DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Monday, July 1, 2019

VIETNAM & LAOS BACKPACKING 2018 (53) - THE WATERFALL NEAR HA GIANG, THE FESTIVAL, AND THUOC LAO!


12 Mei 2018



Hari ini, seperti kemarin, aku bangun jam 7.20 pagi. Setelah menyelesaikan rutinitas pagi, aku berusaha untuk produktif dengan bekerja, melakukan order barang- barang untuk di toko kami. Sisanya hanya bersantai, menulis, browsing, dan melihat-lihat ruangan besar di lantai dua ini. Hari ini aku melihat banyak kasur yang digelar di ruangan berlantaikan kayu ini, padahal kemarin tidak ada. Aku sendiri juga tidak tahu apakah kasur-kasur tersebut adalah kasur dari kamar-kamar tamu yang sedang dijemur atau memang digunakan untuk menginap orang lain. Selain itu aku memperhatikan ada banyak jerigen di ruangan ini, tapi tidak tahu juga akan digunakan untuk apa. Biasanya kami menjemur pakaian yang baru selesai dicuci juga di ruangan ini. Walaupun tidak terkena sinar matahari secara langsung, namun ruangannya cukup panas dan udara mengalir di tempat ini, jadi lumayan ideal untuk menjemur cucian.



Sementara itu untuk makan siang, aku minta tolong suami untuk belanja di pasar. Kebetulan Freyja mau ikut, jadi mereka pergi ke pusat kota sementara aku menyiapkan apa yang bisa kusiapkan terlebih dahulu. Memanaskan sisa bebek panggang yang ada, mengiris tomat, membersihkan dan menyiapkan tempat untuk makan nanti.
Suami dan Freyja kembali tidak lama kemudian, dengan belanjaan yang kupesan: nasi putih dan lumpia goreng (total VND 35K), sayur kangkung (VND 4K) ditambah buah nanas (VND 5K) untuk hidangan penutup dan camilan. Katanya, suami membeli nanasnya karena kasihan kepada penjualnya yang sudah tua, dan kebetulan kami bertiga juga suka nanas. 😇



Setelah masak sayur kangkung yang ada, kami bertiga makan bersama. Duh rasanya setiap kali kami makan sampai kekenyangan. Tapi tentu saja kami bersyukur, karena dengan biaya yang relatif murah kami masih bisa makan enak dan mengenyangkan.

Usai makan, kami bersantai-santai saja sambil menunggu waktu. Baru sekitar jam 2 siang kami bertiga pergi untuk berusaha mencari lagi air terjun yang kemarin tidak ketemu. Sebelumnya Freyja hendak mengirimkan beberapa barang yang sudah tidak akan dipakainya lagi ke rumahnya di Belgia lewat paket pos, jadi kami mengantarnya dulu ke kantor pos di dekat pusat kota. Suasana kantor posnya sepi dan hanya ada satu orang yang melayani. Kami menunggu sambil melihat-lihat di dalam ruangan kantor pos ini. Ada sebuah etalase di salah satu sisi tembok yang berisikan barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti minyak, shampoo, pembersih toilet, dan beberapa barang lain. Mungkin barang-barang tersebut dijual lebih murah daripada di toko-toko, aku sendiri juga kurang paham.



Berbekal Google Map (lagi), kami menyusuri jalan-jalan desa yang kemarin kami lalui hingga sampai di sebuah pertigaan. Seharusnya arah menuju air terjun adalah serong kiri, namun jalannya tampak seperti buntu dengan adanya rumah-rumah di sana, karenanya kemarin kami mengambil serong kanan. Kali ini kami mencoba mengambil jalur yang ke kiri, yang sepertinya berakhir di sebuah bangunan milik penduduk. Kami berhenti, kemudian bertanya kepada penduduk yang sedang berada di sana. Ternyata kami berada di tempat yang benar, bahkan ternyata di sinilah tempat parkir sepeda motornya. Hanya dengan membayar VND 5K/motor, kami bisa menitipkan kendaraan kami di sini untuk kemudian melanjutkan lewat jalan setapak.



Waktu menunjukkan jam 3.30 sore saat kami mulai berjalan menyusuri jalan setapak, yang memang tidak bisa dilalui kendaraan. Baru beberapa meter berjalan, kami sudah tiba di sebuah sungai berbatu-batu besar. Karena aku mengenakan sepatu, aku memilih melompati batu-batu besar yang ada hingga ke seberangnya. Setelah itu kami menyeberangi semacam padang rumput yang banyak batunya di mana-mana, dan setelah menyeberangi lagi sungai dengan banyak bebatuan raksasa yang kami gunakan sebagai jembatan, sampailah kami di air terjun yang dimaksud.



