DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Friday, June 1, 2018

VIETNAM & LAOS BACKPACKING 2018 (6) - BAO DAI PALACE & PONGOUR FALLS


26 Maret 2018


Da Lat, atau kadang dituliskan Dalat, merupakan ibukota provinsi Lam Dong. Kota ini berada di ketinggian 1.500 hingga 2.000 mdpl di dataran tinggi Lang Biang, dan terletak di bagian selatan Central Highlands.
Pemandangan yang paling banyak dijumpai di kota ini adalah pohon pinus, karenanya Da Lat sering disebut sebagai Kota Ribuan Pinus. Selain itu, pohon marigold di kota ini berbunga di saat musim dingin. Jalanan di Da Lat juga bisa dibilang berbelit-belit.
Suhu udara pada umumnya kontras dengan iklim tropis Vietnam. Kabut yang menyelimuti lembah selama hampir sepanjang tahun membuat kota ini disebut sebagai "City of Eternal Spring". Da Lat juga dikenal sebagai area penelitian dalam bidang bioteknologi dan fisika nuklir.

Dengan suhu udara yang sejuk sepanjang tahun, Da Lat menjadi penyedia produk-produk pertanian dan perkebunan bagi seluruh Vietnam, contohnya kubis dan kembang kol. Industri bunga di sini menghasilkan dua macam bunga yang khas: hydrangea dan golden everlasting. Industri manisannya menghasilkan berbagai macam awetan buah yang terbuat dari strawberry, mulberry, ubi jalar, dan bunga mawar.
Da Lat memang sangat terkenal sebagai penghasil berbagai macam bunga segar, sayur mayur, teh, biji kopi, dan buah-buahan dari perkebunan-perkebunan yang ada di sekitarnya.

Kota perbukitan Da Lat telah lama menjadi pusat liburan yang populer sejak jaman penjajahan Perancis. Di bulan-bulan November hingga Maret, suhunya berkisar 10 derajat Celcius, sementara kota-kota lain di Vietnam bisa jadi sangat panas dan lembab.
Di luar pusat kota Da Lat, banyak terdapat perbukitan pinus, danau, puncak-puncak yang lebih tinggi yang menjadikan pemandangan indah di tempat ini tampak berbeda dengan daerah-daerah lain di Vietnam.

Ritme kehidupan di Da Lat bisa dibilang santai. Lalu lintas tidak terlalu padat selain di pusat kota. Penduduk pun relatif ramah terhadap turis-turis asing yang berkunjung. Mayoritas turis di kota ini sebenarnya adalah orang lokal, namun demikian banyak pula turis mancanegara yang berkunjung ke sini, termasuk kami berdua ^_^


Pagi pertamaku di Da Lat, aku terjaga sebelum jam 4 pagi, dan rasanya masih mengantuk sekali. Selain itu udara yang terasa dingin membuatku semakin malas keluar dari dalam hangatnya selimut.
Aku baru benar-benar bangun jam 4.15 pagi, dan melakukan aktivitas pagi seperti biasa. Dari luar kamar sudah mulai terdengar ada orang beraktivitas.

Hari ini sedianya kami akan menyewa sepeda motor, akan mengunjungi beberapa lokasi dan rencananya kami akan keluar jam 6 pagi, namun suami baru bangun jam 5 pagi dan masih sedikit bermalas-malasan juga, mungkin karena udara yang dingin. Waktu aku cek, ternyata memang suhunya 13 derajat Celcius. Tidak heran dingin begini ^_^
Usai suami sarapan roti dan minum kopi, kami bermaksud mandi terlebih dahulu agar badan terasa segar. Apa daya, pagi ini air panas yang diharapkan keluar dari shower tidak panas sama sekali. Jadilah kami berdua mandi air dingin di dalam suhu yang dingin pula hiks...

Baru menjelang jam 7 pagi kami berdua siap, dan kemudian menuju ke resepsionis, di mana Wang sudah siap berjaga. Kami memutuskan akan menambah satu malam lagi di tempat ini dan akan sewa sepeda motor selama 2 hari, karena banyak sekali tempat yang bisa dijelajah di sekitar Da Lat. Karenanya kami sekalian mau membayar semuanya pagi ini. Namun ternyata Wang tidak punya kembalian, jadi kami disuruh pegang dulu uangnya, besok saja bayarnya, katanya. Lalu Wang memberi kami kunci sepeda motor dan dua buah helm. Helm standar yang dipakai di sini lebih mirip helm batok yang dulu populer di jamanku masih SMA. Setelah talinya dipasang pun rasanya masih kurang kencang. Benar saja, memakai helm ini seperti memakai topi biasa, yang bisa kabur terkena angin, sehingga butuh sedikit perjuangan agar helmnya tidak sampai kabur hahahaha...


