3 April 2018
Selama perjalanan kereta api malam dari Hue menuju ke Dong Hoi, aku hanya tertidur sejenak, sementara suami katanya tidak bisa tidur sama sekali. Kereta baru tiba di stasiun Dong Hoi jam 00.40 tengah malam. Hanya sedikit penumpang yang turun di kota kecil ini, sisanya masih melanjutkan perjalanan ke kota-kota lain, kebanyakan ke Hanoi.
Turun dari kereta api, kami melihat ada beberapa tempat duduk panjang di tepi jalur kereta, jadi kami sempat duduk-duduk dulu di tempat ini sebentar, karena rencananya baru subuh akan berjalan kaki mencari bus menuju ke Phong Nha. Takutnya kalau keluar dari peron tidak akan ada tempat duduk lagi untuk menumpang tidur. Tapi lama-kelamaan udara mulai terasa agak dingin, dan sepertinya ada sebuah ruangan tertutup untuk penumpang yang menuju keluar, jadi kami berjalan ke sana. Ternyata memang ada ruang tunggu yang keadaannya gelap karena lampu-lampunya dimatikan.
Stasiun kereta api di kota Dong Hoi ini relatif kecil, padahal kota ini merupakan ibukota Provinsi Quang Binh. Kami memilih tempat duduk di deret yang agak paling belakang untuk beristirahat. Sayangnya tempat-tempat duduk di sini tidak ada yang panjang, jadi agak sulit untuk merebahkan tubuh. Suami memilih tidur sambil duduk bersandar di kursi, sementara aku tetap berusaha merebahkan tubuh di atas beberapa kursi dengan dialasi jaket agar lekukan-lekukan pada kursi tidak terlalu menyakitkan di badanku. Aku memang tipe orang yang tidak bisa tidur sambil duduk, setidaknya harus menyandarkan kepala ke depan atau ke samping.
Walaupun tidak bisa benar-benar tidur nyenyak karena berkali-kali terbangun akibat kursi yang tidak nyaman dijadikan alas, setidaknya kami bisa tidur sejenak. Kami memilih berada di dalam stasiun daripada di terminal bus, yang bisa jadi lebih rawan. Selain kami berdua, ada 2-3 lagi orang lokal yang juga tampak tidur di dalam stasiun.
Menjelang jam 4 pagi, kami bangun dan bersiap-siap, lalu keluar dari bangunan stasiun dan mencari toilet. Lokasi toiletnya agak membingungkan dan harus melewati gang yang agak remang-remang. Suami yang lebih dulu ke toilet mengatakan bahwa suasananya creepy sekali. Sewaktu tiba giliranku ke toilet, aku mengikuti arah panah dan masuk ke tempat yang sepertinya memang toilet. Bisa dibilang toiletnya kurang terang, kurang layak pakai, dan memang suasananya agak menyeramkan sampai tidak berani memotret, takutnya ada penampakan-penampakan di hasil fotonya hahahaha....
Setelah keluar dari toilet, aku sendiri tidak tahu pasti apakah yang kumasuki barusan itu toilet perempuan atau toilet laki-laki, karena arah panahnya membingungkan ditambah suasana yang agak gelap pula. Biarlah, toh tidak ada orang lain selama di toilet hehehehe...
Pada saat kami hendak mulai berjalan, tampak sebuah warung tepat di luar stasiun yang baru saja akan buka. Pemiliknya tampak mulai membersihkan dan merapikan tempat. Kami akhirnya mampir di warung ini untuk membeli secangkir kopi. Pagi sekali ya, jam 4.30 pagi sudah buka. Tidak seperti di warung-warung pada umumnya, pemiliknya kali ini lumayan mengerti bahasa Inggris, setidaknya bisa menyebutkan harga kopi dalam bahasa Inggris (VND 15K). Bisa dibilang harga secangkir kopi ini cukp mahal, karena kopinya hanya dari kopi instan. Dong Hoi memang merupakan salah satu kota di mana segala sesuatunya labih mahal daripada kota-kota lain di Vietnam. Entah mengapa bisa demikian, padahal selain sebagai gerbang masuk menuju ke Phong Nha Ke Bang, kota ini tidak terlalu populer dikunjungi turis asing.
Setelah diisi beberapa seruput kopi dan mata terasa lebih melek, jam 4.45 pagi kami meninggalkan area stasiun dan berjalan kaki menuju ke terminal bus Nam Ly (Ben Xe Nam Ly). Jaraknya sekitar 2,1 KM dan kali ini terasa cukup melelahkan karena backpack yang berat dan fisik yang kurang tidur. Hanya berbekal Google Map dan sisa semangat yang ada, kami berjalan beriringan hingga akhirnya sampai di terminal jam 5.05 pagi.
Sesampai di terminal Nam Ly, seperti biasa kami langsung diserbu oleh beberapa orang yang menawarkan jasa taxi dan bus. Aku menolak dengan tegas tawaran para driver taxi ini. Suami sempat menanyakan bus yang kami cari di loket tiket di dalam terminal, tapi sepertinya petugasnya tidak bisa berbahasa Inggris, jadi percuma bertanya kepadanya. Sementara itu di dalam terminal bus tampak ada beberapa warung dan toko-toko kecil yang sudah berjualan. Aku masih mencari-cari info lagi di Google sambil berdiri di depan terminal sampai kemudian ada salah seorang driver taxi yang masih muda menanyakan tujuan kami, dan malah kemudian memberikan informasi di mana seharusnya kami menunggu bus yang kami cari. Aku memang membaca, bus 4B yang akan kami naiki ini tidak berhenti di terminal bus, namun di seberangnya. Hanya saja aku tidak yakin di mana harus menunggu, karena di seberang terminal hanya ada toko-toko yang masih tutup, sama sekali tidak ada halte bus atau papan petunjuk apa pun. Sang driver berkata bahwa bus nanti akan datang jam 5.30 pagi, dan kami disuruh menunggu di tepi jalan.
Setelah berterima kasih kepadanya, kami menyeberang jalan dan meletakkan backpack kami yang berat dan duduk di depan sebuah bangunan toko yang masih tutup. Suasana pun masih gelap, hanya ada lampu-lampu jalan sebagai penerangan.
Aku mengisi waktu dengan memastikan harga tiket bus ini sembari mencari informasi lainnya berkenaan dengan tempat-tempat yang akan kami datangi di Phong Nha nanti. Sementara menunggu inilah, beberapa taxi yang lewat berhenti menghampiri kami dan menawarkan jasa mereka untuk mengantar kami ke Phong Nha. Kebanyakan mereka minta VND 400-500K untuk ke Phong Nha, dan ada satu taxi yang menurunkan harganya sampai VND 300K, namun kami menolak karena masih terlalu mahal.
Tepat jam 5.30 pagi, sebuah bus berwarna kuning - hijau berhenti di depan kami. Inilah bus 4B yang kami tunggu-tunggu, dengan tujuan Dong Hoi – Hoan Lao – Phong Nha, dan kami pun tergesa-gesa sampai setengah berlarian untuk masuk ke dalamnya. Karena bukan bus besar, semua barang bawaan dipegang sendiri, tidak dimasukkan ke dalam bagasi. Saat kami masuk, masih belum ada penumpang lain di dalam bus ini, jadi kami bisa leluasa memilih tempat duduk. Aku duduk di baris depan sebelah kanan, dan suami di belakangku. Kami memilih tempat duduk yang sendiri-sendiri agar lebih lega untuk meletakkan backpack.
Catatan: Bagi yang membutuhkan naik bus ini, jadwal keberangkatannya adalah jam 5:30, 5:45, 7:10, 8:00, 9:00, 10:00, 11:00, 13:00, 14:00, 15:00, 16:00 dan 17:00. Jarak yang ditempuh dari Dong Hoi hingga ke Phong Nha sekitar 40 KM, dan makan waktu sekitar 1,5 jam.
Sebetulnya untuk menunggu bus B4 ini tidak harus di depan terminal bus Nam Ly saja, namun bisa juga menunggu di setiap halte bus di jalan Tran Hung Dao yang ada tanda berwarna biru dan putihnya.
Pagi sudah mulai menyeruak saat bus mulai berjalan. Tiap beberapa menit bus hampir selalu berhenti untuk mengangkut penumpang atau titipan paket barang. Kami diberi tiket oleh kondekturnya sesuai dengan tujuan kami, Phong Nha. Harga tiketnya VND 40K/orang, dan tertera di atas tiket tersebut. Bayangkan selisih harganya dengan naik taxi tadi hehehehe...
Catatan: kalau tidak salah, per bulan Juni 2018 ini harga tiketnya sudah naik menjadi VND 60K/orang. Tetap masih jauh lebih murah daripada naik taxi ^_^
Mulai sekitar jam 6 pagi, mulai banyak anak sekolah yang naik di bus ini, dan dalam sekejap tiba-tiba bus ini menjadi penuh sesak dengan anak-anak sekolah sampai tidak ada lagi ruang tersisa. Dari seragam yang mereka kenakan, sepertinya mereka semua bersekolah di tempat yang sama. Semua tempat duduk penuh oleh penumpang, dan kebanyakan anak sekolah ini berdiri sambil berpegangan di tiang atau handle yang disediakan. Backpack yang tadinya bisa dengan leluasa kuletakkan di lantai, sampai harus kupangku karena tidak ada tempat lagi. Itu pun kadang masih tergencet oleh anak-anak sekolah ini. Beruntung sekali kami berdua sudah mendapatkan tempat duduk yang cukup nyaman. Ini benar-benar merupakan pengalaman yang luar biasa buat kami berdua hahahaha... Jangan salah sangka ya, buat kami ini BUKAN merupakan pengalaman buruk, tapi lebih ke unik dan menarik. Masih bagus juga penuh dengan anak-anak yang baru mau berangkat sekolah, karena rata-rata mereka baru mandi dan masih wangi. Bayangkan kalau harus berdesakan dengan mereka saat pulang sekolah hahahaha...
Kami berdua yang tadinya hendak tidur di dalam bus, akhirnya tidak bisa tidur karena suasana yang penuh sesak ini. Aku lebih banyak melihat ke luar jendela di sisi kananku. Melewati desa Bac Loc, pemandangan di luar tampak menyenangkan saat melewati area persawahan yang tampak hijau dengan kabut tebal yang menyelimuti. Karena banyaknya kabut inilah aku membayangkan suhu di Phong Nha nanti pasti dingin, dan membayangkan apabila kami masih belum boleh check-in sebelum jam 12 siang.
