DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Friday, June 2, 2017

NEW ZEALAND TRIP 2015 (7) - AMAZING SNOWY DAY!

THE ONE TRIP THAT CHANGED MY LIFE FOREVER
(CATATAN PERJALANANKU KE NEW ZEALAND)


Day 3: Sabtu, 27 Juni 2015

Aku terbangun sekitar pukul 07.30 pagi pagi harinya. Udara terasa sangat dingin dan masih gelap di luar campervan. Aku sengaja bangun agak pagi karena ingin mencoba menanak nasi. Beras yang dibeli sehari sebelumnya merupakan jenis yang baru, yaitu beras basmati, beras yang berasal dari India. Yang aku tahu, di Indonesia harganya sangat mahal, berkali lipat harganya dibandingkan beras pada umumnya. Sedangkan di pada saat membeli, beras ini sedang diskon dan harganya sama dengan beras biasa.
Aku menanak beras basmati ini mengikuti cara yang tertera di bagian belakang kemasannya. Cukup waswas juga selama menanaknya, kuatir tidak jadi, akung jika harus dibuang. Selesai menanak aku cicipi, ternyata matang dengan sempurna. Berasnya sangat punel dan enak sekali.

Sekitar 08.30 pagi, aku membangunkan suami tercinta. Keadaan di luar campervan sudah cukup terang, oleh karenanya, daripada di dalam juga tetap kedinginan, aku mencoba keluar. Dingin yang luar biasa langsung terasa menjalar, namun apa yang aku lihat…. wow…. pemandangan  yang sangat indah luar biasa, hingga ketakjuban ini mengalahkan dingin yang aku rasakan. Salju yang putih bersih membentang ke arah mana pun mata memandang. Banyak pohon yang meranggas dan tampak kecoklatan, namun banyak juga yang daunnya masih hijau. Sungguh menakjubkan menyaksikan dan berdiri di tengah-tengahnya…. Tidak aku lewatkan kesempatan ini untuk mengambil foto sebanyak-banyaknya hehehe….


Ternyata tempat kami bermalam ini adalah Lake Wardell. Seharusnya ada danau kecil di sekitar itu, namun tidak tampak, mungkin membeku atau tertutup salju.

Sekembalinya dari luar, baru aku berani mencuci muka dan sikat gigi, lalu membangunkan putriku. Kami bertiga sebenarnya punya tantangan untuk dilakukan, yaitu berpose di salju dengan pakaian seminim mungkin yang bisa. Jadi hanya dengan mengenakan celana pendek, kaos tanpa lengan dan sandal japit, aku keluar lagi untuk difoto. Ternyata aku tidak bisa bertahan lama hanya dengan sandal, karena baru beberapa puluh detik saja menginjak salju, kaki terasa sakit sampai hampir mati rasa. Akhirnya aku kembali ke dalam campervan untuk mengenakan kaos kaki dan boots, baru berani masuk lagi ke dalam salju yang menghampar.
Putriku pun mengikuti tantangan ini, hanya dengan mengenakan celana pendek, baju tanpa lengan, dan boots. Suamiku malah tidak berani, sehingga hanya menjadi tukang foto saja hehehehe….


Aku juga sempat ingin membuat bola-bola salju, seperti di film-film. Namun ternyata salju waktu itu tidak bisa dibentuk, saljunya seperti butiran kristal yang kering, dan berhamburan jika ditumpahkan dari tangan. Lebih mirip pasir es. 

 

Puas berfoto, kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Sebetulnya kami ingin melihat Lake Tekapo dan Lake Pukaki, namun saat itu sudah pukul 11 siang, dan kami takut waktu tidak akan cukup atau kemalaman lagi tiba di tujuan selanjutnya, kami tidak jadi memutar balik.

