1 April 2018
HAPPY EASTER DAY!!! ^_^
Pagi ini aku terbangun jam 6 pagi, dan segera melakukan aktivitas pagi seperti biasanya. Suami baru terbangun jam 6.45 pagi, dan setelah cuci muka, kami berdua turun ke lantai dasar untuk sarapan. Sang ibu pemilik penginapan sendiri yang menyiapkannya untuk kami, dan setelah menunggu beberapa saat, sarapan pun siap.
Sebuah banh (roti), sebutir telur mata sapi, dua buah pisang, dan segelas kopi (dari kopi instan) untuk masing-masing dari kami. Karena aku tidak terlalu lapar, aku hanya makan telurnya saja, sementara roti dan pisangnya kumasukkan ke dalam kotak makan untuk bekal pergi nanti. Si ibu menemani kami makan sambil mengajak mengobrol panjang lebar, sekalian kami menyampaikan bahwa kami akan menyewa motor juga. Sementara itu ada seorang gadis lokal yang juga menginap di tempat ini, dan sudah bersiap-siap akan pergi. Kami juga sempat mengobrol dengannya mengenai tempat-tempat wisata di sekitar Hue.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam 8 lewat, maka kami berpamitan untuk naik ke kamar dan mandi. Ternyata suami agak kesulitan menggunakan toiletnya, karena walaupun kamar mandinya cukup luas, posisi toiletnya agak terlalu mepet ke tembok di depannya hahahaha.... Usai mandi dan bersiap-siap, sekitar jam 9.45 pagi kami turun dan meninggalkan penginapan naik sepeda motor yang sudah disiapkan.
Tujuan kami pertama adalah ke pasar di dekat penginapan. Kalau pagi hari ternyata suasananya ramai juga. Kami membeli 2 kg beras (VND 15K/kg), 1 kg daging ayam (VND 40K), dan sebuah kubis seberat 1,2 kg (VND 10K). Biaya parkir di pasar ini hanya VND 1K, termurah selama di Vietnam hehehehe...
Semua barang belanjaan tersebut kami masukkan ke dalam bagasi di bawah jok sepeda motor, dan kami langsung menuju ke Abandoned Waterpark yang berjarak sekitar 7 KM dari kota. Jalannya relatif sepi karena menuju ke arah luar kota. Kami membeli bensin seharga VND 30K di tengah jalan menuju ke Abandoned Waterpark ini. Kalau di Google Map, nama lokasinya adalah Thuy Tien Lake.
Sesampai di lokasi, tampak ada palang yang posisinya tertutup, jadi aku turun dan mencari penjaganya. Sebelumnya aku sudah membaca dulu bagaimana cara supaya bisa masuk ke tempat ini. Sebetulnya untuk masuk tidak dikenai biaya, karena memang tempat ini sudah tidak lagi beroperasi, namun seringkali ada penjaga (yang sepertinya juga bukan petugas resmi) yang akan melarang pengunjung untuk masuk. Kebanyakan orang akan mencoba "menyuap" penjaganya agar diperbolehkan masuk ke area Waterpark, biasanya VND 20K/orang. Itu pun untung-untungan, ada yang diperbolehkan dan ada yang tidak.
Aku menjumpai seorang penjaga laki-laki berusia 30-an, dan bertanya apakah kami boleh masuk ke dalam, yang tentu saja dijawab tidak boleh karena tutup. Dengan memelas-melas aku menyodorkan selembar uang VND 20K, yang awalnya juga ditolak dengan senyuman, katanya tetap tidak boleh masuk. Aku tetap memelas dengan berkata "please, please", dan akhirnya sang penjaga menyuruhku menaruh uangnya di meja pos, kemudian dia membukakan palang yang melintang di pintu masuk. Berhasil! Hahahahaha.... Bahkan kemudian dia sempat mengantarkan kami dan menunjuk ke arah lokasi Dragon Statue yang jadi atraksi utama di tempat ini.
