2 April 2018
Karena hari ini kami baru akan check-out siang, aku bangun tidur jam 6.45 pagi. Semalam entah kenapa aku merasa kangen sekali dengan putriku yang jauh di Invercargill sana. Sudah hampir setahun kami tidak berjumpa, dan tidak terlalu sering kontak juga karena kesibukannya di kelas dan tempat kerja serta selisih waktu 5 jam yang kadang menjadi penghalang. Entah kapan bisa bertemu dengannya dan memeluknya lagi :((
Sekitar jam 8 pagi, kami berdua turun untuk sarapan. Menu yang sama dengan kemarin, sebongkah roti, sebuah telur mata sapi, dan pagi ini buah pisangnya malah bebas tidak dijatah seperti kemarin. Seperti kemarin pula, roti dan pisang kusimpan untuk makan atau camilan nanti kalau lapar.
Usai sarapan, aku masih masak dulu untuk makan siang dan malam sekaligus. Menghabiskan sisa daging ayam yang ada, dimasak dengan bumbu seadanya, beserta nasi putih. Setelah itu baru kami packing semua barang yang sudah tidak dipakai lagi. Sisa waktu yang ada lebih banyak digunakan untuk bersantai selagi bisa. Malam ini kami akan naik kereta api jam 9.30 malam menuju ke Dong Hoi, dan dilanjut naik bus menuju ke Phong Nha. Kereta apinya sendiri akan sampai di Dong Hoi sekitar tengah malam, sementara bus yang menuju ke Phong Nha baru akan ada jam 5.30 pagi, jadi bisa dibayangkan bahwa malam ini kami akan ngemper atau tidur di stasiun di Dong Hoi, karenanya selagi masih ada kasur dimanfaatkan sebaik-baiknya hehehehe...
Setelah makan siang dan mandi, tepat jam 12 siang kami turun untuk check-out dan membayar semua tagihan. Totalnya VND 385K, dengan harga kamar per malam VND 143K dan sewa motor VND 100K. Walaupun sudah check-out, kami masih boleh menitipkan backpack hingga kami akan berangkat ke stasiun nanti, jadi kami hanya membawa sebuah ransel kecil berisi makanan dan barang-barang yang akan dibutuhkan saja.
Keluar dari penginapan, kami berjalan menuju ke Perfume River dan menyusuri tepian sungai hingga ke jembatan Truong Tien (yang kalau malam ada night marketnya), lalu menyeberangi jembatan. Matahari bersinar dengan terik tepat di atas kami, lumayan membuat kami berkeringat hanya dengan berjalan kaki saja.
Aku melihat di Google Map, ada area hijau di seberang jembatan, yang kuduga adalah taman, jadi kami menuju ke sana. Ternyata memang benar ada taman dengan pohon-pohon yang cukup besar dan rindang, jadi kami berhenti dan beristirahat di sini dulu sembari menunggu panas matahari tidak terlalu menyengat lagi.
Kami duduk-duduk di rumput di bawah sebuah pohon yang rindang di dekat jembatan sambil mengamati dan menikmati suasana sekitar. Suami sempat makan roti sisa sarapan tadi. Entah karena angin yang sepoi-sepoi atau rumput yang empuk, aku tertidur selama hampir 1 jam di tempat ini, bahkan sempat didokumentasi pula oleh suami hahahaha....
Setelah terbangun dari tidur, waktu sudah menunjukkan jam 2 siang, dan badanku terasa jauh lebih segar. Suami mengajakku untuk ngopi di sebuah warung kecil di area taman ini, di dekta kami beristirahat, jadi kami berjalan ke warung tersebut dan memesan satu es kopi susu.
Kali ini gelasnya agak besar dan isinya pun cukup penuh. Harganya hanya VND 15K dengan rasa yang lumayan enak, walaupun masih lebih enak yang tadi malam dengan harga VND 10K.
Tidak terasa hampir 1 jam kami habiskan di warung ini, dan setelah membayar kami meninggalkan tempat ini. Melihat ada sebuah toilet umum, aku pun mampir untuk buang air kecil. Masuk ke bagian perempuan, aku cukup terkesima dengan apa yang kulihat di depan mataku. Bagi yang ingin praktis dan mungkin sudah terbiasa, disediakan beberapa pijakan kaki yang menghadap ke tembok, dengan sekat-sekat pendek antarpijakan. Di sisi pijakan yang paling ujung terdapat sebuah bak dengan gayung ala kadarnya dari bekas ember seperti ember cat. Yang mengherankan, tempat ini sendiri sebetulnya relatif terbuka lho, tidak ada pintu untuk masuk ke "ruangan" ini, dan sekat temboknya pun tidak terlalu tinggi, jadi kalau ada orang lewat bisa "nonton" ke dalam.
Untungnya masih disediakan dua buah toilet tertutup, mungkin bagi orang lokal hanya digunakan untuk BAB. Aku tentu saja memilih masuk ke dalam bilik daripada pipis di ruang terbuka seperti itu. Karena di dalam bilik pun tidak tampak ada gayung, mau tidak mau aku menggunakan "gayung" yang disediakan di atas bak tadi dan mengambil air dari situ. Kalau situasi sudah begini, kadang harus tutup mata dan jorok-jorok dikit deh daripada tidak ada air sama sekali hahahaha...