Sekitar jam 6.25 pagi, bus berhenti di depan sebuah sekolah, dan di sinilah semua anak sekolah yang memadati bus berhamburan turun. Suasana di dalam bus jadi terasa lega kembali hehehehe...
Setelah itu bus kembali melanjutkan perjalanannya. Melewati desa Dong Nam, kabut tampak sangat pekat dan kami sempat melewati sebuah danau. Setelah melewati jalan-jalan kecil, akhirnya kami memasuki kota kecil Phong Nha. Dari beberapa foto yang kulihat sebelumnya, kota ini merupakan kota yang hanya selewatan saja, dan seharusnya bus akan melewati penginapan yang sudah kami booking sebelumnya.
Benar saja, bus melewati jalan raya utama Durong 20, dan sekitar jam 6.45 pagi, aku menghentikan bus tepat di depan penginapan yang kami tuju. Bersama dengan kami, aku melihat seorang gadis muda berparas Asia yang juga ikut turun. Aku sempat bertegur sapa sejenak dengannya, dan sepertinya dia akan menginap dekat dengan penginapan kami.
Ternyata udara di Phong Nha tidak sedingin yang aku kira sebelumnya. Hanya agak sejuk, tapi sama sekali tidak dingin walaupun masih pagi. Memasuki Mini Mansion, kami harus melepas alas kaki yang dikenakan. Berjalan ke meja resepsionis, tidak tampak ada orang di baliknya, jadi kami membunyikan bel. Eh, ternyata pemiliknya tidur di sebuah kasur kecil di balik meja resepsionis, dan baru terbangun saat kami datang. Setelah menyebutkan bahwa kami sudah booking sebelumnya, nyonya muda ini kemudian mengantarkan kami naik ke lantai 2 dan menunjukkan kamar kami, dan setelah menyerahkan kunci kamar, dia meninggalkan kami untuk istirahat. Aku tidak lupa membawa sepatuku (dijinjing) ke dalam kamar, karena kalau sampai hilang aku bisa nangis berhari-hari hahahaha...
Wah, kamar di Mini Mansion ini sejauh ini merupakan yang terbesar dan termewah. Kamarnya luas, dengan kasur yang lumayan empuk (ini merupakan kemewahan tersendiri karena sebelumnya kami hampir selalu mendapatkan kasur yang keras) dan sebuah AC yang berfungsi dengan baik. Ada nakas kecil dengan lampu tidur di atasnya, ada lemari pakaian yang besar, dan sebuah meja kecil dengan dua buah kursi. Kamar mandinya pun luas dengan desain yang modern. Shower, wastafel dan toiletnya tampak bersih sekali. Sepertinya bangunan ini baru. Semuanya masih tampak sangat bersih dan modern. Secara keseluruhan, kondisi kamarnya sangat memuaskan.
Kemudian timbullah masalah. Sebetulnya kami memilih kamar di Mini Mansion ini karena ada satu nilai lebih yang tidak ada di penginapan-penginapan lain: electric kettle atau teko listrik. Di booking.com disebutkan bahwa di tiap kamar disediakan electric kettle. Tentunya ini akan sangat bermanfaat buat kami yang setiap pagi membutuhkan air panas untuk minum larutan jeruk madu dan membuat kopi (dan untuk masak mie juga hahaha). Untuk harganya, per malam VND 228K. Masih masuk di deretan yang termurah walaupun bukan yang termurah.
Nah, saat kami mencari electric kettle yang katanya ada di kamar dan ternyata tidak ada, aku minta tolong kepada suami untuk menanyakannya ke bawah. Suami pun turun, dan agak lama kemudian baru kembali. Katanya nanti akan diantar ke kamar. Baiklah.
Tidak lama kemudian, ada suara pintu diketuk, dan tampak seorang perempuan muda membawakan termos berisi air panas ke kamar. Aku berusaha menjelaskan kepadanya apa itu electric kettle, tapi tampaknya dia tetap tidak paham, jadi kupikir untuk pagi ini tidak mengapalah, yang penting kami ada air panas untuk membuat kopi.
Singkat cerita, intinya mereka tidak memiliki electric kettle sama sekali. Yang ada hanyalah dispenser air panas dan dingin, itu pun harus menunggu 15 menitan karena baru dinyalakan kalau akan dipakai. Sebetulnya aku cukup kecewa untuk masalah ini, tapi karena tidak mau ruwet dan setidaknya kondisi kamar melebihi harapan kami, aku berusaha tidak terlalu ambil pusing.
Catatan: harga kamar bisa berubah-ubah ya, kalau sedang tidak high season kamar di Mini Mansion ini ada yang harga VND 169K, dan kamar yang seperti kami booking harganya hanya VND 183K.
Aku masih membenahi dan menata barang-barang, sementara suami sudah sempat melihat-lihat area di luar kamar saat turun, dan katanya viewnya indah sekali. Aku menyempatkan untuk keluar kamar dan melihat-lihat. Bahkan dari jendela pun pemandangan yang terlihat di luar sungguh indah. Sepertinya kota ini dikelilingi oleh pegunungan limestone di semua sisi. Hmmm... serasa tidak sabar untuk menjelajahnya.
Sebetulnya ada apa sih di Phong Nha?
-------
Nama Phong Nha-Kẻ Bàng sendiri berasal dari Phong Nha (gua) dan Kẻ Bàng (hutan limestone).
Ditunjuk sebagai Unesco World Heritage Site UNESCO pada tahun 2003, Phong Nha-Kẻ Bàng National Park merupakan pegunungan karst tertua di Asia, yang terbentuk sekitar 400 juta tahun yang lalu. Area ini dipenuhi dengan ratusan gua, banyak di antaranya yang memiliki kedalaman yang luar biasa, dan sungai bawah tanah yang spektakuler.
Berlokasi di distrik Bố Trach dan Minh Hóa di tengah Provinsi Quảng Bình, luas areanya meliputi 2.000 kilometer persegi di wilayah Vietnam, dan berbatasan dengan Hin Namno seluas 2.000 kilometer persegi di wilayah Laos.
Phong Nha Ke Bang dikenal karena adanya 300 gua di areanya, di mana banyak di antaranya saling berhubungan. Penelitian yang diadakan pada tahun 2009 menghasilkan penemuan panjang sistem gua-gua ini yang mencapai 126 KM. Pada tahun yang sama pula, penjelajah dari Inggris dan Vietnam menemukan keberadaan Sơn Đoòng Cave, yang dinobatkan sebagai gua terbesar di dunia, yang besarnya lima kali lipat Phong Nha Cave. Gua ini bahkan memiliki ekosistemnya sendiri.
Catatan khusus untuk Son Doong Cave:
Gua ini dibuka untuk turis, namun hanya bisa melalui Oxalis Adventure Tours. Bisa dibilang monopoli oleh satu pihak dan tidak menguntungkan bagi penduduk lokal. Untuk menjelajah gua ini, dibutuhkan biaya sekitar US$ 4.000 dan biasanya merupakan paket trekking 4 hari 3 malam. Cukup mahal ya?
Kalau aku pribadi, dengan jumlah uang yang sama bisa menjelajah beberapa negara selama beberapa bulan hehehehe...
Phong Nha Ke Bang memiliki sekitar 24 puncak gunung yang tingginya lebih dari 1.000 mdpl. Selain banyaknya gua di tempat ini, Phong Nha memiliki sungai bawah tanah yang terpanjang di dunia. Sungai Son dan Sungai Chay merupakan dua sungai yang utama di wilayah ini, dan kedua sungai inilah yang membentuk kebanyakan gua yang ada sekarang. Ada beberapa mata air, sungai, dan air terjun yang mengagumkan di Phong Nha Ke Bang, seperti Gió waterfall, Madame Loan waterfall, Mọc Spring, dan Trạ Ang stream.
Wilayah Phong Nha berubah dengan cepat, terutama semenjak ditemukannya Son Doong Cave. Kota Son Trach (orang sering menyebutnya kota Phong Nha karena lokasinya) adalah pusat utama, dengan beragam akomodasi dan tempat makan yang ditawarkan. Dan di sinilah kami berada hari ini ^_^
-------
Karena suami kurang tidur, dia mandi dan langsung tidur duluan, sementara aku masih masak nasi dan menyiapkan lauk untuk makan siang dengan sisa daging dan sayuran yang dibawa dari Hue. Baru sekitar jam 9 pagi aku mandi. Wah rasanya nyaman sekali mandi dan keramas di kamar mandi yang luas dan cukup mewah ini. Air panas pun mengalir dengan lancar. Badan pun terasa segar kembali. Sekitar jam 9.30 aku mencoba untuk tidur sejenak, berusaha untuk istirahat agar nanti bisa menjelajah semaksimal mungkin.
Waktu menunjukkan jam 10.45 siang saat aku terbangun, dan tidak lama kemudian suamiku juga bangun dari tidurnya. Kami makan siang berdua sembari merencanakan apa yang akan kami lakukan hari ini. Kami sepakat akan ke Phong Nha Cave dan Tien Son Cave, di mana kedua gua ini bisa didatangi tanpa harus ikut tour, hanya butuh orang lain yang mau patungan untuk biaya naik perahunya. Setelah mencuci muka, kami bersiap-siap dan turun ke lobby. Di halaman luar penginapan, ada seorang pemuda bule yang menyapa kami dan memperkenalkan dirinya sebagai salah seorang karyawan di Mini Mansion. Namanya Joe. Aku sempat bertanya arah menuju ke Tourist Center dan juga pasar, serta menanyakan tarif untuk sewa sepeda motor.
Menjelang jam 12 siang, kami sudah mulai berjalan kaki menyusuri jalan di Phong Nha. Kotanya bisa dibilang relatif kecil dan sepi. Tidak banyak kendaraan yang memenuhi jalan. Di sepanjang jalan utama ini banyak sekali penginapan dan hotel, tempat-tempat makan, cafe, dan tour agent berjejer memenuhi jalan.