Catatan: Setelah pulang ke Indonesia baru aku mendapat informasi lain, bahwa ada pintu gerbang lain yang kadang tidak dijaga, yaitu di sisi yang lebih selatan, yang lebih dekat ke Dragon Statue. Naik motornya akan sedikit lebih jauh. Kadang banyak bule yang sengaja datang sore hari untuk melihat sunset atau bahkan bermalam di tempat ini. Ada yang bercerita pernah dikejar-kejar juga oleh penjaganya. Aku pribadi kurang menyarankan hal ini, karena ada beberapa kejadian pencurian terhadap barang-barang turis yang datang menginap di sini. Selain itu juga tempatnya amat sangat gelap di malam hari tentunya.
Kami menjelajah ke semua tempat yang bisa dijelajahi di Abandoned Waterpark ini. Ada beberapa patung dan ornamen yang menghiasi bagian awal tempat ini. Lalu menyusuri tepian danau (Thuy Tien Lake), menyeberangi jembatan, hingga kemudian sampai di sebuah bangunan yang terbengkalai. Bentuknya seperti stadion terbuka, dan di seluruh tembok luarnya penuh dengan grafitti. Kami sempat bertemu dengan couple dari Perancis di sini.
Melanjutkan perjalanan, kembali menyeberangi jembatan kecil, lalu melewati jalan sepanjang tepian danau dengan hutan di kanan kiri, sampailah kami di sebuah lokasi yang dulunya merupakan area kolam renang. Di sini ada beberapa kolam renang yang airnya tampak kehijauan dan penuh dengan lumut. Yang mengherankan, ada seperti semacam suara anjing menyalak yang terdengar setiap beberapa detik (terdengar suaranya di lebih dari satu video yang kami rekam). Masalahnya, ketika sumber suara kudatangi, ternyata asalnya bukan dari tempat yang kukira sebelumnya. Hmmm... aneh juga kan?
Menurutku pribadi, dari semua area di Abandoned Waterpark ini, area kolam renang inilah yang suasananya paling creepy. Apalagi saat kami di sana tidak ada orang lain.
Keluar dari area kolam renang, kami melanjutkan perjalanan, kembali melewati jalan dengan hutan di satu sisi dan danau di sisi lainnya. Tampak di kejauhan, patung naga yang sangat besar muncul di depan kami, dan tidak lama kemudian kami sampai di Dragon Statue.
Kami menjelajah area Dragon Statue ini, memasuki setiap sudutnya. Untuk sampai ke puncak, kita harus menaiki tangga di dalam patung raksasa ini. Pemandangannya cukup indah dari dalam kepala naga. Silakan lihat-lihat ya foto-foto dan videonya, soalnya banyak sekali hahahaha...
Setelah sekitar 30 menit berada di area Dragon Statue ini, kami memutuskan untuk pergi, karena matahari semakin terik, dan mulai ada beberapa pengunjung lain yang datang. Menyeberangi sebuah jembatan, kami memasuki area seperti hutan dengan beberapa jalan setapak. Tampak di kejauhan ada serombongan orang, sepertinya warga lokal, yang sedang piknik di tempat ini. Mereka menggelar tikar dan tampak sedang makan, minum, dan bercanda. Kami pun melewati mereka, dan ternyata jalan yang kami lalui ini buntu, alias salah jalan. Aku pun minta maaf kepada mereka karena takut dianggap mengganggu atau tidak sopan akibat salah jalan ini. Tanpa kusangka, seorang di antara mereka malah memanggil-manggil sembari mengangkat segelas beer. Seperti biasa suami agak ragu-ragu, tapi aku yang sudah banyak membaca mengenai keramahan penduduk Vietnam, menyuruh suami untuk berhenti dan menghampiri mereka. Benar saja, kami disambut dengan baik oleh mereka semua hehehehe....