Selesai buang air kecil dan keluar dari bilik, aku lebih terkejut lagi saat melihat ada seorang perempuan yang sedang jongkok dan buang air kecil, bukan di pijakan-pijakan kaki yang disediakan tadi, tapi persis di sebelah jalan masuk. di sebelah tempat yang tampak seperti sebuah wastafel. Bahkan tidak ada saluran untuk air keluar lho di tempat dia buang air. Wah... bener-bener deh! Kalau laki-laki mungkin masih bisa lebih cuek dan tidak terlalu ambil pusing, tapi ini perempuan lho... Aku langsung menceritakan "penemuan baru" ini kepada suami setelah keluar dari toilet ini hahahaha....
Catatan: Ternyata setelah itu, aku masih cukup sering menemukan "toilet berjamaah" semacam ini di berbagai tempat di seluruh penjuru Vietnam, kadang bahkan dengan kondisi yang lebih buruk :(
Sesuai dengan rencana awal, kami berjalan kaki menuju ke Imperial City. Kami ingin mengunjungi The Citadel (Vietnam: Hoàng Thành), istana yang berada di dalam benteng (Kinh thành) bekas ibukota kekaisaran Vietnam.
Berjalan kaki menyeberangi jembatan, semakin mendekat ke arah benteng semakin tampak bahwa tempat ini menjadi pusat jujukan turis di Hue. Ada beberapa area di mana jalannya searah, dan beberapa tidak boleh dilalui oleh kendaraan sama sekali, dan terlihat banyak turis asing yang sedang berjalan di area ini.
Kami berjalan sampai ke depan gerbang utama, dan tampak bahwa pengunjung diwajibkan untuk membeli tiket untuk bisa masuk ke dalamnya. Bahkan sebelum melihat harga tiketnya, kami berdua sudah menganggap tidak akan terlalu menikmati tempat ini, apalagi setelah tahu bahwa harga tiketnya VND 150K, kami memutuskan tidak perlu masuk ke dalamnya. Bagi penyuka sejarah atau bangunan bersejarah, sebenarnya istana ini layak dikunjungi dengan areanya yang cukup luas. It's just not our thing ^_^
Karenanya kami hanya nongkrong saja di luar sambil memotret sebisanya hehehehe...
Sekitar jam 3.40 sore, kami berjalan keluar dari area ini, kembali menyeberangi jembatan kecil di dekat istana, dan memilih lewat jalan lain untuk kembali menuju ke area night market. Karena masih awal, belum ada yang mulai berjualan di sini, namun tampak beberapa pedagang yang sedang mempersiapkan barang dagangannya. Matahari masih bersinar cukup terik, sehingga kami agak kesulitan mencari tempat yang teduh di taman. Akhirnya kami duduk di bangku taman yang tampak lebih bersih daripada yang lainnya, dan karena sudah lapar, kami pun menyantap bekal nasi dan ayam yang kami bawa. Hmmm... makanan yang dimasak sederhana pun akan terasa sangat enak apabila dimakan dalam kondisi lapar, apalagi makan bersama orang tercinta hihihihi ^_^
Setelah perut kenyang, kami lewat night market lagi dan berjalan kaki menyusuri jalan setapak di tepi sungai untuk memotret perahu-perahu turis di Perfume RIver ini. Perahu yang digunakan untuk mengangkut turis ini agak lain daripada yang lain, dengan desainnya yang dihiasi bentuk naga. Karenanya cahaya sore hari ini sangat cocok untuk memotret perahu-perahu tersebut.
Dari sini, kami kembali berjalan menyusuri walking street yang touristy di pusat kota. Kalau dipikir-pikir, selama 3 hari berturut-turut kami selalu ke area ini setiap sore atau malam hari. Walaupun touristy, tempat ini memang menyenangkan untuk jalan-jalan, asal tidak membeli apa-apa hahahaha.... Kalau diibaratkan, area ini mungkin seperti Legian atau pusat kota Ubud kalau di Bali. Touristy, tapi suasananya menyenangkan untuk jalan-jalan dan cuci mata ^_^
Kali ini kami berjalan sampai lebih jauh dibandingkan kemarin-kemarin, bisa dibilang kali ini jalan sampai kemana-mana deh. Kadangkala kami juga masuk ke dalam mini market hanya untuk melihat-lihat saja. Hingga kemudian aku melihat sebuah kios kecil di tepi jalan yang tampak ramai pengunjung, dan sepertinya menu yang disajikan tampak menarik sekali. Semacam es krim yang disajikan di dalam separuh kelapa dan dihiasi dengan berbagai topping. Setelah melihat harganya yang tidak terlalu mahal, aku mengajak suami untuk mencicipi es krim ini. Satu porsi harganya hanya VND 24K, dan kami memesan satu porsi.
Karena pengunjungnya yang cukup ramai, kami agak kesulitan mendapatkan tempat. Setelah salah seorang karyawan di tempat ini memberi kami dua buah dingklik untuk duduk, akhirnya kami duduk di luar kios, di dekat sebuah tiang. Sesekali kami menjadi perhatian pengunjung lain yang semuanya orang lokal. Kami sudah mulai terbiasa, karena bagi orang lokal, kami adalah turis, sementara untuk turis bule, kami dianggap orang lokal akibat mereka tidak bisa membedakan karakter wajah orang-orang di Asia Tenggara pada khususnya, dan Asia pada umumnya.