Air terjun maupun pemandangan di sekitarnya cukup indah walaupun tidak sampai mengagumkan sekali. Air terjunnya sendiri kecil dan cukup rendah posisinya, bersumber dari celah-celah bebatuan besar di atasnya. Mungkin karena sumber airnya tidak terlalu deras inilah, kolam air tumpahannya tampak tenang, dan sungai yang mengalir ke bawahnya pun tidak mengalir deras.
Yang membuat menyenangkan di tempat ini adalah suasananya. Ada beberapa orang turis asing yang berada di tempat ini, namun lebih banyak turis lokal dan penduduk setempat yang datang, mungkin karena weekend. Ada serombongan turis yang sedang piknik, dan menurut dugaan kami mereka adalah orang RRC, bukan Vietnam. Beberapa di antara mereka sedang minum beer, dan ada yang sedang membakar ayam dan ubi jalar.



Karena banyak bagian kolam yang dangkal, aku berani berenang di dalamnya. Kami juga tertarik untuk naik ke air terjunnya, namun ternyata licin sekali. Suami yang sudah naik pun kesulitan menarikku ke atas batu, hingga ada seorang laki-laki asal Perancis  yang mendorongku dari belakang, barulah aku bisa sampai ke atas bebatuan tempat kita bisa duduk-duduk. Aku tidak bisa membawa HP maupun kamera ke tempat ini karena harus berenang terlebih dahulu, karenanya tidak bisa memotret dari bagian dalam air terjun ini.



Setelah beberapa waktu bermain air dan berenang, kami mentas dan duduk di tepian kolam. Freyja masih mengajari seorang anak gadis dari rombongan tadi untuk berenang sementara aku membantu menyemangati saja hehehehe...
Kami bercanda dengan anak-anak lokal dan juga beberapa turis lain yang ada di sana, lalu dipanggil dan ditawari beer oleh seorang laki-laki dari rombongan tersebut, yang tentu saja kami terima. Sempat pula makan ayam bakar yang mereka tawarkan kepada kami. 😀 Dua orang laki-laki dari rombongan tersebut juga sempat bermain suit (rock-scissor-paper ala mereka), di mana yang kalah harus minum beer. Kocak sekali melihat mereka. Para turis bule juga banyak yang ikut menonton dan bergabung minum. Suasananya ramai dan penuh keakraban. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan dan tak terlupakan!



Waktu berlalu, hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan lebih dari jam 6 petang dan suasana mulai meremang. Kami berkemas dan kemudian berjalan kembali untuk pulang. Rombongan yang tadi piknik juga sedang mengemasi barang-barang mereka dan membawa sampah yang mereka hasilkan.



Dengan pakaian yang masih setengah basah, kami berkendara kembali menuju ke kota Ha Giang, dan langsung ke pasar untuk membeli tauge (VND 5K). Lalu kami ke supermarket untuk membeli vodka, rokok, kopi, dan kerupuk (total VND 107K) dan setelah itu kami membeli makan malam di rumah makan Com Binh Dan 68 (seperti tidak ada tempat makan lain saja yah hahahaha...). Kali ini kami membeli nasi putih (VND 10K), 2 buah lumpia (@ VND 5K), dan sebuah ikan goreng yang cukup besar untuk dimakan bertiga (VND 30K).
Kembali ke Giang Son Hostel, suami mandi dan aku masak taugenya dulu, dan setelah aku selesai mandi, kami bertiga makan malam bersama sampai kenyang sekali.



Karena tidak ada acara dan kami masih belum terlalu lelah, kami memutuskan untuk ke pusat kota. Hong Giang mengatakan bahwa malam ini ada semacam festival rakyat di alun-alun kota Ha Giang. Maka kami bertiga memutuskan untuk melihat-lihat ke sana.
Sebelum sampai sampai di alun-alun, jalan sudah ditutup dan kendaraan tidak boleh lewat, jadi kami parkir di tempat yang disediakan di tepi jalan, lalu berjalan kaki.