Selama 1 jam berikutnya, kami duduk di tikar bersama mereka. Aku yang sudah mulai lapar, tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Apa pun yang mereka tawarkan, aku berusaha mencicipi (dengan gaya pura-pura malu-malu hahahaha...). Suami hanya makan beberapa potong daging babi dan ayam, sementara aku mencicipi mulai dari babi, ayam, sampai kodok panggang hehehehe.... Kami semua juga makan semangkuk penuh pho dengan daging babi yang disiapkan oleh istri dari "yang punya hajat". Menurutku, homemade pho ini merupakan salah satu yang terenak sepanjang travelingku di Vietnam lho ^_^
Nah, yang belum aku ceritakan, mereka semua tidak ada yang bisa berbahasa Inggris lho! Jadi komunikasinya lebih banyak lewat Google Translate dan teriakan-teriakan "yo!" saat toast minum beer hahahaha.... Bayangkan saja, baru makan sesuap dua suap, sudah disuruh minum beer lagi. Aku sampai semi-semi mabuk juga karena banyak minum beer hahahaha.... Suasananya benar-benar ramai dan menyenangkan sekali ^_^
Salah seorang pemuda berambut pirang yang duduk di sebelah suami berkata bahwa tattoo suamiku bagus, dan kubilang kamu seharusnya tattoo juga. Kemudian dia menjawab bahwa dulu dia pernah punya tattoo dan sudah dihapus. Bekas lukanya ditunjukkan kepada kami. Wah sayang sekali... :(
Sejujurnya, jamuan makan siang ini tetap menjadi salah satu highlight perjalanan kami selama 2 bulan di Vietnam & Laos. Bukan karena banyaknya makanan dan beer yang terhidang, namun kami berdua merasakan benar ketulusan mereka dalam menjamu kami. Suasana yang penuh gelak tawa walaupun bahasa menjadi kendala, benar-benar terasa luar biasa menyenangkan. Aku benar-benar terkesan oleh keramahan mereka ^_^
Sungguh disayangkan bahwa kami harus berpamitan kepada mereka semua pada akhirnya, karena kami masih berencana untuk mengunjungi tempat lain hari ini. Waktu menunjukkan jam 12.30 siang saat kami beranjak pergi dengan perut kekenyangan, keluar dari area Abandoned Waterpark....
Tujuan selanjutnya adalah Lang Khai Dinh (Tomb of Khai Dinh), yang merupakan makam kaisar Khai Dinh, kaisar di Vietnam sejak tahun 1916 yang wafat pada tahun 1925. Dikatakan makam tersebut memiliki perpaduan arsitektur Barat dan Timur. Jaraknya hanya sekitar 4,5 KM di selatan Abandoned Waterpark.
Setelah sampai di tujuan, ternyata tempat ini justru sangat touristy, dengan banyaknya bus pariwisata yang terparkir, dan tiket masuknya yang cukup mahal (VND 100K/orang). Dengan berbagai pertimbangan, melihat penampakan dari luar, harga tiket yang mahal dan menimbang betapa teriknya matahari bersinar, kami memutuskan untuk tidak jadi memasuki makam ini. Terlalu mahal dan sepertinya tidak sebanding dengan apa yang akan dilihat, karena kami memang bukan penyuka wisata semacam ini.
Akhirnya kami putar balik dan kembali menuju ke kota Hue, pulang ke penginapan. Kami sempat membicarakan transportasi menuju kota tujuan kami selanjutnya, yaitu Phong Nha, dan kemudian memutuskan untuk memesan tiket kereta api secara online. Mungkin kelelahan atau kebanyakan minum beer, setelah itu suami tertidur dengan pulasnya sampai sekitar 2 jam. Aku sendiri menyibukkan diri dengan masak untuk makan malam dan mencari informasi tempat wisata lain di sekitar Hue. Sempat juga mengintip ke kamar-kamar lain di penginapan yang sedang dalam kondisi terbuka, sepertinya para penghuninya baru check-out hari ini dan kamarnya baru selesai dibersihkan.
Setelah suami terbangun, kami masih sempat bersantai dan minum kopi di kamar, dan kemudian jam 4.40 sore kami pergi lagi, kali ini menuju ke pantai Thuan An (Hai Dang Thuan An) yang berada di Hai Tien, 18 KM di timur laut kota Hue.
Kami berkendara melalui jalan raya yang panjang dengan beberapa jembatan, kemudian lewat jalan pedesaan di Hai Tien, bahkan sampai hampir nyasar karena jalannya yang membingungkan. Kami sempat ditolong oleh seorang pemuda lokal di Hai Tien saat bingung arah. Dia mengantarkan kami sampai ke dekat pantai. Baik sekali ya ^_^
Baru sekitar jam 5.20 sore kami sampai di Thuan An Beach. Setelah memarkirkan sepeda motor, kami berjalan menyusuri pasir putih yang tebal ke tepian pantai. Tempat ini relatif sepi, hanya tampak beberapa orang lain selain kami berdua. Pantainya tampak sederhana saja, tapi kalau boleh jujur bagiku Thuan An Beach ini tampak lebih indah daripada My Khe Beach di Da Nang sebelumnya. Mungkin karena tempatnya yang masih tampak jauh lebih alami dan belum komersil.
