THE ONE TRIP THAT CHANGED MY LIFE FOREVER
(CATATAN PERJALANANKU KE NEW ZEALAND)
Day 5: Senin, 29 Juni 2015
Pagi hari, aku terbangun oleh bunyi
alarm pukul 7.30 pagi. Suhu di luar masih sekitar 1o Celcius. Aku
menyiapkan sarapan untuk suami dan putriku, berupa tiga lapis roti tawar, yang
tiap lapisnya diisi dengan selai cokelat dan keju lembaran, lalu dihangatkan
dengan microwave. Untuk melengkapi sarapan, masing-masing ditambah segelas susu
dan susu kopi panas. Pukul 8 pagi, suami dan putriku bangun. Sementara mereka
berdua menikmati sarapan, aku bersiap-siap dan mengemasi barang-barang di
campervan. Kami mencuci perabotan kotor terlebih dulu di dapur umum, lalu
mengisi perbekalan air minum. Setelah itu kami mandi pagi di kamar mandi umum, bersiap-siap,
dan jam 9.30 pagi kami check-out dari Wanaka Lakeview Holiday Park.
Pagi itu, Wanaka masih belum terlalu ramai. Kami masih mampir lagi di tepian Lake Wanaka di Ardmore Street. Mengambil foto-foto di pagi hari dengan cahaya matahari yang indah. Tidak terlalu lama di sana, sekitar pukul 10.15 pagi, kami sudah berada di dalam campervan dan melanjutkan perjalanan.
Kami akan menuju kota Queenstown, yang berjarak sekitar 69 km dari Wanaka. Saat itu cuaca sedikit berawan, dan gerimis kecil sesekali menyertai perjalanan kami. Pelangi pun muncul dengan indahnya di awal perjalanan kami. Pemandangan selama beberapa kilometer pertama sepanjang Cardrona Valley Road berupa pegunungan yang hijau dan kekuningan, dengan sedikit salju di puncaknya. Sungguh indah sekali. Selain itu, banyak kami jumpai juga kelompok biri-biri di sepanjang tepian jalan di padang-padang rumput.
Setelah melewati wilayah Cardrona, kami memasuki Crown Range Road. Jalan yang kami lalui berkelak-kelok dan naik turun. Lama-kelamaan, pemandangan mulai berubah. Pegunungan yang kecoklatan, lalu salju mulai menyelimuti pegunungan di depan mata kami. Awalnya hanya berupa bercak-bercak salju, menjadikannya tampak seperti corak anjing dalmatian. Kemudian salju mulai bertambah banyak dan menebal. Wah, sungguh sangat luar biasa indah pemandangan di sepanjang jalan yang kami lalui ini.
Di beberapa tempat, ada rambu peringatan
rawan bahaya longsor. Kecepatan maksimum berkisar 55 km/jam di daerah tersebut,
di beberapa titik yang rawan bahkan hanya 35 km/jam. Rintik gerimis pun masih
menyertai kami.
Sekitar jam 11 siang, kami tiba di Crown Range Summit, puncak Crown Range Pass yang tertutup salju dan lapisan es tipis. Tampak ada beberapa orang sedang melihat-lihat dan bermain salju. Kami pun berhenti di sana. Begitu kami keluar dari campervan, seketika hawa yang sangat dingin menerpa wajah dan tubuh kami. Yang tadinya di dalam campervan kami sudah cukup kedinginan, kini jadi makin menggigil. Germisi pun makin menambah dinginnya cuaca. Namun niat untuk berfoto di tempat yang penuh dengan salju seperti itu, mengalahkan rasa dingin kami. Lapisan esnya basah, sehingga cukup licin jika kita menginjakkan kaki di atasnya.
Tempat ini sungguh luar biasa indahnya. Tidak ada matahari di sini, dan sekeliling kami dipenuhi warna putih dari salju yang menutupi permukaan pegunungan ini. Ow…. sungguh pemandangan yang luar biasa epik buat kami. Tempat ini adalah salah satu dari beberapa tempat yang paling berkesan bagi aku selama berada di New Zealand, bahkan mungkin selama hidup aku hehehehe….. Kami pun tidak terlalu lama berada di tempat tersebut, karena tidak kuat dengan dinginnya. Hanya 15 menit kami berada di sana, namun sungguh 15 menit yang sangat berkesan di dalam hidupku. Aku sempat bermain dengan salju dan membuat bola-bola salju untuk mengobati penasaran, karena sering melihat di film-film sepertinya menyenangkan sekali main bola salju hehehehe….
