THE ONE TRIP THAT CHANGED MY LIFE FOREVER
(CATATAN PERJALANANKU KE NEW ZEALAND)
Day 3: Sabtu, 27 Juni 2015
Aku terbangun sekitar pukul 07.30 pagi
pagi harinya. Udara terasa sangat dingin dan masih gelap di luar campervan. Aku sengaja bangun agak pagi
karena ingin mencoba menanak nasi. Beras yang dibeli sehari sebelumnya
merupakan jenis yang baru, yaitu beras basmati, beras yang berasal dari India.
Yang aku tahu, di Indonesia harganya sangat mahal, berkali lipat harganya
dibandingkan beras pada umumnya. Sedangkan di pada saat membeli, beras ini
sedang diskon dan harganya sama dengan beras biasa.
Aku menanak beras basmati ini mengikuti
cara yang tertera di bagian belakang kemasannya. Cukup waswas juga selama menanaknya,
kuatir tidak jadi, akung jika harus dibuang. Selesai menanak aku cicipi,
ternyata matang dengan sempurna. Berasnya sangat punel dan enak sekali.
Sekitar 08.30 pagi, aku membangunkan
suami tercinta. Keadaan di luar campervan
sudah cukup terang, oleh karenanya, daripada di dalam juga tetap kedinginan, aku
mencoba keluar. Dingin yang luar biasa langsung terasa menjalar, namun apa yang
aku lihat…. wow…. pemandangan yang sangat
indah luar biasa, hingga ketakjuban ini mengalahkan dingin yang aku rasakan.
Salju yang putih bersih membentang ke arah mana pun mata memandang. Banyak
pohon yang meranggas dan tampak kecoklatan, namun banyak juga yang daunnya
masih hijau. Sungguh menakjubkan menyaksikan dan berdiri di tengah-tengahnya….
Tidak aku lewatkan kesempatan ini untuk mengambil foto sebanyak-banyaknya
hehehe….
Ternyata tempat kami bermalam ini adalah
Lake Wardell. Seharusnya ada danau kecil di sekitar itu, namun tidak tampak,
mungkin membeku atau tertutup salju.
Sekembalinya dari luar, baru aku berani
mencuci muka dan sikat gigi, lalu membangunkan putriku. Kami bertiga sebenarnya
punya tantangan untuk dilakukan, yaitu berpose di salju dengan pakaian seminim
mungkin yang bisa. Jadi hanya dengan mengenakan celana pendek, kaos tanpa
lengan dan sandal japit, aku keluar lagi untuk difoto. Ternyata aku tidak bisa
bertahan lama hanya dengan sandal, karena baru beberapa puluh detik saja menginjak
salju, kaki terasa sakit sampai hampir mati rasa. Akhirnya aku kembali ke dalam
campervan untuk mengenakan kaos kaki
dan boots, baru berani masuk lagi ke
dalam salju yang menghampar.
Putriku pun mengikuti tantangan ini,
hanya dengan mengenakan celana pendek, baju tanpa lengan, dan boots. Suamiku malah tidak berani,
sehingga hanya menjadi tukang foto saja hehehehe….
Aku juga sempat ingin membuat bola-bola
salju, seperti di film-film. Namun ternyata salju waktu itu tidak bisa
dibentuk, saljunya seperti butiran kristal yang kering, dan berhamburan jika
ditumpahkan dari tangan. Lebih mirip pasir es.
Puas berfoto, kami bersiap-siap untuk
melanjutkan perjalanan. Sebetulnya kami ingin melihat Lake Tekapo dan Lake
Pukaki, namun saat itu sudah pukul 11 siang, dan kami takut waktu tidak akan
cukup atau kemalaman lagi tiba di tujuan selanjutnya, kami tidak jadi memutar
balik.
Catatan: Setelah
sampai di rumah dan menyusuri kembali perjalanan kami malam itu melalui Google Map, jujur aku sangat menyesal,
karena ternyata lokasi kami menghabiskan malam pada waktu itu, Lake Wardell, sangat
dekat sekali dengan Lake Pukaki. Jaraknya hanya sekitar 2 km saja. Sayangnya
saat itu tidak terpikir untuk menggunakan Google
Map hiks hiks….