Tampak beton-beton berbentuk huruf T bertumpuk membentuk semacam jalur untuk bisa dilalui. Sepertinya beton-beton ini berfungsi sebagai pemecah ombak, seperti yang ada di Pantai Boom Banyuwangi dulu. Secara keseluruhan, pantai ini cukup menyenangkan bagi kami berdua. Kami bisa memotret dan sekedar duduk-duduk memandangi lautan yang luas di depan mata kami. Kami bahkan bisa menyaksikan sunset yang indah di tempat ini, salah satu sunset terindah sepanjang kami di Vietnam.
Saat kami masih menikmati indahnya sunset inilah, beberapa penduduk lokal mendatangi kami dan mengajak kami berfoto bersama. Salah satu dari mereka, seorang gadis berusia 20-an, bercerita bahwa dia berasal dari desa ini, namun saat ini tinggal di negeri Uncle Sam di Amerika sana. Kebetulan dia sedang mudik dan mengunjungi keluarganya di tempat ini. Selain gadis ini, yang lainnya tidak ada yang bisa berbicara bahasa Inggris hehehehe....
Usai menikmati sunset di Thuan An Beach, kami beranjak pergi dan kembali menuju ke penginapan kami di kota Hue. Kami makan malam nasi dengan daging ayam yang dimasak dengan kubis, mandi, lalu sekitar jam 7.30 malam kami sudah berkendara lagi di atas sepeda motor. Menuju ke area walking street, kami memarkirkan sepeda motor dan berjalan kaki untuk mencari baterai untuk headlamp yang kami bawa. Setelah berjalan kesana-kemari, akhirnya kami membeli 3 pasang baterai AAA seharga VND 40K di sebuah toko yang menjual aksesoris kamera. Setelah itu kami kembali berkendara dan menyeberangi jembatan. Kali ini kami ingin melihat sisi kota di seberang Perfume River, memanfaatkan sepeda motor yang disewa dengan semaksimal mungkin hahahaha...
Menyusuri jalanan tanpa arah pasti, kami berputar-putar di area Imperial City hingga ke pinggiran kota yang agak sepi di utara sungai. Di pusat-pusat turis, tampak berjejer restoran, bar, cafe dan penginapan. Aku sempat menawarkan kepada suami untuk berhenti mampir di sebuah cafe, karena aku tahu dia suka sekali minum kopi. Pada akhirnya suami malah memilih sebuah warung kaki lima di pinggir taman di seberang Citadel. Sedikit banyak sebetulnya aku terharu, karena aku tahu suami melakukan ini demi pengiritan. Dia tahu betul dana kami masih amat sangat cekak dan terbatas. Aku tidak tahu berapa harga secangkir kopi di cafe-cafe di Hue, tapi semurah-murahnya mungkin VND 25K, dan di warung kaki lima pinggir jalan ini harganya hanya VND 10K. Hebatnya, rasa kopinya enak banget lho, tidak kalah dengan yang di cafe-cafe pastinya! ^_^
Tidak terasa kami nongkrong di pinggir jalan sampai hampir jam 9 malam, karenanya setelah membayar kepada si ibu penjualnya, kami beranjak pergi dari tempat ini dan pulang ke penginapan. Karena besok kami sudah akan check-out, kami mulai mengemasi barang-barang yang sudah tidak dipakai lagi ke dalam backpack, dan baru setelah itu kami beristirahat.
Hari ini kami sudah berjalan kaki sejauh 9 KM (lagi), padahal rasanya lebih banyak berada di atas sepeda motor deh hehehehe.... Kereta api yang sudah kami booking besok akan berangkat malam hari, jadi seperti sebelumnya waktu di Da Lat, besok kami akan ngemper di jalan menghabiskan waktu dari siang hingga malam hari sebelum berangkat ke stasiun. Yah beginilah nasib menjadi backpackers di negeri orang... hehehehe...
