DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Saturday, December 9, 2017

NEPAL BACKPACKING, NOVEMBER 2017 (5) - CHAUTARI POKHARA


4 November 2017


Karena semalam juga tidur awal, aku sudah terbangun jam 3.30 dini hari. Suamiku juga kemudian bangun, katanya sih tidak bisa tidur karena kasur dan bantalnya keras, tapi entahlah... kadang di tempat baru atau asing, kita merasa seperti tidak tidur sama sekali, walaupun kenyataannya kita mengalami beberapa kali tidur dan bangun sepanjang malam.

Setelah minum air hangat dengan madu dan jeruk nipis, aku ke toilet dulu, lalu rebahan lagi di kasur sambil menulis di HP. Sinyal internet di tempat ini kurang bagus, apalagi di dalam kamar, karenanya agak sulit untuk online. Udara pagi ini juga cukup dingin, sama seperti hari sebelumnya.
Jam 5 pagi, suamiku keluar kamar, katanya hendak jalan-jalan dan melihat sunrise di sekitar rumah. Aku sendiri masih di kamar, sibuk menyortir barang-barang yang akan kubawa esok untuk trekking. Sudah banyak berkurang, tapi beratnya masih juga 11 kg hiks...


Jam 6.30 pagi, Dorje sudah bangun dan keluar dari kamarnya yang berada di sebelah kamar kami. Lalu suamiku membuatkan 3 buah indomie di dapur, sementara aku mencuci baju-baju kotor kami. Setelah terang baru terlihat, ternyata di balik dapur ada semacam pipa air yang berasal dari sungai langsung, dan mengalir langsung ke semacam parit atau sungai kecil di bawahnya. Jadi sebetulnya banyak air, bahkan tidak terbatas, hanya butuh waktu untuk mengisi jerigen atau ember. Jadi yang semalam kutanya pada Dorje, mungkin maksudnya butuh 5 menit untuk menunggu ember atau jerigennya penuh ya, bukan berjalan kaki 5 menit hehehehe... Aku mencuci baju dan piring-piring kotor sisa semalam di sini. Berasa jadi gadis desa, mencuci di pinggir kali dengan sabun mandi batangan hahahaha...


Selesai mencuci, kami sarapan indomie bersama Dorje, dan katanya dia suka sekali makan indomie rasa kare yang dibuatkan untuknya. Suhu jam 7.30 pagi ini hanya 14 derajat Celcius, tapi rasanya cukup dingin. Hari ini kami tidak ada acara, karena seharian ini memang dikhususkan untuk beristirahat sebelum trekking esok hari.

Dorje, menurut pendapatku pribadi, adalah seorang pemuda yang sangat lugu. Usianya baru 21 tahun, dan sehari-harinya dia berada di tempat yang jauh dari pusat keramaian ini. Dia suka masak, tidak merokok, dan menganut Buddhism. Entah kenapa, aku justru merasa kasihan kepadanya, dan aku ingin tinggal di tempat ini, sebagian karena tempatnya memang bagiku cukup nyaman walaupun primitif, dan sebagian lagi karena rasa iba padanya. Aku merasa bahwa orang-orang seperti ini tidak akan pernah bisa melihat tempat-tempat di luar negerinya sendiri.
Dorje memiliki 2 orang adik yang masih sekolah, ayahnya sudah tiada, dan ibunya lari bersama laki-laki lain. diasuh oleh paman dan mbahnya, dan saat ini uang yang diperolehnya sebagian dikirimkan untuk membiayai kedua adik dan keluarganya.

Chautari Pokhara, tempat kami menginap ini sebetulnya sangat indah. Sebuah rumah sederhana dan otentik yang dikelilingi oleh area persawahan dan perbukitan. Tapi aku tahu, tidak semua orang sanggup tinggal di tempat semacam ini. Bagiku, tinggal di sini merupakan sebuah kehormatan, bisa tinggal bersama penduduk asli dan mempelajari keseharian mereka. Tapi bagi yang terbiasa tidur di hotel dan lebih suka dilayani, tempat ini tidak akan cukup layak untuk mereka. Bagi kalian yang berkunjung ke Pokhara dan suka dengan suasana pedesaan yang alami, tinggallah di sini. Aku akan lebih senang apabila bisa membantu ekonomi penduduk lokal daripada tinggal di hotel-hotel milik orang yang sudah cukup berada...

Pagi ini seusai sarapan, Dorje dan suamiku belajar main hula hop. Dulu semasa kecil, aku sering main hula hop, jadi masih bisa memainkan alat ini, dan mereka berdua, terutama Dorje, jadi tertarik untuk belajar hehehehe... Lucu sekali melihat mereka berusaha keras memainkan hula hop ini.


