Day 23: Thursday, March 23rd, 2017
Semalaman kami tidur dengan sangat nyenyak di atas kasur yang empuk di dalam kamar yang hangat karena adanya heater fan yang menyala sepanjang malam dan menghangatkan seluruh ruangan. Akibatnya pagi ini aku jadi merasa malas bangun. 😅😅Setelah bangun pun mata masih terasa berat, dan badan terasa sakit semua. Mungkin akibat terlalu lelah selama di perjalanan kemarin-kemarin.
Usai beraktivitas pagi dan menyiapkan sarapan untuk suami, aku ke dapur umum untuk masak bekal makan siang kami hari ini. Setelah itu aku membereskan kamar dan membawa barang-barang kami kembali ke mobil untuk ditata dan dirapikan. Usai berbenah baru aku mandi dengan air hangat. Sangat menyenangkan dan menyegarkan rasanya. 😀
Karena sudah selesai semua yang harus dikerjakan, hari masih pagi dan mata masih berat, akhirnya aku tidur lagi hahahaha... yah mumpung masih ada kasur yang nyaman untuk tidur. 😁😁
Tempat-tempat yang kami datangi sepanjang hari ini adalah:
Kami baru check-out dari Carters Beach Holiday Park jam 9.50 pagi, itu pun dengan perasaan berat hati karena harus meninggalkan semua kenyamanan di tempat ini. Kami berkendara menyusuri jalan ke arah selatan di sisi barat South Island.
Tujuan kami selanjutnya adalah Punakaiki, yang berjarak sekitar 60 KM saja dari Carters Beach. Awalnya pemandangan di sekitar berupa pegunungan-pegunungan hijau hingga memasuki Charleston, kemudian tidak lama setelah memasuki area Paparoa National Park kami melintasi jalan raya dengan pemandangan pantai di sisi barat. Kami sempat berhenti beberapa kali sepanjang jalan karena banyak pantai yang indah.
Pertama-tama, kami berhenti di sebuah pantai di area Woodpecker Bay.
Setelah itu kami berhenti lagi di Fox River Car Park, dengan kondisi sungai yang agak kering. Di tepi pantai Fox River ada gua yang bisa dijelajahi, namun kami tidak masuk ke dalamnya dan hanya berjalan-jalan saja di tepi pantai dan sekitar sungai. Kemudian kami melihat ada sebuah food truck yang menjual kopi dan cookies, jadi kami membeli secangkir flat white (NZ$ 5) dan sepotong oatmeal cookie (NZ$ 2). Pemiliknya bernama Andrew, berusia sekitar 50 tahunan, dan orangnya ramah. Dia memiliki seekor anjing berusia 9 bulan bernama Peanut. Kami sempat mengobrol sejenak dengan Andrew, dan malah mendapatkan pengetahuan baru yang sangat berguna, yaitu cara memanfaatkan tumbuhan lokal untuk mengobati gigitan sandfly yang menyiksa. Tumbuhan ini bisa dijumpai di mana-mana, dan memang sudah sering sekali kami lihat (kalau tidak salah, namanya Harakeke/ NZ Flax (Phormium Tenax) Bush). Caranya adalah dengan membelah daunnya yang panjang, lalu ambil gel yang ada di dalamnya. Gel ini bisa mengurangi atau menghilangkan rasa gatal dan mempercepat penyembuhan luka akibat gigitan sandfly. Apabila dimakan gel ini juga bisa berfungsi sebagai laxative. Sepertinya mirip dengan fungsi pohon lidah buaya di negeri kita ya... 😃
Setelah menghabiskan waktu hampir 30 menit di area Fox River, kami kembali melanjutkan perjalanan dan sempat berhenti lagi sejenak di Pahautane, lalu berhenti lagi di Truman Track, sebidang tempat parkir kendaraan dengan view pantai dan tebing limestone yang berlapis-lapis dan tampak indah.
Menjelang masuk kota Punakaiki, kami berhenti di Pororari River Track. Kami tidak berjalan mengikuti tracknya karena track terpendeknya menyusuri tepian sungai minimal membutuhkan waktu 1 jam, sementara kami masih ingin ke beberapa tempat lagi hari ini. Jadi kami hanya berjalan kaki di sekitar area parkir dan memotret sungai dan tebing-tebing di sisinya yang sangat indah. Sungai ini bisa digunakan untuk aktivitas kayak juga jika berminat. Sekitar 10 menit kemudian kami melanjutkan perjalanan langsung ke Punakaiki Pancake Rocks and Blowholes Walk di Dolomite Point, selatan kota Punakaiki.