Kami memutuskan akan ke Bao Dai's Summer Palace (Dinh Bao Dai) di Tran Quang Dieu, yang jaraknya sekitar 4 KM dari Katie Guesthouse. Kami mencari pombensin dulu karena kalau sewa motor bensinnya selalu kosong di awal. Setelah mengisi bensin sebanyak VND 50K (harga per liternya sekitar VND 18K), barulah kami bisa dengan tenang melaju di atas sepeda motor.

Di awal perjalanan, kami menyusuri jalan di tepian danau Ho Xuan Hurong, karenanya kami sempatkan mampir sebentar untuk memotret di tepi danau. Danaunya sendiri tampak tenang dan bersih, namun di tepiannya tampak ada sampah-sampah yang mengotori pemandangan. Setelah sekitar 10 menit berada di sini, kami pun melanjutkan perjalanan. Melewati jalan-jalan kecil, dan setelah beberapa kali salah jalan, akhirnya kami sampai di Bao Dai's Summer Palace.




Bao Dai Palace 1 atau Bao Dai's Summer Palace merupakan tempat peristirahatan musim panas kaisar Vietnam yang terakhir dari dinasti Nguyen, Bao Dai. Beliau membangun jaringan tempat-tempat peristirahatan di tempat-tempat yang indah di seluruh negeri, 3 di antaranya ada di Da Lat. Kegemarannya berburu merupakan salah satu alasan mengapa beliau tertarik untuk ke Da Lat, karena hutan-hutan yang berada di sekeliling perbukitan merupakan tempat yang kaya akan buruan, termasuk harimau dan gajah. Ada juga Villa lain milik kaisar Bao Dai yang dibuka untuk umum, namun secara umum Summer Palace ini terasa lebih otentik secara arsitektur. Dikatakan Summer Palace ini merupakan tempat favorit sang kaisar di waktu itu.

Bao Dai’s Summer Palace dibangun pada tahun 1933 saat sang kaisar masih berusia 20 tahun. Interiornya menampilkan perabotan-perabotan di masa itu, walaupun sulit untuk mengetahui keasliannya. Foto-foto kaisar Bao Dai dan keluarganya juga banyak dipajang di tempat ini. Beliau sendiri pada akhirnya menyerah dan mendukung komunisme Ho Chi Minh di Hue pada bulan September 1945. Sampai pertengahan 1950-an, beliau masih aktif dalam urusan nasional hingga akhirnya memilih mengasingkan diri di Perancis ketika pilihan politiknya habis. Bao Dai dikenal sebagai Francophile (orang yang memuja Perancis) yang legendaris hingga wafatnya tahun 1997 di Perancis.


Kembali ke cerita ya....
Memasuki area parkir istana, ada seorang petugas yang memberikan tiket parkir, tapi katanya dibayar nanti saja waktu pulang. Orangnya ramah pula ^_^
Area parkir masih tampak sepi, hanya tampak 1-2 sepeda motor yang terparkir, mungkin karena masih pagi.
Aku masih ke toilet dulu yang letaknya di dalam area parkir ini. Yang menarik adalah simbol untuk laki-laki dan perempuan yang terdapat di atas pintu masuk toilet. Baru sekali ini melihat simbol seperti itu hehehehe....



Memasuki gerbang, kami menuju ke ticket box. Harga tiket untuk dewasa adalah VND 30K, sedangkan untuk anak-anak atau jika tinggi badan tidak melampaui 1,2 meter, tiketnya VND 20K. Untuk tiket terusan (karena di dalamnya ada permainan-permainan dan bisa naik mobil istana), dewasa VND 150K, dan anak-anak VND 120K. Kalau ada yang berminat untuk foto prewedding di sini, biayanya VND 300K ^_^



Setelah membeli tiket, kami pun memasuki area halaman istana ini. Ternyata di dalam sudah cukup ramai orang yang berkunjung, mungkin yang ikut paket tour. Pepohonan dan berbagai macam bunga tampak di mana-mana. Benar-benar tampak sangat asri dan menyejukkan mata, selain udaranya yang juga dingin hehehehe... Di awal masuk terdapat sebuah peta dengan nama-nama tempat yang bisa dikunjungi.