Setelah sekitar 10 menit berjalan, kami tiba di Phong Nha Tourist Center dan memasuki area ini. Ada sebuah restoran, beberapa toko souvenir dan beberapa pedagang yang menjual snack lokal. Karena kami tidak tahu apa-apa, kami berjalan hingga ke tepi sungai. Banyak sekali perahu-perahu yang dicat seragam berwarna biru, berada di pinggiran sepanjang sungai ini. Tampak seperti ada pos dengan seorang petugas di sini, jadi kami datang mendekatinya. Setelah mendengarkan percakapan beberapa turis asing yang ada di sini dan bertanya kepada petugasnya, ternyata tempat ini bukanlah tempat membeli tiket. Setelah mengumpulkan orang dan membeli tiket barulah pengunjung ke tempat ini.
Kami berjalan mencari loket penjualan tiket, dan akhirnya menemukannya. Ketika kami akan membeli tiket, petugasnya berkata bahwa kami harus mengumpulkan orang dulu untuk bergabung di satu perahu, karena tiket untuk perahu juga dibeli di sini, jadi satu dengan tiket masuk ke gua.
Aku memperhatikan di samping loket ada papan yang memajang harga resmi tiket yang dijual di sini.
- Phong Nha Cave : tiket masuk VND 150K, tiket perahu VND 360K, durasi 2,5 - 3 jam.
- Tien Son Cave : tiket masuk VND 80K, tiket perahu VND 360K, durasi 2,5 - 3 jam.
- Phong Nha Cave + Tien Son Cave : tiket masuk VND 150K + VND 80K, tiket perahu 400K, durasi 3-4 jam.
Untuk anak-anak di bawah 1,3 meter gratis biaya tiket masuk ke gua.
Nah, satu buah perahu bisa diisi maksimal 12 orang (termasuk anak-anak), jadi harga tiket perahu inilah yang nantinya bisa share dengan pengunjung lain yang memiliki rute sama.
Selain itu masih ada paket-paket tour lain yang menuju ke Dark Cave dan Mooc Spring, yang belum ingin kami kunjungi.
Baru sebentar kami menunggu, datanglah dua orang perempuan bule, dan aku langsung menjelaskan masalah tiket ini kepada mereka. Ternyata tujuan kami sama, yaitu Phong Nha Cave dan Tien Son Cave. Kami berkenalan dengan mereka, Helen dan Justina dari Inggris. Helen adalah pengacara, dan Justina kalau tidak salah bekerja sebagai tenaga medis. Justina juga sudah sering jogging naik gunung. Kuat sekali ya?
Saat kami sedang mengobrol dan menunggu lebih banyak orang, ada couple dan seorang bapak tua (ketiganya juag bule) yang datang, tapi sepertinya mereka hanya mau ke Phong Nha Cave, jadi kemudian mereka membeli sendiri tiket mereka. Si bapak tua bahkan membeli satu tiket perahu untuk dirinya sendiri lho hahahaha....
Kemudian ada seorang gadis muda berparas Timur Tengah yang datang, dan mau bergabung dengan kami juga. Namanya Aziza, gadis berdarah Morocco namun lahir dan tinggal di Perancis. Kalau boleh jujur, sebetulnya Aziza termasuk perempuan yang agak menor dan agak lebay juga menurutku. Tapi ya sudahlah, hanya beberapa jam saja bersamanya tidak akan jadi masalah.
Kebetulan pula setelah itu datang seorang ibu dan putri remajanya, keduanya berasal dari Jerman, dan mereka pun setuju untuk bergabung dengan kami. Sudah terkumpul 7 orang, dan akhirnya kami memutuskan untuk membeli tiket dan tidak perlu mencari orang lagi.
Harga yang dibayar tiap orang menjadi VND 150K (Phong Nha Cave) + VND 80K (Tien Son Cave) + VND 57K (perahu).
Usai membeli tiket, kami masih bergantian ke toilet (karena bayangan kami akan berada di dalam perahu kecil selama 4 jam tanpa toilet), dan kemudian bersama-sama menuju ke dermaga. Setelah menyerahkan tiket dan lembaran kertas untuk sewa perahunya, kami diarahkan untuk naik ke sebuah perahu. Tampak seorang perempuan muda yang bertugas mendayung perahu kami. Tempat-tempat duduk di dalam perahu berupa (lagi-lagi) dingklik di sisi kanan dan kiri. Aziza langsung menempati tempat duduk yang paling depan (sebetulnya minta ijin dulu, tapi lebih seperti pernyataan, bukan pertanyaan). Aku kemudian juga duduk di sebelahnya, di sisi kiri, sementara suami duduk di belakangku.
Setelah semua duduk, gadis pendayung perahu dan seorang pemuda di bagian belakang perahu (sepertinya suaminya) mulai memutar perahu, dan mulailah kami menyusuri sungai Song Con di atas dragon boat berwarna biru ini.
Kami semua beruntung karena cuaca cerah, bahkan cenderung panas sebetulnya, namun angin bertiup cukup kencang dari depan sehingga udara tidak terasa panas. Air sungai Song Con tampak hijau kebiruan di bawah sinar matahari. Pemandangan di sekeliling kami dari dalam perahu tampak indah, pegunungan limestone terlihat di mana-mana.
Setelah sekitar 25 menit berperahu, kami sampai di Phong Nha Cave Visitor's Center. Lokasi ini memang hanya bisa dicapai dengan naik perahu, jadi tidak bisa naik kendaraan sendiri menuju ke tempat ini. Kami pikir ternyata akan turun di tempat ini, ternyata hanya sang gadis pendayung saja yang turun, mungkin semacam memberikan laporan daftar penumpang atau semacam itu. Mulut gua Phong Nha sudah terlihat dari tempat ini, dan setelah sekitar 5 menit, sang gadis pendayung kembali ke perahu dan kami pun melanjutkan perjalanan memasuki gua naik perahu.
Ini adalah pengalaman pertamaku naik perahu memasuki sebuah gua. Sebetulnya karena aku takut pada air yang dalam, naik perahu saja sudah membuatku cukup takut. Herannya aku tidak merasa takut sedari awal berada di dalam perahu, bahkan saat masuk ke dalam gua yang gelap gulita ini.
Tidak lama berselang setelah perahu memasuki gua dan suasana mulai tampak gelap, sang gadis pendayung mulai membuka atap perahu yang bisa digulung. Tujuannya tentu saja supaya semua penumpang perahu bisa melihat dan menikmati dengan maksimal suasana di dalam gua. Di banyak tempat di dalam gua ternyata sudah dipasangi lampu-lampu, agar tekstur dinding guanya terlihat. Memang indah sekali gua yang terbentuk secara alami ini. Sayangnya karena gelap, banyak foto dan video yang kurang jelas hasilnya.
Dari yang kubaca, Phong Nha Cave dulunya digunakan sebagai tempat untuk merawat para korban perang dan menyembunyikan berbagai macam barang atau senjata dari tentara Amerika. Kalau hanya melihat di dalam guanya, kesannya memang indah, tapi kalau mengerti sejarahnya jadi banyak membayangkan betapa sulitnya keadaan di jaman perang dulu, sampai harus bersembunyi di tempat-tempat seperti ini :(
Dari total 17 KM panjang Phong Nha Cave, hanya sekitar 1,5 KM pertama yang dijelajahi dengan perahu. Apabila kita ingin menjelajah lebih jauh bisa dengan ikut trekking melalui tour agent yang banyak terdapat di kota.
Setelah kurang lebih 1 jam menjelajahi sungai di dalam Phong Nha Cave, kami diturunkan di dekat mulut gua, dan dari sini kami bisa melanjutkan menjelajah gua dengan berjalan kaki. Memang luar biasa indahnya, tidak heran apabila gua ini masuk dalam daftar teratas gua-gua terindah di dunia.
Usai menjelajah, kami bertujuh berjalan kaki menyusuri jalan setapak keluar gua, dan tiba di Phong Nha Cave Visitor's Center. Di area ini banyak pedagang makanan, minuman, es krim, dan juga souvenir yang saling berlomba menawarkan barang dagangannya. Ada toilet juga bagi yang membutuhkan.
Nah, dari sini kami semua bingung, karena ada papan petunjuk arah yang bertuliskan Tien Son Cave, sementara kami bertujuh beranggapan bahwa untuk ke Tien Son Cave kami akan tour naik perahu juga. Akhirnya kami berjalan ke dekat perahu berlabuh, dan setelah bertanya-tanya, ternyata untuk ke Tien Son Cave memang harus dengan berjalan kaki, bukan naik perahu. Perbedaan ongkos perahu maksudnya untuk waktu tunggu yang lebih lama (sekitar 1 jam) selama penumpang berjalan ke Tien Son Cave hahahaha....
Berkurang satu anggota (sang ibu dari Jerman merasa tidak sanggup untuk hiking dan memilih menunggu di area dekat perahu), kami berenam berjalan kaki menuju ke Tien Son Cave. Ternyata rutenya hanya berupa tangga naik dan naik dan naik lagi. Katanya sih 200 meter, tapi menurutku lebih dari 1 KM, dan semuanya berupa tangga naik, bahkan si gadis dari Jerman sampai mengeluh karena dia sudah trevelling selama beberapa bulan dan sudah lelah dengan hiking hehehehe... Ternyata memang yang 200 meter ini adalah ketinggiannya, dan jarak tempuhnya sekitar 1 KM berupa tangga.
Oya, di awal naik akan ada petugas yang mengecek tiket masuk khusus ke Tien Son Cave, jadi bagi yang mau curang tidak beli tiket di awal, tidak akan diperbolehkan naik.
Sepanjang perjalanan mendaki, masih ada beberapa penjual minuman. Dari informasi yang kubaca, semakin ke atas harganya akan semakin mahal. Yah, sebetulnya hal ini wajar, mengingat mereka pun membutuhkan usaha untuk mencapai tempat mereka berjualan.
Di tengah mendaki tangga juga ada satu spot di mana kita bisa melihat pemandangan yang sangat indah di depan mata, Son River dan landscape di sekelilingnya yang tampak hijau, dan pegunungan limestone di belakangnya.
Setelah beratus-ratus anak tangga kunaiki, akhirnya aku tiba lebih dulu di depan Tien Son Cave, dan yang lainnya menyusul beberapa menit kemudian. Ternyata hanya butuh waktu 10 menit saja untuk mendaki semua anak tangga ini hahahaha...