Catatan: Setelah sampai di rumah dan menyusuri kembali perjalanan kami malam itu melalui Google Map, jujur aku sangat menyesal, karena ternyata lokasi kami menghabiskan malam pada waktu itu, Lake Wardell, sangat dekat sekali dengan Lake Pukaki. Jaraknya hanya sekitar 2 km saja. Sayangnya saat itu tidak terpikir untuk menggunakan Google Map hiks hiks….

Matahari bersinar terik saat kami mulai melanjutkan perjalan ke arah Queenstown, namun udara masih sangat dingin. Jarak ke Queenstown dari Lake Wardell sekitar 205 km.
Kami melewati Tekapo-Twizel Road, dan sempat berhenti untuk berfoto karena tempatnya sangat indah. Tidak lama kemudian, kami menjumpai kota kecil Twizel, yang berjarak hanya sekitar 7,5 km dari Lake Wardell. Pertama menyusuri jalanan di Twizel ini, aku langsung jatuh hati. Benar-benar seperti negeri di film-film kartun. Rumah-rumah yang cantik terbuat dari kayu, dicat warna-warni, dan seluruh kota tertutup salju kecuali jalan-jalannya. Pepohonan ada di sana-sini. Sungguh indah tak terkira. Twizel is soooo beautiful and soooo amazing!


Kami menuju Twizel Town Centre untuk mencari pombensin. Kami mengisi solar di Z Twizel. Untuk pengisian bahan bakar yang ada petugasnya seperti ini, biasanya pembayaran dilakukan di dalam mini market yang ada di pombensin tersebut. Jumlah yang harus kita bayarkan sudah tertera pada bagian kasir. Setelah membayar dengan credit card, kami bertanya kepada petugas pengisi solar, toko yang menjual adaptor listrik, karena colokan listrik di New Zealand berbeda dengan di Indonesia. Kami ditunjukkan arah menuju toko Jake’s Hardware. Letaknya persis di pusat kota. Pusat kota di Twizel ini, jangan dibayangkan seperti kota-kota di Indonesia ya, hanya beberapa orang yang tampak berjalan kaki di luar rumah, jalanan sepi, dan hanya ada beberapa mobil yang lalu lalang.


Karena masih bingung sambil berputar-putar dengan campervan, kami bertanya lagi pada dua orang perempuan paruh baya yang sedang berjalan. Kami disuruh parkir di dekat situ, lalu mereka berdua malah mengantarkan kami menuju ke tempat yang kami tuju melalui jalan setapak. Saat itu jalan setapak yang kami lalui cukup licin, sehingga harus berhati-hati dalam melangkah. Setelah menemukan Jake’s Hardware, kami belanja adaptor listrik, dan adaptor dari colokan di campervan ke USB untuk mengisi baterai HP kami. Total menghabiskan sekitar NZ$ 30. Cukup mahal juga ya, padahal barang-barang yang kami beli semuanya bertuliskan Made in China hahahaha….


Jake’s Hardware ini terletak di sebuah lokasi pertokoan. Di sekitarnya ada toko alat-alat memancing dan olahraga outdoor, bakery & café, supermarket, bank, apotek, dan beberapa tempat makan. Kami sempat berfoto-foto di pusat kota ini, sebelum akhirnya melanjutkan kembali perjalanan kami, menyusuri Twizel-Omarama Road.


Kira-kira 4 km dari Twizel, kami melewati High Country Salmon. Tempat ini sangat terkenal akan kesegaran ikan salmonnya, namun kami tidak singgah karena perut kami masih belum bisa berkompromi untuk diisi makanan saat itu. DI tempat ini dikatakan, pengunjung bisa memberi makan ikan-ikan salmon yang berenang di kolam. Salah satu produk terbaiknya adalah sashimi. Produk-produk lainnya bisa dilihat di http://www.highcountrysalmonfarm.co.nz/


Sepanjang perjalanan sungguh indah, salju menyelimuti permukaan dataran yang kami lewati, dan aliran sungai Ahuriri yang kami jumpai, menciptakan pemandangan yang luar biasa. Kami melewati kota kecil Omarama, lalu melintasi Omarama-Lindis Pass Road. Pemandangan gunung berselimutkan salju hampir selalu menyertai di sekitar kami. Kami juga sempat berhenti sejenak untuk berfoto dengan latar belakang pemandangan gunung-gunung bersalju.