Suasananya ramai sekali dan suara musik terdengar hingga kejauhan. Kami mendatangi pusat kerumunan manusia, dan ternyata ada panggung besar yang sedang menampilkan kesenian lokal, yaitu tari-tarian yang diiringi musik tradisional. Cukup sulit untuk bisa berdiri sampai agak ke depan supaya bisa melihat ke arah panggung dengan jelas, karena penontonnya sampai berdesak-desakan, namun akhirnya aku mendapatkan spot yang lumayan strategis untuk memotret ke arah panggung.
Pakaian yang dikenakan para penari terlihat indah dan berwarna-warni. Musik yang diputar pun rata-rata sangat bernuansa tradisional, hanya satu dua lagu saja yang bernuansa pop modern. Satu jenis tarian bisa menampilkan dari belasan hingga puluhan orang. Di bagian belakang panggung terdapat layar monitor raksasa yang menampilkan kehidupan penduduk dan keindahan alam Vietnam. Kami sempat menonton beberapa tarian hingga puncaknya adalah tarian yang diiringi lagu bertemakan Ha Giang (kedengaran bolak-balik diucapkan di lagunya hehehehe) dengan layar monitor menampilkan keindahan alam Provinsi Ha Giang yang beberapa di antaranya sudah sempat kami jelajahi.
Secara keseluruhan, kalau dilihat dari gerakan-gerakan dalam tari-tariannya, menurutku tarian maupun musik tradisional Indonesia jauh lebih kompleks dan jauh lebih memukau sih... namun aku tetap sangat bersyukur bisa berada di antara kerumunan orang-orang lokal di sini, melihat langsung acara dan budaya setempat, yang mungkin tidak semua turis bisa menyaksikan.



Usai tarian terakhir, waktu sudah menunjukkan hampir jam 9.30 malam. Kerumunan manusia pun bubar. Sebagian langsung pulang, sebagian masih berkeliaran dan melihat stand yang ada. Hanya ada sedikit stand, kebanyakan menjual produk lokal, dari makanan hingga kerajinan tangan. Kami sempat berhenti sejenak di stand game memecahkan balon dengan melempar pisau (sepertinya), berhadiah boneka. Lalu ada juga penjual balon berpakaian badut, yang bisa membuat berbagai macam bentuk dari balon-balon yang dirangkai.



Keluar dari alun-alun, karena suasana masih sangat ramai dengan orang yang pulang, Freyja mengajak mampir ke salah satu cafe, karena seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, dia pasti grogi mengendarai motor kalau jalannya ramai. Jadi kami mendatangi sebuah cafe dan duduk di bangku yang ada di luarnya. Suami dan Freyja memesan minuman dingin. Kami mengobrol dan memperhatikan suasana sambil bersantai. Kebetulan ada pipa bambu untuk merokok di dekat kami, yang sebelumnya sudah seringkali kami jumpai di mana-mana baik di Vietnam maupun Laos.



Thuoc Lao, adalah cara merokok orang Vietnam yang sudah ada sejak dahulu kala. Pada umumnya daun yang diiskan ke dalamnya adalah jenis Nicotiana rustica, yang katanya harus dicari di dalam hutan, dan dihisap dengan water pipe (pipa air) yang disebut điếu cày. Biasanya, sekali hisap saja sudah bisa mengakibatkan rasa pusing selama beberapa saat, bahkan bagi perokok berat. Efek lainnya adalah mual, muntah, bahkan pingsan. Ini diakibatkan aliran nikotin yang ekstrim yang masuk dan menyebar ke pembuluh darah. Menurut penduduk lokal, thuoc lao dipercaya manjur untuk pengobatan herbal. Biasanya, thuoc lao dihisap dengan kombinasi teh hijau atau beer sebagai pelengkap. Diếu cày atau water pipe ini sering ada di tempat-tempat umum seperti di rumah makan, cafe outdoor, bahkan di taman kota. Kami baru sekali mencoba menggunakan water pipe ini, itu pun dengan racikan yang dibuat oleh Su sewaktu di Sa Pa dan tidak menimbulkan efek apa pun.

Nah, melihat adanya water pipe di tempat ini, kami berminat mencobanya lagi. Selain itu suami juga ingin didokumentasikan saat sedang menghisap water pipe ini (dan ternyata entah apa yang terjadi, ada kesalahan teknis sehingga videonya malah tidak terekam hiks).
Suami mencoba menghisapnya, dan setelah itu baru aku. Reaksi suami, katanya seperti langsung terasa penuh sesak di dada dan agak pusing dan high, padahal menghisapnya tidak terlalu banyak. Sementara aku yang menghisap dengan sepenuh hati, langsung merasa pusing dan kepalaku terasa berat hingga harus menyandarkan kepala di atas meja hahahaha... 
Aku masih sadar, bisa sesekali ikut nimbrung dalam obrolan, namun dengan kepala tetap di meja. Hmmm... rupanya seperti ini rasanya thuoc lao 😂

Setelah pusing kami mereda dan suasana sudah tidak lagi seramai tadi, kami bertiga mengambil sepeda motor di parkiran dan langsung pulang ke penginapan, dan tidur!


To be continued.......

No comments:

Post a Comment