Di sisi kanan jalan terdapat sebuah "garasi" dengan beberapa buah kendaraan di dalamnya. Ada tiga buah mobil (yang satu dipergunakan untuk turis juga), sebuah motor mirip Vespa, dan dua buah becak. Pada saat kami baru memotret di sini, mobil yang paling depan dikeluarkan oleh seorang petugas, sepertinya akan digunakan untuk mengangkut turis-turis yang bayar mahal (dan malas jalan kaki hahahaha...).



Kami berjalan kaki mengunjungi semua tempat yang ada, mulai Nam Phuong Villa, kemudian taman yang ada air mancurnya (tapi air mancurnya tidak dinyalakan) dan sebuah bangunan yang tampak seperti cafe. Yang unik dari taman ini adalah anak tangganya yang dicat berwarna-warni. Kemudian ada bangunan lain dengan logo kekaisaran di temboknya. Semua bangunan yang ada di tempat ini dicat warna oranye.



Kami sampai di ruang terbuka, di mana ada dua buah kereta kencana yang boleh dipakai untuk berfoto. Ada pula bangunan untuk main game (darts, archery, dan handball). Tampak beberapa pekerja yang memakai seragam berwarna biru, sepertinya mereka adalah orang-orang yang bertugas merawat kebun istana ini.



Di balik taman bunga yang besar di tengah, tampak bangunan utama istana. Jangan dibayangkan seperti istana-istana yang ada di film-film ya... Sama seperti sebelumnya, bangunan utama ini bergaya arsitektur Perancis dan berwarna oranye, namun tampak lebih besar dan megah. Taman di depan istana ini sendiri dihiasi oleh berbagai macam bunga berwarna-warni yang sedang bermekaran.



Waktu sudah menunjukkan jam 8.45 pagi saat kami memasuki istana. Untuk masuk, kita harus mengenakan lagi kain untuk membungkus sepatu atau sandal yang kita kenakan. Alasannya supaya tidak menggores dan merusak lantai istana, yang sebagian besar memang dilapisi kayu yang difurnis mengkilap.



Ruangan yang paling depan tampak seperti resepsionis, kemudian ada ruangan-ruangan dengan sofa-sofa, ruang kerja sang kaisar, kamar tidur kaisar dan kamar tidur sang permaisuri Nam Phuong. Kadangkala ketika memasuki sebuah ruangan ada patung lilinnya, dan beberapa kali aku sampai kaget. Masalahnya ruangan-ruangan ini diberi pembatas, jadi kita hanya bisa melihat dari pinggir saja, jadi tidak mengharapkan bakal ada "manusia" di dalam ruangan-ruangan tersebut hehehehe...
Ada pula ruang hiburan, dan beberapa ruangan lain yang dihiasi dengan foto-foto kaisar dan keluarganya. Ada juga ruangan khusus untuk sesi foto dengan pakaian ala kaisar dan permaisuri. Kalau tidak beli tiket terusan, tentunya harus membayar lagi di sini.



Keluar dari bangunan istana, kami melihat ada toko-toko souvenir yang menjual berbagai macam produk lokal Da Lat, baik berupa makanan maupun aksesoris, tapi kami tidak masuk ke dalamnya. Mengikuti jalur, kami sampai di sebuah lapangan dengan sebuah helikopter di tengahnya. Kalau mau foto dengan helikopternya juga harus bayar lagi (kecuali beli tiket terusan).



Melanjutkan berjalan, kami tiba di sebuah taman, dan di sebelahnya ada cafe di mana pengunjung bisa beristirahat sejenak. Sebetulnya ada beberapa kolam, tapi kami tidak yakin apakah itu kolam renang atau bukan, karena ada sekat-sekatnya, dan pada saat itu semuanya dalam kondisi kering. Ada pula sudut taman dengan lampion-lampion berwarna merah yang bergelantungan, dan selalu ramai sebagai tempat foto. Sementara di seberangnya ada ornamen papan catur dengan biji-biji caturnya dengan ukuran raksasa.




Dari sini kami berjalan menyusuri jalan setapak, melewati lapangan mini golf, dan kemudian di atas jalan setapak banyak bergelantungan kandang burung yang kosong. Setelah itu kami sempat duduk-duduk sejenak untuk menikmati suasana yang sejuk sambil beristirahat. Di berbagai tempat memang disediakan bangku-bangku taman bagi para pengunjung. Semakin siang tampaknya pengunjung juga semakin banyak, dan walaupun matahari bersinar dengan teriknya, udara terasa dingin.