Masuk kembali ke dalam campervan, kami masih sangat kedinginan, terutama suamiku. Maka aku coba menyalakan heater. Heater yang ini berbeda dengan yang biasanya kami nyalakan pada saat sedang berada di tempat menginap. Jika di negara kita ada AC di mobil, nah heater ini adalah sebagai pengganti AC. Aku coba nyalakan sampai suhu maksimum, 28o Celcius. Wah, rasanya nyaman sekali diterpa angin hangat setelah setengah mati kedinginan. Suami pun bisa mengemudi dengan nyaman kembali. Jalanan masih berkelak-kelok, namun cenderung menurun, sehingga makin lama salju yang tampak makin berkurang.
Kami juga sempat berhenti sekali lagi, masih di Crown Range Road. Tempatnya tidak terlalu besar, namun pemandangannya sangat indah. Ada sebuah bukit mini, tingginya hanya sekitar 2 meter saja, dan jika naik ke atasnya, kita bisa melihat kota Queenstown dan sebagian kecil Lake Wakatipu di kejauhan. Aliran air dari Kawarau River pun tampak indah mengalir nun jauh di bawah sana. Yang jadi masalah, pada saat aku menaiki bukit mini ini, begitu sampai di puncaknya yang kecil, aku merasa seperti hendak terhempas oleh angin yang sangat kencang dan dingin. Aku sampai tidak berani berdiri karena takut terpental. Sungguh kencang sekali anginnya, mungkin mencapai 60 km/jam. Aku hanya mengambil beberapa foto saja karena merasa kurang aman di atas sana. Sewaktu turun pun, aku minta suami dan putriku menggandeng saking takutnya. Menegangkan sekali rasanya waktu itu hahahaha...
Setelah kami mengambil beberapa foto lagi, kami pun melanjutkan perjalanan. Kota Queenstown dan Lake Wakatipu beberapa kali tampak di kejauhan, indah sekali. Keluar dari Crown Range Road, kami memasuki Gibbston Highway. Di sini pemandangan salju sudah digantikan oleh perbukitan yang menguning. Kami melewati Lake Hayes di kanan kami, dan melintasi Shotover River. Pelangi yang cantik tampak indah menghiasi langit yang cerah di depan mata kami. Setelah itu kami melewati wilayah Frankton sekitar pukul 12 siang. Sepertinya sedang dilakukan banyak pembangunan di daerah ini. Menyusuri Frankton Road, jalan yang kami lewati cenderung terus menurun. Pemandangan Lake Wakatipu terkadang tampak di sisi kiri jalan, dan lagi-lagi sebuah pelangi yang indah mucul seiring kami memasuki kota Queenstown. Hmmm, hari itu perjalanan kami benar-benar indah bagaikan pelangi yang selalu menyertai di berbagai wilayah yang kami lewati.
Sekitar pukul 12.15 siang, kami mulai memasuki kota Queenstown. Rumah-rumah penduduk, apartemen, hotel, padat sekali di sepanjang pinggir jalan, sangat berbeda dengan Wanaka, apalagi Twizel. Kotanya cukup ramai, dan jalanan tampak basah, mungkin malam sebelumnya hujan turun di sini. Mobil-mobil tampak berlalu-lalang. Jalan-jalan di kota ini banyak menanjak dan menurun, beberapa di antaranya dengan sudut yang cukup curam. Rumah-rumah pun banyak yang dibangun dalam tatanan seperti sawah terasering, karena struktur lahannya yang berbukit-bukit. Banyak jalan-jalan dengan ketinggian yang cukup curam di kota ini, bahkan ada beberapa jalan yang secara spesifik tidak boleh dilewati oleh campervan kami karena sudutnya yang terlalu curam. Kotanya sendiri dikelilingi oleh pegunungan di sekelilingnya.
Pusat kota Queenstown terletak di samping Lake Wakatipu. Penduduknya berjumlah sekitar 30.900 jiwa (berdasarkan data sensus Juni 2014), namun kota ini tampak cukup padat karena sangat banyak turis yang berkunjung ke sini, baik turis domestik maupun internasional seperti kami. Queenstown memang merupakan salah satu destinasi turis utama di New Zealand, karenanya kota ini merupakan kota yang sangat komersil. Beberapa atraksi utama yang diminati turis antara lain: Skyline Gondola, penerbangan wisata dengan helikopter, terjun payung, canyon swinging, naik perahu jet, arung jeram, bungy jumping, skiing, snowboarding, dan masih banyak lagi aktivitas outdoor lainnya. Ada aktivitas yang bisa dilakukan sepanjang tahun, namun beberapa di antaranya hanya tersedia di musim-musim tertentu, seperti aktivitas di salju yang hanya ada di musim dingin (winter). Tentunya semua aktivitas ini butuh biaya ya….