To be continued.......
Pagi ini aku terbangun jam 6 pagi, dan segera melakukan aktivitas pagi seperti biasanya. Suami baru terbangun jam 6.45 pagi, dan setelah cuci muka, kami berdua turun ke lantai dasar untuk sarapan. Sang ibu pemilik penginapan sendiri yang menyiapkannya untuk kami, dan setelah menunggu beberapa saat, sarapan pun siap.
Sebuah banh (roti), sebutir telur mata sapi, dua buah pisang, dan segelas kopi (dari kopi instan) untuk masing-masing dari kami. Karena aku tidak terlalu lapar, aku hanya makan telurnya saja, sementara roti dan pisangnya kumasukkan ke dalam kotak makan untuk bekal pergi nanti. Si ibu menemani kami makan sambil mengajak mengobrol panjang lebar, sekalian kami menyampaikan bahwa kami akan menyewa motor juga. Sementara itu ada seorang gadis lokal yang juga menginap di tempat ini, dan sudah bersiap-siap akan pergi. Kami juga sempat mengobrol dengannya mengenai tempat-tempat wisata di sekitar Hue.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam 8 lewat, maka kami berpamitan untuk naik ke kamar dan mandi. Ternyata suami agak kesulitan menggunakan toiletnya, karena walaupun kamar mandinya cukup luas, posisi toiletnya agak terlalu mepet ke tembok di depannya hahahaha.... Usai mandi dan bersiap-siap, sekitar jam 9.45 pagi kami turun dan meninggalkan penginapan naik sepeda motor yang sudah disiapkan.
Tujuan kami pertama adalah ke pasar di dekat penginapan. Kalau pagi hari ternyata suasananya ramai juga. Kami membeli 2 kg beras (VND 15K/kg), 1 kg daging ayam (VND 40K), dan sebuah kubis seberat 1,2 kg (VND 10K). Biaya parkir di pasar ini hanya VND 1K, termurah selama di Vietnam hehehehe...
Semua barang belanjaan tersebut kami masukkan ke dalam bagasi di bawah jok sepeda motor, dan kami langsung menuju ke Abandoned Waterpark yang berjarak sekitar 7 KM dari kota. Jalannya relatif sepi karena menuju ke arah luar kota. Kami membeli bensin seharga VND 30K di tengah jalan menuju ke Abandoned Waterpark ini. Kalau di Google Map, nama lokasinya adalah Thuy Tien Lake.
Sesampai di lokasi, tampak ada palang yang posisinya tertutup, jadi aku turun dan mencari penjaganya. Sebelumnya aku sudah membaca dulu bagaimana cara supaya bisa masuk ke tempat ini. Sebetulnya untuk masuk tidak dikenai biaya, karena memang tempat ini sudah tidak lagi beroperasi, namun seringkali ada penjaga (yang sepertinya juga bukan petugas resmi) yang akan melarang pengunjung untuk masuk. Kebanyakan orang akan mencoba "menyuap" penjaganya agar diperbolehkan masuk ke area Waterpark, biasanya VND 20K/orang. Itu pun untung-untungan, ada yang diperbolehkan dan ada yang tidak.
Aku menjumpai seorang penjaga laki-laki berusia 30-an, dan bertanya apakah kami boleh masuk ke dalam, yang tentu saja dijawab tidak boleh karena tutup. Dengan memelas-melas aku menyodorkan selembar uang VND 20K, yang awalnya juga ditolak dengan senyuman, katanya tetap tidak boleh masuk. Aku tetap memelas dengan berkata "please, please", dan akhirnya sang penjaga menyuruhku menaruh uangnya di meja pos, kemudian dia membukakan palang yang melintang di pintu masuk. Berhasil! Hahahahaha.... Bahkan kemudian dia sempat mengantarkan kami dan menunjuk ke arah lokasi Dragon Statue yang jadi atraksi utama di tempat ini.