Jam 9.45 pagi, kami memutuskan untuk meninggalkan tempat ini. Setelah membayar parkir sebesar VND 3K, kami pun kembali ke arah kota. Kami mampir di sisi utara danau Ho Xuan, dan duduk-duduk di tepiannya sambil melihat-lihat ke sekitar. Sekitar 20 menit kemudian kami pergi meninggalkan danau untuk menuju ke pasar Da Lat di Nguyen Thi Minh Kai. Tujuan utama kami masih sama, mencari gas untuk kompor yang kami bawa.



Bagian pasar yang tertutup (pasar kering, di dalam gedung) kebanyakan berisi penjual makanan oelh-oleh, terutama manisan, keripik, dan sirup yang terbuat dari buah-buahan. Banyak pula penjual bunga segar di luar gedung. Menyenangkan sekali menyaksikan kegiatan di pasar ini. Banyak buah-buahan yang sama dengan di Indonesia, seperti alpukat, buah srikaya, jeruk, mangga, kelengkeng, anggur, buah naga, dan masih banyak lagi lainnya, termasuk durian!
Walaupun sudah siang, suasana pasar masih tetap ramai dan agak kacau balau. Penjual sayur, buah, daging, pakaian, bunga, dan makanan ada di mana-mana ^_^




Kami berkeliling area pasar, keluar masuk beberapa toko, beberapa di antaranya bahkan seperti memberi harapan bahwa mereka menjual gas untuk kompor, tapi ternyata jenisnya lain. Kami juga mencari alternatif mencari kompor portable lain, yang jenis gasnya banyak dijual di Vietnam ini, tapi nihil juga. Saat aku menunjukkan dengan Google Translate "small camping stove" ke dalam bahasa Vietnam, yang ada aku ditunjukkan mulai kompor satu mata yang tentunya cukup besar, tabung gas + torch (seperti untuk mengelas), hingga bakaran sate hahahaha... Kami juga mencoba mencari alternatif kompor listrik ukuran kecil, namun yang tersedia ada pancinya. Tentunya akan makin merepotkan dalam membawanya karena dimensinya yang cukup makan tempat.

Setelah lebih dari satu jam bolak-balik dan keluar masuk toko-toko di area pasar ini, akhirnya kami menyerah dan akan pulang dulu. Kami hendak mampir ke penjual banh mi yang semalam untuk membeli makan siang. Saat sedang di jalan raya, suami sempat mengerem mendadak karena ada yang menyeberang mendadak. Saat itulah aku merasakan motor kami ditabrak dari belakang. Pengendaranya sepertinya anak sekolah, mungkin masih belum terlalu mahir mengendarai sepeda motor.
Karena dilihat sekilas motor kami sepertinya tidak apa-apa, kami melanjutkan sampai kembali ke penginapan. Aku seperti mendengar suara klotok-klotok dari sepeda motornya, tapi kata suami memang seperti itu dari awal, jadi ya sudah aku tidak memikirkannya lagi.

Kami melanjutkan ke penjual banh mi yang semalam kubeli. Kali ini penjualnya berbeda, dan ternyata kali ini aku dicurangi. Kemarin beli banh mi sebuahnya VND 12K. Kali ini aku langsung beli 2, waktu kuberi uang VND 30K tidak diberi kembalian! Waktu aku minta kembalian, alasannya yang ini pakai ini dan itulah. Kesal juga kalau ada penjual yang seperti ini. Mending kasih uang pas saja kalau tahu bakal begini :(



Sampai di Katie Guest House sudah jam 11.15 siang, dan kami langsung makan banh mi yang baru saja kami beli. Lumayan juga rasanya. Usai makan kami istirahat dulu karena masih akan pergi lagi dan jaraknya kali ini cukup jauh.