Ternyata walaupun kami hanya memesan satu porsi es krim, kami tetap diberi dua buah gelas minum yang diisi dengan air kelapa. Topping es krimnya sendiri mulai dari ketan, jagung manis, hingga kacang-kacangan. Kelapanya sendiri bukan kelapa muda seperti yang biasa dijumpai di Indonesia, tapi lebih ke kelapa yang sudah terlalu tua untuk dimakan langsung, jadi butuh perjuangan khusus untuk mengerok daging kelapa dari kulitnya hahahaha... Secara keseluruhan sebetulnya terlalu manis untukku, karena aku sudah tidak terbiasa makan dan minum yang manis-manis, but it's okay, dan harganya sangat sepadan kok ^_^
Setelah semakin kenyang makan es krim dan kelapa, kami berjalan ke arah pelabuhan perahu-perahu menuju ke night market lagi. Waktu sudah menunjukkan jam 5.40 petang dan sinar matahari sudah mulai surut.
Oya, di lapangan parkir di dekat perahu-perahu bersandar ini ada sebuah toilet umum, dengan tulisan gratis pula. Hanya saja sejak kemarin lusa kami tidak berani masuk karena suasana sudah gelap dan sepertinya di dalam toiletnya kurang penerangan. Hari ini karena belum terlalu gelap kami mencoba masuk untuk numpang buang air kecil.
Kondisi toiletnya sendiri tidak terlalu buruk, sebetulnya tidak terlalu kotor, namun cukup bau pesing dan toilet flushnya tidak berfungsi. Air di wastafel pun seperti tidak niat mengalir dari kran. Tapi di luar semua itu, suasananya memang terasa agak creepy buatku hahahaha...
Keluar dari toilet, kali ini kami tidak menyusuri jalan setapak sepanjang tepi sungai namun memilih berjalan melalui taman (kemarin-kemarin tidak berani karena suasananya tampak gelap). Sempat melihat sekumpulan penduduk lokal yang sedang melakukan semacam ritual doa (seperti sedang yoga tapi pakai baca-baca doa) di tempat terbuka. Keluar dari taman, kami duduk-duduk sambil memotret di sebuah bangku yang terbuat dari semen di tepi sungai.
Dari hari pertama kami lewat di sekitar Perfume River ini, aku seringkali melihat ada beberapa turis bule yang sepertinya sedang diwawancara oleh pemuda-pemudi lokal. Dari yang kubaca sebelumnya, banyak pelajar di beberapa kota di Vietnam yang sering mengajak ngobrol turis bule untuk memperdalam bahasa Inggris mereka, dan aku melihat gadis (bule) yang sama sejak kemarin di tempat ini, sibuk mengobrol dengan beberapa gadis lokal.
Selama ini aku selalu berkata kepada suamiku bahwa kami tidak akan pernah disapa apalagi diajak mengobrol oleh para pelajar lokal ini, karena wajah kami mungkin lebih mirip turis dari Thailand atau RRC, jadi biasanya dianggap tidak bisa berbahasa Inggris. Tidak disangka, setelah gadis-gadis muda lokal ini selesai mengobrol dengan si gadis bule, mereka mendatangi kami dan bertanya asal kami, dan bertanya juga apakah kami bisa berbahasa Inggris, yang tentunya kuiyakan. Setelah itu kedua gadis yang mendatangi kami ini minta ijin dan waktu untuk wawancara selama beberapa menit. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sederhana, kebanyakan berkenaan dengan perjalanan kami selama di Vietnam, seperti sudah ke mana saja selama di Vietnam, berapa lama akan traveling di Vietnam, sudah mencoba makanan lokal apa saja, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sejenis. Sementara yang seorang mengajukan berbagai macam pertanyaan, yang seorang lagi merekam pembicaraan kami ini ^_^
Kalau boleh jujur, bahasa Inggris mereka masih jauh dari sempurna dan pelafalannya pun kadang agak sulit dipahami, namun aku sangat menghargai usaha mereka untuk mau terus belajar. Mereka berdua baru berusia 20-an dan sudah bekerja. Mereka pun tidak menyangka bahwa usia kami berdua sudah 40-an. Kalau salah memperkirakan umur dari orang lain ini sudah terlalu sering rasanya, sampai sudah biasa disangka usia 30-an bahkan 20-an hahahaha....
Setelah sekitar 15 menit aku diwawancara, mereka berdua pun berterima kasih dan berpamitan. Kami masih duduk-duduk di tempat ini sampai beberapa waktu kemudian, sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan kembali ke penginapan.
Kami tiba di Thanh Nga Guesthouse tepat jam 7 malam. Aku membereskan barang-barang di backpack, lalu duduk dan istirahat sambil numpang mengisi baterai HP yang sudah banyak berkurang. Kami juga diajak mengobrol oleh si ibu pemilik penginapan yang ramah. Karena tidak akan mandi sebelum bisa check-in di penginapan di Phong Nha besok, kami numpang ke kamar mandi untuk cuci muka, sedikit membasuh tangan, dan menggosok gigi. Yah, setidaknya jadi agak segar lagi setelah setengah harian berkeringat.
Tepat jam 7.30 malam, kami berdua sudah siap untuk meninggalkan tempat ini. Setelah berpamitan kepada si ibu pemilik penginapan (bahkan sempat foto bersama juga), kami berjalan kaki menuju ke stasiun. Beban backpackku kali ini 15 kg, lumayan berat karena ketambahan bahan-bahan makanan dan air minum.