Catatan: Setelah pulang ke Indonesia baru aku mendapat informasi lain, bahwa ada pintu gerbang lain yang kadang tidak dijaga, yaitu di sisi yang lebih selatan, yang lebih dekat ke Dragon Statue. Naik motornya akan sedikit lebih jauh. Kadang banyak bule yang sengaja datang sore hari untuk melihat sunset atau bahkan bermalam di tempat ini. Ada yang bercerita pernah dikejar-kejar juga oleh penjaganya. Aku pribadi kurang menyarankan hal ini, karena ada beberapa kejadian pencurian terhadap barang-barang turis yang datang menginap di sini. Selain itu juga tempatnya amat sangat gelap di malam hari tentunya.
Kami menjelajah ke semua tempat yang bisa dijelajahi di Abandoned Waterpark ini. Ada beberapa patung dan ornamen yang menghiasi bagian awal tempat ini. Lalu menyusuri tepian danau (Thuy Tien Lake), menyeberangi jembatan, hingga kemudian sampai di sebuah bangunan yang terbengkalai. Bentuknya seperti stadion terbuka, dan di seluruh tembok luarnya penuh dengan grafitti. Kami sempat bertemu dengan couple dari Perancis di sini.
Melanjutkan perjalanan, kembali menyeberangi jembatan kecil, lalu melewati jalan sepanjang tepian danau dengan hutan di kanan kiri, sampailah kami di sebuah lokasi yang dulunya merupakan area kolam renang. Di sini ada beberapa kolam renang yang airnya tampak kehijauan dan penuh dengan lumut. Yang mengherankan, ada seperti semacam suara anjing menyalak yang terdengar setiap beberapa detik (terdengar suaranya di lebih dari satu video yang kami rekam). Masalahnya, ketika sumber suara kudatangi, ternyata asalnya bukan dari tempat yang kukira sebelumnya. Hmmm... aneh juga kan?
Menurutku pribadi, dari semua area di Abandoned Waterpark ini, area kolam renang inilah yang suasananya paling creepy. Apalagi saat kami di sana tidak ada orang lain.
Keluar dari area kolam renang, kami melanjutkan perjalanan, kembali melewati jalan dengan hutan di satu sisi dan danau di sisi lainnya. Tampak di kejauhan, patung naga yang sangat besar muncul di depan kami, dan tidak lama kemudian kami sampai di Dragon Statue.
Kami menjelajah area Dragon Statue ini, memasuki setiap sudutnya. Untuk sampai ke puncak, kita harus menaiki tangga di dalam patung raksasa ini. Pemandangannya cukup indah dari dalam kepala naga. Silakan lihat-lihat ya foto-foto dan videonya, soalnya banyak sekali hahahaha...
Setelah sekitar 30 menit berada di area Dragon Statue ini, kami memutuskan untuk pergi, karena matahari semakin terik, dan mulai ada beberapa pengunjung lain yang datang. Menyeberangi sebuah jembatan, kami memasuki area seperti hutan dengan beberapa jalan setapak. Tampak di kejauhan ada serombongan orang, sepertinya warga lokal, yang sedang piknik di tempat ini. Mereka menggelar tikar dan tampak sedang makan, minum, dan bercanda. Kami pun melewati mereka, dan ternyata jalan yang kami lalui ini buntu, alias salah jalan. Aku pun minta maaf kepada mereka karena takut dianggap mengganggu atau tidak sopan akibat salah jalan ini. Tanpa kusangka, seorang di antara mereka malah memanggil-manggil sembari mengangkat segelas beer. Seperti biasa suami agak ragu-ragu, tapi aku yang sudah banyak membaca mengenai keramahan penduduk Vietnam, menyuruh suami untuk berhenti dan menghampiri mereka. Benar saja, kami disambut dengan baik oleh mereka semua hehehehe....
