30 Maret 2018
Da Nang (Đà Nẵng) merupakan kota terbesar ketiga (atau keempat?) di Vietnam, berlokasi di pesisir pantai timur, di mulut Han RIver, di tengah-tengah Hanoi dan Ho Chi Minh City, dan sekaligus merupakan kota terbesar di wilayah Vietnam Tengah.
Kota ini berkembang dengan sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir dan mencapai populasi 1 juta jiwa di tahun 2014. Da Nang juga merupakan salah satu kota pelabuhan yang utama di Vietnam.
Salah satu pantai yang terkenal di Da Nang adalah My Khe Beach (selain 2 pantai lainnya), yang dikenal sebagai China Beach di masa perang. Di sekitarnya banyak berdiri hotel-hotel, dan tiap bulan selalu bertambah jumlahnya. Dikatakan, beberapa pantai terindah di Vietnam ada di tempat ini. Banyak sisa-sisa peninggalan perang yang terdapat di kota ini.
Dibandingkan dengan Hanoi atau Ho Chi Minh, lalu lintas di Da Nang bisa dibilang lebih sepi, walaupun tetap saja banyak truk-truk dan container besar yang lalu lalang di jalanan. Dalam 10 tahun terakhir, perkembangannya sangat pesat, di mana langit tampak dipenuhi dengan peralatan konstruksi. Setidaknya saat ini ada 3 supermarket besar, termasuk Metro.
Pada umumnya, bulan-bulan terpanas adalah dari Mei hingga Agustus, di mana suhu udara bisa mencapai 40 derajat Celcius dan sangat kering. Kadangkala terjadi badai tropis di bulan Oktober dan November.
Da Nang International Airport (IATA: DAD) merupakan yang paling kecil dari 3 bandara internasional di Vietnam. Ada beberapa penerbangan yang cukup sering menuju ke Hanoi dan Ho Chi Minh City dengan maskapai Vietnam dan Jetstar Pacific, dan beberapa penerbangan domestik menuju ke Buon Ma Thuot, Da Lat, Hai Phong, Nha Trang dan Pleiku. Untuk tujuan internasional, bandara ini melayani penerbangan ke Guangzhou, Hong Kong, Kuala Lumpur, Seoul-Incheon, Shanghai-Pudong, Siem Reap, Singapore, Taipei dan Tokyo-Narita. Bandara ini direnovasi pada akhir tahun 2007, dan menjadikannya sebagai salah satu yang termodern di Vietnam sejak awal tahun 2008.
Bandaranya sendiri berlokasi 3 KM dari pusat kota Da Nang.
Tidak ada kota lain di Vietnam yang berkembang sepesat Da nang. Apabila kita berjalan-jalan di sepanjang tepian Han River, akan tampak begitu banyak hotel-hotel modern yang glamour, apartemen, dan restoran-restoran. Jembatan-jembatan yang spektakuler menghubungkan kedua sisi kota yang dipisahkan oleh sungai. Apabila kita menyusuri bagian selatan kota, akan tampak betapa area ini dipenuhi pembangunan hotel dan resort. Hmmm luar biasa ya? ^_^
Setelah malam harinya susah tidur akibat gatal-gatal di sekujur tubuh, pagi ini aku bangun kesiangan. Jam 6.20 pagi aku terbangun dalam kondisi masih mengantuk. Tidak lama kemudian, suami pun terbangun. Setelah rutinitas pagi hari, masak nasi terlebih dahulu, mandi dan bersiap-siap, sekitar jam 8 pagi kami sudah berada di atas sepeda motor dan menuju ke Marble Mountains.
Jarak dari penginapan ke Marble Mountains sekitar 16 KM, dan karena masih relatif agak pagi, lalu lintas di jalan belum begitu ramai. Kami baru sampai di area parkir Marble Mountains jam 8.45 pagi, dan tampaknya tempat ini juga belum begitu ramai. Yang kami datangi ternyata bukan gerbang utama, namun Gate 2-nya, dan di sekitar pintu masuk terdapat banyak toko yang menjual hasil kerajinan pahatan dari batu.
Setelah memarkirkan kendaraan dan membayar VND 10K untuk parkirnya (ini parkir liar sih sebetulnya), kami berjalan menuju ke loket penjualan tiket masuk. Sepanjang jalan masuk ini pun banyak toko yang menjual berbagai souvenir. Harga tiket masuknya VND 40K/orang, dan ditawari juga untuk membeli peta lokasi, yang kami tolak karena sudah ada peta besar sebelum pintu masuk yang sudah kufoto.