Berjalan menyusuri jalanan yang agak gelap, hingga kami sampai di jalan raya Nguyen Hue. Aku bermaksud mengajak suami untuk masuk ke salah satu cafe di jalan besar ini, dan setelah memilih-milih, kami masuk ke sebuah cafe yang tampak cukup modern. Sesekali bolehlah mencicipi kopi ala cafe hehehehe....
Tidak kuduga, ternyata harga secangkir kopi di sini tidak terlalu mahal. Kami memesan satu cangkir Sai Gon Sua dingin seharga VND 15K. Biasanya apabila kita minum kopi di cafe, selain kopi yang dipesan kita juga akan diberi segelas teh. Di tempat ini, walaupun kami hanya memesan secangkir kopi saja, tehnya tetap diberi dua gelas, dan bagian yang menyenangkan adalah, selain harganya cukup murah,porsinya besar, es kopinya enak sekali lho ^_^
Kami sempat numpang ke toilet di sini, dan ternyata di dalam cafenya sendiri tidak ada toilet, tapi harus keluar ke jalan kecil di samping cafe. Tidak enaknya, toiletnya tidak ada lampunya sehingga harus menggunakan senter dari HP. Selain itu, keadaan di dalam toilet creepy banget. Bentuknya seperti lorong panjang yang sempit, dengan toilet di ujungnya. Agak-agak serem deh pokoknya hahahaha....
Usai nongkrong di cafe, jam 8.15 malam kami melanjutkan berjalan ke stasiun yang jaraknya sudah tidak sampai 1 KM lagi. Kami berjalan dengan penuh semangat hingga backpack di punggung tidak terlalu terasa membebani.
Sampai di stasiun, kami masuk ke ruang tunggu. Suasana sudah cukup ramai oleh para calon penumpang yang hendak naik kereta. Jadwal keberangkatan kereta api yang berupa papan lampu cukup membingungkan, jadi kami tidak tahu nanti harus ke kereta yang mana atau di jalur berapa, namun aku yakin pasti akan banyak penumpang lain yang satu tujuan dengan kami, jadi tinggal mengikuti saja hehehehe...
Semakin lama ruang tunggu calon penumpang makin ramai dan kursi-kursi makin penuh terisi, banyak di antaranya turis bule. Beberapa di antara mereka seperti enggan duduk bersebelahan dengan orang lokal dan memilih berdiri. Aku sempat mempersilakan sebuah keluarga untuk mengisi satu kursi yang kosong di sebelahku, dan seorang anak belasan tahun akhirnya mengisi kursi kosong di sampingku. Aku sempat sedikit ngobrol dengannya. Mereka sekeluarga berasal dari Perancis, dan si anak ini bahkan tidak tahu akan pergi ke mana naik kereta api, karena kedua orang tuanya yang merencanakan semua dan dia hanya tinggal mengikuti saja.
Aku dan suami sempat bergantian ke toilet umum di dalam stasiun ini, dan baru saja aku keluar dari toilet, terdengar panggilan untuk para penumpang yang akan menuju ke Dong Hoi. Waktu menunjukkan jam 9 malam, dan kami berdua segera keluar mengikuti orang-orang yang berjalan keluar. Saat melihat seorang petugas, aku menunjukkan tiket yang kami miliki, dan petugas tersebut menunjukkan kepada kami untuk berjalan terus ke barat. Ternyata keretanya masih belum datang, jadi kami berdiri dan menunggu di suatu titik. Saat itulah kami sempat berkenalan dan mengobrol dengan sepasang turis dari Spanyol, Sergei dan Monica. Menyenangkan sekali mengobrol dengan mereka berdua, karena keduanya termasuk tipe yang ramah dan suka mengobrol.
Baru sekitar jam 9.20 malam kereta yang kami tunggu tampak memasuki stasiun, dan kami berdua berpamitan kepada Sergei dan Monica. Kami sempat menanyakan gerbong kami kepada petugas yang berjaga, dan setelah itu barulah kami naik ke gerbong yang benar. Oya, selama dua kali naik kereta api di Vietnam ini, pemeriksaan tiketnya cukup ketat, terutama pada saat hendak naik ke dalam kereta.
Berdasar pengalaman sebelumnya di mana penumpang di belakang kami menaikkan kakinya hingga ke belakang sandaran tempat duduk kami, kali ini suami memesankan tempat duduk yang paling belakang. Ternyata tempatnya justru lebih lega. Kalau dibandingkan dengan kereta api yang sebelum ini, tempat duduknya lebih nyaman dan keadaan di dalam kereta tampak lebih bersih dan baru.
Penumpang masih terus memasuki gerbong, hingga akhirnya lumayan penuh. Hanya ada beberapa kursi kosong. Suami juga sempat membantu seorang ibu untuk menaikkan barang bawaannya ke kompartemen di sisi atas. Wah, barang bawaannya banyak sekali lho hahahaha....
Setelah menunggu beberapa menit, tepat jam 9.33 malam kereta mulai beranjak pergi meninggalkan stasiun Hue. Walaupun agak susah tidur, tapi kami berdua berusaha merilekskan diri dalam perjalanan yang hanya beberapa jam ini, karena seharian kami sudah berjalan kaki sejauh 12 KM. Kebanyakan penumpang lainnya malah langsung tidur begitu kereta berangkat. Aku dan suami hanya bisa tidur-tidur ayam saja, tidak benar-benar tidur dengan nyenyak. Mudah-mudahan kereta segera sampai di Dong Hoi, karena aku sudah tidak sabar untuk menjelajah tempat baru lagi... ^_^
To be continued.......