Kami memasuki gua ini bersama-sama, dan menjelajah sampai ke setiap sudut guanya sesuai dengan jalan setapak yang telah disediakan. Kalau menurutku pribadi, Tien Son Cave ini bahkan lebih indah daripada Phong Nha Cave. Bentuk stalakmit dan stalaktitnya lebih indah dan unik, dan satu hal yang menyenangkan saat ke Tien Son Cave adalah karena untuk ke sini butuh perjuangan, hanya ada kami berenam saat itu. Tidak ada turis lain yang tampak selain sepasang turis yang sudah hendak keluar saat kami berada di dalam gua. Wah, serasa gua milik pribadi saja hahahaha...
Tien Son Cave ini awalnya ditemukan tanpa sengaja oleh seorang penduduk lokal pada bulan April tahun 1935, dengan kedalaman total 980 meter. Ketinggiannya sekitar 25 meter, dan di beberapa tempat mencapai 35 meter. Semakin ke dalam, jalurnya akan semakin berkelak-kelok. Berjarak 400 meter dari mulut gua, akan ada jurang sedalam 10 meter yang cukup berbahaya, dan setelah itu, 500 meter ke depannya merupakan jalur yang berbahaya bagi pengunjung. Sekitar 400 meter dari gua ini sudah dipasangi lampu penerang untuk keamanan pengunjung.
Ratusan stalaktit dan stalakmit yang ada di sini benar-benar sangat indah, dengan berbagai bentuk dan ukuran. Ada yang berbentuk seperti hewan atau manusia, bahkan ada yang mirip dengan menara condong Pisa di Italia. Katanya, beberapa stalaktit dan stalakmit ini akan menimbulkan suara seperti gong atau drum apabila diketuk dengan jari. Banyak di antaranya yang tampak mengkilap seperti perak dan emas. Sungguh luar biasa indahnya! Tien Son Cave merupakan salah satu tempat buatan alam terindah yang pernah aku kunjungi seumur hidup ^_^
Usai menjelajah semua areanya, kami berenam berjalan keluar, dan kemudian menuruni tangga untuk kembali ke Phong Nha Cave Visitor's Center. Perjalanan turun tentunya lebih cepat dan tidak terlalu makan tenaga seperti pada saat naik sebelumnya.
Waktu sudah menunjukkan jam 3.45 sore saat kami semua sampai, dan 10 menit kemudian setelah merasa cukup duduk-duduk beristirahat dan melihat-lihat suasana sekitar, kami berenam memutuskan untuk kembali ke kota.
Gadis pendayung perahu kami sudah siap menunggu di perahunya, dan kami semua masuk ke perahu. Setelah semua masuk, ternyata kami ketambahan tiga orang penumpang tambahan. Semuanya perempuan, dan sepertinya mereka adalah orang-orang yang bekerja di tempat ini. Kami tidak keberatan dengan keberadaan mereka, bahkan Aziza sempat membagikan makanan yang barusan dibelinya kepada mereka.
Setelah melalui perjalanan selama sekitar 25 menit seperti pada waktu berangkat, kami tiba di Visitor's Center kota Phong Nha jam 4.30 sore dalam kondisi sudah cukup lelah. Karena kami semua melihat bahwa pekerjaan mendayung ini bukanlah pekerjaan ringan, beberapa dari kami sepakat untuk memberikan tips sesuai dengan kemampuan masing-masing. Aku dan suami memberi VND 20K kepada si gadis pendayung, dan aku melihat Helen dan Justina memberikan VND 50K. Setelah turun dari perahu, kami semua saling berpamitan dan kemudian berpisah. Hanya Aziza yang masih bersama kami berdua, namun kemudian dia juga jalan duluan karena kami masih hendak mampir ke pasar untuk membeli bahan makanan.
Lokasi pasar tradisional di Phong Nha tepat berada di sebelah Visitor's Center. Kami berjalan dan melihat-lihat ke dalam pasar, tapi kebanyakan sudah tutup. Lebih banyak pedagang yang menjual pakaian, alas kaki, serta warung-warung yang menjual berbagai macam barang. Kami menyusuri pasar ini sampai akhirnya menemukan seorang penjual daging babi yang masih buka. Kami membeli 1/2 kg daging seharga VND 35K. Proses membeli suatu barang di pasar tradisional kadang butuh kesabaran ekstra, karena rata-rata para penjualnya sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris. Kadang metode kalkulator pun mereka tidak paham. Seringkali mereka menunjukkan nominal uang yang harus dibayar dengan menunjukkan uangnya. Dan aku yang selalu ekstra hati-hati cenderung mengecek ulang apakah dengan nominal tersebut aku mendapatkan barang sebanyak yang aku mau. Beginilah yang disebut bahasa kalbu hahahaha....
Usai membeli daging, kami berjalan menuju ke penginapan, saat melihat sebuah toko kelontong yang menjual vodka. Hmmm... pada dasarnya karena aku kuat minum, aku minta ijin dibelikan oleh suami. Vodka lokal di Vietnam ini pada umumnya bukanlah vodka seperti Russian Vodka, tapi arak beras dengan kadar alkohol di bawah 30%. Sebotol Vipoco Vodka harganya VND 80K, dan akhirnya kami juga membeli sebuah es krim seharga VND 15K. Yang lucu, saat membeli vodka kami juga diberi sebotol air mineral, katanya harus banyak minum air putih supaya tidak mabuk hahahaha.... ada-ada saja...
Saat kami makan es krim yang baru dibeli, ternyata isinya hanya sedikit, tidak seperti yang tampak di gambar di kemasannya. Tapi tidak mengapalah, rasa es krimnya sendiri cukup enak kok hehehehe...
Foto di atas adalah Easy Tiger, hostel yang paling terkenal di Phong Nha. Katanya kalau malam hari ada live music dan party di tempat ini, namun kami tidak mau menginap di tempat ini, karena selain harganya yang cukup mahal, kami lebih suka tidur di tempat yang tenang.
Berjalan kaki menuju ke penginapan, kami sempat mampir di beberapa tempat yang menjual tiket bus dan menanyakan harga tiket sleeper bus menuju ke Tam Coc di Ninh Binh. Ada beberapa pilihan sleeper bus seperti Camel, Queen, dan Hung Thanh. Masing-masing agen juga memiiki harga yang berbeda-beda, dan kami memutuskan untuk bertanya harga tiket sleeper bus di Mini Mansion terlebih dahulu sebelum membeli tiket yang dikehendaki.
Kami berjalan pulang ke penginapan, dan sesampai di kamar, suami mandi terlebih dahulu sementara aku masih masak lauk untuk makan malam. Usai masak, aku mandi sekaligus mencuci bajuku dan baju suami yang sudah seharian dipakai. Setelah badan segar, kami berdua makan malam bersama dengan daging babi dan sayuran yang masih ada. Wah, kenyang sekali rasanya... ^_^
Usai makan, waktu masih menunjukkan jam 7 malam, dan karena kami tidak ada kegiatan lain, kami turun ke lobby di lantai dasar. Niatnya sebetulnya mau keluar untuk mencari informasi harga tiket bus menuju ke Tam Coc, Ninh Binh, namun sesampai di bawah kami melihat Joe dan seorang gadis bule juga, dan akhirnya kami mengobrol dengan mereka berdua. Joe, pemuda yang sudah kami kenal mulai siang tadi, berasal dari Canada, dan ternyata baru mulai hari ini bekerja di Mini Mansion, walaupun sudah beberapa waktu tinggal di Phong Nha. Sementara si gadis bernama Sonia, berasal dari UK alias Inggris, dan sudah bekerja di Mini Mansion selama beberapa minggu. Mereka berdua mendapatkan akomodasi, makan 3 kali sehari, dan juga uang sebagai bayaran. Tugas mereka tentunya untuk memberikan informasi kepada tamu-tamu yang menginap di tempat ini mengenai hal-hal yang bisa dilakukan atau tempat-tempat yang bisa dijelajah. Selain itu mereka juga membantu penjualan tiket bus dan tour yang disediakan di sini.
Dengan bantuan mereka berdua pula, akhirnya kami memesan dua tiket sleeper bus menuju ke Tam Coc seharga VND 200K, memastikan bahwa busnya adalah Hung Thanh (dari beberapa review yang kubaca bus ini agak lebih baik daripada Queen apalagi Camel). Kata pemilik penginapan harga segitu sudah dipotong dari harga normal. Kami juga memastikan akan diturunkan di Tam Coc, bukan di kota Ninh Binh, karena jaraknya cukup jauh.
Kami asyik mengobrol dengan Joe dan Sonia, hingga kemudian pemilik penginapan yang bernama May hendak makan malam bersama keluarganya, suami dan kedua anaknya, serta seorang karyawan. Tanpa disangka, bersama dengan Joe dan Sonia, kami juga diundang untuk makan bersama dengan mereka semua. Karena masih cukup kenyang, aku hanya mencicipi sedikit masakan yang ada, sementara suami tidak makan. Kami juga diberi sebotol beer Huda, salah satu beer lokal Vietnam. Kami semua makan sambil mengobrol walaupun sebetulnya May dan suaminya hanya sedikit sekali mengerti bahasa Inggris hehehehe...
Usai makan malam, aku dan suami duduk-duduk di luar penginapan. Aku ingin melihat suasana di kota pada malam hari, dan ternyata karena kotanya memang sangat kecil, suasananya terlihat sepi. Selain beberapa sleeper bus, hanya terlihat beberapa kendaraan saja yang melewati jalan utama ini.
Menjelang jam 9 malam, karena sudah cukup lelah, kami berpamitan untuk naik ke kamar, dan tidak lama kemudian kami pun istirahat dan tidur...
Hari ini kami hanya berjalan sekitar 10 KM saja, dan sejauh ini pengalaman hari pertama di Phong Nha Ke Bang merupakan highlight dari perjalanan kami di Vietnam. Phong Nha Cave dan Tien Son Cave yang kami kunjungi hari ini, benar-benar luar biasa menakjubkan! Walaupun tiket masuk dan tiket perahunya sedikit mahal, namun benar-benar sepadan dengan apa yang kami dapatkan.
Kami berdua memang berkomitmen untuk hidup sangat irit selama travelling kali ini, namun mengunjungi gua-gua yang ada di Phong Nha ini sudah kami perhitungkan, dengan anggapan bahwa mungkin pengalaman ini hanya sekali saja seumur hidup, dan ternyata sejauh ini tidak ada penyesalan. Apa yang kami saksikan hari ini benar-benar indah dan merupakan pengalaman yang tidak terlupakan.