Memasuki Lindis Pass, aku benar-benar luar biasa terkagum-kagum dengan pemandangan yang ada di luar campervan. I was stunned, everything I saw was just unbelievable. Sepanjang jalan, segala sesuatunya benar-benar luar biasa, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Words can’t represent any of this beauty, you’ll just have to see it to believe it. Semuanya tampak bagaikan lukisan, so unreal. Begitu dahsyat dan luar biasanya Tuhan yang menciptakan semua keagungan, keindahan, dan kemegahan alam ini. Wow!!! Truly amazing and so magical!!!


Saat berada di Lindis Pass inilah, setelah sebuah belokan, suami memutuskan untuk berhenti di tempat yang cukup luas di tepi jalan, namun tertutup salju. Niatnya ingin berfoto di tempat tersebut. Aku dan putriku segera turun begitu campervan berhenti. Untuk memudahkan saat keluarnya, campervan hendak diposisikan di tempat yang nyaman. Saat melindas di dataran yang bersalju agak tebal, ternyata ban campervan hanya berputar-putar saja, dan sama sekali tidak mau jalan. Rupanya terjebak di lapisan es yang agak tebal. Aku dan putriku mencoba mengorek-ngorek esnya dengan tangan, tetapi masih belum berhasil. Lalu aku coba lagi, kali ini dengan suthil alias sendok masak hahahaha…. aku mengorek esnya, namun masih tetap belum bisa membuat ban campervan keluar dari jebakan es. Herannya, saat itu aku tidak merasa panik. Kondisi sangat sepi, tidak ada kendaraan lewat sama sekali, dan sekeliling kami hanya ada gunung-gunung es.

Tak lama kemudian, ada sebuah mobil sedan melintas di jalan, berhenti dan bertanya apakah kami baik-baik saja? Tentu saja aku jawab tidak. Hahahaha…. lalu pengemudi sedan tersebut keluar. Seorang pemuda berusia menjelang 30-an, bersama pasangannya, seorang perempuan yang tampaknya sedikit lebih muda. Mereka adalah turis asal Perancis. Sang pria muda dengan bersemangat mendorong campervan kami, lalu memberi aba-aba kepada suamiku yang ada di belakang kemudi, untuk maju ke kanan atau ke kiri. Setelah beberapa menit berlalu, masih belum ada hasil, campervan masih belum bisa keluar dari lapisan es yang tebal tersebut.

Tiba-tiba saja mucul sebuah mobil pengeruk salju dari belokan. Seorang laki-laki berusia 40-an mengendarai mobil tersebut, lalu turun dan segera melihat masalah kami. Beliau berkata, “Do you know this is a dumb idea?” Hahahaa…. Lalu beliau mengambil sekop, dan menyekop salju yang ada di sekitar ban campervan tersebut. Setelah itu, beliau memberi aba-aba untuk jalan, dan voila! Campervan berhasil maju melewati salju yang tebal. Setelah berada di posisi yang aman, beliau berkata lagi, “Stay on the road!”
Wah lega sekali rasanya. Setelah berterima kasih yang tak terkira kepada sang petugas dan kepada pasangan dari Perancis tersebut, kami melanjutkan perjalanan masing-masing. Akhirnya kami malah tidak jadi mengambil foto di tempat tersebut karena lupa hehehehe…. Tapi kami sangat bersyukur sekali, sang petugas pembersih salju itu bagaikan malaikat yang diutus dari surga saja di tengah-tengah pegunungan salju ini.