Baru saja sampai di lokasi parkir, sudah terasa suasana yang sangat touristy di tempat ini, karena Punakaiki Pancake Rocks memang sangat populer dengan keindahannya, bahkan salah satu tempat terindah yang wajib dikunjungi di West Coast. Ada beberapa cafe yang rata-rata cukup dipadati para turis, dan banyak kendaraan terparkir di tempat-tempat yang disediakan.
Memasuki jalan setapak, terlihat dengan jelas bebatuan karang yang indah bertengger dengan megahnya di atas laut. Ada jajaran batu karang yang bagian bawahnya membentuk lubang (blowholes), ada yang tampak berlapis-lapis (karena itulah tampak seperti tumpukan pancake), ada yang berbentuk seperti hewan dan mahluk-mahluk lainnya, dan masih banyak lagi. Semua bebatuan ini sungguh indah dan mengagumkan. Belum lagi warna air lautnya yang tampak kebiruan dan bersih.
Satu hal lagi yang mengagumkan dari tempat ini adalah infrastrukturnya yang sangat baik. Jalur untuk berjalan kaki sangat aman dan nyaman, bahkan untuk anak kecil, dan dibuat dari tepi jalan hingga memutari tebing-tebing karang sepanjang total 1,1 KM. Namun hal terbaiknya tentu saja tanpa biaya alias gratis hehehehe... 😄
Sejujurnya sebelum ini aku belum pernah merasa sampai terpesona dengan pantai-pantai mana pun yang ada di New Zealand. Menurut pendapatku pribadi, kebanyakan pantai di sini terkesan flat dan biasa saja, sangat berbeda dengan pantai-pantai yang pernah kukunjungi di Bali, yang penuh warna dan seringkali memiliki latar belakang langit yang memukau dan dramatis pada saat sunset. Namun beberapa pantai di sepanjang West Coast yang sudah kami datangi hari ini terlihat berbeda, dengan tebing-tebing dan bebatuan limestone yang megah serta pegunungan-pegunungan hijau di sisi lain. Betul-betul indah dan mengagumkan. Banyak tebing limestone yang berbentuk mirip dengan kerajaan peri di dalam film The Lord of The Rings. Amazingly beautiful!!! 😍😍😍😍 Pokoknya asli keren banget deh!!!
Sewaktu berada di area Punakaiki Pancake Rocks ini kami dimintai tolong oleh sepasang turis paruh baya dari Inggris untuk memotretkan mereka berdua. Kami sendiri juga banyak sekali memotret di tempat ini karena memang indah.
Ada sebuah papan yang menjelaskan formasi batu karang di depannya. Menurut "informasi" di papan tersebut, tumpukan "pancake" yang ada di sini perlahan-lahan dimakan oleh angin, hujan, dan laut setiap harinya. Namun ada mahluk-mahluk asing dari utara, selatan, barat dan timur, yang juga "berpesta" pancake. Kalau tidak percaya, silakan lihat sendiri "mahluk-mahluk" tersebut di depan Anda. 😁😁😁 Mitologi yang menarik ya? 😀
Batu-batuan di Pancake Rocks merupakan yang paling spektakuler di area Putai. Terbentuk 30 juta tahun lalu dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut yang mati dan mengendap di dasar, sekitar 2 KM di bawah permukaan laut. Tekanan air yang besar dan terus-menerus memadatkannya menjadi lapisan-lapisan keras maupun lunak. Perlahan-lahan lapisan-lapisan ini terangkat ke atas permukaan laut, dan hujan asam, angin dan air laut akhirnya membentuk batu-batuan tersebut menjadi bentuk-bentuk yang aneh.
Pada saat surut akan terlihat jenis rumput laut yang tampak seperti rambut yang besar-besar dan panjang, sehingga disebut rumput laut banteng dan dijuluki rambut duyung raksasa. Bull kelp (rumput laut banteng) ini bisa bertahan dari badai karena cengkeramannya yang sangat kuat pada bebatuan. Saat terkena ombak, bull kelp ini bisa mencapai kecepatan 140 KM/jam hanya dalam waktu satu detik saja. Mengagumkan sekali ya? 😮 Kami sering melihat bull kelp ini di sepanjang pesisir pantai di daerah-daerah lain di New Zealand.