Marble Mountains (Vietnamese: Ngu Hành Son; yang artinya "gunung lima elemen") merupakan kelompok yang terdiri dari 5 gunung rendah yang melambangkan unsur logam, kayu, air, ap, dan tanah. Masing-masing puncak gunung kecil ini dinamai sesuai dengan kelima unsur tersebut.
Kelima gunung ini terletak di pinggir jalan yang ramai, dengan Gunung Api, Logam dan Tanah di sisi barat serta Air dan Kayu di sisi timur. Gunung Air (Thuy Son) merupakan yang terbesar dan menjadi atraksi utama tempat ini.
Dulu, katanya gunung-gunung ini merupakan pulau-pulau, namun perubahan geologis menyebabkan daratan naik dan menjadikan kelimanya berada di daratan. Melalui proses waktu dan ditempa oleh air hujan, lama-kelamaan terbentuklah gua-gua di dalam tiap gunung. Karena setiap gunung memiliki unsur batu pualam (karenanya dinamai Gunung Marmer/Batu Pualam), penduduk sekitar membuat kerajinan dari batu pualam tersebut dan menjadikannya sumber mata pencaharian mereka.
Kebanyakan turis pada umumnya tidak akan melirik kota Da Nang dan akan langsung menuju ke Hoi An, yang menurutku pribadi sebetulnya biasa saja. Memang karena suasana perkotaannya, Da Nang seringkali dipandang sebelah mata oleh para wisatawan, namun demikian bagiku Marble Mountains merupakan salah satu hidden gem yang layak dikunjungi.
Desa Non Nuoc yang terletak di kaki gunung-gunung in terkenal akan hasil kerajinan pahatan marmernya. Pada umumnya ukurannya cukup besar, namun untuk dijadikan souvenir, tempat ini juga menyediakan banyak kerajinan lainnya.
Kami berdua menjelajah tempat ini hingga ke tiap sudutnya. Banyak anak tangga yang harus didaki, tapi bagi yang tidak kuat disediakan elevator di Gate 1 (VND 15K/orang) untuk menghemat tenaga dan mempersingkat waktu. Kami berdua tentunya memilih naik tangga untuk menghancurkan lemak-lemak yang dimakan selama ini hahahaha...
Jujur saja peta tempat ini agak sedikit membingungkan, karena di dalam areanya sendiri tidak ada petunjuk apa pun. Kadangkala kami sampai bolak-balik untuk mencapai gua yang tertera di peta karena jalannya membingungkan.
Ada beberapa kuil dan pagoda yang bisa dilihat dan dikunjungi. Yang pasti jangan lewatkan untuk memasuki tiap gua yang ada. Rata-rata akses masuknya tidak terlalu sulit, hanya satu yang membutuhkan sedikit usaha, di mana jalan masuknya sangat sempit dan curam sekali. Kalau kita mengikuti "loop", kita tidak perlu keluar lagi dari jalan yang sempit ini, tapi akan keluar di lain tempat. Ada sebuah gua yang menggambarkan keadaan neraka juga. Di gua ini ada beberapa spot yang agak licin karena basah. Batu pualam yang membentuk gua-gua yang ada di gunung-gunung ini rata-rata memiliki tekstur yang indah dan terkesan megah.
Ada beberapa view point juga di puncak-puncak gunung ini, dan pada umumnya membutuhkan sedikit usaha karena medannya yang curam dan anak tangganya berupa batu-batuan besar.
Karena tempat ini cukup touristy, pada saat kami berada di sana cukup banyak turis lain, terutama turis Asia (kemungkinan besar turis RRC, yang rombongan naik bus) dan turis lokal.
Kami berusaha mencapai semua puncak yang ada, termasuk The Highest Peak. Di puncak tertinggi ini justru tidak ada orang lain, karena sepertinya turis pada umumnya malas untuk mendaki sampai puncak tertinggi melalui tangga yang cukup curam. Pemandangan di puncak tertinggi ini memang yang paling indah dibangkan puncak-puncak lainnya dan viewnya 360 derajat. Kita bisa melihat lautan lepas dengan garis pantainya di timur kota Da Nang. Kita juga bisa menyaksikan puncak-puncak lainnya, sekaligus seantero kota Da Nang dari tempat ini. Keren sih menurutku walau tidak sampai wow banget ^_^
Setelah menghabiskan waktu lebih dari 2 jam untuk menjelajah ke semua gua, pagoda dan view point, kami keluar ke Gate 1 dan menuju ke sebuah gua lain yang terpisah, yaitu Am Phu Cave di area parkir Gate 1. Sewaktu menunjukkan tiket yang sudah kami beli, ternyata petugasnya mengatakan bahwa untuk masuk ke gua ini tiketnya lain. Tadinya kami sudah ragu-ragu apakah akan masuk ke gua ini atau tidak, tapi akhirnya kami memutuskan untuk membeli tiketnya seharga VND 20K/orang.