Mata uang paling besar di Vietnam adalah VND 500K, kemudian VND 200K, VND 100K, VND 50K, VND 20K, dan VND 10K, yang bahannya terbuat dari semi plastik seperti uang 100 ribuan rupiah. Sementara VND 5K, VND 2K, VND 1K, dan VND 500 (cuma nemu sekali yang 500-an) terbuat dari kertas uang seperti mata uang kertas kita yang lainnya.
Biasanya aku selalu menyiapkan uang secukupnya (kebanyakan mata uang kecil) di dalam sebuah dompet kecil yang sudah butut, untuk keperluan belanja makanan atau tiket-tiket masuk tempat pariwisata. Sementara mata uang yang besar-besar kusimpan di dalam money belt dan selalu melekat di badan. Hanya kugunakan untuk membayar penginapan, sewa motor, tiket bus, atau tiket tempat pariwisata, yang harganya sudah pasti dan resmi. Hal ini untuk menghindari scam yang sering kubaca, di mana terkadang saat kita sedang mengambil uang di dompet, si pedagang akan mencomot begitu saja uang yang nominalnya besar dari dompet kita dan mengakuinya sebagai nominal yang lebih kecil. Kalau kita tidak hafal dengan warna uangnya, bisa ditipu dengan cara seperti ini. Karenanya sejak awal kami berdua menghafalkan warna uang beserta nominalnya, karena gambar di semua uang Vietnam sama: Ho Chi Minh hahahaha...



Baru di Katie Guesthouse ini juga pertama kalinya aku melihat tissue gulung yang tidak ada lubang dan kardus di tengahnya, jadi tissuenya rapat sampai ke tengah hehehehe...

Sekitar jam 1 siang, kami sudah siap kembali berada di atas sepeda motor. Kali ini kami akan ke Pangour Falls, yang jaraknya sekitar 50 KM arah barat daya dari kota Da Lat. Jauh juga ya? Tapi dari foto-foto yang kulihat sepertinya bagus, jadi tidak ada salahnya dikunjungi.

Baru saat suami mengeluarkan sepeda motor inilah aku melihat bahwa spakbor belakang yang terbuat dari plastik ternyata sudah terkikis dan seperti berlubang. Ternyata inilah yang menyebabkan bunyi klotok-klotok tadi. Sepertinya waktu ditabrak dari belakang tadi, spakbor belakang jadi nyangkut di ban motor, dan terkikis saat bannya berputar.
Wah... setengahnya kesal juga pada anak tadi, setengahnya kuatir juga akan disuruh bayar mahal. Aku sering membaca banyak pemilik sepeda motor yang nakal, di mana sedikit cacat saja si penyewa akan dimintai uang yang tidak masuk akal jumlahnya.
Kami masih belum memutuskan akan bagaimana nanti kelanjutannya dengan spakbor yang terkikis ini.



Kami melaju tanpa henti melewati jalan utama menuju ke Pongour Falls. Sempat melewati jalan yang tampaknya seperti jalan tol dan sempat bingung apakah motor diperbolehkan lewat, karena ada pos di gerbang tolnya. Ternyata sebelum sampai ke pos, untuk sepeda motor disediakan jalur khusus dan tidak perlu melewati gerbang tol. Setelah itu jalannya juga kembali menyatu.

Karena jalannya relatif menurun, makin lama udara makin panas. Yang pasti, perjuangan paling berat adalah mengusahakan agar helm yang kami kenakan tidak sampai kabur. Sekali, helm suamiku sampai melorot ke belakang terkena hembusan angin yang kencang. Andai tidak ditali, mungkin sudah terbang hahahaha... Sementara aku sendiri lebih sering memegangi helmku dengan satu tangan walaupun sudah ditali juga.

Mendekati lokasi, tampak beberapa bule sedang bersepeda menuju ke arah yang sama. Bener-bener niat banget, padahal jalannya menanjak lho...
Sampai di gerbang masuk sudah jam 14.15 siang, dan ada penjaga yang menjual tiket. Harga tiketnya sendiri VND 10K/orang, ditambah parkir sepeda motor VND 3K. Namun si petugas perempuan ini mengatakan totalnya VND 25K. Bukan dua ribunya sih yang jadi masalah, tapi ketidakjujurannya itu lho yang agak bikin kesal. Korupsi 2 ribu dari tiap motor yang masuk.



Setelah memarkirkan motor, tampak bahwa kami harus jalan dulu untuk menuju ke air terjunnya. Karenanya suami melepaskan jaket yang dipakainya karena udara benar-benar panas, lalu disimpannya di dalam jok sepeda motor. Ada beberapa ornamen yang menghiasi sepanjang jalur utama di tempat ini, seperti patung-patung, tuktuk yang dipenuhi pot bunga di atapnya, sepeda motor tua yang dihiasi bunga-bunga, dan tentunya banyak sekali bunga-bungaan yang indah.