Besok kami berencana akan menyewa sepeda motor, dan akan melakukan loop di taman nasional ini, sekaligus mengunjungi Paradise Cave, salah satu gua terindah di dunia, dan Botanical Garden untuk melihat air terjun di dalamnya. Semoga segalanya berjalan lancar esok hari ^_ ^
To be continued.......
Turun dari kereta api, kami melihat ada beberapa tempat duduk panjang di tepi jalur kereta, jadi kami sempat duduk-duduk dulu di tempat ini sebentar, karena rencananya baru subuh akan berjalan kaki mencari bus menuju ke Phong Nha. Takutnya kalau keluar dari peron tidak akan ada tempat duduk lagi untuk menumpang tidur. Tapi lama-kelamaan udara mulai terasa agak dingin, dan sepertinya ada sebuah ruangan tertutup untuk penumpang yang menuju keluar, jadi kami berjalan ke sana. Ternyata memang ada ruang tunggu yang keadaannya gelap karena lampu-lampunya dimatikan.
Stasiun kereta api di kota Dong Hoi ini relatif kecil, padahal kota ini merupakan ibukota Provinsi Quang Binh. Kami memilih tempat duduk di deret yang agak paling belakang untuk beristirahat. Sayangnya tempat-tempat duduk di sini tidak ada yang panjang, jadi agak sulit untuk merebahkan tubuh. Suami memilih tidur sambil duduk bersandar di kursi, sementara aku tetap berusaha merebahkan tubuh di atas beberapa kursi dengan dialasi jaket agar lekukan-lekukan pada kursi tidak terlalu menyakitkan di badanku. Aku memang tipe orang yang tidak bisa tidur sambil duduk, setidaknya harus menyandarkan kepala ke depan atau ke samping.
Walaupun tidak bisa benar-benar tidur nyenyak karena berkali-kali terbangun akibat kursi yang tidak nyaman dijadikan alas, setidaknya kami bisa tidur sejenak. Kami memilih berada di dalam stasiun daripada di terminal bus, yang bisa jadi lebih rawan. Selain kami berdua, ada 2-3 lagi orang lokal yang juga tampak tidur di dalam stasiun.
Menjelang jam 4 pagi, kami bangun dan bersiap-siap, lalu keluar dari bangunan stasiun dan mencari toilet. Lokasi toiletnya agak membingungkan dan harus melewati gang yang agak remang-remang. Suami yang lebih dulu ke toilet mengatakan bahwa suasananya creepy sekali. Sewaktu tiba giliranku ke toilet, aku mengikuti arah panah dan masuk ke tempat yang sepertinya memang toilet. Bisa dibilang toiletnya kurang terang, kurang layak pakai, dan memang suasananya agak menyeramkan sampai tidak berani memotret, takutnya ada penampakan-penampakan di hasil fotonya hahahaha....
Setelah keluar dari toilet, aku sendiri tidak tahu pasti apakah yang kumasuki barusan itu toilet perempuan atau toilet laki-laki, karena arah panahnya membingungkan ditambah suasana yang agak gelap pula. Biarlah, toh tidak ada orang lain selama di toilet hehehehe...
Pada saat kami hendak mulai berjalan, tampak sebuah warung tepat di luar stasiun yang baru saja akan buka. Pemiliknya tampak mulai membersihkan dan merapikan tempat. Kami akhirnya mampir di warung ini untuk membeli secangkir kopi. Pagi sekali ya, jam 4.30 pagi sudah buka. Tidak seperti di warung-warung pada umumnya, pemiliknya kali ini lumayan mengerti bahasa Inggris, setidaknya bisa menyebutkan harga kopi dalam bahasa Inggris (VND 15K). Bisa dibilang harga secangkir kopi ini cukp mahal, karena kopinya hanya dari kopi instan. Dong Hoi memang merupakan salah satu kota di mana segala sesuatunya labih mahal daripada kota-kota lain di Vietnam. Entah mengapa bisa demikian, padahal selain sebagai gerbang masuk menuju ke Phong Nha Ke Bang, kota ini tidak terlalu populer dikunjungi turis asing.
Setelah diisi beberapa seruput kopi dan mata terasa lebih melek, jam 4.45 pagi kami meninggalkan area stasiun dan berjalan kaki menuju ke terminal bus Nam Ly (Ben Xe Nam Ly). Jaraknya sekitar 2,1 KM dan kali ini terasa cukup melelahkan karena backpack yang berat dan fisik yang kurang tidur. Hanya berbekal Google Map dan sisa semangat yang ada, kami berjalan beriringan hingga akhirnya sampai di terminal jam 5.05 pagi.
Sesampai di terminal Nam Ly, seperti biasa kami langsung diserbu oleh beberapa orang yang menawarkan jasa taxi dan bus. Aku menolak dengan tegas tawaran para driver taxi ini. Suami sempat menanyakan bus yang kami cari di loket tiket di dalam terminal, tapi sepertinya petugasnya tidak bisa berbahasa Inggris, jadi percuma bertanya kepadanya. Sementara itu di dalam terminal bus tampak ada beberapa warung dan toko-toko kecil yang sudah berjualan. Aku masih mencari-cari info lagi di Google sambil berdiri di depan terminal sampai kemudian ada salah seorang driver taxi yang masih muda menanyakan tujuan kami, dan malah kemudian memberikan informasi di mana seharusnya kami menunggu bus yang kami cari. Aku memang membaca, bus 4B yang akan kami naiki ini tidak berhenti di terminal bus, namun di seberangnya. Hanya saja aku tidak yakin di mana harus menunggu, karena di seberang terminal hanya ada toko-toko yang masih tutup, sama sekali tidak ada halte bus atau papan petunjuk apa pun. Sang driver berkata bahwa bus nanti akan datang jam 5.30 pagi, dan kami disuruh menunggu di tepi jalan.
Setelah berterima kasih kepadanya, kami menyeberang jalan dan meletakkan backpack kami yang berat dan duduk di depan sebuah bangunan toko yang masih tutup. Suasana pun masih gelap, hanya ada lampu-lampu jalan sebagai penerangan.
Aku mengisi waktu dengan memastikan harga tiket bus ini sembari mencari informasi lainnya berkenaan dengan tempat-tempat yang akan kami datangi di Phong Nha nanti. Sementara menunggu inilah, beberapa taxi yang lewat berhenti menghampiri kami dan menawarkan jasa mereka untuk mengantar kami ke Phong Nha. Kebanyakan mereka minta VND 400-500K untuk ke Phong Nha, dan ada satu taxi yang menurunkan harganya sampai VND 300K, namun kami menolak karena masih terlalu mahal.
Tepat jam 5.30 pagi, sebuah bus berwarna kuning - hijau berhenti di depan kami. Inilah bus 4B yang kami tunggu-tunggu, dengan tujuan Dong Hoi – Hoan Lao – Phong Nha, dan kami pun tergesa-gesa sampai setengah berlarian untuk masuk ke dalamnya. Karena bukan bus besar, semua barang bawaan dipegang sendiri, tidak dimasukkan ke dalam bagasi. Saat kami masuk, masih belum ada penumpang lain di dalam bus ini, jadi kami bisa leluasa memilih tempat duduk. Aku duduk di baris depan sebelah kanan, dan suami di belakangku. Kami memilih tempat duduk yang sendiri-sendiri agar lebih lega untuk meletakkan backpack.
Catatan: Bagi yang membutuhkan naik bus ini, jadwal keberangkatannya adalah jam 5:30, 5:45, 7:10, 8:00, 9:00, 10:00, 11:00, 13:00, 14:00, 15:00, 16:00 dan 17:00. Jarak yang ditempuh dari Dong Hoi hingga ke Phong Nha sekitar 40 KM, dan makan waktu sekitar 1,5 jam.
Sebetulnya untuk menunggu bus B4 ini tidak harus di depan terminal bus Nam Ly saja, namun bisa juga menunggu di setiap halte bus di jalan Tran Hung Dao yang ada tanda berwarna biru dan putihnya.
Pagi sudah mulai menyeruak saat bus mulai berjalan. Tiap beberapa menit bus hampir selalu berhenti untuk mengangkut penumpang atau titipan paket barang. Kami diberi tiket oleh kondekturnya sesuai dengan tujuan kami, Phong Nha. Harga tiketnya VND 40K/orang, dan tertera di atas tiket tersebut. Bayangkan selisih harganya dengan naik taxi tadi hehehehe...
Catatan: kalau tidak salah, per bulan Juni 2018 ini harga tiketnya sudah naik menjadi VND 60K/orang. Tetap masih jauh lebih murah daripada naik taxi ^_^
Mulai sekitar jam 6 pagi, mulai banyak anak sekolah yang naik di bus ini, dan dalam sekejap tiba-tiba bus ini menjadi penuh sesak dengan anak-anak sekolah sampai tidak ada lagi ruang tersisa. Dari seragam yang mereka kenakan, sepertinya mereka semua bersekolah di tempat yang sama. Semua tempat duduk penuh oleh penumpang, dan kebanyakan anak sekolah ini berdiri sambil berpegangan di tiang atau handle yang disediakan. Backpack yang tadinya bisa dengan leluasa kuletakkan di lantai, sampai harus kupangku karena tidak ada tempat lagi. Itu pun kadang masih tergencet oleh anak-anak sekolah ini. Beruntung sekali kami berdua sudah mendapatkan tempat duduk yang cukup nyaman. Ini benar-benar merupakan pengalaman yang luar biasa buat kami berdua hahahaha... Jangan salah sangka ya, buat kami ini BUKAN merupakan pengalaman buruk, tapi lebih ke unik dan menarik. Masih bagus juga penuh dengan anak-anak yang baru mau berangkat sekolah, karena rata-rata mereka baru mandi dan masih wangi. Bayangkan kalau harus berdesakan dengan mereka saat pulang sekolah hahahaha...
Kami berdua yang tadinya hendak tidur di dalam bus, akhirnya tidak bisa tidur karena suasana yang penuh sesak ini. Aku lebih banyak melihat ke luar jendela di sisi kananku. Melewati desa Bac Loc, pemandangan di luar tampak menyenangkan saat melewati area persawahan yang tampak hijau dengan kabut tebal yang menyelimuti. Karena banyaknya kabut inilah aku membayangkan suhu di Phong Nha nanti pasti dingin, dan membayangkan apabila kami masih belum boleh check-in sebelum jam 12 siang.