Selama 1 jam berikutnya, kami duduk di tikar bersama mereka. Aku yang sudah mulai lapar, tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Apa pun yang mereka tawarkan, aku berusaha mencicipi (dengan gaya pura-pura malu-malu hahahaha...). Suami hanya makan beberapa potong daging babi dan ayam, sementara aku mencicipi mulai dari babi, ayam, sampai kodok panggang hehehehe.... Kami semua juga makan semangkuk penuh pho dengan daging babi yang disiapkan oleh istri dari "yang punya hajat". Menurutku, homemade pho ini merupakan salah satu yang terenak sepanjang travelingku di Vietnam lho ^_^
Nah, yang belum aku ceritakan, mereka semua tidak ada yang bisa berbahasa Inggris lho! Jadi komunikasinya lebih banyak lewat Google Translate dan teriakan-teriakan "yo!" saat toast minum beer hahahaha.... Bayangkan saja, baru makan sesuap dua suap, sudah disuruh minum beer lagi. Aku sampai semi-semi mabuk juga karena banyak minum beer hahahaha.... Suasananya benar-benar ramai dan menyenangkan sekali ^_^
Salah seorang pemuda berambut pirang yang duduk di sebelah suami berkata bahwa tattoo suamiku bagus, dan kubilang kamu seharusnya tattoo juga. Kemudian dia menjawab bahwa dulu dia pernah punya tattoo dan sudah dihapus. Bekas lukanya ditunjukkan kepada kami. Wah sayang sekali... :(
Sejujurnya, jamuan makan siang ini tetap menjadi salah satu highlight perjalanan kami selama 2 bulan di Vietnam & Laos. Bukan karena banyaknya makanan dan beer yang terhidang, namun kami berdua merasakan benar ketulusan mereka dalam menjamu kami. Suasana yang penuh gelak tawa walaupun bahasa menjadi kendala, benar-benar terasa luar biasa menyenangkan. Aku benar-benar terkesan oleh keramahan mereka ^_^
Sungguh disayangkan bahwa kami harus berpamitan kepada mereka semua pada akhirnya, karena kami masih berencana untuk mengunjungi tempat lain hari ini. Waktu menunjukkan jam 12.30 siang saat kami beranjak pergi dengan perut kekenyangan, keluar dari area Abandoned Waterpark....
Tujuan selanjutnya adalah Lang Khai Dinh (Tomb of Khai Dinh), yang merupakan makam kaisar Khai Dinh, kaisar di Vietnam sejak tahun 1916 yang wafat pada tahun 1925. Dikatakan makam tersebut memiliki perpaduan arsitektur Barat dan Timur. Jaraknya hanya sekitar 4,5 KM di selatan Abandoned Waterpark.
Setelah sampai di tujuan, ternyata tempat ini justru sangat touristy, dengan banyaknya bus pariwisata yang terparkir, dan tiket masuknya yang cukup mahal (VND 100K/orang). Dengan berbagai pertimbangan, melihat penampakan dari luar, harga tiket yang mahal dan menimbang betapa teriknya matahari bersinar, kami memutuskan untuk tidak jadi memasuki makam ini. Terlalu mahal dan sepertinya tidak sebanding dengan apa yang akan dilihat, karena kami memang bukan penyuka wisata semacam ini.
Akhirnya kami putar balik dan kembali menuju ke kota Hue, pulang ke penginapan. Kami sempat membicarakan transportasi menuju kota tujuan kami selanjutnya, yaitu Phong Nha, dan kemudian memutuskan untuk memesan tiket kereta api secara online. Mungkin kelelahan atau kebanyakan minum beer, setelah itu suami tertidur dengan pulasnya sampai sekitar 2 jam. Aku sendiri menyibukkan diri dengan masak untuk makan malam dan mencari informasi tempat wisata lain di sekitar Hue. Sempat juga mengintip ke kamar-kamar lain di penginapan yang sedang dalam kondisi terbuka, sepertinya para penghuninya baru check-out hari ini dan kamarnya baru selesai dibersihkan.
Setelah suami terbangun, kami masih sempat bersantai dan minum kopi di kamar, dan kemudian jam 4.40 sore kami pergi lagi, kali ini menuju ke pantai Thuan An (Hai Dang Thuan An) yang berada di Hai Tien, 18 KM di timur laut kota Hue.
Kami berkendara melalui jalan raya yang panjang dengan beberapa jembatan, kemudian lewat jalan pedesaan di Hai Tien, bahkan sampai hampir nyasar karena jalannya yang membingungkan. Kami sempat ditolong oleh seorang pemuda lokal di Hai Tien saat bingung arah. Dia mengantarkan kami sampai ke dekat pantai. Baik sekali ya ^_^
Baru sekitar jam 5.20 sore kami sampai di Thuan An Beach. Setelah memarkirkan sepeda motor, kami berjalan menyusuri pasir putih yang tebal ke tepian pantai. Tempat ini relatif sepi, hanya tampak beberapa orang lain selain kami berdua. Pantainya tampak sederhana saja, tapi kalau boleh jujur bagiku Thuan An Beach ini tampak lebih indah daripada My Khe Beach di Da Nang sebelumnya. Mungkin karena tempatnya yang masih tampak jauh lebih alami dan belum komersil.
