama sekali. Untuk makan siang, kami berhenti di sebuah picnic area dan berhenti sejenak untuk makan.
Karena dinginnya udara, jam 2.30 siang kami sempat berhenti di Springfield, sebuah kota kecil yang dilewati, 33 KM menjelang Castle Hill. Suami membeli Flat White Large (NZ$ 4.8) untuk dibawa. Kami juga sempat menggunakan toilet umum di seberangnya, yang bersih dan modern. Kami sekalian membeli petrol seharga NZ$ 49 di Challenge Springfield, dan setelah itu baru kembali melanjutkan perjalanan.
Hujan masih tetap turun. Kami berhenti di Korowai\Torlese Tussocklands Park untuk istirahat sebentar dan memotret jalanan yang berupa tikungan-tikungan tajam dan menanjak. Gerbang masuk ke tamannya sendiri dalam kondisi tertutup. Hanya beberapa menit di sini, kemudian kami melanjutkan perjalanan melalui jalan yang terus menanjak dan berkabut. Tampak beberapa kali ada mobil yang berhenti juga di tepi jalan, mungkin untuk istirahat. Kami juga berhenti lagi di Lyndon Off Grid, sebuah picnic area dengan view Lake Lyndon, dan setelahnya ke Kura Tawhiti / Castle Hill Conservation Area.
Kami tiba di lokasi wisata jam 3.25 sore, dan untungnya walaupun suasana masih mendung namun tidak hujan. Ternyata tempat ini lebih turistik daripada yang kuduga sebelumnya. di tempat parkir saja suasananya tampak ramai dengan turis, terutama rombongan turis dari RRC yang naik bus-bus besar. Di mana-mana terdengar suara-suara keras mereka saling meracau.
Di salah satu dinding bangunan di sini, ada sebuah papan yang menunjukkan tempat-tempat yang bisa dikunjungi sepanjang Great Alpine Highway dari Springfield hingga Jacksons. Selain itu juga ada papan yang berisikan peraturan di Kura Tawhiti ini, antara lain dilarang camping, dilarang menyalakan api unggun, dilarang membawa anjing, dan tentunya dilarang membuang sampah.
Kura Tawhiti/Castle Hill merupakan sebuah bukit di dataran tinggi, yang berada di ketinggian 700 mdpl, dan merupakan tanah pribadi. Area ini merupakan area yang luas yang didedikasikan untuk penggembalaan domba dan sapi di South Island. Bebatuan di sini bentuknya menyerupai reruntuhan puri, karena itu dinamai Castle Hill, dan bukit ini merupakan tempat populer bagi para pendaki di New Zealand.
Daerah ini sempat menjadi pusat perhatian dunia ketika Flock Hill digunakan untuk adegan perang klimaks dalam film The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch and the Wardrobe (2005). Flock Hill juga memiliki sejumlah besar limestone yang dapat dipanjat meskipun aksesnya membutuhkan prosedur sertifikasi secara online, tidak seperti Kura Tawhiti yang sebagai kawasan konservasi bisa diakses setiap saat.
Fakta yang mencengangkan adalah bahwa dulu Castle Hill diremehkan dan hanya dipandang sebelah mata saat tim pencari lokasi film The Lord of The Rings mengunjungi tempat ini. π±
Daerah ini memiliki makna budaya, spiritual, dan sejarah khusus bagi NgΔ-i Tahu yang menamainya Kura Tawhiti (artinya "harta dari jauh", yang mengacu pada tanaman kumara/ubi jalar yang dulu tumbuh di tempat ini). Tersembunyi di antara tonjolan batu kapur di Castle Hill adalah jejak-jejak gambar arang berusia 500 tahun yang katanya merupakan peninggalan Waitaha, orang pertama yang melakukan perjalanan melalui area ini. Pada tahun 1998 Kawasan Konservasi Kura Tawhiti ditunjuk sebagai Topuni untuk memastikan bahwa nilai-nilai tempat NgΔ-i Tahu di daerah ini diakui, diakui dan dihormati.
Catatan: Topuni adalah area tanah yang dikelola berdasarkan UU Taman Nasional 1980, UU Konservasi 1987, atau UU Cadangan 1977, memiliki nilai Ngai Tahu, dan dinyatakan sebagai Topuni di bagian 238 dan dengan ketentuan yang ditetapkan dalam bagian 239 sampai 252. Sementara NgΔ-i Tahu atau KΔi Tahu adalah ras MΔori utama di wilayah selatan New Zealand.