Sekitar jam 8 pagi, kami berdua turun untuk sarapan. Menu yang sama dengan kemarin, sebongkah roti, sebuah telur mata sapi, dan pagi ini buah pisangnya malah bebas tidak dijatah seperti kemarin. Seperti kemarin pula, roti dan pisang kusimpan untuk makan atau camilan nanti kalau lapar.
Usai sarapan, aku masih masak dulu untuk makan siang dan malam sekaligus. Menghabiskan sisa daging ayam yang ada, dimasak dengan bumbu seadanya, beserta nasi putih. Setelah itu baru kami packing semua barang yang sudah tidak dipakai lagi. Sisa waktu yang ada lebih banyak digunakan untuk bersantai selagi bisa. Malam ini kami akan naik kereta api jam 9.30 malam menuju ke Dong Hoi, dan dilanjut naik bus menuju ke Phong Nha. Kereta apinya sendiri akan sampai di Dong Hoi sekitar tengah malam, sementara bus yang menuju ke Phong Nha baru akan ada jam 5.30 pagi, jadi bisa dibayangkan bahwa malam ini kami akan ngemper atau tidur di stasiun di Dong Hoi, karenanya selagi masih ada kasur dimanfaatkan sebaik-baiknya hehehehe...
Setelah makan siang dan mandi, tepat jam 12 siang kami turun untuk check-out dan membayar semua tagihan. Totalnya VND 385K, dengan harga kamar per malam VND 143K dan sewa motor VND 100K. Walaupun sudah check-out, kami masih boleh menitipkan backpack hingga kami akan berangkat ke stasiun nanti, jadi kami hanya membawa sebuah ransel kecil berisi makanan dan barang-barang yang akan dibutuhkan saja.
Keluar dari penginapan, kami berjalan menuju ke Perfume River dan menyusuri tepian sungai hingga ke jembatan Truong Tien (yang kalau malam ada night marketnya), lalu menyeberangi jembatan. Matahari bersinar dengan terik tepat di atas kami, lumayan membuat kami berkeringat hanya dengan berjalan kaki saja.
Aku melihat di Google Map, ada area hijau di seberang jembatan, yang kuduga adalah taman, jadi kami menuju ke sana. Ternyata memang benar ada taman dengan pohon-pohon yang cukup besar dan rindang, jadi kami berhenti dan beristirahat di sini dulu sembari menunggu panas matahari tidak terlalu menyengat lagi.
Kami duduk-duduk di rumput di bawah sebuah pohon yang rindang di dekat jembatan sambil mengamati dan menikmati suasana sekitar. Suami sempat makan roti sisa sarapan tadi. Entah karena angin yang sepoi-sepoi atau rumput yang empuk, aku tertidur selama hampir 1 jam di tempat ini, bahkan sempat didokumentasi pula oleh suami hahahaha....
Setelah terbangun dari tidur, waktu sudah menunjukkan jam 2 siang, dan badanku terasa jauh lebih segar. Suami mengajakku untuk ngopi di sebuah warung kecil di area taman ini, di dekta kami beristirahat, jadi kami berjalan ke warung tersebut dan memesan satu es kopi susu.
Kali ini gelasnya agak besar dan isinya pun cukup penuh. Harganya hanya VND 15K dengan rasa yang lumayan enak, walaupun masih lebih enak yang tadi malam dengan harga VND 10K.
Tidak terasa hampir 1 jam kami habiskan di warung ini, dan setelah membayar kami meninggalkan tempat ini. Melihat ada sebuah toilet umum, aku pun mampir untuk buang air kecil. Masuk ke bagian perempuan, aku cukup terkesima dengan apa yang kulihat di depan mataku. Bagi yang ingin praktis dan mungkin sudah terbiasa, disediakan beberapa pijakan kaki yang menghadap ke tembok, dengan sekat-sekat pendek antarpijakan. Di sisi pijakan yang paling ujung terdapat sebuah bak dengan gayung ala kadarnya dari bekas ember seperti ember cat. Yang mengherankan, tempat ini sendiri sebetulnya relatif terbuka lho, tidak ada pintu untuk masuk ke "ruangan" ini, dan sekat temboknya pun tidak terlalu tinggi, jadi kalau ada orang lewat bisa "nonton" ke dalam.
Untungnya masih disediakan dua buah toilet tertutup, mungkin bagi orang lokal hanya digunakan untuk BAB. Aku tentu saja memilih masuk ke dalam bilik daripada pipis di ruang terbuka seperti itu. Karena di dalam bilik pun tidak tampak ada gayung, mau tidak mau aku menggunakan "gayung" yang disediakan di atas bak tadi dan mengambil air dari situ. Kalau situasi sudah begini, kadang harus tutup mata dan jorok-jorok dikit deh daripada tidak ada air sama sekali hahahaha...
Selesai buang air kecil dan keluar dari bilik, aku lebih terkejut lagi saat melihat ada seorang perempuan yang sedang jongkok dan buang air kecil, bukan di pijakan-pijakan kaki yang disediakan tadi, tapi persis di sebelah jalan masuk. di sebelah tempat yang tampak seperti sebuah wastafel. Bahkan tidak ada saluran untuk air keluar lho di tempat dia buang air. Wah... bener-bener deh! Kalau laki-laki mungkin masih bisa lebih cuek dan tidak terlalu ambil pusing, tapi ini perempuan lho... Aku langsung menceritakan "penemuan baru" ini kepada suami setelah keluar dari toilet ini hahahaha....