Matahari bersinar terik saat kami mulai
melanjutkan perjalan ke arah Queenstown, namun udara masih sangat dingin. Jarak
ke Queenstown dari Lake Wardell sekitar 205 km.
Kami melewati Tekapo-Twizel Road, dan
sempat berhenti untuk berfoto karena tempatnya sangat indah. Tidak lama
kemudian, kami menjumpai kota kecil Twizel, yang berjarak hanya sekitar 7,5 km
dari Lake Wardell. Pertama menyusuri jalanan di Twizel ini, aku langsung jatuh hati. Benar-benar seperti negeri di film-film kartun. Rumah-rumah yang cantik
terbuat dari kayu, dicat warna-warni, dan seluruh kota tertutup salju kecuali
jalan-jalannya. Pepohonan ada di sana-sini. Sungguh indah tak terkira. Twizel is soooo beautiful and soooo amazing!
Kami menuju Twizel Town Centre untuk
mencari pombensin. Kami mengisi solar di Z Twizel. Untuk pengisian bahan bakar
yang ada petugasnya seperti ini, biasanya pembayaran dilakukan di dalam mini
market yang ada di pombensin tersebut. Jumlah yang harus kita bayarkan sudah
tertera pada bagian kasir. Setelah membayar dengan credit card, kami bertanya
kepada petugas pengisi solar, toko yang menjual adaptor listrik, karena colokan
listrik di New Zealand berbeda dengan di Indonesia. Kami ditunjukkan arah
menuju toko Jake’s Hardware. Letaknya persis di pusat kota. Pusat kota di
Twizel ini, jangan dibayangkan seperti kota-kota di Indonesia ya, hanya
beberapa orang yang tampak berjalan kaki di luar rumah, jalanan sepi, dan hanya
ada beberapa mobil yang lalu lalang.
Karena masih bingung sambil
berputar-putar dengan campervan, kami bertanya lagi pada dua orang perempuan
paruh baya yang sedang berjalan. Kami disuruh parkir di dekat situ, lalu mereka
berdua malah mengantarkan kami menuju ke tempat yang kami tuju melalui jalan
setapak. Saat itu jalan setapak yang kami lalui cukup licin, sehingga harus
berhati-hati dalam melangkah. Setelah menemukan Jake’s Hardware, kami belanja
adaptor listrik, dan adaptor dari colokan di campervan ke USB untuk mengisi
baterai HP kami. Total menghabiskan sekitar NZ$ 30. Cukup mahal juga ya, padahal
barang-barang yang kami beli semuanya bertuliskan Made in China hahahaha….
Jake’s Hardware ini terletak di sebuah
lokasi pertokoan. Di sekitarnya ada toko alat-alat memancing dan olahraga
outdoor, bakery & café, supermarket, bank, apotek, dan beberapa tempat
makan. Kami sempat berfoto-foto di pusat kota ini, sebelum akhirnya melanjutkan
kembali perjalanan kami, menyusuri Twizel-Omarama Road.
Kira-kira 4 km dari Twizel, kami
melewati High Country Salmon. Tempat ini sangat terkenal akan kesegaran ikan
salmonnya, namun kami tidak singgah karena perut kami masih belum bisa
berkompromi untuk diisi makanan saat itu. DI tempat ini dikatakan, pengunjung
bisa memberi makan ikan-ikan salmon yang berenang di kolam. Salah satu produk
terbaiknya adalah sashimi. Produk-produk lainnya bisa dilihat di http://www.highcountrysalmonfarm.co.nz/
Sepanjang perjalanan sungguh indah,
salju menyelimuti permukaan dataran yang kami lewati, dan aliran sungai Ahuriri
yang kami jumpai, menciptakan pemandangan yang luar biasa. Kami melewati kota
kecil Omarama, lalu melintasi Omarama-Lindis Pass Road. Pemandangan gunung
berselimutkan salju hampir selalu menyertai di sekitar kami. Kami juga sempat
berhenti sejenak untuk berfoto dengan latar belakang pemandangan gunung-gunung
bersalju.