Tidak terasa kami menghabiskan 1 jam di tempat ini, dan setelah puas menjelajah semua areanya, kami kembali ke tempat mobil kami diparkir. Saat berada di area cafe-cafe inilah kami melihat sepasang turis backpacker, di mana yang laki-laki tampak sedang menggaruk-garuk kaki dan tangannya. Tampak banyak sekali bekas gigitan sandfly di sekujur kaki dan tangannya. Kami mendatangi mereka dan kemudian memberi tahu mereka pengetahuan yang baru kami dapat, yaitu menggunakan Harakeke/ NZ Flax (Phormium Tenax) Bush untuk mengurangi rasa gatal dan menyembuhkan bekas lukanya. Kebetulan di dekat situ ada tanaman yang dimaksud, jadi suami mengajari cara mengambil gel yang ada di dalamnya. Mudah-mudahan saja bermanfaat bagi mereka. 😊
Kami meninggalkan Punakaiki Pancake Rocks & Blowholes Walk menuju ke Greymouth sejauh 44 KM. Karena jalan raya yang kami tempuh masih berada di garis pantai, kami berhenti sekali lagi di sebuah tempat parkir mobil untuk melihat-lihat pantainya. Di pantai ini bahkan ada food truck Thai Food. Uniknya, mobil yang digunakan adalah van kecil yang ditarik dengan family car biasa, bukan menggunakan truk seperti pada umumnya. Ada dua orang pemuda Asia yang mengelolanya, pastinya orang Thailand ya... 😊 Salut juga untuk mereka yang mau berjualan hingga kemari, jauh dari perkotaan.
Pantainya sendiri indah dengan pasir yang berwarna abu-abu dan banyak batu karang di salah satu sisinya. Banyak burung berwarna putih (sepertinya burung camar) yang sedang bertengger di tepi pantai, namun kami tidak mendekati mereka.
Setelah sekitar 10 menit, kami melanjutkan berkendara dengan pemandangan tebing-tebing limestone di sekeliling kami, indah sekali. Sekitar jam 1.40 siang kami tiba di Greymouth dan langsung menuju ke Challenge untuk mengisi bensin. Total yang dibayar adalah NZ$ 60, dibayarkan di kasir di dalam mini marketnya, sekalian kami menumpang ke toiletnya juga.
Usai mengisi bensin, kami menuju ke Southern Breaker Viewing Platform yang berada di ujung barat kota. Dari sisi selatan ini kita bisa melihat Northern Breaker Shipwreck Point, platform serupa yang berada di utaranya. Keduanya merupakan platform yang menjadi muara Grey River - Mawheranui. Sementara pantainya tampak biasa-biasa saja, ada satu hal yang menarik perhatian kami di ujung platform ini, yaitu sebuah kedai kopi yang berbentuk perahu dan memiliki nama The Lifeboat. Seorang laki-laki berusia hampir 50 tahunan berwajah ramah tampak sedang berada di dalamnya. Menunya hanya kopi dan Dutch Stroopwafel.
Kami sempat berbincang-bincang dengan seorang kakek tua yang ramah dan suka mengobrol. Walaupun hanya sejenak dan berupa obrolan santai, namun kami merasa senang mengobrol dengan beliau.
Usai mengobrol dengan sang kakek, kami mendatangi The Lifeboat. Sebenarnya pada awalnya kami mendekati kedai kopi ini karena tampak sepi dan kasihan kepada pemiliknya, namun setelah mendekat kami jadi tertarik karena melihat gelas-gelas yang ditata dan diberi saringan. Jadi kopinya diletakkan di sehelai filter, kemudian diseduh dengan air panas. Tetesannya ini yang nantinya akan menghasilkan filtered coffee.
Ternyata harga secangkir kopinya hanya NZ$ 3.5, lebih murah daripada yang kami bayangkan. Akhirnya kami memesan satu kopi dan satu buah stroopwafel (NZ$ 1.5) karena aku ingin tahu bagaimana rasanya. Sembari melayani, pemiliknya mengajak kami mengobrol. Namanya Richard, dan beliau berasal dari negeri Belanda. Baru beberapa bulan ini Richard membuka kedai kopi setelah tinggal selama 25 tahun di New Zealand. Sebelumnya dia bekerja apa saja untuk menghidupi keluarganya, termasuk jadi pekerja konstruksi. Istrinya sudah lama meninggal karena sakit, dan Richard memiliki seorang putri berusia 19 tahun yang masih kuliah dan seorang putra berusia 17 tahun yang hobi memancing dan berlayar.