Menuruni pegunungan, melewati Lindis Valley, pemandangan berangsur-angsur berubah, kombinasi antara musim gugur dengan musim dingin. Sesampai di daerah Tarras, ada papan petunjuk jalan. Ternyata menuju West Wanaka lebih dekat daripada ke Queenstown, karenanya kami memutuskan mengubah haluan menuju West Wanaka. Papan-papan petunjuk dan rambu-rambu lalu lintas yang ada di sepanjang jalan di New Zealand ini sangat jelas, sehingga kita tidak perlu kuatir tersesat. Kalaupun sampai tersesat, kita masih bisa bertanya kepada penduduk setempat yang rata-rata sangat ramah dan informatif. Justru kalau tersesat jadi lebih unik perjalananannya ya… hehehehe….


Kami mulai memasuki kota Wanaka sekitar 15.20 sore. Setelah melewati Puzzling World, lalu pemandangan pegunungan yang puncaknya masih berselimutkan salju, dan pusat kota, kami menuju holiday park pertama kami, yakni Wanaka Lakeview Holiday Park. Lokasinya ada di ujung Brownston Street. Pertama kali mau check-in, kami bingung karena baru pertama kali ini masuk holiday park. Akhirnya nekat saja, kami masuk ke bagian resepsionis. Kami masih menunggu dua orang yang sedang dilayani. Setelah tiba giliran kami, aku mengatakan bahwa kami mau bermalam di situ, dan ini adalah pertama kali kami ke holiday park. Resepsionisnya seorang perempuan lanjut usia. Beliau lalu menjelaskan segala sesuatunya, mulai tarif, peraturan-peraturan yang ada, hingga lokasi-lokasi yang bisa kami kunjungi di sekitar Wanaka. Sangat informatif dan jelas sekali. Tarifnya per malam adalah NZ$ 18 per orang, sudah termasuk listrik (electric site). Jika ingin mencuci pakaian, dikenai tarif NZ$ 3, dan jika ingin menggunakan wifi, dikenai tarif NZ$ 5. Fasilitas yang tersedia antara lain dapur umum, shower dan toilet umum. Dapur umum buka 24 jam sehari (ada beberapa holiday park yang dapur umumnya tutup pada malam hari jam tertentu, dan baru dibuka lagi pagi harinya). Listrik yang dimaksud di sini adalah, di tempat parkir disediakan colokan listrik untuk mengisi baterai campervan atau mobil yang kita kendarai. Selain itu, untuk penggunaan microwave, ketel listrik, dan colokan listrik utama, kondisi campervan harus sambil mengisi baterai.


Setelah membayar, kami menuju tempat parkir campervan kami. Pertama kali parkir pun salah arah, karena belum hapal letak colokan listrik yang ada di campervan hehehehe…. Setelah parkir dengan benar, segera kabel ditarik dan dipasangkan untuk mengisi baterai campervan. Langsung deh colokan listriknya penuh dengan kabel-kabel, untuk mengisi baterai powerbank dan baterai kamera yang sudah kritis hehehehe…. Lalu aku menyiapkan makanan, karena seharian itu kami belum makan berat sama sekali. Makan sore itu sederhana saja, nasi yang dimasak pagi harinya, dengan lauk daging steak sapi sisa malam sebelumnya yang disimpan di lemari es. Keduanya dipanaskan ulang menggunakan microwave, sehingga tetap tersaji hangat.

Setelah perut kami kenyang, kami berjalan-jalan di dalam area holiday park sambil memotret suasana sekitar. Lake Wanaka terlihat di kejauhan di arah barat laut, dan pegunungan yang puncaknya berselimutkan salju menjadi pemandangan di arah utara dan barat. Indah sekali. Selain itu kami mengecek keadaan di dapur umum dan shower/toilet umum. Dapurnya bersih, tidak terlalu modern, tapi cukup nyaman. Ada beberapa kompor listrik beserta kitchen sink, lemari es, freezer, oven, toaster, dan dua buah microwave. Sabun cuci dan sabut pencuci piring juga disediakan. Di setiap kitchen sink tersedia air dingin dan air panas. Oya, semua air bersih yang keluar dari kran air di New Zealand ini, bisa diminum langsung. Saat di Christchurch aku diberi tahu hal ini oleh resepsionis hotel. Air kran di New Zealand pada umumnya terjamin kebersihannya dan layak minum. Menyenangkan ya ^_^