Ada dua jalur untuk menuju ke air terjun, jalur yang lebih landai dan jalur anak tangga yang lebih curam. Tentunya kami memilih menuruni anak tangga karena lebih singkat. Setelah sekitar 200-300 anak tangga yang cukup curam, sampailah kami di area dengan beberapa buah warung dan tempat-tempat duduk untuk para pengunjung. Setelah itu masih jalan lagi beberapa puluh meter melewati bebatuan. Semakin mendekat ke arah air terjun, baru tampak bahwa tempat ini ternyata touristy juga. Sudah banyak pengunjung lain, lokal maupun turis asing, yang memadati bebatuan yang besar-besar yang menghadap ke air terjun dari depan.
Kami pun naik ke batu-batuan besar tersebut untuk memotret air terjunnya. Memang indah sih, batu-batuan bertingkat-tingkat yang dialiri air, membuat air terjunnya seperti bertingkat-tingkat. Rasanya tidak bosan memandangnya. Andai habis hujan dan airnya lebih deras, tentunya akan lebih indah lagi ^_^




Kami sempat pindah ke sisi samping air terjun dan memotret juga dari tempat ini. Beberapa turis, utamanya lokal, tampak sedang selfie dan serasa tiada akhirnya. Iya sih,kami juga selfie, tapi tidak sampai 2 menit sudah selesai. Ada yang rasanya sampai lebih dari 15 menit hanya untuk selfie saja, tidak menyadari bahwa ada orang lain yang ingin memotret juga di situ.
Tampak ada beberapa orang lokal yang sedang memancing, dan ada satu orang yang berhasil mendapatkan ikan yang besar sekali, mungkin sekitar 60-70 cm panjangnya, sampai para turis asing yang ada di sekitarnya sibuk memotret ikan hasil tangkapan tersebut hehehehe...



Sekitar jam 3 sore, kami hendak kembali naik ke atas saat aku melihat deretan toilet di sebuah tempat terbuka, jadi aku mampir dulu di toiletnya. Toiletnya agak kotor, dan flushnya tidak jalan. Selain itu toilet showernya juga mati. Sepertinya ada kebocoran di pipa airnya sehingga ada satu toilet yang digenangi air.



Dari toilet inilah aku melihat ada tempat lain yang bisa dijelajahi. Bebatuan datar, banyak di antaranya yang tergenang air, dengan view sungai yang tenang di ujungnya. Cukup indah sebetulnya, sayang sekali di salah satu sudut aku melihat banyak sampah berserakan. Hanya ada 1-2 orang saja di area ini, karena rata-rata orang memang hanya ingin melihat air terjunnya saja.



Setelah puas mengelilingi tempat ini, kami pun berjalan naik ke atas, kali ini lewat jalan yang lebih landai. Sekitar jam 15.35 kami sudah sampai di parkiran. Nah ada peristiwa menegangkan lagi di sini. Kunci motornya tidak ada!
Suami mencarinya di semua kantong celana dan tas pinggangnya, tidak ada! Aku sendiri berusaha untuk tidak panik dan mencoba memikirkan kira-kira jatuh di mana kuncinya, sampai kemudian suami menemukan kuncinya masih tergantung di samping jok hahahaha... Ternyata dia lupa mencabutnya saat menyimpan jaketnya.
Hmmmm dalam 24 jam sudah kejadian dua kali kelupaan kunci nih...

Akhirnya kami berdua bisa bernafas lega dan meninggalkan Pongour Falls, menuju kembali ke Da Lat. Sama seperti sebelumnya waktu berangkat, ada beberapa area di jalan di mana jalur motor dipisahkan dari jalur mobil. Nah, masalahnya kemudian ada satu jalur yang ada tanda dilarang lewat bagi sepeda motor. Kami pun belok ke kanan, ke sebuah jalan kecil yang belum diaspal. Melewati daerah pedesaan yang jalannya masih berupa tanah dan tidak rata, akhirnya kami kembali ke jalan raya. Entah mengapa sepeda motor tidak boleh lewat, padahal jalannya sepi sekali. Jalan yang memutar dan bumpy ini membuat kami jadi lebih lelah.



Baru saja sebentar di jalan raya, ada lagi rambu dilarang lewat untuk sepeda motor. Kali ini ada seorang pekerja yang sedang berada di atas sebuah traktor, dan aku memberanikan diri bertanya apa memang harus lewat jalan desa yang belok ke kanan. Laki-laki tersebut mengangguk-angguk saja, jadi kami pun akhirnya berbelok ke jalan kecil lagi.
Menyusuri lagi jalan dari tanah, sembari terus memperhatikan Google Map, lama-kelamaan kok jalannya menyeberangi jalan raya utama lewat terowongan. Tentu saja aku makin bingung, karena arahnya kini jadi berkebalikan dengan yang kami tuju.