Catatan: Ternyata setelah itu, aku masih cukup sering menemukan "toilet berjamaah" semacam ini di berbagai tempat di seluruh penjuru Vietnam, kadang bahkan dengan kondisi yang lebih buruk :(
Sesuai dengan rencana awal, kami berjalan kaki menuju ke Imperial City. Kami ingin mengunjungi The Citadel (Vietnam: Hoàng Thành), istana yang berada di dalam benteng (Kinh thành) bekas ibukota kekaisaran Vietnam.
Berjalan kaki menyeberangi jembatan, semakin mendekat ke arah benteng semakin tampak bahwa tempat ini menjadi pusat jujukan turis di Hue. Ada beberapa area di mana jalannya searah, dan beberapa tidak boleh dilalui oleh kendaraan sama sekali, dan terlihat banyak turis asing yang sedang berjalan di area ini.
Kami berjalan sampai ke depan gerbang utama, dan tampak bahwa pengunjung diwajibkan untuk membeli tiket untuk bisa masuk ke dalamnya. Bahkan sebelum melihat harga tiketnya, kami berdua sudah menganggap tidak akan terlalu menikmati tempat ini, apalagi setelah tahu bahwa harga tiketnya VND 150K, kami memutuskan tidak perlu masuk ke dalamnya. Bagi penyuka sejarah atau bangunan bersejarah, sebenarnya istana ini layak dikunjungi dengan areanya yang cukup luas. It's just not our thing ^_^
Karenanya kami hanya nongkrong saja di luar sambil memotret sebisanya hehehehe...
Sekitar jam 3.40 sore, kami berjalan keluar dari area ini, kembali menyeberangi jembatan kecil di dekat istana, dan memilih lewat jalan lain untuk kembali menuju ke area night market. Karena masih awal, belum ada yang mulai berjualan di sini, namun tampak beberapa pedagang yang sedang mempersiapkan barang dagangannya. Matahari masih bersinar cukup terik, sehingga kami agak kesulitan mencari tempat yang teduh di taman. Akhirnya kami duduk di bangku taman yang tampak lebih bersih daripada yang lainnya, dan karena sudah lapar, kami pun menyantap bekal nasi dan ayam yang kami bawa. Hmmm... makanan yang dimasak sederhana pun akan terasa sangat enak apabila dimakan dalam kondisi lapar, apalagi makan bersama orang tercinta hihihihi ^_^
Setelah perut kenyang, kami lewat night market lagi dan berjalan kaki menyusuri jalan setapak di tepi sungai untuk memotret perahu-perahu turis di Perfume RIver ini. Perahu yang digunakan untuk mengangkut turis ini agak lain daripada yang lain, dengan desainnya yang dihiasi bentuk naga. Karenanya cahaya sore hari ini sangat cocok untuk memotret perahu-perahu tersebut.
Dari sini, kami kembali berjalan menyusuri walking street yang touristy di pusat kota. Kalau dipikir-pikir, selama 3 hari berturut-turut kami selalu ke area ini setiap sore atau malam hari. Walaupun touristy, tempat ini memang menyenangkan untuk jalan-jalan, asal tidak membeli apa-apa hahahaha.... Kalau diibaratkan, area ini mungkin seperti Legian atau pusat kota Ubud kalau di Bali. Touristy, tapi suasananya menyenangkan untuk jalan-jalan dan cuci mata ^_^
Kali ini kami berjalan sampai lebih jauh dibandingkan kemarin-kemarin, bisa dibilang kali ini jalan sampai kemana-mana deh. Kadangkala kami juga masuk ke dalam mini market hanya untuk melihat-lihat saja. Hingga kemudian aku melihat sebuah kios kecil di tepi jalan yang tampak ramai pengunjung, dan sepertinya menu yang disajikan tampak menarik sekali. Semacam es krim yang disajikan di dalam separuh kelapa dan dihiasi dengan berbagai topping. Setelah melihat harganya yang tidak terlalu mahal, aku mengajak suami untuk mencicipi es krim ini. Satu porsi harganya hanya VND 24K, dan kami memesan satu porsi.
Karena pengunjungnya yang cukup ramai, kami agak kesulitan mendapatkan tempat. Setelah salah seorang karyawan di tempat ini memberi kami dua buah dingklik untuk duduk, akhirnya kami duduk di luar kios, di dekat sebuah tiang. Sesekali kami menjadi perhatian pengunjung lain yang semuanya orang lokal. Kami sudah mulai terbiasa, karena bagi orang lokal, kami adalah turis, sementara untuk turis bule, kami dianggap orang lokal akibat mereka tidak bisa membedakan karakter wajah orang-orang di Asia Tenggara pada khususnya, dan Asia pada umumnya.