Ternyata kehadiran kami juga membawa rejeki untuk Richard. Beberapa orang sempat datang dan pergi membeli kopi atau stroopwafel di kedainya ini. Sementara kami malah diundang untuk masuk dan duduk di dalam kedainya yang unik ini sembari mengobrol. Kami berbincang ngalor-ngidul, hingga impian-impian kami ke depannya, dan Richard mengatakan bahwa dia sangat mendukung kami. Di akhir perjumpaan, Richard memberikan kepadaku sebuah stroopwafel berbentuk hati dan berkata: "Just follow your heart. You have the energy, you have each other." Awwwww that is just sooo sweet... 😍😍😍
Pertemuan dengan Richard yang tulus dan baik hati ini sangat berkesan dan mengharukan bagiku. I wish him all the best, all the luck, and success for his business and life! 😇
Kalau ada teman-teman yang ke Greymouth, mampirlah untuk sekedar membeli kopi dan stroopwafel di The Lifeboat miliknya. Lokasinya persis di ujung Southern Breakwater Viewing Platform (sudah ada di Google Map juga dengan nama The Lifeboat NZ). Selain kopi dan stroopwafel yang enak, bisa mengobrol juga lho dengan pemiliknya yang ramah dan baik hati. 😋😋
Kami beranjak dari The Lifeboat jam 2.35 siang dan melanjutkan perjalanan ke arah Hokitika Gorge sejauh 73 KM, 25 KM di timur kota Hokitika. Udara cukup panas dan cuacanya cerah. Awan-awan putih bergumpal-gumpal di langit yang biru.
Tiba di area parkir Hokitika Gorge sudah jam 3.45 sore, dan sudah banyak kendaraan yang terparkir. Kami mampir dulu ke toilet yang ada di area parkir ini. Kondisinya baik namun tidak terlalu bersih, mungkin karena sudah banyak yang memakai. Jarak terjauh berjalan kaki adalah 650 meter, yaitu menuju ke tepi sungai. Dikatakan, Hokitika Gorge adalah salah satu tempat terindah di West Coast.
Kami mendatangi viewing platform hanya dengan beberapa menit saja berjalan kaki. Hokitika River tampak agak di kejauhan dengan airnya yang berwarna khas tuquoise (hijau kebiruan) beserta Kowhitirangi farmland di belakangnya.
Berjalan lagi beberapa menit, kami sampai di swing bridge (jembatan gantung) yang menggantung di atas Hokitika River. Dari sini sungainya tampak lebih dekat dan lebih indah daripada sebelumnya, dengan dinding batuan granit dan hutan yang rimbun. Kapasitas jembatan hanya mampu untuk maksimal 6 orang, karenanya kita harus lebih berhati-hati dan mengalah apabila ada rombongan yang hendak lewat jembatan ini. Pada dasarnya aku merasa takut dengan ketinggian, jadi ya ngeri-ngeri sedap sewaktu berada di atas jembatan gantung ini. Takut jatuh, sekaligus suka sekali dengan pemandangan yang tampak di depan mata hehehehe... 😛
Sesampai di spot terakhir, kami berada di sebuah viewing platform di mana Hokitika River terlihat dengan jelas dengan bebatuan di sekelilingnya. Ternyata memang sungguh indah! 😍😍😍 Kami turun dari platform hingga ke batu-batuan besar di tepi sungai, dan mengambil foto dari area ini. Karena suasananya cukup ramai, kadang kami harus menunggu orang lain selesai berfoto di tempat yang sama. Tempat yang paling bagus untuk berfoto adalah sebuah batu besar yang berada di tepi sungai. Kami menunggu sampai tidak ada orang yang antri baru kami berfoto sepuasnya di sini. Maksud hati ingin berlama-lama di sini sambil duduk-duduk santai dan menikmati pemandangan indah di depan mata, apa daya puluhan sandfly yang mencintaiku kembali berdatangan dan mengejar-ngejarku, bahkan di saat aku sudah mengoleskan lotion antiserangga di sekujur tangan, kaki dan leher, mereka menyerbu wajahku hingga mataku! 😱😱😱 Coba saja lihat video di bawah saat sedang merekam suasana di sekelilingku, aku sampai harus menabok mukaku sendiri dan pada akhirnya menyerah saat seekor sandfly masuk ke dalam mataku. 😭😭😭
Setelah cukup memotret, waktu sudah menunjukkan jam 4.20 sore, jadi kami memutuskan untuk langsung pergi saja daripada semakin banyak dikerubuti sandfly. Kami berjalan kaki kembali lewat jalan setapak yang sama, dan kemudian kembali berkendara. Tujuan akhir kami hari ini adalah Goldsborough Camping Area yang berjarak 50 KM, sebuah camping ground yang dikelola oleh DOC di Stafford Loop Road, daerah hutan Waimea, Kumara. Sebetulnya arahnya jadi kembali lagi agak ke utara, namun kami memilih tempat ini karena review yang baik dari para campers, sementara ada beberapa campsite lain yang lebih dekat tapi ada review yang buruk atau banyak sekali sandfly.