Sementara itu kamar mandi umumnya terdiri dari dua bagian, sebelah kiri deretan toilet saja, dan sebelah kanan deretan shower saja. Di bagian tengahnya berjejer wastafel yang berhadap-hadapan. Setelah beberapa hari menginap di holiday park, rata-rata susunan di dalam kamar mandinya memang seperti ini semua. Hanya berbeda desain atau jumlah bilik-biliknya saja. Kamar mandi laki-laki dan perempuan dipisah, namun kadang-kadang apabila sedang dibersihkan salah satunya, kamar mandi akan dijadikan satu untuk sementara waktu. Biasanya di luar sebelum pintu masuk akan diberi tulisan “Unisex Bathroom”, sehingga sebelum masuk kita bisa tahu terlebih dahulu.

Sekitar pukul 17.15 sore, matahari sudah mulai meredup, dan kami teringat untuk membuang air kotor dan mengisi air bersih. Lokasi dump station dan clean water station ada di seberang resepsionis di luar. Air kotor yang dibuang ada dua macam, yang pertama adalah air pembuangan dari shower dan kitchen sink, yang bisa langsung dialirkan keluar dengan selang air yang disediakan. Yang kedua adalah adalah pembuangan dari toilet, berupa tangki/jerigen yang warna isinya biru. Warna biru ini diperoleh dari bahan kimia yang diisikan sebelumnya. Jadi setelah dibuang/dikosongkan isinya, jerigen tersebut dibilas dengan air bersih, lalu diiskan bahan kimia yang berwarna biru tadi. Bentuknya bubuk. Lalu diberi sedikit air bersih dan agak diguncang-guncang agar bahan kimianya larut. Dengan cara ini, air dan kotoran yang ada di dalam jerigen tersebut tidak akan berbau, dan warnanya jadi biru.

Awalnya aku tidak ikut suami dan putriku ke dump station, karena masih ingin memotret di sekitar situ dan duduk-duduk di bangku taman yang disediakan di tempat parkir kami. Namun sampai 30 menit suami dan putriku belum kembali juga, aku jadi agak kuatir. Selain itu angin sangat dingin dan makin kencang sampai tubuh aku menggigil. Akhirnya aku memutuskan untuk menyusul mereka berdua. Berjalan kaki sekitar 5 menit, aku sampai di dump station dan melihat suami dan putri tercinta masih membuang air kotor. Ternyata pembuangan air kotornya banyak sekali yang melalui selang, sehingga lama menunggunya sampai habis. Padahal kami bertiga masih jarang sekali menggunakan kitchen sink, bahkan shower tidak pernah dipakai sama sekali. Dugaan kami, mungkin pengguna campervan sebelum kami tidak membuang air kotor, sehingga kami yang terkena imbasnya.

Selesai membuang air kotor, giliran mengisi air bersih. Selang yang digunakan kecil, jadi agak lama juga mengisinya. Setelah beres semua, kami kembali ke parkiran campervan kami. Setelah itu kami bertiga mempersiapkan peralatan mandi, lalu mandi di kamar mandi umum. Jarak dari campervan ke kamar mandi umum ini sekitar 30-40 meter, melewati dapur umum. Dan dalam kondisi suhu sekitar 0o Celcius, jarak sesingkat itu terasa sekali cukup menyiksa dinginnya, karena kami kalau ke kamar mandi hanya mengenakan celana pendek dan kaos saja.  Senang sekali bisa mandi lagi setelah 2 hari tidak mandi hahahaha…. Yang jadi masalah, pintu masuk ke kamar mandi di holiday park ini tidak rapat, sehingga banyak angin yang masuk. Jadi pada saat menyiram tubuh dengan air panas pun, bagian tubuh yang tidak tersiram bisa kedinginan terkena hembusan angin dari luar. Brrrrr…..
Cukup lama kami mandi, agar suhu tubuh kembali hangat, karena sebelumnya cukup kedinginan. Selesai mandi, aku dan putriku bisa dengan santainya mengenakan celana pendek dan kaos saja berjalan menuju campervan tanpa kedinginan.