Sekitar jam 6.25 pagi, bus berhenti di depan sebuah sekolah, dan di sinilah semua anak sekolah yang memadati bus berhamburan turun. Suasana di dalam bus jadi terasa lega kembali hehehehe...
Setelah itu bus kembali melanjutkan perjalanannya. Melewati desa Dong Nam, kabut tampak sangat pekat dan kami sempat melewati sebuah danau. Setelah melewati jalan-jalan kecil, akhirnya kami memasuki kota kecil Phong Nha. Dari beberapa foto yang kulihat sebelumnya, kota ini merupakan kota yang hanya selewatan saja, dan seharusnya bus akan melewati penginapan yang sudah kami booking sebelumnya.
Benar saja, bus melewati jalan raya utama Durong 20, dan sekitar jam 6.45 pagi, aku menghentikan bus tepat di depan penginapan yang kami tuju. Bersama dengan kami, aku melihat seorang gadis muda berparas Asia yang juga ikut turun. Aku sempat bertegur sapa sejenak dengannya, dan sepertinya dia akan menginap dekat dengan penginapan kami.
Ternyata udara di Phong Nha tidak sedingin yang aku kira sebelumnya. Hanya agak sejuk, tapi sama sekali tidak dingin walaupun masih pagi. Memasuki Mini Mansion, kami harus melepas alas kaki yang dikenakan. Berjalan ke meja resepsionis, tidak tampak ada orang di baliknya, jadi kami membunyikan bel. Eh, ternyata pemiliknya tidur di sebuah kasur kecil di balik meja resepsionis, dan baru terbangun saat kami datang. Setelah menyebutkan bahwa kami sudah booking sebelumnya, nyonya muda ini kemudian mengantarkan kami naik ke lantai 2 dan menunjukkan kamar kami, dan setelah menyerahkan kunci kamar, dia meninggalkan kami untuk istirahat. Aku tidak lupa membawa sepatuku (dijinjing) ke dalam kamar, karena kalau sampai hilang aku bisa nangis berhari-hari hahahaha...
Wah, kamar di Mini Mansion ini sejauh ini merupakan yang terbesar dan termewah. Kamarnya luas, dengan kasur yang lumayan empuk (ini merupakan kemewahan tersendiri karena sebelumnya kami hampir selalu mendapatkan kasur yang keras) dan sebuah AC yang berfungsi dengan baik. Ada nakas kecil dengan lampu tidur di atasnya, ada lemari pakaian yang besar, dan sebuah meja kecil dengan dua buah kursi. Kamar mandinya pun luas dengan desain yang modern. Shower, wastafel dan toiletnya tampak bersih sekali. Sepertinya bangunan ini baru. Semuanya masih tampak sangat bersih dan modern. Secara keseluruhan, kondisi kamarnya sangat memuaskan.
Kemudian timbullah masalah. Sebetulnya kami memilih kamar di Mini Mansion ini karena ada satu nilai lebih yang tidak ada di penginapan-penginapan lain: electric kettle atau teko listrik. Di booking.com disebutkan bahwa di tiap kamar disediakan electric kettle. Tentunya ini akan sangat bermanfaat buat kami yang setiap pagi membutuhkan air panas untuk minum larutan jeruk madu dan membuat kopi (dan untuk masak mie juga hahaha). Untuk harganya, per malam VND 228K. Masih masuk di deretan yang termurah walaupun bukan yang termurah.
Nah, saat kami mencari electric kettle yang katanya ada di kamar dan ternyata tidak ada, aku minta tolong kepada suami untuk menanyakannya ke bawah. Suami pun turun, dan agak lama kemudian baru kembali. Katanya nanti akan diantar ke kamar. Baiklah.
Tidak lama kemudian, ada suara pintu diketuk, dan tampak seorang perempuan muda membawakan termos berisi air panas ke kamar. Aku berusaha menjelaskan kepadanya apa itu electric kettle, tapi tampaknya dia tetap tidak paham, jadi kupikir untuk pagi ini tidak mengapalah, yang penting kami ada air panas untuk membuat kopi.
Singkat cerita, intinya mereka tidak memiliki electric kettle sama sekali. Yang ada hanyalah dispenser air panas dan dingin, itu pun harus menunggu 15 menitan karena baru dinyalakan kalau akan dipakai. Sebetulnya aku cukup kecewa untuk masalah ini, tapi karena tidak mau ruwet dan setidaknya kondisi kamar melebihi harapan kami, aku berusaha tidak terlalu ambil pusing.
Catatan: harga kamar bisa berubah-ubah ya, kalau sedang tidak high season kamar di Mini Mansion ini ada yang harga VND 169K, dan kamar yang seperti kami booking harganya hanya VND 183K.
Aku masih membenahi dan menata barang-barang, sementara suami sudah sempat melihat-lihat area di luar kamar saat turun, dan katanya viewnya indah sekali. Aku menyempatkan untuk keluar kamar dan melihat-lihat. Bahkan dari jendela pun pemandangan yang terlihat di luar sungguh indah. Sepertinya kota ini dikelilingi oleh pegunungan limestone di semua sisi. Hmmm... serasa tidak sabar untuk menjelajahnya.
Sebetulnya ada apa sih di Phong Nha?
-------
Nama Phong Nha-Kẻ Bàng sendiri berasal dari Phong Nha (gua) dan Kẻ Bàng (hutan limestone).
Ditunjuk sebagai Unesco World Heritage Site UNESCO pada tahun 2003, Phong Nha-Kẻ Bàng National Park merupakan pegunungan karst tertua di Asia, yang terbentuk sekitar 400 juta tahun yang lalu. Area ini dipenuhi dengan ratusan gua, banyak di antaranya yang memiliki kedalaman yang luar biasa, dan sungai bawah tanah yang spektakuler.
Berlokasi di distrik Bố Trach dan Minh Hóa di tengah Provinsi Quảng Bình, luas areanya meliputi 2.000 kilometer persegi di wilayah Vietnam, dan berbatasan dengan Hin Namno seluas 2.000 kilometer persegi di wilayah Laos.
Phong Nha Ke Bang dikenal karena adanya 300 gua di areanya, di mana banyak di antaranya saling berhubungan. Penelitian yang diadakan pada tahun 2009 menghasilkan penemuan panjang sistem gua-gua ini yang mencapai 126 KM. Pada tahun yang sama pula, penjelajah dari Inggris dan Vietnam menemukan keberadaan Sơn Đoòng Cave, yang dinobatkan sebagai gua terbesar di dunia, yang besarnya lima kali lipat Phong Nha Cave. Gua ini bahkan memiliki ekosistemnya sendiri.
Catatan khusus untuk Son Doong Cave:
Gua ini dibuka untuk turis, namun hanya bisa melalui Oxalis Adventure Tours. Bisa dibilang monopoli oleh satu pihak dan tidak menguntungkan bagi penduduk lokal. Untuk menjelajah gua ini, dibutuhkan biaya sekitar US$ 4.000 dan biasanya merupakan paket trekking 4 hari 3 malam. Cukup mahal ya?
Kalau aku pribadi, dengan jumlah uang yang sama bisa menjelajah beberapa negara selama beberapa bulan hehehehe...
Phong Nha Ke Bang memiliki sekitar 24 puncak gunung yang tingginya lebih dari 1.000 mdpl. Selain banyaknya gua di tempat ini, Phong Nha memiliki sungai bawah tanah yang terpanjang di dunia. Sungai Son dan Sungai Chay merupakan dua sungai yang utama di wilayah ini, dan kedua sungai inilah yang membentuk kebanyakan gua yang ada sekarang. Ada beberapa mata air, sungai, dan air terjun yang mengagumkan di Phong Nha Ke Bang, seperti Gió waterfall, Madame Loan waterfall, Mọc Spring, dan Trạ Ang stream.
Wilayah Phong Nha berubah dengan cepat, terutama semenjak ditemukannya Son Doong Cave. Kota Son Trach (orang sering menyebutnya kota Phong Nha karena lokasinya) adalah pusat utama, dengan beragam akomodasi dan tempat makan yang ditawarkan. Dan di sinilah kami berada hari ini ^_^
-------
Karena suami kurang tidur, dia mandi dan langsung tidur duluan, sementara aku masih masak nasi dan menyiapkan lauk untuk makan siang dengan sisa daging dan sayuran yang dibawa dari Hue. Baru sekitar jam 9 pagi aku mandi. Wah rasanya nyaman sekali mandi dan keramas di kamar mandi yang luas dan cukup mewah ini. Air panas pun mengalir dengan lancar. Badan pun terasa segar kembali. Sekitar jam 9.30 aku mencoba untuk tidur sejenak, berusaha untuk istirahat agar nanti bisa menjelajah semaksimal mungkin.
Waktu menunjukkan jam 10.45 siang saat aku terbangun, dan tidak lama kemudian suamiku juga bangun dari tidurnya. Kami makan siang berdua sembari merencanakan apa yang akan kami lakukan hari ini. Kami sepakat akan ke Phong Nha Cave dan Tien Son Cave, di mana kedua gua ini bisa didatangi tanpa harus ikut tour, hanya butuh orang lain yang mau patungan untuk biaya naik perahunya. Setelah mencuci muka, kami bersiap-siap dan turun ke lobby. Di halaman luar penginapan, ada seorang pemuda bule yang menyapa kami dan memperkenalkan dirinya sebagai salah seorang karyawan di Mini Mansion. Namanya Joe. Aku sempat bertanya arah menuju ke Tourist Center dan juga pasar, serta menanyakan tarif untuk sewa sepeda motor.
Menjelang jam 12 siang, kami sudah mulai berjalan kaki menyusuri jalan di Phong Nha. Kotanya bisa dibilang relatif kecil dan sepi. Tidak banyak kendaraan yang memenuhi jalan. Di sepanjang jalan utama ini banyak sekali penginapan dan hotel, tempat-tempat makan, cafe, dan tour agent berjejer memenuhi jalan.
Setelah sekitar 10 menit berjalan, kami tiba di Phong Nha Tourist Center dan memasuki area ini. Ada sebuah restoran, beberapa toko souvenir dan beberapa pedagang yang menjual snack lokal. Karena kami tidak tahu apa-apa, kami berjalan hingga ke tepi sungai. Banyak sekali perahu-perahu yang dicat seragam berwarna biru, berada di pinggiran sepanjang sungai ini. Tampak seperti ada pos dengan seorang petugas di sini, jadi kami datang mendekatinya. Setelah mendengarkan percakapan beberapa turis asing yang ada di sini dan bertanya kepada petugasnya, ternyata tempat ini bukanlah tempat membeli tiket. Setelah mengumpulkan orang dan membeli tiket barulah pengunjung ke tempat ini.