Ternyata walaupun kami hanya memesan satu porsi es krim, kami tetap diberi dua buah gelas minum yang diisi dengan air kelapa. Topping es krimnya sendiri mulai dari ketan, jagung manis, hingga kacang-kacangan. Kelapanya sendiri bukan kelapa muda seperti yang biasa dijumpai di Indonesia, tapi lebih ke kelapa yang sudah terlalu tua untuk dimakan langsung, jadi butuh perjuangan khusus untuk mengerok daging kelapa dari kulitnya hahahaha... Secara keseluruhan sebetulnya terlalu manis untukku, karena aku sudah tidak terbiasa makan dan minum yang manis-manis, but it's okay, dan harganya sangat sepadan kok ^_^
Setelah semakin kenyang makan es krim dan kelapa, kami berjalan ke arah pelabuhan perahu-perahu menuju ke night market lagi. Waktu sudah menunjukkan jam 5.40 petang dan sinar matahari sudah mulai surut.
Oya, di lapangan parkir di dekat perahu-perahu bersandar ini ada sebuah toilet umum, dengan tulisan gratis pula. Hanya saja sejak kemarin lusa kami tidak berani masuk karena suasana sudah gelap dan sepertinya di dalam toiletnya kurang penerangan. Hari ini karena belum terlalu gelap kami mencoba masuk untuk numpang buang air kecil.
Kondisi toiletnya sendiri tidak terlalu buruk, sebetulnya tidak terlalu kotor, namun cukup bau pesing dan toilet flushnya tidak berfungsi. Air di wastafel pun seperti tidak niat mengalir dari kran. Tapi di luar semua itu, suasananya memang terasa agak creepy buatku hahahaha...
Keluar dari toilet, kali ini kami tidak menyusuri jalan setapak sepanjang tepi sungai namun memilih berjalan melalui taman (kemarin-kemarin tidak berani karena suasananya tampak gelap). Sempat melihat sekumpulan penduduk lokal yang sedang melakukan semacam ritual doa (seperti sedang yoga tapi pakai baca-baca doa) di tempat terbuka. Keluar dari taman, kami duduk-duduk sambil memotret di sebuah bangku yang terbuat dari semen di tepi sungai.
Dari hari pertama kami lewat di sekitar Perfume River ini, aku seringkali melihat ada beberapa turis bule yang sepertinya sedang diwawancara oleh pemuda-pemudi lokal. Dari yang kubaca sebelumnya, banyak pelajar di beberapa kota di Vietnam yang sering mengajak ngobrol turis bule untuk memperdalam bahasa Inggris mereka, dan aku melihat gadis (bule) yang sama sejak kemarin di tempat ini, sibuk mengobrol dengan beberapa gadis lokal.
Selama ini aku selalu berkata kepada suamiku bahwa kami tidak akan pernah disapa apalagi diajak mengobrol oleh para pelajar lokal ini, karena wajah kami mungkin lebih mirip turis dari Thailand atau RRC, jadi biasanya dianggap tidak bisa berbahasa Inggris. Tidak disangka, setelah gadis-gadis muda lokal ini selesai mengobrol dengan si gadis bule, mereka mendatangi kami dan bertanya asal kami, dan bertanya juga apakah kami bisa berbahasa Inggris, yang tentunya kuiyakan. Setelah itu kedua gadis yang mendatangi kami ini minta ijin dan waktu untuk wawancara selama beberapa menit. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sederhana, kebanyakan berkenaan dengan perjalanan kami selama di Vietnam, seperti sudah ke mana saja selama di Vietnam, berapa lama akan traveling di Vietnam, sudah mencoba makanan lokal apa saja, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sejenis. Sementara yang seorang mengajukan berbagai macam pertanyaan, yang seorang lagi merekam pembicaraan kami ini ^_^
Kalau boleh jujur, bahasa Inggris mereka masih jauh dari sempurna dan pelafalannya pun kadang agak sulit dipahami, namun aku sangat menghargai usaha mereka untuk mau terus belajar. Mereka berdua baru berusia 20-an dan sudah bekerja. Mereka pun tidak menyangka bahwa usia kami berdua sudah 40-an. Kalau salah memperkirakan umur dari orang lain ini sudah terlalu sering rasanya, sampai sudah biasa disangka usia 30-an bahkan 20-an hahahaha....
Setelah sekitar 15 menit aku diwawancara, mereka berdua pun berterima kasih dan berpamitan. Kami masih duduk-duduk di tempat ini sampai beberapa waktu kemudian, sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan kembali ke penginapan.
Kami tiba di Thanh Nga Guesthouse tepat jam 7 malam. Aku membereskan barang-barang di backpack, lalu duduk dan istirahat sambil numpang mengisi baterai HP yang sudah banyak berkurang. Kami juga diajak mengobrol oleh si ibu pemilik penginapan yang ramah. Karena tidak akan mandi sebelum bisa check-in di penginapan di Phong Nha besok, kami numpang ke kamar mandi untuk cuci muka, sedikit membasuh tangan, dan menggosok gigi. Yah, setidaknya jadi agak segar lagi setelah setengah harian berkeringat.
Tepat jam 7.30 malam, kami berdua sudah siap untuk meninggalkan tempat ini. Setelah berpamitan kepada si ibu pemilik penginapan (bahkan sempat foto bersama juga), kami berjalan kaki menuju ke stasiun. Beban backpackku kali ini 15 kg, lumayan berat karena ketambahan bahan-bahan makanan dan air minum.
Berjalan menyusuri jalanan yang agak gelap, hingga kami sampai di jalan raya Nguyen Hue. Aku bermaksud mengajak suami untuk masuk ke salah satu cafe di jalan besar ini, dan setelah memilih-milih, kami masuk ke sebuah cafe yang tampak cukup modern. Sesekali bolehlah mencicipi kopi ala cafe hehehehe....