Memasuki kota Queenstown, dengan panduan dari GPS, kami langsung menuju ke Queenstown Lakesview Holiday Park, yang terletak di ujung jalan Cemetery Road. Kenapa namanya Cemetery Road? Ternyata karena memang di dekatnya terdapat pemakaman umum. Tapi sama sekali tidak menyeramkan kok, karena pemakamannya juga tertata dengan rapi dan cantik, tidak ada kesan menakutkan sama sekali.
Kami check-in di Lakeview Queenstown
Holiday Park sekitar pukul 12.25 siang. Tarifnya per malam adalah NZ$ 25 per
orang, dan untuk tempat yang ada saklar listriknya, kami harus menambah NZ$ 5.
Jadi total untuk kami bertiga biayanya adalah NZ$ 80. Pada umumnya, jam check-in di holiday park, hotel, motel,
maupun penginapan di New Zealand adalah pukul 2 siang. Mungkin saat winter seperti ini, holiday park pada
umumnya tidak terlalu ramai, sehingga kami bisa early check-in tanpa dikenai biaya tambahan, dan kami lihat pun
lahan parkirnya masih banyak yang kosong.
Setelah menyelesaikan pembayaran dengan credit card, kami pun memarkirkan campervan kami di tempat yang sudah ditentukan. Ternyata lokasinya sangat dekat dengan kamar mandi umum, jaraknya hanya sekitar 3 meter saja. Di sebelahnya terletak dapur umum, jadi dekat juga. Kami beristirahat sejenak sambil berbenah di dalam campervan. Aku sempat mengecek keadaan di kamar mandi umum, dan wow… di holiday park ini sudah memakai sistem yang canggih. Untuk masuk ke kamar mandi, kita harus memasukkan PIN/password yang diberikan oleh resepsionis sebelumnya. Keadaan di dalamnya pun bersih sekali, tampak modern sekali. Dapurnya pun cukup luas, tampak baru, modern, bersih, dan nyaman sekali. Ada juga beberapa meja dan bangku yang ditata di luar bagi yang ingin makan di luar ruangan sambil menikmati pemandangan pegunungan yang indah. Fasilitas di dapurnya pun cukup lengkap, seperti biasa ada deretan kompor dan kitchen sink dengan air panas dan dingin, lemari es, microwave, bread toaster, oven, water heater khusus untuk membuat minuman, dan ada lemari-lemari terkunci yang bisa kita sewa dengan gratis untuk tempat menyimpan barang atau bahan makanan kita.
Selesai berbenah, sekitar pukul 13.20 siang, kami memutuskan untuk menjelajah kota Queenstown. Kami berjalan kaki dengan modal Google Map, menuju ke pusat kota. Melewati Isle Street, Camp Street, dan Shotover Street tentunya, melewati The Fergburger yang sangat ternama itu. Saat itu antrian di Fergburger cukup panjang, namun kami memang belum berminat untuk mampir siang itu, karena masih cukup kenyang.
Kami berjalan terus menyusuri Rees Street, hingga akhirnya sampai di tepian Lake Wakatipu. Menyusuri jalan-jalan kecil dan besar di pusat kota ini sungguh sangat menyenangkan sekali. Auranya terasa sangat berbeda dibandingkan kita jalan-jalan di Indonesia. Selain udaranya yang tentunya sangat dingin, suasananya sungguh sangat menyenangkan. Seperti mimpi rasanya, bisa berjalan-jalan di Queenstown, New Zealand. Banyak sekali toko-toko yang menawarkan barang-barang bermerk terkenal, alat-alat olahraga outdoor, tempat-tempat makan, café, paket wisata untuk para turis, dan hotel-hotel tentunya, di sepanjang jalan yang kami lewati.