Castle Hill di New Zealand disebut sebagai "Pusat spiritual alam semesta" oleh Dalai Lama pada tahun 2002 setelah mengunjungi tempat ini. Bagian depan Cathedral Christchurch dibangun dari limestone (batu kapur) dari Castle Hill ini.
Apa pun kepercayaan Anda, ada kekuatan yang tidak dapat disangkal di sini.
Batu-batuan di Kura Tawhiti terbentuk sekitar 30 juta tahun yang lalu dari lapisan organisme laut, lumpur dan pasir, yang terkompres, terkena panas dan kemudian terangkat bersamaan dengan area-area Craigeburn dan Torlesse Ranges. Setelah muncul ke permukaan tanah, angin, air dan salju menjadikan bentuknya seperti sekarang ini. Dari tempat parkir, jaraknya hanya 10 menit berjalan kaki ke kawasan konservasi tempat bebatuan dengan berbagai formasi dan ukuran berada.
Beberapa aturan yang harus ditaati di tempat ini:
- Anjing tidak diperkenankan berada di daerah yang dilindungi ini
- Tetaplah berada di jalur yang bisa dilalui. Ada area-area tertutup/berpagar yang merupakan milik pribadi dan tidak boleh dimasuki.
- Gunakan fasilitas toilet yang disediakan.
- Jangan menggali lubang atau mengganggu permukaan tanah - wahi tapu (tempat keramat) ada di sini.
- Hindari menginjak-injak tanaman yang terancam punah.
- Hormati area berpagar.
- Jangan sekali-sekali pula memetik bunga-bunga kuning yang mungkin terlihat di balik pagar, karena bunga-bunga tersebut adalah buttercup Ranunculus paucifolius yang sangat langka dan sangat dilindungi.
- Jangan meninggalkan sampah apa pun.
- Jangan mencorat-coret atau menandai batu dengan apa pun.
- Pemanjat tebing harus mengikuti kode etik pendakian.
- Semua penggunaan drone harus disahkan oleh DOC. Diperlukan ijin untuk menerbangkan drone di lahan konservasi publik.
PERINGATAN UNTUK PENGUNJUNG DI SEPANJANG JALAN RAYA 73
Belakangan seringkali terjadi pencurian dan pembobolan mobil dan campervan/motorhome di berbagai area parkir mobil dan beberapa lokasi camping ground di sepanjang jalan raya 73, baik siang maupun malam hari. Yang dicuri adaladah paspor, kartu kredit, uang, perangkat elektronik, dan peralatan rekreasi. Karena itu jangan sekali-kali meninggalkan barang-barang berharga apabila meninggalkan kendaraan. Apabila tampak aktivitas mencurigakan, laporkan ke Polisi '111', dan catat plat nomor kendaraan!
Mengikuti jalan setapaknya, bebatuan dengan segala ukuran dan formasi tampak di sekitar kami. Wah, memang indah sekali! πππ
Rasanya tiada bosan berfoto di sini dan mengambil foto tempat ini dari segala arah. Kami naik mengikuti jalan setapak yang seperti anak tangga hingga ke puncak bukit kecil ini, kemudian sempat pula menyusuri jalan setapak lain yang jarang dilewati orang. Para turis RRC tadi kebanyakan hanya memotret dari bawah bukit saja, hampir tidak ada yang mau bersusah-payah untuk naik, padahal view dari atas jauh lebih indah.
Setelah menjelajah lebih dari 1 jam, kami memutuskan untuk keluar. Sempat mampir ke long drop toiletnya, yang tidak bersih-bersih amat karena pengunjungnya cukup ramai. Di lapangan parkirnya juga masih banyak mobil berjejer.
Dari melihat di Google Map, kami melihat ada tempat ada scenic spot lain yang hanya berjarak sekitar 6,5 KM atau 6 menit berkendara dari Kura Tawhiti, jadi kami juga berhenti di tempat tersebut dan memarkirkan mobil di halaman parkirnya.
Cave Stream Scenic Reserve yang luasnya mencakup 16 hektar berada di antara bebatuan limestone yang spektakuler, dengan view Craigieburn dan Kawasan Torlesse, dengan daya tarik utamanya adalah gua itu sendiri.
Cave Stream, yang juga dikenal sebagai Broken River Cave, merupakan jalur bawah tanah sepanjang 594 meter, berlokasi di State Highway 73. Tempat ini cukup terkenal di antara para turis yang lewat, dan bagi yang berpengalaman atau berjiwa petualang tentunya akan menikmati lintasan di dalamnya dari ujung ke ujung.