Tidak kuduga, ternyata harga secangkir kopi di sini tidak terlalu mahal. Kami memesan satu cangkir Sai Gon Sua dingin seharga VND 15K. Biasanya apabila kita minum kopi di cafe, selain kopi yang dipesan kita juga akan diberi segelas teh. Di tempat ini, walaupun kami hanya memesan secangkir kopi saja, tehnya tetap diberi dua gelas, dan bagian yang menyenangkan adalah, selain harganya cukup murah,porsinya besar, es kopinya enak sekali lho ^_^
Kami sempat numpang ke toilet di sini, dan ternyata di dalam cafenya sendiri tidak ada toilet, tapi harus keluar ke jalan kecil di samping cafe. Tidak enaknya, toiletnya tidak ada lampunya sehingga harus menggunakan senter dari HP. Selain itu, keadaan di dalam toilet creepy banget. Bentuknya seperti lorong panjang yang sempit, dengan toilet di ujungnya. Agak-agak serem deh pokoknya hahahaha....
Usai nongkrong di cafe, jam 8.15 malam kami melanjutkan berjalan ke stasiun yang jaraknya sudah tidak sampai 1 KM lagi. Kami berjalan dengan penuh semangat hingga backpack di punggung tidak terlalu terasa membebani.
Sampai di stasiun, kami masuk ke ruang tunggu. Suasana sudah cukup ramai oleh para calon penumpang yang hendak naik kereta. Jadwal keberangkatan kereta api yang berupa papan lampu cukup membingungkan, jadi kami tidak tahu nanti harus ke kereta yang mana atau di jalur berapa, namun aku yakin pasti akan banyak penumpang lain yang satu tujuan dengan kami, jadi tinggal mengikuti saja hehehehe...
Semakin lama ruang tunggu calon penumpang makin ramai dan kursi-kursi makin penuh terisi, banyak di antaranya turis bule. Beberapa di antara mereka seperti enggan duduk bersebelahan dengan orang lokal dan memilih berdiri. Aku sempat mempersilakan sebuah keluarga untuk mengisi satu kursi yang kosong di sebelahku, dan seorang anak belasan tahun akhirnya mengisi kursi kosong di sampingku. Aku sempat sedikit ngobrol dengannya. Mereka sekeluarga berasal dari Perancis, dan si anak ini bahkan tidak tahu akan pergi ke mana naik kereta api, karena kedua orang tuanya yang merencanakan semua dan dia hanya tinggal mengikuti saja.
Aku dan suami sempat bergantian ke toilet umum di dalam stasiun ini, dan baru saja aku keluar dari toilet, terdengar panggilan untuk para penumpang yang akan menuju ke Dong Hoi. Waktu menunjukkan jam 9 malam, dan kami berdua segera keluar mengikuti orang-orang yang berjalan keluar. Saat melihat seorang petugas, aku menunjukkan tiket yang kami miliki, dan petugas tersebut menunjukkan kepada kami untuk berjalan terus ke barat. Ternyata keretanya masih belum datang, jadi kami berdiri dan menunggu di suatu titik. Saat itulah kami sempat berkenalan dan mengobrol dengan sepasang turis dari Spanyol, Sergei dan Monica. Menyenangkan sekali mengobrol dengan mereka berdua, karena keduanya termasuk tipe yang ramah dan suka mengobrol.
Baru sekitar jam 9.20 malam kereta yang kami tunggu tampak memasuki stasiun, dan kami berdua berpamitan kepada Sergei dan Monica. Kami sempat menanyakan gerbong kami kepada petugas yang berjaga, dan setelah itu barulah kami naik ke gerbong yang benar. Oya, selama dua kali naik kereta api di Vietnam ini, pemeriksaan tiketnya cukup ketat, terutama pada saat hendak naik ke dalam kereta.
Berdasar pengalaman sebelumnya di mana penumpang di belakang kami menaikkan kakinya hingga ke belakang sandaran tempat duduk kami, kali ini suami memesankan tempat duduk yang paling belakang. Ternyata tempatnya justru lebih lega. Kalau dibandingkan dengan kereta api yang sebelum ini, tempat duduknya lebih nyaman dan keadaan di dalam kereta tampak lebih bersih dan baru.
Penumpang masih terus memasuki gerbong, hingga akhirnya lumayan penuh. Hanya ada beberapa kursi kosong. Suami juga sempat membantu seorang ibu untuk menaikkan barang bawaannya ke kompartemen di sisi atas. Wah, barang bawaannya banyak sekali lho hahahaha....
Setelah menunggu beberapa menit, tepat jam 9.33 malam kereta mulai beranjak pergi meninggalkan stasiun Hue. Walaupun agak susah tidur, tapi kami berdua berusaha merilekskan diri dalam perjalanan yang hanya beberapa jam ini, karena seharian kami sudah berjalan kaki sejauh 12 KM. Kebanyakan penumpang lainnya malah langsung tidur begitu kereta berangkat. Aku dan suami hanya bisa tidur-tidur ayam saja, tidak benar-benar tidur dengan nyenyak. Mudah-mudahan kereta segera sampai di Dong Hoi, karena aku sudah tidak sabar untuk menjelajah tempat baru lagi... ^_^
To be continued.......
No comments:
Post a Comment