Jam 9.30 pagi, setelah cuci muka dan sikat gigi, kami ke Lakeside Road diantar Dorje. Rencana awal sih mau beli kaos kaki tambahan, tapi sewaktu masih di jalan aku dapat info dari Max, 2+1 sudah cukup, jadi kami batal beli kaos kaki, dan memutuskan hendak menraktir Dorje minum teh atau kopi di cafe di pinggir danau. Ternyata ada jalan lain untuk menuju Lakeside yang melewati pinggiran danau. Pemandangannya indah walaupun cukup panas. Kami berhenti di sebuah cafe dari begitu banyak cafe dan restoran yang berjejer di sepanjang tepi danau ini. Suamiku, seperti biasa, memesan milk coffee, sedangkan aku mencoba iced coffee. Dorje hanya memesan black tea, minuman termurah yang ada. Aku merasa dia sungkan dan tidak mau memanfaatkan walau tahu ditraktir. Kami hanya menghabiskan NRs 230 di cafe ini.


Setelah ngopi-ngopi dan ngobrol, kami berjalan kembali menuju ke rumah. Cuaca amat sangat panas, matahari bersinar dengan teriknya, kulit serasa terbakar dalam perjalanan selama 30 menit ini. Masih untung tidak bawa ransel 16kg seperti kemarin hahahaha....
Kami menyempatkan mampir di warung yang menjual sayuran, belanja tomat dan kubis untuk keperluan masak, karena aku berjanji akan masak makan siang untuk kami bertiga. Dorje sendiri membeli jamur. Semuanya berjumlah NRs 240. Lalu di warung sebelah penjual sayur, kami belanja kopi, gula, telur, dan snack, sementara Dorje membeli bumbu untuk masak. Totalnya berjumlah NRs 500 saja.

Sampai di rumah sudah jam 12 siang, dan Dorje masak nasi putih. Setelah nasi putihnya matang, aku masak nasi goreng untuk makan siang bersama. Dengan bumbu sederhana yang ada, termasuk yang kubawa dari rumah, jadilah nasi goreng sederhana ala gue. Kami makan bersama di meja makan di luar kamar, dengan tambahan cabe dan snack yang tadi dibeli.
Sepertinya Dorje benar-benar orang yang tidak pernah merasakan kemewahan sedikit pun. Snack yang kami beli tadi, sepertinya dia suka sekali lho... mungkin yang bagi kita hal biasa, baginya merupakan kemewahan.

Jam 1 siang, kami beristirahat sejenak di kamar sementara Dorje juga bergelayutan di hammock di depan kamarnya. Yup, ada 2 buah hammock di sini, dan kemarin sore adalah pertama kalinya aku mencoba tiduran dengan hammock, dan ternyata cukup menyenangkan hehehehe....


Tidak lama kemudian, kami mengobrol di depan kamar bersama Dorje. Mendengarkan musik, bercanda, sampai sekitar jam 4 sore ada 2 orang tamu yang datang ke tempat ini. Mereka couple, yang laki-laki (lupa namanya) berusia 26 tahun, berasal dari Perancis, dan yang perempuan, Martha, 30 tahun, dari Italia. Mereka baru saja menyelesaikan trekking di Langtang, dan sebelumnya sudah pernah menginap di sini, karenanya mereka sudah tahu jalan menuju ke tempat yang terpencil ini. Kami mengobrol bersama mereka sampai jam 4.45 sore saat matahari mulai tidak terik, dan kami berpamitan hendak memotret sunset.

Kami mulai terbiasa keluar masuk ke tempat ini, menyusuri pematang-pematang sawah yang agak licin, jalan berbatu-batu yang sempit, lalu jalan berbatu yang lebar, sampai ke jalan beraspal. Pemilik warung yang ada di persimpangan menuju jalan beraspal juga sudah hapal dengan kami, selalu menyapa kalau melihat kami lewat hehehehe...
Kami juga bertemu dengan beberapa orang, yang sepertinya senang sekali kalau disapa Namaste. Bahkan ada 2 anak perempuan yang masih kecil, mereka memberi kami bunga-bunga saat kami sapa mereka ^_^