Sandfly penampakannya lebih mirip dengan mrutu/mimik daripada nyamuk. Aku juga baru memperhatikan bahwa sandfly kalau terkena sinar matahari warnanya jadi ungu mengkilap. Sebetulnya serangga yang indah, sayangnya menyebalkan sekali kalau sudah menggigit. 😓
Kami tiba di Goldsborough Camping Area jam 5.10 sore dan matahari masih bersinar dengan terik hingga terasa menyengat di kulit. Setelah mengisi formulir dan memasukkan uang pembayaran, kami mencari tempat yang nyaman untuk parkir. Kali ini kami parkir di seberang toilet, di dekat pepohonan. Sudah ada beberapa kendaraan, kebanyakan motorhome, yang terparkir menyebar di beberapa tempat. Camping ground ini benar-benar terletak di tengah hutan, jadi tidak ada sinyal HP sama sekali (sebetulnya bukan hanya kali ini saja tidak ada sinyal, biasanya di camping area yang jauh dari perkotaan memang tidak ada sinyal). Fasilitas yang ada hanyalah toilet saja, tidak ada penerangan atau fasilitas lain apa pun. Masih untung toiletnya bukan long drop, tapi sudah flush toilet yang dilengkapi dengan wastafel dan tissue, dan ada 4 buah toilet yang berjejer dalam satu bangunan. Di luar toilet ada wastafel dan 2 buah sink untuk mencuci.
Goldsborough Camping Area dulunya sangat terkenal sebagai salah satu tempat menambang emas, karenanya salah satu kegiatan yang bisa dilakukan di sini adalah mencoba menambang emas di sungainya. 😁 Kegiatan lainnya tentu saja trekking di dalam hutan, namun untuk jarak tempuh yang agak jauh diharapkan membawa peta supaya tidak tersesat di dalam hutan.
Setelah membenahi keadaan di dalam mobil, kami mencoba berjalan-jalan di sekitar area. Mengikuti jalan setapak yang ada, baru berjalan sebentar saja kami sudah tiba di sebuah sungai kecil. Dari sungai ini kami terus berjalan masuk ke dalam hutan dan menyusuri jalan setapaknya sejauh kira-kira 1 KM, dan setelah itu berjalan kembali ke camping area karena sudah hampir jam 6.30 petang. Kami bertemu lagi dengan beberapa burung weka yang sedang berkeliaran di area parkir mobil. Kadang-kadang lucu juga melihat tingkah laku mereka yang masih liar ini. 😃
Setelah menyiapkan bahan-bahan, aku masak terlebih dahulu, dan kemudian kami makan malam berdua. Usai makan malam, kami mencuci semua perabotan kotor, lalu sikat gigi dan mencuci muka di sink. Suami juga sempat mengambilkan gel yang ada pada pohon harareke di dekat tempat kami memarkirkan mobil untuk mengobati bekas-bekas gigitan sandfly di kakiku.
Suasana masih cukup terang, dan kami hanya bersantai di mobil sambil mengobrol. Entah karena udara yang dingin atau memang kurang kenyang sebelumnya, jam 8 malam kami membuat Indomie dan makan lagi. 😍😅
Malam ini udara memang terasa sangat dingin, hampir sedingin di Arthur's Pass, mungkin karena lokasinya yang berada di dalam hutan. Suasana terlihat gelap gulita setelah matahari menghilang, dan dinginnya udara serta tidak adanya internet membuat kami akhirnya tidur awal... 💤💤💤
To be continued.......