Setelah itu masih ada pertigaan lagi, yang satu ke arah yang berkebalikan dengan tujuan, sedangkan yang satunya lagi mengarah ke jalan raya utama, namun di sisi yang salah. Beruntung saat itu aku melihat ada seorang perempuan muda yang naik sepeda motor dan berhenti di sebuah rumah di dekat situ.
Kami berdua mendatanginya dan bertanya arah kepadanya. Da Lat, kataku. Dia menunjukkan arah ke atas, ke jalan raya, dan belok kiri. Hmmmm... pusing aku jadinya, karena keluar jalan raya kalau ke kiri berarti melawan arah, sedangkan di tengah jalan ada pembatasnya, tidak akan bisa menyeberang ke kanan.
Mungkin karena kasihan dan sulit menjelaskan kepada kami, perempuan ini lalu menawarkan diri mengantar kami. Jadilah kami mengikuti di belakang sepeda motornya, melewati jalan naik, ke arah jalan raya. Dan.... ternyata memang dia belok kiri, melawan arus!

Dengan santainya perempuan ini mengendarai sepeda motornya di jalur yang salah, walaupun memang jalannya sepi sekali sih, jadi kami pun hanya bisa mengikutinya, dengan harapan tidak sampai ada polisi. Kalaupun ada, aku akan bilang disuruh oleh perempuan tersebut hahahaha....
Beberapa ratus meter yang mendebarkan kami lalui, dan kemudian kami sampai di titik di mana pembatas jalannya ada bukaan dan kami bisa menyeberang ke jalur yang benar. Setelah mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada perempuan tersebut, kami pun menyeberang jalan dan kembali ke jalur yang benar. Waaaah lega sekali rasanya hehehehe...

Kami kembali melewati gerbang tol, yang ternyata sama seperti waktu berangkat, di mana sepeda motor diberi jalur khusus dan tidak melalui pos.
Setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya laki-laki di traktor yang tadi kutanya itu tidak mengerti maksudku, tapi hanya asal manggut-manggut saja hahahaha...

Dalam perjalanan menuju kembali ke kota, kami sempat mampir beberapa menit di sebuah patung Buddha di tepi jalan. Hanya untuk memotret saja, karena di Google Map titik ini ditandai (Tượng Phật). Ternyata ada beberapa penduduk lokal yang kemudian datang untuk bersembahyang di tempat ini. Penjaganya sendiri seorang bapak yang sudah tua sekali. Beliau sedang menyapu lantai tempat ini dan sempat tersenyum kepadaku ^_^



Waktu sudah menunjukkan jam 5 sore lewat, karenanya kami bergegas melanjutkan perjalanan. Berbekal Google Map, aku mencari trekking store yang ada di kota ini, siapa tau mereka menjual gas untuk kompor kami. Lokasinya cukup jauh juga, agak di pinggir utara kota. Dan setelah didatangi.... ternyata bukan trekking store tapi tour agent huhuhu.... Jelas mereka tidak jual gas, bahkan pemiliknya pun tidak mengerti bahasa Inggris :(

Perjalanan pulang kembali ke penginapan pun masih diwarnai dengan beberapa kali nyasar ke jalan yang salah. Jalanan di Da Lat memang benar-benar ruwet dan susah diingat.
Setelah konsentrasi penuh memperhatikan Google Map, akhirnya sampailah kami kembali di Katie Guest House hehehehe...

Karena air panas masih belum bisa juga, aku minta tolong kepada Wang, dan ternyata bukan heater di dalam kamar mandi yang rusak, tapi saklarnya tidak sengaja kumatikan waktu mandi kemarin sore hahahaha... Benar saja, setelah Wang menunjukkan letak saklarnya, tidak lama kemudian air kran menjadi panas lagi ^_^

Setelah mandi dan mencuci baju, tubuh menjadi segar kembali. Virgin Coconut Oil yang biasa kupakai untuk melembabkan rambut, ternyata membeku. Bisa terbayang kan, dinginnya seperti apa hehehehe...
Kami bertanya kepada Wang, di mana tempat makan yang agak murah di sekitar penginapan, dan katanya ada di sebelah, hanya berjarak beberapa bangunan dan Katie Guest House. Kami sebetulnya sudah tahu restoran tersebut karena sering lewat, hanya saja kami takut harganya mahal, jadi tidak pernah sampai masuk. Malam ini kami ke sana dan melihat menunya. Ternyata menu dan harganya bervariasi. Suami memesan nasi putih dengan masakan babi seharga VND 25K. Ini adalah menu termurah hehehehe...