Sesampainya di tepian Lake Wakatipu, kami banyak mengambil foto, lalu berjalan-jalan di sekitar tepian danau, duduk-duduk di bangku taman, dan bersantai menikmati suasana dan pemandangan yang sangat indah ini. Di tepian danau ini, banyak tempat-tempat yang dari papan namanya tampak bahwa mereka menawarkan atraksi atau kegiatan di seputaran danau ini, namun tak ada satu pun yang mendatangi turis yang lalu lalang ataupun menawarkan jasanya, apalagi memaksa. Pengunjung yang tertarik, akan dengan sendirinya mendatangi tempat tersebut untuk mendaftar kegiatan yang diinginkan. Berbeda sekali dengan yang kita jumpai di kebanyakan tempat wisata di Indonesia, di mana penjual jasa atau barang cenderung menawarkan, bahkan memaksa pengunjung untuk membeli dagangan mereka. Tidak jarang jika kita menolak, mereka akan tampak marah atau mengomel. Tempat-tempat makan, mulai yang berupa kedai sampai resto yang tampaknya cukup mewah, tersebar di sekeliling tepian Lake Wakatipu. Pub, café, dan bar pun ada di mana-mana. Semua terasa sungguh luar biasa bagiku.
Puas berada di tepian Lake Wakatipu, sekitar jam 14.20 siang, kami mulai berjalan kembali menyusuri Beach Street, lalu memutar kembali lewat Shotover Street dan Duke Street. Banyak gift shop yang menawarkan souvenir, aksesoris, dan hasil kerajinan dari bulu domba untuk oleh-oleh. Tempat makan, mulai dari Chinese Food, Indian Food, Mexican Food, Western Food, juga ada di sini. Ada beberapa toko perhiasan, mini market, bakery, café, bar, dan liquor store juga yang kami lewati sepanjang jalan.
Setelah itu kami berjalan menyusuri Camp Street, lalu berbelok ke Isle Street. Di sinilah kami melihat sebuah lapangan rumput yang sangat luas. Kami berjalan melewati lapangan tersebut, and… guess what? Di sinilah kami menemukan spot “tersembunyi” yang sangat cantik. Ada sungai kecil yang mengalir di pinggir lapangan ini, dan banyak pohon meranggas yang cantik sekali jika difoto.
Puas berfoto di tempat indah ini, sekitar pukul 15.20 sore, kami berjalan kembali, menyusuri Brecon Street sampai ke ujungnya, tempat di mana lokasi atraksi Skyline Gondola berada. Wah tempat ini ramai sekali ternyata. Banyak sekali mobil yang parkir di pinggir jalan di sana. Kami sebetulnya memang belum berniat untuk naik gondola, hanya sekedar ingin tahu seperti apa tempatnya. Tepat sebelum lokasi Skyline Gondola ini berada, ada sebuah pemakaman umum. Dari pemakaman inilah nama Cemetery Road tempat holiday park kami menginap berasal.
Di Brecon Street ini sendiri banyak atraksi untuk para pengunjung, antara lain Mini Golf, Bungy Jumping, dan di seberang pemakaman ada Kiwi Birdlife Park. Kami tidak mengunjungi tempat-tempat tersebut karena sudah cukup lelah berjalan. Kami justru masuk ke pemakaman umum, lalu duduk-duduk dan berfoto di sana hahahaha…. Pemakaman ini tertata sangat rapi dan bersih, dan terletak di sebuah bukit yang indah. Tidak ada gundukan-gundukan tanah, yang ada hanya batu-batu nisan, dan banyak di antaranya yang sepertinya baru diberi buket-buket bunga segar. Di bagian atas pemakaman ini pun ada jalan setapak jika kita ingin trekking.
Kami berada di tempat ini sampai sekitar pukul 15.40, saat matahari sudah mulai meredup. Hari itu memang cuaca cenderung agak mendung, tidak secerah hari-hari sebelumnya. Lalu kami berjalan kaki kembali ke holiday park. Jaraknya dekat, hanya sekitar 5-7 menit berjalan kaki, namun karena seharian ini kami banyak berjalan kaki, rasanya lelah dan pegal-pegal juga kaki kami.