Setelah merasa segar dan hangat, kami memutuskan untuk berjalan kaki ke supermarket di pusat kota Wanaka. Sementara itu, campervan kami tinggalkan dalam kondisi heater dinyalakan, agar malamnya kami tidak kedinginan lagi seperti malam sebelumnya. Kami berjalan kaki mengenakan jaket yang cukup tebal, syal, dan beanie jika diperlukan. Suasana sudah gelap saat kami keluar holiday park sekitar pukul 18.50 petang.

Wanaka adalah sebuah kota yang terletak tepat di ujung paling selatan Lake Wanaka, dan merupakan gerbang menuju Mount Aspiring National Park. Kota ini dikelilingi pegunungan. Kotanya tidak besar, dan tidak terlalu ramai juga. Menurut data Wikipedia, sampai bulan Juni 2014, penduduknya hanya sekitar 7.170 jiwa saja. Pada saat kami memasuki kota ini sore harinya, masih cukup banyak kendaraan dan penduduk yang lalu lalang. Namun saat kami berjalan kaki keluar kali ini, suasana sudah sangat sepi. Hanya tampak sekali dua kali saja mobil yang lewat. Butuh sekitar 15-20 menit untuk berjalan kaki sampai ke pusat kota, padahal tampaknya dekat. Kami mampir di Pembroke Wine & Spirits, toko pertama yang kami jumpai. Pemiliknya seorang pria muda yang berasal dari India. Orangnya lucu dan ramah sekali. Setelah membeli sebotol liquor, kami berjalan kaki lagi menuju supermarket New World yang berjarak hanya beberapa menit saja.

Di New World Wanaka ini, seperti sebelumnya, aku terkagum-kagum dan senang sekali melihat betapa banyak bahan makanan yang berjejer dan tertata rapi. Kami hanya membeli sayur pak choy, couscous, pretzel, tablet kalsium, dan korek api, semuanya senilai NZ$ 23.06. Setelah itu kami berjalan kembali menuju holiday park.


Ternyata sesampainya di campervan, kami merasa lapar, jadi malam itu kami masak lagi di dapur umum. Masih ada sisa nasi dari sorenya, jadi untuk suamiku membuatkan daging domba yang dipotong-potong kecil dan dimasak dengan bawang bombay, beserta roti tawar isi selai cokelat dan keju. Untuk putriku, sosis yang dimasak dengan bawang bombay, dan aku sendiri membuat cah sayur pak choy dengan telur.

 

Sekitar pukul 21.20 malam, kami makan bersama di dapur umum, rasanya nikmat sekali walaupun bahan-bahannya dimasak dengan sederhana. Selesai makan, waktu sudah menunjukkan pukul 22 GMT+12, dan kami kembali ke campervan. Kami duduk dan bersantai sambil mengobrol. Malam itu suhu berada di kisaran 0-2o Celcius dan angin cukup kencang, namun karena heater sudah dinyalakan sejak sore harinya, kami tidak terlalu kedinginan. Putriku bahkan sudah tidak mengenakan jaket lagi, dan suami hanya mengenakan sweater sebagai penghangat. Sekitar pukul 1 subuh, suami dan putriku tertidur. Aku sendiri baru bisa tidur sekitar pukul 3 subuh, karena masih membalas komentar-komentar dari cerita yang aku tulis di group Backpackers Dunia. Setiap hari aku berusaha meluangkan waktu untuk menulis, biasanya 2-3 jam sehari, selain untuk berbagi juga agar aku bisa mengingat kembali detil-detil kisah perjalanan kami yang luar biasa ini ^_^




To be continued.......

No comments:

Post a Comment