Memasuki Am Phu Cave, setelah menyusuri lorong gua, tampak ruangan gua yang sangat tinggi dan luas. Karena ada anak tangga di sebelah kiri, kami pun menaikinya. Ternyata makin ke atas makin menyeramkan (bagiku). Tangganya cukup curam, dan pengamannya sangat rendah. Aku yang takut pada ketinggian, tentu saja agak ketar-ketir saat menaikinya. Namun dengan memberanikan diri sepenuh hati, kami berdua sampai juga di puncaknya, di mana kita bisa melihat pemandangan kota juga.
Kami hanya beristirahat sejenak di tempat ini sambil memotret tentunya, dan kemudian turun lagi. Ternyata turunnya lebih menyeramkan (bagiku) daripada naiknya hahaha... Aku sampai minta digandeng oleh suami saking seramnya melihat ke arah bawah. Tapi tempat ini memang benar-benar tinggi, dan kalau sampai terpeleset atau jatuh ya minimal bisa patah tulang deh!
Setelah sampai kembali ke dasar, rasanya legaaaa sekali hehehehe... Kami melanjutkan menjelajah sisa area gua yang gelap ini, dan setelah itu baru keluar. Tidak terasa, hampir satu jam kami habiskan di dalam sebuah gua saja. Menurutku harga tiket masuk yang dibayarkan sangat sepadan dengan apa yang kita lihat di seluruh area ini. Jadi kalau ke Da Nang, jangan lewatkan tempat ini ya ^_^
Kami kembali ke tempat memarkirkan sepeda motor, lalu meninggalkan Marble Mountains menjelang jam 1 siang, dan baru sampai kembali di penginapan sekitar jam 1.30 siang.
Karena sudah masak nasi, aku hanya tinggal mengoreng telur untuk makan suami, sementara aku sendiri makan mie instan dengan sayur.
Usai makan, kami mengistirahatkan tubuh sejenak sambil mencari informasi transportasi menuju ke Hue. Tadinya kami sempat mempertimbangkan untuk menginap dua malam lagi di sini hingga akhir pekan, karena ingin melihat light show di Dragon Bridge, dan masih ingin menjelajah hingga ke wilayah Tho Quang di utara, untuk mengunjungi beberapa spot dan view point di tempat tersebut. Sebenarnya aku juga ingin menjalani Hai Van Pass naik motor, yang katanya indah. Tapi dengan berbagai pertimbangan, terutama biaya menginap yang relatif mahal di Da Nang, sepeda motor yang kurang nyaman dikendarai, dan harapan bahwa di kota berikutnya kami akan mendapatkan tempat-tempat yang lebih indah untuk dikunjungi, kami mengambil keputusan akhir hanya akan menginap semalam lagi saja di Da Nang. Aku memilih alam daripada light show, pastinya ^_^
Seteah survei harga, suami memutuskan untuk naik kereta api, karena untuk ke Hue ternyata lebih murah naik kereta api, sekaligus supaya kami bisa mencoba naik kereta di Vietnam. Aku sendiri menyibukkan diri dengan masak untuk bekal makan malam, baru setelah itu kami mandi dan bersiap-siap.
Jam 3.30 sore, kami sudah kembali berada di atas sepeda motor dan berkendara menuju ke stasiun. Setelah memarkirkan sepeda motor di dalam area stasiun, kami masuk ke dalam stasiun yang tampak sepi ini. Di dalam ruangan stasiun tidak tampak ada petugas sama sekali. Akhirnya suami memutuskan untuk membeli tiket keretanya secara online.
Harga tiket kereta api dari Da Nang ke Hue VND 122K/orang, dan dipesan melalui situs Baolau. Kami memperoleh e-ticket yang nantinya harus discan di stasiun untuk mencetak boarding pass.
Saat itu sudah ada petugasnya, dan setelah bertanya cara mencetak boarding pass, kami mencetak kedua buah boarding pass untuk esok hari.
Keluar dari bangunan stasiun, saat aku melihat Google Map, ternyata lokasi Con Market tidak terlalu jauh, jadi kami tinggalkan sepeda motor di stasiun dan berjalan kaki ke pasar. Lumayan bisa irit VND 5K untuk parkir hahahaha...