Memasuki Lindis Pass, aku benar-benar
luar biasa terkagum-kagum dengan pemandangan yang ada di luar campervan. I was stunned, everything I saw was just
unbelievable. Sepanjang jalan, segala sesuatunya benar-benar luar biasa,
tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Words
can’t represent any of this beauty, you’ll just have to see it to believe it.
Semuanya tampak bagaikan lukisan, so
unreal. Begitu dahsyat dan luar biasanya Tuhan yang menciptakan semua
keagungan, keindahan, dan kemegahan alam ini. Wow!!! Truly amazing and so magical!!!
Saat berada di Lindis Pass inilah, setelah
sebuah belokan, suami memutuskan untuk berhenti di tempat yang cukup luas di
tepi jalan, namun tertutup salju. Niatnya ingin berfoto di tempat tersebut. Aku
dan putriku segera turun begitu campervan berhenti. Untuk memudahkan saat
keluarnya, campervan hendak diposisikan di tempat yang nyaman. Saat melindas di
dataran yang bersalju agak tebal, ternyata ban campervan hanya berputar-putar
saja, dan sama sekali tidak mau jalan. Rupanya terjebak di lapisan es yang agak
tebal. Aku dan putriku mencoba mengorek-ngorek esnya dengan tangan, tetapi
masih belum berhasil. Lalu aku coba lagi, kali ini dengan suthil alias sendok
masak hahahaha…. aku mengorek esnya, namun masih tetap belum bisa membuat ban
campervan keluar dari jebakan es. Herannya, saat itu aku tidak merasa panik.
Kondisi sangat sepi, tidak ada kendaraan lewat sama sekali, dan sekeliling kami
hanya ada gunung-gunung es.
Tak lama kemudian, ada sebuah mobil
sedan melintas di jalan, berhenti dan bertanya apakah kami baik-baik saja?
Tentu saja aku jawab tidak. Hahahaha…. lalu pengemudi sedan tersebut keluar.
Seorang pemuda berusia menjelang 30-an, bersama pasangannya, seorang perempuan
yang tampaknya sedikit lebih muda. Mereka adalah turis asal Perancis. Sang pria
muda dengan bersemangat mendorong campervan kami, lalu memberi aba-aba kepada suamiku
yang ada di belakang kemudi, untuk maju ke kanan atau ke kiri. Setelah beberapa
menit berlalu, masih belum ada hasil, campervan masih belum bisa keluar dari
lapisan es yang tebal tersebut.
Tiba-tiba saja mucul sebuah mobil
pengeruk salju dari belokan. Seorang laki-laki berusia 40-an mengendarai mobil
tersebut, lalu turun dan segera melihat masalah kami. Beliau berkata, “Do you know this is a dumb idea?”
Hahahaa…. Lalu beliau mengambil sekop, dan menyekop salju yang ada di sekitar
ban campervan tersebut. Setelah itu, beliau memberi aba-aba untuk jalan, dan voila! Campervan berhasil maju melewati
salju yang tebal. Setelah berada di posisi yang aman, beliau berkata lagi, “Stay on the road!”
Wah lega sekali rasanya. Setelah
berterima kasih yang tak terkira kepada sang petugas dan kepada pasangan dari
Perancis tersebut, kami melanjutkan perjalanan masing-masing. Akhirnya kami
malah tidak jadi mengambil foto di tempat tersebut karena lupa hehehehe…. Tapi
kami sangat bersyukur sekali, sang petugas pembersih salju itu bagaikan
malaikat yang diutus dari surga saja di tengah-tengah pegunungan salju ini.
Menuruni pegunungan, melewati Lindis
Valley, pemandangan berangsur-angsur berubah, kombinasi antara musim gugur
dengan musim dingin. Sesampai di daerah Tarras, ada papan petunjuk jalan.