Gua ini cukup mudah dijelajah saat air sungainya dangkal, namun demikian gua ini bisa berbahaya di musim semi saat hujan deras. Dua korban jiwa pernah dilaporkan, korban pertama meninggal karena tenggelam, dan korban kedua meninggal akibat hipotermia.
Ada dua jalur pendek menuju pintu masuk gua yang berjarak 30 menit dari tempat parkir. Jalur menuju ke pintu masuk hulu sungai mengarah ke utara, melalui landscape berbagai batuan, sementara jalur lainnya mengarah ke tepian yang menghadap pintu masuk gua. Lebih dianjurkan untuk masuk dari arah keluarnya air, dan melawan arah ke hulu. Ada beberapa air terjun kecil yang harus dipanjat, dan untuk memanjat air terjun setinggi 3 meter di pangkal gua sudah disediakan rantai untuk berpegangan dan tangga dari stainless steel untuk memudahkan. Bagi yang ingin mencoba, jarak yang ditempuh dari ujung ke ujung gua sepanjang 362 meter, dengan waktu jelajah sekitar 1 jam.
Formasi batu-batu limestone yang ada di dekat gua merupakan tempat setting film Narnia: The Lion, The Witch and The Wardrobe.
Untuk menjelajah ke dalam gua, dianjurkan bagi yang sudah pengalaman (karena kedalaman air bisa mencapai pinggang) dan dengan membawa peralatan yang memadai (senter atau headlamp beserta baterai cadangan, pakaian hangat, pelindung kepala, dan alas kaki yang kuat). Yang pasti tidak diperkenankan masuk ke dalam gua apabila ketinggian airnya cukup dalam. Apabila pegunungan di sekitarnya bersalju, suhu air sungai di dalam gua dipastikan akan mendekati suhu beku, karenanya disarankan untuk waspada terhadap serangan hipotermia. Apabila laporan cuaca mengatakan adanya hujan di Craigieburn atau Torlesse Range, sebaiknya tidak masuk ke dalam gua, karena dalam 30 menit dipastikan aliran air di dalam gua akan menjadi deras.
Waktu terbaik untuk menjelajah gua ini adalah bulan Desember - April (musim panas hingga pertengahan musim gugur).
Sementara di Cave Stream Scenic Reserve ini sendiri ada 3 jalur, yaitu:
- Reserve Lookout (110 meter, 5 menit) - melihat pemandangan landscape bebatuan limestone yang sangat indah.
- Loop walk (900 meter, 30 menit) - menuju ke mulut gua dan tebing-tebing limestone di sekitarnya.
- Jalur akses menuju ke gua (460 meter, 20 menit dari tempat parkir menuju ke Broken River, dan 140 meter, 10 menit menuju ke pangkal gua), yang harus menyeberangi sungai.
Kami berdua berjalan-jalan menjelajahi area ini, melakukan loop walk, dan sempat mengintip ke gua dari tepi sungai. Kami tidak berani masuk ke dalamnya karena perlengkapan yang tidak memadai dan waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Yang pasti tempat ini sangat indah, tidak kalah dengan Kura Tawhiti, apalagi di sini tidak banyak turis. Selama sekitar 30 menit kami berada di sini, kami hanya berpapasan dengan beberapa orang saja.
Setelah itu kami meninggalkan area ini dan melanjutkan berkendara. Pemandangan di depan mata berupa gunung-gunung yang sebagian diliputi jalur-jalur salju, indah sekali! Semakin sore, langit justru tampak semakin biru dan cerah. Sinar matahari malu-malu memancar dari balik awan putih. Baru sekitar 15 menit kemudian, kami berhenti lagi di tepi sebuah danau, Lake Pearson, atau sering juga disebut Moana Rua. Tempat yang kami datangi ini merupakan freedom camping ground yang dimiliki oleh DOC, dengan view menghadap ke Purple Hill yang puncaknya menjulang setinggi 1.000 meter di balik danau. Udara dingin dan angin juga cukup kencang, jadi kami tidak berlama-lama di sini, dan setelah memotret kami melanjutkan lagi perjalanan.
Sekitar 10 menit setelah melewati jembatan di Bealey, tampak sedang ada perbaikan jalan sehingga mobil harus berhenti dan berjalan perlahan setelahnya. Baru jam 6.25 petang kami sampai di Avalanche Creek Shelter, tempat kami akan bermalam.