Sesampai di campervan, kami makan roti isi dulu untuk mengisi perut yang mulai terasa sedikit lapar. Setelah itu, aku dan suami ke dapur umum untuk memasak nasi, sedangkan putriku tertidur kelelahan di campervan. Pada saat memasak nasi di dapur inilah, ada sepasang laki-laki dan perempuan kulit putih berusia sekitar 50 tahun, yang juga sedang berada di dapur. Mereka juga sedang memasak. Aku mengajak berbincang kedua orang tadi. Ternyata mereka adalah penduduk New Zealand, yang tinggal di North Island, dan sedang berlibur ke Queenstown untuk bermain ski. Di North Island memang jarang sekali turun salju, walaupun di saat winter sekalipun, karenanya banyak warga dari North Island yang pergi ke South Island untuk melakukan winter sport. Keduanya sangat ramah, terutama yang perempuan, sangat suka mengobrol, karenanya aku sampai lupa dengan nasi yang sedang aku masak, seharusnya apinya dinyalakan kecil sekali setelah air mendidih. Ketika tampaknya air sudah habis terserap, aku matikan kompor dan berpamitan kepada kedua orang tadi. Setelah itu kami kembali ke campervan dan beristirahat meluruskan kaki sembari menulis digital diaryku.
Kurang lebih pukul 18.30 petang, aku
mulai menyiapkan bahan-bahan keperluan untuk memasak makan malam kami.
Rencananya akan membuat nasi goreng daging domba, dengan pelengkap telur
goreng dan lettuce. Sewaktu mencicipi nasi yang dimasak sebelumnya, ternyata nasinya masih belum matang
benar. Aku sempat agak panik karena sayang kalau nasi sebanyak itu tidak bisa
dimakan. Akhirnya aku pindahkan ke dalam mangkok kaca yang besar, lalu aku
panaskan dengan microwave. Setelah 6 menit, akhirnya nasinya matang sempurna.
Setelah itu kami bertiga beranjak ke dapur umum. Saat itu di dapur tidak
terlalu ramai, hanya ada beberapa orang yang sedang makan bersama. Nasinya
dimasak dengan bumbu gulai instan yang aku bawa dari Indonesia, ditambah daging
domba yang dipotong-potong kecil. Lalu telur goreng disajikan dengan kesukaan
masing-masing, didadar dan dibuat mata sapi. Dan pelengkap terakhir adalah
irisan lettuce sebagai sayurnya.
Hmmm…. sungguh enak sekali makan malam kami, apalagi dalam kondisi kelaparan
hehehehe….
Selesai makan dan membersihkan peralatan makan, kami kembali ke campervan, lalu bersiap-siap lagi untuk berjalan-jalan ke pusat kota Queenstown. Sekitar pukul 20.10 malam, kami kembali berjalan kaki. Kali ini kami berjalan sekehendak hati saja.
Kami melewati lagi Fergburger dan tepian Lake Wakatipu. Kami juga mencoba melewati beberapa jalan setapak dan gang kecil yang siangnya tidak kami lewati. Queenstown di waktu malam sudah jauh lebih sepi dibandingkan siang hari, namun tidak mengurangi keindahannya, bahkan lebih indah. Lampu-lampu di jalan bersinar terang dan sangat meriah di sepanjang pusat kota, membuatnya tampak lebih berwarna-warni. Masih banyak toko-toko yang buka saat itu, kebanyakan resto, bar, café, atau casino. Kami bahkan sempat mampir di kedai kopi Starbucks di suatu sudut perempatan Camp Street, di ujung Queenstown Mall. Suhu saat itu berkisar 3o Celcius. Suami dan putriku memesan minuman hangat, tapi bukan Irene namaku kalau tidak memesan frappuccino yang dingin hahahaha…. Harga Starbucks di Queenstown ini tidak berbeda jauh dibandingkan kita membeli di Indonesia.
Setelah membayar dengan credit card dan pesanan kami selesai dilayani, kami hendak beranjak keluar, saat suamiku mendengar ada beberapa orang yang sedang bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Suamiku mendatangi lebih dahulu dan menyapa mereka. Ternyata mereka memang keluarga dari Indonesia, yang putra-putranya sedang mengenyam pendidikan di NSIA, Auckland. Kami tidak terlalu lama mengobrol dengan mereka, dan berpisah melanjutkan perjalanan masing-masing. Setelah itu baru aku membuka Google Map untuk mencari jalan kembali menuju Queenstown Lakeview Holiday Park. Sembari berjalan dan minum frappuccino yang aku beli, ternyata memang jadi membuat suhu tubuh semakin dingin hahahaha…..
Setibanya kami di holiday park, kami
segera mandi di kamar mandi umum untuk menghangatkan diri. Selesai mandi, tubuh
terasa hangat dan nyaman kembali, sehingga di dalam campervan kami bisa
mengenakan baju biasa saja seperti di rumah. Setelah itu, kami menghabiskan
waktu dengan bersantai sambil mengobrol hingga tiba waktunya beristirahat :)
To be continued.......
To be continued.......
No comments:
Post a Comment