Kami memasuki jalan kecil menuruni jalan utama di Lakeside, melewati rumah-rumah penduduk, menuju tepian Phewa Lake. Tadinya sempat kuatir nyasar juga, karena jalannya sempat harus menyeberangi sebuah parit yang agak lebar. View di tempat ini indah, walau sering ada bau kotoran sapi hahahaha...
Kami memotret dan berkeliaran di sekitar tepian danau ini sampai mulai agak gelap. Tampak beberapa orang yang hendak kembali dari danau, melewati jalan yang berbeda dengan jalan kami datang tadi, maka kami pun mencoba kembali lewat jalan tersebut, melalui sebuah lorong yang gelap, dan ternyata malah lebih dekat dan tidak perlu menyeberang parit. Kami pun cepat-cepat berjalan pulang agar bisa sampai ke rumah sebelum gelap, karena kami tidak membawa head lamp. Di sepanjang jalan mulai warung sampai ke rumah memang tidak ada penerangan sama sekali.


Sesampai di rumah, waktu sudah menunjukkan hampir jam 6 petang dan mulai gelap. Aku keramas di pancuran, lalu mandi di ruang shower. Ternyata ada shower room di tempat ini. Ada sebuah ruangan kecil tepat di belakang dapur, hanya ruangan kosong saja berlantaikan tanah dan batu-batuan, berukuran sekitar 1X1 meter persegi, dan hanya ditutupi dengan sehelai tirai. Kalau mau mandi harus mengisi ember dengan air di pancuran terlebih dahulu. Aku baru tahu ada ruangan ini sore tadi saat si tamu perancis mandi di situ, karena tempatnya memang tidak terlihat. Dan selesai mandi, makan malam sudah selesai dimasak oleh Dorje. Malam ini kami makan dal bhat lagi. Sayuran yang dihidangkan hari ini adalah kentang dan kacang tanah.


Dal bhat merupakan makanan pokok penduduk di Nepal pada umumnya. Dal adalah sebutan untuk sup kacang-kacangan (biasanya terbuat dari lentils) yang selalu tersedia dalam menu ini. Bhat, berarti nasi kukus. Nasi di Nepal ini, berasnya menggunakan beras basmati, sehingga nasinya tidak lengket. Memasaknya pun menggunakan panci presto, tidak seperti kita di Indonesia.
Selain nasi dan sup, biasanya selalu ada tumis sayuran yang disebut tarkari dan achar (sambal fermentasi yang pedas). Untuk penyajian yang lengkap, disertakan pula kari daging (bisa ayam, ikan, kambing, atau sapi) dan papad (semacam kerupuk). Bagi yang tidak suka pedas, achar seringkali diganti dengan irisan sayuran segar atau salad biasa. Untuk menu dal bhat ini, nasi, kuah dan sayurnya boleh tambah sepuasnya. Karena itulah ada istilah: Dal Bhat Power: 24 hours! Dan saking populernya, kata-kata ini sering kulihat pada kaos-kaos yang dijual di toko-toko hehehehe...
Pada umumnya penduduk lokal makan menu dal bhat dengan tangan. Aku juga ingin makan dengan tangan, tapi karena aku doyan kuah yang banyak, lebih baik makan dengan sendok dan garpu saja deh ^_^

Makan malam kali ini lezat dan menyenangkan karena suasananya ramai. Kami banyak mengobrol dengan couple dari Eropa tadi, sampai lupa memotret menu makan malamnya hehehehe... Saat makan malam ini, ketika Dorje sedang tidak bersama kami, aku bertanya kepada mereka, berapa yang mereka bayar di tempat ini, dan apakah sudah termasuk makanan yang disediakan. Kata Martha, mereka membayar NRs 400/malam dan sepertinya sudah termasuk makan. Wah ternyata aku dapat harga lebih murah daripada mereka, apalagi kalau sudah termasuk makanan, rasanya super murah sekali.
Setelah makan malam, couple dari Eropa tadi berpamitan untuk istirahat, karena mereka tampak lelah sekali sehabis melakukan perjalanan panjang dari Langtang.

Kami sendiri masih nongkrong dan mengobrol di luar kamar bersama Dorje. Sekalian pula kami bayarkan NRs 700 kepada Dorje untuk biaya menginap kami selama 2 malam di tempat ini. Kami juga berkata kepada Dorje bahwa kami akan kembali lagi ke tempat ini setelah selesai trekking, jadi kami akan menitipkan beberapa barang yang tidak kami bawa. Dorje tidak mengatakan apa pun soal adanya tambahan biaya makan, jadi kuanggap sudah lunas semua.
Semakin malam, udara terasa semakin dingin, dan akhirnya jam 8 malam pun kami berpamitan tidur, hendak beristirahat dan mempersiapkan diri untuk esok hari....


To be continued.......

No comments:

Post a Comment