Sampai di Con Market, suasana tampak sangat ramai di setiap sudutnya. Waduh, benar-benar menyenangkan sekali melihat suasana pasar yang ramai ini ^_^
Berbagai macam sayuran, buah-buahan, hingga daging dan segala macam bahan makanan lainnya tampak sangat menarik. Kami membeli 1/2 kg tomat (VND 8K), dua buah sendok makan (VND 10K), dan dua buah piring plastik (VND 5K). Suami juga sempat membeli manisan seharga VND 20K (beratnya 1 ons kalau tidak salah). Kami masih mengitari pasar, dan melihat begitu banyak pedagang street food yang menjajakan berbagai macam makanan. Suasananya tampak riuh rendah dengan ramainya pembeli yang sedang makan di tempat. Aku tiba-tiba tertarik melihat seorang pedagang yang menjual telur rebus, yang sepertinya sudah hampir menetas. Hmmm... kesempatan untuk mencoba sesuatu yang tidak ada di Indonesia nih, pikirku... Aku memberanikan diri bertanya harga makanan tersebut kepada penjualnya, dan dia menunjukkan uang VND 6K. Jadilah aku memesan seporsi makanan ini, namanya Balut, dan duduk di dingklik bersama para pembeli lainnya.
Karena suami sudah pasti tidak ikut makan, dia hanya berjalan-jalan di sekitar area tempatku makan sambil melihat-lihat.
Bagaimana rasanya? Hmmm... biasa saja sih, masih lebih enak telur mata sapi hahahaha.... Teksturnya lebih padat daripada telur rebus, tidak amis (mungkin karena dimasak dengan berbagai macam bumbu dan rempah), tapi ya tidak ada yang spesial. Dikatakan, balut mengandung banyak protein dan sangat digemari oleh penduduk Vietnam dan juga FIlipina.
Usai makan balut, perut sedikit kenyang, dan kami masih berjalan-jalan di sekitar pasar, sampai kemudian kembali berjalan ke parkiran di dalam stasiun.
Setelah mengambil motor dan membayar VND 3K untuk biaya parkirnya, kami melaju ke Han Market. Di pasar yang satu ini, kami membeli rice wine, sekaleng beer, dan dua buah mie instan lokal (total VND 105K). Tujuan kami berikutnya adalah ke Dragon Bridge lagi, karena foto-foto yang kemarin diambil hasilnya jelek semua karena kesalahan setting. Karena sudah agak pintar, kami meninggalkan sepeda motor di Han Market, di mana kami rasa parkirnya aman, dan kemudian berjalan kaki ke tepi Han River seperti kemarin.
Waktu menunjukkan jam 5.30 petang dan suasana masih agak terang. Kami banyak mengambil foto di tepian sungai ini. Setelah itu kami berjalan menyeberangi Dragon Bridge. Dasarnya aku ini takut ketinggian dan air, rasanya agak-agak seram gimana gitu hahahaha...
Tepat jam 5.55 petang saat kami masih berjalan di jembatan, lampu-lampu yang menghiasi Dragon Bridge mulai menyala. Sesampai di seberang, kami berjalan-jalan di bawah jembatan. Tampak ada beberapa kelompok anak muda yang sedang berlatih menari dengan musik modern di area-area kosong di bawah jembatan ini. Lampu-lampu jalan yang terpasang di sepanjang tepi sungai pun mulai menyala.
Oya, apabila kita membutuhkan informasi, di masing-masing ujung Dragon Bridge ada Da Nang Tourist Information Center, yang menggunakan sebuah VW Combi berwarna oranya sebagai kantornya. Kami sendiri tidak mampir ke situ karena belum merasa membutuhkan informasi. Kami lebih banyak memotret suasana di sekitar sungai dan Dragon Bridge-nya. Ketika langit mulai gelap, lampu-lampu yang bergonta-ganti warna tampak indah untuk difoto, namun yang paling indah memang tetap warna kuning keemasannya.
Sekitar jam 6.30 petang, kami kembali berjalan menyeberangi jembatan dan kembali ke tempat awal di tepi sungai. Di sinilah kami menikmati bekal makan malam yang kami bawa. Usai makan, sekitar jam 7.15 malam, kami berjalan kembali ke Han Market untuk mengambil sepeda motor, lalu berkendara kembali ke penginapan.
Sesampai di Loq Quyen Hostel, kami mempersiapkan barang-barang untuk di perjalanan esok dan sekaligus packing agar besok tidak usah buru-buru.
Tidak terasa, hari ini kami sudah berjalan sekitar 11 KM, dengan 4 KM di antaranya adalah semi-trekking di Marble Mountains.
Karena kelelahan, jam 10.45 malam kami sudah tertidur dengan pulas....
To be continued.......
No comments:
Post a Comment