Tampak beton-beton berbentuk huruf T bertumpuk membentuk semacam jalur untuk bisa dilalui. Sepertinya beton-beton ini berfungsi sebagai pemecah ombak, seperti yang ada di Pantai Boom Banyuwangi dulu. Secara keseluruhan, pantai ini cukup menyenangkan bagi kami berdua. Kami bisa memotret dan sekedar duduk-duduk memandangi lautan yang luas di depan mata kami. Kami bahkan bisa menyaksikan sunset yang indah di tempat ini, salah satu sunset terindah sepanjang kami di Vietnam.
Saat kami masih menikmati indahnya sunset inilah, beberapa penduduk lokal mendatangi kami dan mengajak kami berfoto bersama. Salah satu dari mereka, seorang gadis berusia 20-an, bercerita bahwa dia berasal dari desa ini, namun saat ini tinggal di negeri Uncle Sam di Amerika sana. Kebetulan dia sedang mudik dan mengunjungi keluarganya di tempat ini. Selain gadis ini, yang lainnya tidak ada yang bisa berbicara bahasa Inggris hehehehe....
Usai menikmati sunset di Thuan An Beach, kami beranjak pergi dan kembali menuju ke penginapan kami di kota Hue. Kami makan malam nasi dengan daging ayam yang dimasak dengan kubis, mandi, lalu sekitar jam 7.30 malam kami sudah berkendara lagi di atas sepeda motor. Menuju ke area walking street, kami memarkirkan sepeda motor dan berjalan kaki untuk mencari baterai untuk headlamp yang kami bawa. Setelah berjalan kesana-kemari, akhirnya kami membeli 3 pasang baterai AAA seharga VND 40K di sebuah toko yang menjual aksesoris kamera. Setelah itu kami kembali berkendara dan menyeberangi jembatan. Kali ini kami ingin melihat sisi kota di seberang Perfume River, memanfaatkan sepeda motor yang disewa dengan semaksimal mungkin hahahaha...
Menyusuri jalanan tanpa arah pasti, kami berputar-putar di area Imperial City hingga ke pinggiran kota yang agak sepi di utara sungai. Di pusat-pusat turis, tampak berjejer restoran, bar, cafe dan penginapan. Aku sempat menawarkan kepada suami untuk berhenti mampir di sebuah cafe, karena aku tahu dia suka sekali minum kopi. Pada akhirnya suami malah memilih sebuah warung kaki lima di pinggir taman di seberang Citadel. Sedikit banyak sebetulnya aku terharu, karena aku tahu suami melakukan ini demi pengiritan. Dia tahu betul dana kami masih amat sangat cekak dan terbatas. Aku tidak tahu berapa harga secangkir kopi di cafe-cafe di Hue, tapi semurah-murahnya mungkin VND 25K, dan di warung kaki lima pinggir jalan ini harganya hanya VND 10K. Hebatnya, rasa kopinya enak banget lho, tidak kalah dengan yang di cafe-cafe pastinya! ^_^
Tidak terasa kami nongkrong di pinggir jalan sampai hampir jam 9 malam, karenanya setelah membayar kepada si ibu penjualnya, kami beranjak pergi dari tempat ini dan pulang ke penginapan. Karena besok kami sudah akan check-out, kami mulai mengemasi barang-barang yang sudah tidak dipakai lagi ke dalam backpack, dan baru setelah itu kami beristirahat.
Hari ini kami sudah berjalan kaki sejauh 9 KM (lagi), padahal rasanya lebih banyak berada di atas sepeda motor deh hehehehe.... Kereta api yang sudah kami booking besok akan berangkat malam hari, jadi seperti sebelumnya waktu di Da Lat, besok kami akan ngemper di jalan menghabiskan waktu dari siang hingga malam hari sebelum berangkat ke stasiun. Yah beginilah nasib menjadi backpackers di negeri orang... hehehehe...
To be continued.......
No comments:
Post a Comment