Ternyata menuju West Wanaka lebih dekat daripada ke Queenstown, karenanya kami
memutuskan mengubah haluan menuju West Wanaka. Papan-papan petunjuk dan
rambu-rambu lalu lintas yang ada di sepanjang jalan di New Zealand ini sangat
jelas, sehingga kita tidak perlu kuatir tersesat. Kalaupun sampai tersesat,
kita masih bisa bertanya kepada penduduk setempat yang rata-rata sangat ramah
dan informatif. Justru kalau tersesat jadi lebih unik perjalananannya ya…
hehehehe….
Kami mulai memasuki kota Wanaka sekitar
15.20 sore. Setelah melewati Puzzling World, lalu pemandangan pegunungan yang
puncaknya masih berselimutkan salju, dan pusat kota, kami menuju holiday park
pertama kami, yakni Wanaka Lakeview Holiday Park. Lokasinya ada di ujung
Brownston Street. Pertama kali mau check-in,
kami bingung karena baru pertama kali ini masuk holiday park. Akhirnya nekat saja, kami masuk ke bagian
resepsionis. Kami masih menunggu dua orang yang sedang dilayani. Setelah tiba
giliran kami, aku mengatakan bahwa kami mau bermalam di situ, dan ini adalah
pertama kali kami ke holiday park.
Resepsionisnya seorang perempuan lanjut usia. Beliau lalu menjelaskan segala
sesuatunya, mulai tarif, peraturan-peraturan yang ada, hingga lokasi-lokasi
yang bisa kami kunjungi di sekitar Wanaka. Sangat informatif dan jelas sekali.
Tarifnya per malam adalah NZ$ 18 per orang, sudah termasuk listrik (electric site). Jika ingin mencuci
pakaian, dikenai tarif NZ$ 3, dan jika ingin menggunakan wifi, dikenai tarif
NZ$ 5. Fasilitas yang tersedia antara lain dapur umum, shower dan toilet umum. Dapur umum buka 24 jam sehari (ada beberapa
holiday park yang dapur umumnya tutup
pada malam hari jam tertentu, dan baru dibuka lagi pagi harinya). Listrik yang
dimaksud di sini adalah, di tempat parkir disediakan colokan listrik untuk
mengisi baterai campervan atau mobil
yang kita kendarai. Selain itu, untuk penggunaan microwave, ketel listrik, dan colokan listrik utama, kondisi campervan harus sambil mengisi baterai.
Setelah membayar, kami menuju tempat
parkir campervan kami. Pertama kali parkir pun salah arah, karena belum hapal
letak colokan listrik yang ada di campervan hehehehe…. Setelah parkir dengan
benar, segera kabel ditarik dan dipasangkan untuk mengisi baterai campervan. Langsung
deh colokan listriknya penuh dengan kabel-kabel, untuk mengisi baterai powerbank dan baterai kamera yang sudah
kritis hehehehe…. Lalu aku menyiapkan makanan, karena seharian itu kami belum
makan berat sama sekali. Makan sore itu sederhana saja, nasi yang dimasak pagi
harinya, dengan lauk daging steak sapi
sisa malam sebelumnya yang disimpan di lemari es. Keduanya dipanaskan ulang
menggunakan microwave, sehingga tetap
tersaji hangat.
Setelah perut kami kenyang, kami
berjalan-jalan di dalam area holiday park sambil memotret suasana sekitar. Lake
Wanaka terlihat di kejauhan di arah barat laut, dan pegunungan yang puncaknya
berselimutkan salju menjadi pemandangan di arah utara dan barat. Indah sekali. Selain
itu kami mengecek keadaan di dapur umum dan shower/toilet
umum. Dapurnya bersih, tidak terlalu modern, tapi cukup nyaman. Ada beberapa
kompor listrik beserta kitchen sink,
lemari es, freezer, oven, toaster, dan dua buah microwave. Sabun cuci dan sabut pencuci
piring juga disediakan. Di setiap kitchen sink tersedia air dingin dan air
panas. Oya, semua air bersih yang keluar dari kran air di New Zealand ini, bisa
diminum langsung. Saat di Christchurch aku diberi tahu hal ini oleh resepsionis
hotel. Air kran di New Zealand pada umumnya terjamin kebersihannya dan layak minum.