Di rumah makan inilah kami pertama kali tahu, bahwa kalau ada termos atau teko teh dengan gelas-gelas di meja, tandanya bebas untuk diminum tanpa biaya tambahan. Pemiliknya yang menawari kami untuk minum teh tersebut. Masakannya juga lumayan enak dan porsinya cukup banyak. Sebelum ini, kalau kami makan di warung tidak berani mengambil teh yang ada di meja. Biasanya minum dari botol air yang dibawa sendiri atau bahkan tidak minum sama sekali hahahaha...

Usai makan malam, kami berjalan kaki menuju ke pasar lagi. Kalau malam hari, pasar ini menjadi night market. Banyak sekali penjual segala macam pakaian dan aksesorisnya, mulai kaos-kaos, kemeja, sepatu, aksesoris rambut, hingga segala macam perlengkapan musim dingin. Kalau dilihat, harganya memang banyak yang murah. Ada winter coat yang harganya hanya VND 100K lho...



Karena kami tidak membutuhkan apa-apa, kami hanya lewat saja. Aku sendiri lebih ingin beli sayuran untuk teman makan mie instan, tapi para penjual sayur sudah tutup semua di dalam area pasar. Suami sempat membeli 2 buah donat yang harganya VND 6K/buah. Sementara saat masuk ke dalam pasar keringnya yang di dalam gedung, akhirnya aku membeli vodka lokal seharga VND 90K dan rice wine lokal seharga VND 40K. Lumayan untuk penghangat badan malam ini hehehehe...



Tertarik dengan seorang pedagang yang menawarkan berbagai jenis kerupuk (tampaknya seperti kerupuk, tapi ukurannya serbajumbo), akhirnya aku membeli kerupuk jumbo yang bentuknya seperti digulung. Per buahnya VND 6K, dan aku membeli 5 buah. Aku langsung makan kerupuk ini, dan rasanya ternyata manis gurih. Enak juga untuk mengisi perut yang agak lapar ini ^_^

Keluar dari pasar menuju ke jalan raya, tampak beberapa penjual buah-buahan dan sayur mayur. Aku bertanya harga kubis kepada seorang ibu pedagang sayur yang sepertinya sudah tua sekali usianya. Akhirnya aku membeli 1 kg kubis seharga VND 10K. Kubisnya bentuknya ada yang agak lonjong-lonjong seperti sawi putih, lucu sekali.

Setelah mendapatkan semua yang kami butuhkan, kami berjalan pulang kembali ke penginapan. Sepanjang jalan banyak sekali street food yang beraneka macam, mulai dari yang bentuknya seperti serabi kecil-kecil, roti dengan telur, tahwa (tahu yang sangat lembut, dimakan dengan kuah jahe), banyak sekali deh... Kadang kasihan melihat para pedagang kaki lima ini, namun kami sendiri masih harus sangat berhemat karena kami masih lama berada di negeri ini. Biasanya daerah yang touristy seperti ini, harga makanannya mahal. Waktu di dalam pasar aku sempat bertanya harga alpukat kepada seorang penjual buah. Yang lebih bulat-bulat harganya VND 70K/kg, dan yang lonjong dan kurus-kurus VND 50K/kg. Hmmm... aku langsung mundur teratur dan tidak berani lagi tanya-tanya harga hehehehe....

Sesampai di penginapan, suami bersantai dan beristirahat, sementara aku membuat mie instan dengan kubis yang baru saja dibeli. Memasaknya tentu saja menggunakan teko listrik milik Wang, tapi setelah dipakai dicuci bersih lho....
Setelah perut kenyang barulah aku menyelesaikan pembukuan di toko, dan setelah itu mencari informasi harga bus menuju ke Da Nang sekaligus harga penginapan di sana. Hari  ini kami hanya berjalan sekitar 9 KM saja, karena lebih banyak naik sepeda motor. Tampak suami sudah lelah sekali, sehingga akhirnya tidur duluan, sementara aku baru tertidur sekitar jam 12 malam...



Highlight hari ini adalah nyasar di jalan kampung di sisi jalan tol, sehingga akhirnya harus naik motor melawan arah di dalam jalan tol. Pengalaman tak terlupakan dan membuat pinggang makin pegal-pegal hahahaha...


To be continued.......

No comments:

Post a Comment