Kami berjalan mencari loket penjualan tiket, dan akhirnya menemukannya. Ketika kami akan membeli tiket, petugasnya berkata bahwa kami harus mengumpulkan orang dulu untuk bergabung di satu perahu, karena tiket untuk perahu juga dibeli di sini, jadi satu dengan tiket masuk ke gua.
Aku memperhatikan di samping loket ada papan yang memajang harga resmi tiket yang dijual di sini.
- Phong Nha Cave : tiket masuk VND 150K, tiket perahu VND 360K, durasi 2,5 - 3 jam.
- Tien Son Cave : tiket masuk VND 80K, tiket perahu VND 360K, durasi 2,5 - 3 jam.
- Phong Nha Cave + Tien Son Cave : tiket masuk VND 150K + VND 80K, tiket perahu 400K, durasi 3-4 jam.
Untuk anak-anak di bawah 1,3 meter gratis biaya tiket masuk ke gua.
Nah, satu buah perahu bisa diisi maksimal 12 orang (termasuk anak-anak), jadi harga tiket perahu inilah yang nantinya bisa share dengan pengunjung lain yang memiliki rute sama.
Selain itu masih ada paket-paket tour lain yang menuju ke Dark Cave dan Mooc Spring, yang belum ingin kami kunjungi.
Baru sebentar kami menunggu, datanglah dua orang perempuan bule, dan aku langsung menjelaskan masalah tiket ini kepada mereka. Ternyata tujuan kami sama, yaitu Phong Nha Cave dan Tien Son Cave. Kami berkenalan dengan mereka, Helen dan Justina dari Inggris. Helen adalah pengacara, dan Justina kalau tidak salah bekerja sebagai tenaga medis. Justina juga sudah sering jogging naik gunung. Kuat sekali ya?
Saat kami sedang mengobrol dan menunggu lebih banyak orang, ada couple dan seorang bapak tua (ketiganya juag bule) yang datang, tapi sepertinya mereka hanya mau ke Phong Nha Cave, jadi kemudian mereka membeli sendiri tiket mereka. Si bapak tua bahkan membeli satu tiket perahu untuk dirinya sendiri lho hahahaha....
Kemudian ada seorang gadis muda berparas Timur Tengah yang datang, dan mau bergabung dengan kami juga. Namanya Aziza, gadis berdarah Morocco namun lahir dan tinggal di Perancis. Kalau boleh jujur, sebetulnya Aziza termasuk perempuan yang agak menor dan agak lebay juga menurutku. Tapi ya sudahlah, hanya beberapa jam saja bersamanya tidak akan jadi masalah.
Kebetulan pula setelah itu datang seorang ibu dan putri remajanya, keduanya berasal dari Jerman, dan mereka pun setuju untuk bergabung dengan kami. Sudah terkumpul 7 orang, dan akhirnya kami memutuskan untuk membeli tiket dan tidak perlu mencari orang lagi.
Harga yang dibayar tiap orang menjadi VND 150K (Phong Nha Cave) + VND 80K (Tien Son Cave) + VND 57K (perahu).
Usai membeli tiket, kami masih bergantian ke toilet (karena bayangan kami akan berada di dalam perahu kecil selama 4 jam tanpa toilet), dan kemudian bersama-sama menuju ke dermaga. Setelah menyerahkan tiket dan lembaran kertas untuk sewa perahunya, kami diarahkan untuk naik ke sebuah perahu. Tampak seorang perempuan muda yang bertugas mendayung perahu kami. Tempat-tempat duduk di dalam perahu berupa (lagi-lagi) dingklik di sisi kanan dan kiri. Aziza langsung menempati tempat duduk yang paling depan (sebetulnya minta ijin dulu, tapi lebih seperti pernyataan, bukan pertanyaan). Aku kemudian juga duduk di sebelahnya, di sisi kiri, sementara suami duduk di belakangku.
Setelah semua duduk, gadis pendayung perahu dan seorang pemuda di bagian belakang perahu (sepertinya suaminya) mulai memutar perahu, dan mulailah kami menyusuri sungai Song Con di atas dragon boat berwarna biru ini.
Kami semua beruntung karena cuaca cerah, bahkan cenderung panas sebetulnya, namun angin bertiup cukup kencang dari depan sehingga udara tidak terasa panas. Air sungai Song Con tampak hijau kebiruan di bawah sinar matahari. Pemandangan di sekeliling kami dari dalam perahu tampak indah, pegunungan limestone terlihat di mana-mana.
Setelah sekitar 25 menit berperahu, kami sampai di Phong Nha Cave Visitor's Center. Lokasi ini memang hanya bisa dicapai dengan naik perahu, jadi tidak bisa naik kendaraan sendiri menuju ke tempat ini. Kami pikir ternyata akan turun di tempat ini, ternyata hanya sang gadis pendayung saja yang turun, mungkin semacam memberikan laporan daftar penumpang atau semacam itu. Mulut gua Phong Nha sudah terlihat dari tempat ini, dan setelah sekitar 5 menit, sang gadis pendayung kembali ke perahu dan kami pun melanjutkan perjalanan memasuki gua naik perahu.
Ini adalah pengalaman pertamaku naik perahu memasuki sebuah gua. Sebetulnya karena aku takut pada air yang dalam, naik perahu saja sudah membuatku cukup takut. Herannya aku tidak merasa takut sedari awal berada di dalam perahu, bahkan saat masuk ke dalam gua yang gelap gulita ini.
Tidak lama berselang setelah perahu memasuki gua dan suasana mulai tampak gelap, sang gadis pendayung mulai membuka atap perahu yang bisa digulung. Tujuannya tentu saja supaya semua penumpang perahu bisa melihat dan menikmati dengan maksimal suasana di dalam gua. Di banyak tempat di dalam gua ternyata sudah dipasangi lampu-lampu, agar tekstur dinding guanya terlihat. Memang indah sekali gua yang terbentuk secara alami ini. Sayangnya karena gelap, banyak foto dan video yang kurang jelas hasilnya.
Dari yang kubaca, Phong Nha Cave dulunya digunakan sebagai tempat untuk merawat para korban perang dan menyembunyikan berbagai macam barang atau senjata dari tentara Amerika. Kalau hanya melihat di dalam guanya, kesannya memang indah, tapi kalau mengerti sejarahnya jadi banyak membayangkan betapa sulitnya keadaan di jaman perang dulu, sampai harus bersembunyi di tempat-tempat seperti ini :(
Dari total 17 KM panjang Phong Nha Cave, hanya sekitar 1,5 KM pertama yang dijelajahi dengan perahu. Apabila kita ingin menjelajah lebih jauh bisa dengan ikut trekking melalui tour agent yang banyak terdapat di kota.
Setelah kurang lebih 1 jam menjelajahi sungai di dalam Phong Nha Cave, kami diturunkan di dekat mulut gua, dan dari sini kami bisa melanjutkan menjelajah gua dengan berjalan kaki. Memang luar biasa indahnya, tidak heran apabila gua ini masuk dalam daftar teratas gua-gua terindah di dunia.
Usai menjelajah, kami bertujuh berjalan kaki menyusuri jalan setapak keluar gua, dan tiba di Phong Nha Cave Visitor's Center. Di area ini banyak pedagang makanan, minuman, es krim, dan juga souvenir yang saling berlomba menawarkan barang dagangannya. Ada toilet juga bagi yang membutuhkan.
Nah, dari sini kami semua bingung, karena ada papan petunjuk arah yang bertuliskan Tien Son Cave, sementara kami bertujuh beranggapan bahwa untuk ke Tien Son Cave kami akan tour naik perahu juga. Akhirnya kami berjalan ke dekat perahu berlabuh, dan setelah bertanya-tanya, ternyata untuk ke Tien Son Cave memang harus dengan berjalan kaki, bukan naik perahu. Perbedaan ongkos perahu maksudnya untuk waktu tunggu yang lebih lama (sekitar 1 jam) selama penumpang berjalan ke Tien Son Cave hahahaha....
Berkurang satu anggota (sang ibu dari Jerman merasa tidak sanggup untuk hiking dan memilih menunggu di area dekat perahu), kami berenam berjalan kaki menuju ke Tien Son Cave. Ternyata rutenya hanya berupa tangga naik dan naik dan naik lagi. Katanya sih 200 meter, tapi menurutku lebih dari 1 KM, dan semuanya berupa tangga naik, bahkan si gadis dari Jerman sampai mengeluh karena dia sudah trevelling selama beberapa bulan dan sudah lelah dengan hiking hehehehe... Ternyata memang yang 200 meter ini adalah ketinggiannya, dan jarak tempuhnya sekitar 1 KM berupa tangga.
Oya, di awal naik akan ada petugas yang mengecek tiket masuk khusus ke Tien Son Cave, jadi bagi yang mau curang tidak beli tiket di awal, tidak akan diperbolehkan naik.
Sepanjang perjalanan mendaki, masih ada beberapa penjual minuman. Dari informasi yang kubaca, semakin ke atas harganya akan semakin mahal. Yah, sebetulnya hal ini wajar, mengingat mereka pun membutuhkan usaha untuk mencapai tempat mereka berjualan.
Di tengah mendaki tangga juga ada satu spot di mana kita bisa melihat pemandangan yang sangat indah di depan mata, Son River dan landscape di sekelilingnya yang tampak hijau, dan pegunungan limestone di belakangnya.
Setelah beratus-ratus anak tangga kunaiki, akhirnya aku tiba lebih dulu di depan Tien Son Cave, dan yang lainnya menyusul beberapa menit kemudian. Ternyata hanya butuh waktu 10 menit saja untuk mendaki semua anak tangga ini hahahaha...
Kami memasuki gua ini bersama-sama, dan menjelajah sampai ke setiap sudut guanya sesuai dengan jalan setapak yang telah disediakan. Kalau menurutku pribadi, Tien Son Cave ini bahkan lebih indah daripada Phong Nha Cave. Bentuk stalakmit dan stalaktitnya lebih indah dan unik, dan satu hal yang menyenangkan saat ke Tien Son Cave adalah karena untuk ke sini butuh perjuangan, hanya ada kami berenam saat itu. Tidak ada turis lain yang tampak selain sepasang turis yang sudah hendak keluar saat kami berada di dalam gua. Wah, serasa gua milik pribadi saja hahahaha...