Menyenangkan ya ^_^
Sementara itu kamar mandi umumnya
terdiri dari dua bagian, sebelah kiri deretan toilet saja, dan sebelah kanan
deretan shower saja. Di bagian tengahnya berjejer wastafel yang
berhadap-hadapan. Setelah beberapa hari menginap di holiday park, rata-rata susunan di dalam kamar mandinya memang
seperti ini semua. Hanya berbeda desain atau jumlah bilik-biliknya saja. Kamar
mandi laki-laki dan perempuan dipisah, namun kadang-kadang apabila sedang
dibersihkan salah satunya, kamar mandi akan dijadikan satu untuk sementara
waktu. Biasanya di luar sebelum pintu masuk akan diberi tulisan “Unisex
Bathroom”, sehingga sebelum masuk kita bisa tahu terlebih dahulu.
Sekitar pukul 17.15 sore, matahari sudah
mulai meredup, dan kami teringat untuk membuang air kotor dan mengisi air
bersih. Lokasi dump station dan clean water station ada di seberang
resepsionis di luar. Air kotor yang dibuang ada dua macam, yang pertama adalah
air pembuangan dari shower dan kitchen sink, yang bisa langsung
dialirkan keluar dengan selang air yang disediakan. Yang kedua adalah adalah pembuangan
dari toilet, berupa tangki/jerigen yang warna isinya biru. Warna biru ini
diperoleh dari bahan kimia yang diisikan sebelumnya. Jadi setelah
dibuang/dikosongkan isinya, jerigen tersebut dibilas dengan air bersih, lalu
diiskan bahan kimia yang berwarna biru tadi. Bentuknya bubuk. Lalu diberi
sedikit air bersih dan agak diguncang-guncang agar bahan kimianya larut. Dengan
cara ini, air dan kotoran yang ada di dalam jerigen tersebut tidak akan berbau,
dan warnanya jadi biru.
Awalnya aku tidak ikut suami dan putriku
ke dump station, karena masih ingin
memotret di sekitar situ dan duduk-duduk di bangku taman yang disediakan di
tempat parkir kami. Namun sampai 30 menit suami dan putriku belum kembali juga,
aku jadi agak kuatir. Selain itu angin sangat dingin dan makin kencang sampai
tubuh aku menggigil. Akhirnya aku memutuskan untuk menyusul mereka berdua.
Berjalan kaki sekitar 5 menit, aku sampai di dump station dan melihat suami dan putri tercinta masih membuang
air kotor. Ternyata pembuangan air kotornya banyak sekali yang melalui selang,
sehingga lama menunggunya sampai habis. Padahal kami bertiga masih jarang
sekali menggunakan kitchen sink,
bahkan shower tidak pernah dipakai
sama sekali. Dugaan kami, mungkin pengguna campervan
sebelum kami tidak membuang air kotor, sehingga kami yang terkena imbasnya.
Selesai membuang air kotor, giliran
mengisi air bersih. Selang yang digunakan kecil, jadi agak lama juga
mengisinya. Setelah beres semua, kami kembali ke parkiran campervan kami. Setelah itu kami bertiga mempersiapkan peralatan
mandi, lalu mandi di kamar mandi umum. Jarak dari campervan ke kamar mandi umum
ini sekitar 30-40 meter, melewati dapur umum. Dan dalam kondisi suhu sekitar 0o
Celcius, jarak sesingkat itu terasa sekali cukup menyiksa dinginnya, karena
kami kalau ke kamar mandi hanya mengenakan celana pendek dan kaos saja. Senang sekali bisa mandi lagi setelah 2 hari
tidak mandi hahahaha…. Yang jadi masalah, pintu masuk ke kamar mandi di holiday park ini tidak rapat, sehingga
banyak angin yang masuk. Jadi pada saat menyiram tubuh dengan air panas pun,
bagian tubuh yang tidak tersiram bisa kedinginan terkena hembusan angin dari
luar. Brrrrr…..