Usai beraktivitas pagi dan menyiapkan sarapan untuk suami, aku ke dapur umum untuk masak bekal makan siang kami hari ini. Setelah itu aku membereskan kamar dan membawa barang-barang kami kembali ke mobil untuk ditata dan dirapikan. Usai berbenah baru aku mandi dengan air hangat. Sangat menyenangkan dan menyegarkan rasanya. 😀
Karena sudah selesai semua yang harus dikerjakan, hari masih pagi dan mata masih berat, akhirnya aku tidur lagi hahahaha... yah mumpung masih ada kasur yang nyaman untuk tidur. 😁😁
Tempat-tempat yang kami datangi sepanjang hari ini adalah:
- Woodpecker Bay Beach
- Fox River Car Park & Fox River Beach
- Truman Track
- Pororari River Track
- Punakaiki Pancake Rocks & Blowholes Walk
- Southern Breakwater Viewing Platform, Greymouth
- Hokitika Gorge
- Goldsborough Camping Area, Kumara
Kami baru check-out dari Carters Beach Holiday Park jam 9.50 pagi, itu pun dengan perasaan berat hati karena harus meninggalkan semua kenyamanan di tempat ini. Kami berkendara menyusuri jalan ke arah selatan di sisi barat South Island.
Tujuan kami selanjutnya adalah Punakaiki, yang berjarak sekitar 60 KM saja dari Carters Beach. Awalnya pemandangan di sekitar berupa pegunungan-pegunungan hijau hingga memasuki Charleston, kemudian tidak lama setelah memasuki area Paparoa National Park kami melintasi jalan raya dengan pemandangan pantai di sisi barat. Kami sempat berhenti beberapa kali sepanjang jalan karena banyak pantai yang indah.
Pertama-tama, kami berhenti di sebuah pantai di area Woodpecker Bay.
Setelah itu kami berhenti lagi di Fox River Car Park, dengan kondisi sungai yang agak kering. Di tepi pantai Fox River ada gua yang bisa dijelajahi, namun kami tidak masuk ke dalamnya dan hanya berjalan-jalan saja di tepi pantai dan sekitar sungai. Kemudian kami melihat ada sebuah food truck yang menjual kopi dan cookies, jadi kami membeli secangkir flat white (NZ$ 5) dan sepotong oatmeal cookie (NZ$ 2). Pemiliknya bernama Andrew, berusia sekitar 50 tahunan, dan orangnya ramah. Dia memiliki seekor anjing berusia 9 bulan bernama Peanut. Kami sempat mengobrol sejenak dengan Andrew, dan malah mendapatkan pengetahuan baru yang sangat berguna, yaitu cara memanfaatkan tumbuhan lokal untuk mengobati gigitan sandfly yang menyiksa. Tumbuhan ini bisa dijumpai di mana-mana, dan memang sudah sering sekali kami lihat (kalau tidak salah, namanya Harakeke/ NZ Flax (Phormium Tenax) Bush). Caranya adalah dengan membelah daunnya yang panjang, lalu ambil gel yang ada di dalamnya. Gel ini bisa mengurangi atau menghilangkan rasa gatal dan mempercepat penyembuhan luka akibat gigitan sandfly. Apabila dimakan gel ini juga bisa berfungsi sebagai laxative. Sepertinya mirip dengan fungsi pohon lidah buaya di negeri kita ya... 😃
Setelah menghabiskan waktu hampir 30 menit di area Fox River, kami kembali melanjutkan perjalanan dan sempat berhenti lagi sejenak di Pahautane, lalu berhenti lagi di Truman Track, sebidang tempat parkir kendaraan dengan view pantai dan tebing limestone yang berlapis-lapis dan tampak indah.
Menjelang masuk kota Punakaiki, kami berhenti di Pororari River Track. Kami tidak berjalan mengikuti tracknya karena track terpendeknya menyusuri tepian sungai minimal membutuhkan waktu 1 jam, sementara kami masih ingin ke beberapa tempat lagi hari ini. Jadi kami hanya berjalan kaki di sekitar area parkir dan memotret sungai dan tebing-tebing di sisinya yang sangat indah. Sungai ini bisa digunakan untuk aktivitas kayak juga jika berminat. Sekitar 10 menit kemudian kami melanjutkan perjalanan langsung ke Punakaiki Pancake Rocks and Blowholes Walk di Dolomite Point, selatan kota Punakaiki.