Di sini check-in dilakukan sendiri dengan mengisi formulir yang disediakan di dalam sebuah box (yang dituliskan pada umumnya nama, nomor plat mobil, dan jumlah orangnya), dan kemudian memasukkan formulir beserta uangnya ke dalam sebuah kantung plastik, dan dimasukkan ke box donasi yang disediakan. Biayanya NZ$ 8/orang/malam. Setelah itu baru kami mencari tempat parkir yang nyaman di camping areanya. Kami parkir sekitar 50 meter jaraknya dari toilet umum, dan di sebelah kami ada sebuah family car yang terparkir juga, dengan sebuah tenda di samping mobil.
Toilet umum di Avalanche Creek Shelter ini banyak jumlahnya, mungkin sekitar 8-10 untuk tiap gender, ditambah toilet khusus untuk para disabled, karena selain camping ground, tempat ini juga menjadi public rest area. Semua toiletnya masih dalam keadaan bersih dan kering. Wastafel juga berjejer di sepanjang lorong di depan toilet. Untuk penerangannya, menggunakan sistem sensor gerak, jadi kalau ada orang yang masuk baru lampu menyala.
Usai "memeriksa" kondisi toilet, kami melihat-lihat suasana dan fasilitas yang ada di sini. Ada sebuah ruangan tertutup yang cukup luas dengan beberapa sink beserta peralatan mencuci piring, dan banyak meja kursi. Ada juga beberapa peralatan makan di dekat sink. Sepertinya ini adalah ruang makan, di mana para campers juga diijinkan masak apabila membawa peralatannya sendiri. Di belakang camping ground ada sebuah jalur rel kereta api, dan ternyata ada sebuah stasiun di sisi selatan toilet.
Di jalan rayanya ada beberapa penginapan (motel, hostel, homestay, cabin, dan lodge), pombensin, dan beberapa toko serta cafe dan restoran. Suasananya relatif sepi, mungkin karena sudah menjelang malam hari. Yang pasti suhu udara di sini sangat dingin karena lokasinya yang berada di ketinggian 740 mdpl dan diapit pegunungan di segala arah.
Sepanjang hari ini sangat banyak pemandangan luar biasa yang kami lihat, semakin naik (karena perjalanannya memang cenderung menanjak terus semakin indah. Tidak heran negeri ini dijadikan tempat syuting film Lord of The Rings, karena memang seperti negeri dongeng saja indahnya. π
Semenjak hari pertama menginjakkan kaki di New Zealand, sepertinya di Arthur's Pass inilah yang terdingin. Sudah terbayang olehku, kalau jalan kaki ke toilet pasti akan kedinginan. Masih untung ada air hangatnya hehehehe...
Setelah itu kami ke ruang makan. Aku masak untuk makan malam kami berdua, kemudian kami makan bersama. Suasana ruang makan tampak cukup ramai dengan para campers yang menginap di sini. Usai makan, kami mencuci piring dan perabotan masak, lalu kami berdua ke toilet untuk sikat gigi dan cuci muka. kemudian aku berbenah dan menyiapkan tempat untuk tidur di dalam mobil malam ini, dan sekitar jam 10 malam kami berusaha untuk tidur karena kondisi fisik sudah cukup lelah dan tidak ada lagi yang perlu dikerjakan.
Yang mencengangkan, ternyata mobil yang parkir di sebelah mobil kami berisi suami istri berusia sekitar 35-40 tahunan dengan anaknya yang masih balita, dan mereka menggelar tenda di samping mobil mereka, lalu makan dan kemudian tidur di dalamnya. Aku tidak bisa membayangkan betapa dinginnya tidur di dalam tenda. π¨
Suhu udara mencapai 3 derajat Celcius dan angin bertiup kencang di luar mobil. Entah mengapa, punggungku terasa sakit sekali malam ini, seperti ada yang salah urat. Alas tidur di mobil terasa sangat keras dan tidak nyaman. Kepalaku sampai jadi sakit juga, rasanya seperti dipukul dengan palu, entah akibat bantal yang kurang memadai atau karena terlalu dingin. Malam ini aku susah sekali tertidur walaupun badan lelah, suami juga sepertinya tidur namun agak gelisah dan tidak bisa nyenyak. Selimut tebal yang kami bawa memang cukup menghangatkan dan melindungi dari dinginnya udara, namun sedikit saja anggota tubuh keluar dari selimut, terasa sekali dinginnya menusuk tulang. Kami sampai menyelimuti seluruh tubuh termasuk kepala akibat dingin yang tidak tertahankan ini. π¬π¬π¬
To be continued.......
No comments:
Post a Comment