Cukup lama kami mandi, agar suhu tubuh
kembali hangat, karena sebelumnya cukup kedinginan. Selesai mandi, aku dan putriku
bisa dengan santainya mengenakan celana pendek dan kaos saja berjalan menuju campervan tanpa kedinginan.
Setelah merasa segar dan hangat, kami
memutuskan untuk berjalan kaki ke supermarket di pusat kota Wanaka. Sementara
itu, campervan kami tinggalkan dalam
kondisi heater dinyalakan, agar
malamnya kami tidak kedinginan lagi seperti malam sebelumnya. Kami berjalan
kaki mengenakan jaket yang cukup tebal, syal, dan beanie jika diperlukan. Suasana sudah gelap saat kami keluar
holiday park sekitar pukul 18.50 petang.
Wanaka adalah sebuah kota yang terletak
tepat di ujung paling selatan Lake Wanaka, dan merupakan gerbang menuju Mount
Aspiring National Park. Kota ini dikelilingi pegunungan. Kotanya tidak besar,
dan tidak terlalu ramai juga. Menurut data Wikipedia, sampai bulan Juni 2014,
penduduknya hanya sekitar 7.170 jiwa saja. Pada saat kami memasuki kota ini
sore harinya, masih cukup banyak kendaraan dan penduduk yang lalu lalang. Namun
saat kami berjalan kaki keluar kali ini, suasana sudah sangat sepi. Hanya
tampak sekali dua kali saja mobil yang lewat. Butuh sekitar 15-20 menit untuk
berjalan kaki sampai ke pusat kota, padahal tampaknya dekat. Kami mampir di
Pembroke Wine & Spirits, toko pertama yang kami jumpai. Pemiliknya seorang
pria muda yang berasal dari India. Orangnya lucu dan ramah sekali. Setelah
membeli sebotol liquor, kami berjalan kaki lagi menuju supermarket New World
yang berjarak hanya beberapa menit saja.
Di New World Wanaka ini, seperti
sebelumnya, aku terkagum-kagum dan senang sekali melihat betapa banyak bahan
makanan yang berjejer dan tertata rapi. Kami hanya membeli sayur pak choy,
couscous, pretzel, tablet kalsium, dan korek api, semuanya senilai NZ$ 23.06.
Setelah itu kami berjalan kembali menuju holiday
park.
Ternyata sesampainya di campervan, kami merasa lapar, jadi malam itu
kami masak lagi di dapur umum. Masih ada sisa nasi dari sorenya, jadi untuk suamiku
membuatkan daging domba yang dipotong-potong kecil dan dimasak dengan bawang
bombay, beserta roti tawar isi selai cokelat dan keju. Untuk putriku, sosis
yang dimasak dengan bawang bombay, dan aku sendiri membuat cah sayur pak choy
dengan telur.
Sekitar pukul 21.20 malam, kami makan
bersama di dapur umum, rasanya nikmat sekali walaupun bahan-bahannya dimasak
dengan sederhana. Selesai makan, waktu sudah menunjukkan pukul 22 GMT+12, dan
kami kembali ke campervan. Kami duduk dan bersantai sambil mengobrol. Malam itu
suhu berada di kisaran 0-2o Celcius dan angin cukup kencang, namun
karena heater sudah dinyalakan sejak sore harinya, kami tidak terlalu
kedinginan. Putriku bahkan sudah tidak mengenakan jaket lagi, dan suami hanya
mengenakan sweater sebagai penghangat. Sekitar pukul 1 subuh, suami dan putriku
tertidur. Aku sendiri baru bisa tidur sekitar pukul 3 subuh, karena masih
membalas komentar-komentar dari cerita yang aku tulis di group Backpackers
Dunia. Setiap hari aku berusaha meluangkan waktu untuk menulis, biasanya 2-3
jam sehari, selain untuk berbagi juga agar aku bisa mengingat kembali
detil-detil kisah perjalanan kami yang luar biasa ini ^_^
To be continued.......
To be continued.......
No comments:
Post a Comment