Tien Son Cave ini awalnya ditemukan tanpa sengaja oleh seorang penduduk lokal pada bulan April tahun 1935, dengan kedalaman total 980 meter. Ketinggiannya sekitar 25 meter, dan di beberapa tempat mencapai 35 meter. Semakin ke dalam, jalurnya akan semakin berkelak-kelok. Berjarak 400 meter dari mulut gua, akan ada jurang sedalam 10 meter yang cukup berbahaya, dan setelah itu, 500 meter ke depannya merupakan jalur yang berbahaya bagi pengunjung. Sekitar 400 meter dari gua ini sudah dipasangi lampu penerang untuk keamanan pengunjung.
Ratusan stalaktit dan stalakmit yang ada di sini benar-benar sangat indah, dengan berbagai bentuk dan ukuran. Ada yang berbentuk seperti hewan atau manusia, bahkan ada yang mirip dengan menara condong Pisa di Italia. Katanya, beberapa stalaktit dan stalakmit ini akan menimbulkan suara seperti gong atau drum apabila diketuk dengan jari. Banyak di antaranya yang tampak mengkilap seperti perak dan emas. Sungguh luar biasa indahnya! Tien Son Cave merupakan salah satu tempat buatan alam terindah yang pernah aku kunjungi seumur hidup ^_^
Usai menjelajah semua areanya, kami berenam berjalan keluar, dan kemudian menuruni tangga untuk kembali ke Phong Nha Cave Visitor's Center. Perjalanan turun tentunya lebih cepat dan tidak terlalu makan tenaga seperti pada saat naik sebelumnya.
Waktu sudah menunjukkan jam 3.45 sore saat kami semua sampai, dan 10 menit kemudian setelah merasa cukup duduk-duduk beristirahat dan melihat-lihat suasana sekitar, kami berenam memutuskan untuk kembali ke kota.
Gadis pendayung perahu kami sudah siap menunggu di perahunya, dan kami semua masuk ke perahu. Setelah semua masuk, ternyata kami ketambahan tiga orang penumpang tambahan. Semuanya perempuan, dan sepertinya mereka adalah orang-orang yang bekerja di tempat ini. Kami tidak keberatan dengan keberadaan mereka, bahkan Aziza sempat membagikan makanan yang barusan dibelinya kepada mereka.
Setelah melalui perjalanan selama sekitar 25 menit seperti pada waktu berangkat, kami tiba di Visitor's Center kota Phong Nha jam 4.30 sore dalam kondisi sudah cukup lelah. Karena kami semua melihat bahwa pekerjaan mendayung ini bukanlah pekerjaan ringan, beberapa dari kami sepakat untuk memberikan tips sesuai dengan kemampuan masing-masing. Aku dan suami memberi VND 20K kepada si gadis pendayung, dan aku melihat Helen dan Justina memberikan VND 50K. Setelah turun dari perahu, kami semua saling berpamitan dan kemudian berpisah. Hanya Aziza yang masih bersama kami berdua, namun kemudian dia juga jalan duluan karena kami masih hendak mampir ke pasar untuk membeli bahan makanan.
Lokasi pasar tradisional di Phong Nha tepat berada di sebelah Visitor's Center. Kami berjalan dan melihat-lihat ke dalam pasar, tapi kebanyakan sudah tutup. Lebih banyak pedagang yang menjual pakaian, alas kaki, serta warung-warung yang menjual berbagai macam barang. Kami menyusuri pasar ini sampai akhirnya menemukan seorang penjual daging babi yang masih buka. Kami membeli 1/2 kg daging seharga VND 35K. Proses membeli suatu barang di pasar tradisional kadang butuh kesabaran ekstra, karena rata-rata para penjualnya sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris. Kadang metode kalkulator pun mereka tidak paham. Seringkali mereka menunjukkan nominal uang yang harus dibayar dengan menunjukkan uangnya. Dan aku yang selalu ekstra hati-hati cenderung mengecek ulang apakah dengan nominal tersebut aku mendapatkan barang sebanyak yang aku mau. Beginilah yang disebut bahasa kalbu hahahaha....
Usai membeli daging, kami berjalan menuju ke penginapan, saat melihat sebuah toko kelontong yang menjual vodka. Hmmm... pada dasarnya karena aku kuat minum, aku minta ijin dibelikan oleh suami. Vodka lokal di Vietnam ini pada umumnya bukanlah vodka seperti Russian Vodka, tapi arak beras dengan kadar alkohol di bawah 30%. Sebotol Vipoco Vodka harganya VND 80K, dan akhirnya kami juga membeli sebuah es krim seharga VND 15K. Yang lucu, saat membeli vodka kami juga diberi sebotol air mineral, katanya harus banyak minum air putih supaya tidak mabuk hahahaha.... ada-ada saja...
Saat kami makan es krim yang baru dibeli, ternyata isinya hanya sedikit, tidak seperti yang tampak di gambar di kemasannya. Tapi tidak mengapalah, rasa es krimnya sendiri cukup enak kok hehehehe...
Foto di atas adalah Easy Tiger, hostel yang paling terkenal di Phong Nha. Katanya kalau malam hari ada live music dan party di tempat ini, namun kami tidak mau menginap di tempat ini, karena selain harganya yang cukup mahal, kami lebih suka tidur di tempat yang tenang.
Berjalan kaki menuju ke penginapan, kami sempat mampir di beberapa tempat yang menjual tiket bus dan menanyakan harga tiket sleeper bus menuju ke Tam Coc di Ninh Binh. Ada beberapa pilihan sleeper bus seperti Camel, Queen, dan Hung Thanh. Masing-masing agen juga memiiki harga yang berbeda-beda, dan kami memutuskan untuk bertanya harga tiket sleeper bus di Mini Mansion terlebih dahulu sebelum membeli tiket yang dikehendaki.
Kami berjalan pulang ke penginapan, dan sesampai di kamar, suami mandi terlebih dahulu sementara aku masih masak lauk untuk makan malam. Usai masak, aku mandi sekaligus mencuci bajuku dan baju suami yang sudah seharian dipakai. Setelah badan segar, kami berdua makan malam bersama dengan daging babi dan sayuran yang masih ada. Wah, kenyang sekali rasanya... ^_^
Usai makan, waktu masih menunjukkan jam 7 malam, dan karena kami tidak ada kegiatan lain, kami turun ke lobby di lantai dasar. Niatnya sebetulnya mau keluar untuk mencari informasi harga tiket bus menuju ke Tam Coc, Ninh Binh, namun sesampai di bawah kami melihat Joe dan seorang gadis bule juga, dan akhirnya kami mengobrol dengan mereka berdua. Joe, pemuda yang sudah kami kenal mulai siang tadi, berasal dari Canada, dan ternyata baru mulai hari ini bekerja di Mini Mansion, walaupun sudah beberapa waktu tinggal di Phong Nha. Sementara si gadis bernama Sonia, berasal dari UK alias Inggris, dan sudah bekerja di Mini Mansion selama beberapa minggu. Mereka berdua mendapatkan akomodasi, makan 3 kali sehari, dan juga uang sebagai bayaran. Tugas mereka tentunya untuk memberikan informasi kepada tamu-tamu yang menginap di tempat ini mengenai hal-hal yang bisa dilakukan atau tempat-tempat yang bisa dijelajah. Selain itu mereka juga membantu penjualan tiket bus dan tour yang disediakan di sini.
Dengan bantuan mereka berdua pula, akhirnya kami memesan dua tiket sleeper bus menuju ke Tam Coc seharga VND 200K, memastikan bahwa busnya adalah Hung Thanh (dari beberapa review yang kubaca bus ini agak lebih baik daripada Queen apalagi Camel). Kata pemilik penginapan harga segitu sudah dipotong dari harga normal. Kami juga memastikan akan diturunkan di Tam Coc, bukan di kota Ninh Binh, karena jaraknya cukup jauh.
Kami asyik mengobrol dengan Joe dan Sonia, hingga kemudian pemilik penginapan yang bernama May hendak makan malam bersama keluarganya, suami dan kedua anaknya, serta seorang karyawan. Tanpa disangka, bersama dengan Joe dan Sonia, kami juga diundang untuk makan bersama dengan mereka semua. Karena masih cukup kenyang, aku hanya mencicipi sedikit masakan yang ada, sementara suami tidak makan. Kami juga diberi sebotol beer Huda, salah satu beer lokal Vietnam. Kami semua makan sambil mengobrol walaupun sebetulnya May dan suaminya hanya sedikit sekali mengerti bahasa Inggris hehehehe...
Usai makan malam, aku dan suami duduk-duduk di luar penginapan. Aku ingin melihat suasana di kota pada malam hari, dan ternyata karena kotanya memang sangat kecil, suasananya terlihat sepi. Selain beberapa sleeper bus, hanya terlihat beberapa kendaraan saja yang melewati jalan utama ini.
Menjelang jam 9 malam, karena sudah cukup lelah, kami berpamitan untuk naik ke kamar, dan tidak lama kemudian kami pun istirahat dan tidur...
Hari ini kami hanya berjalan sekitar 10 KM saja, dan sejauh ini pengalaman hari pertama di Phong Nha Ke Bang merupakan highlight dari perjalanan kami di Vietnam. Phong Nha Cave dan Tien Son Cave yang kami kunjungi hari ini, benar-benar luar biasa menakjubkan! Walaupun tiket masuk dan tiket perahunya sedikit mahal, namun benar-benar sepadan dengan apa yang kami dapatkan.
Kami berdua memang berkomitmen untuk hidup sangat irit selama travelling kali ini, namun mengunjungi gua-gua yang ada di Phong Nha ini sudah kami perhitungkan, dengan anggapan bahwa mungkin pengalaman ini hanya sekali saja seumur hidup, dan ternyata sejauh ini tidak ada penyesalan. Apa yang kami saksikan hari ini benar-benar indah dan merupakan pengalaman yang tidak terlupakan.
Besok kami berencana akan menyewa sepeda motor, dan akan melakukan loop di taman nasional ini, sekaligus mengunjungi Paradise Cave, salah satu gua terindah di dunia, dan Botanical Garden untuk melihat air terjun di dalamnya. Semoga segalanya berjalan lancar esok hari ^_ ^
To be continued.......
No comments:
Post a Comment