Baru saja sampai di lokasi parkir, sudah terasa suasana yang sangat touristy di tempat ini, karena Punakaiki Pancake Rocks memang sangat populer dengan keindahannya, bahkan salah satu tempat terindah yang wajib dikunjungi di West Coast. Ada beberapa cafe yang rata-rata cukup dipadati para turis, dan banyak kendaraan terparkir di tempat-tempat yang disediakan.
Memasuki jalan setapak, terlihat dengan jelas bebatuan karang yang indah bertengger dengan megahnya di atas laut. Ada jajaran batu karang yang bagian bawahnya membentuk lubang (blowholes), ada yang tampak berlapis-lapis (karena itulah tampak seperti tumpukan pancake), ada yang berbentuk seperti hewan dan mahluk-mahluk lainnya, dan masih banyak lagi. Semua bebatuan ini sungguh indah dan mengagumkan. Belum lagi warna air lautnya yang tampak kebiruan dan bersih.
Satu hal lagi yang mengagumkan dari tempat ini adalah infrastrukturnya yang sangat baik. Jalur untuk berjalan kaki sangat aman dan nyaman, bahkan untuk anak kecil, dan dibuat dari tepi jalan hingga memutari tebing-tebing karang sepanjang total 1,1 KM. Namun hal terbaiknya tentu saja tanpa biaya alias gratis hehehehe... 😄
Sejujurnya sebelum ini aku belum pernah merasa sampai terpesona dengan pantai-pantai mana pun yang ada di New Zealand. Menurut pendapatku pribadi, kebanyakan pantai di sini terkesan flat dan biasa saja, sangat berbeda dengan pantai-pantai yang pernah kukunjungi di Bali, yang penuh warna dan seringkali memiliki latar belakang langit yang memukau dan dramatis pada saat sunset. Namun beberapa pantai di sepanjang West Coast yang sudah kami datangi hari ini terlihat berbeda, dengan tebing-tebing dan bebatuan limestone yang megah serta pegunungan-pegunungan hijau di sisi lain. Betul-betul indah dan mengagumkan. Banyak tebing limestone yang berbentuk mirip dengan kerajaan peri di dalam film The Lord of The Rings. Amazingly beautiful!!! 😍😍😍😍 Pokoknya asli keren banget deh!!!
Sewaktu berada di area Punakaiki Pancake Rocks ini kami dimintai tolong oleh sepasang turis paruh baya dari Inggris untuk memotretkan mereka berdua. Kami sendiri juga banyak sekali memotret di tempat ini karena memang indah.
Ada sebuah papan yang menjelaskan formasi batu karang di depannya. Menurut "informasi" di papan tersebut, tumpukan "pancake" yang ada di sini perlahan-lahan dimakan oleh angin, hujan, dan laut setiap harinya. Namun ada mahluk-mahluk asing dari utara, selatan, barat dan timur, yang juga "berpesta" pancake. Kalau tidak percaya, silakan lihat sendiri "mahluk-mahluk" tersebut di depan Anda. 😁😁😁 Mitologi yang menarik ya? 😀
Batu-batuan di Pancake Rocks merupakan yang paling spektakuler di area Putai. Terbentuk 30 juta tahun lalu dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut yang mati dan mengendap di dasar, sekitar 2 KM di bawah permukaan laut. Tekanan air yang besar dan terus-menerus memadatkannya menjadi lapisan-lapisan keras maupun lunak. Perlahan-lahan lapisan-lapisan ini terangkat ke atas permukaan laut, dan hujan asam, angin dan air laut akhirnya membentuk batu-batuan tersebut menjadi bentuk-bentuk yang aneh.
Pada saat surut akan terlihat jenis rumput laut yang tampak seperti rambut yang besar-besar dan panjang, sehingga disebut rumput laut banteng dan dijuluki rambut duyung raksasa. Bull kelp (rumput laut banteng) ini bisa bertahan dari badai karena cengkeramannya yang sangat kuat pada bebatuan. Saat terkena ombak, bull kelp ini bisa mencapai kecepatan 140 KM/jam hanya dalam waktu satu detik saja. Mengagumkan sekali ya? 😮 Kami sering melihat bull kelp ini di sepanjang pesisir pantai di daerah-daerah lain di New Zealand.
Tidak terasa kami menghabiskan 1 jam di tempat ini, dan setelah puas menjelajah semua areanya, kami kembali ke tempat mobil kami diparkir. Saat berada di area cafe-cafe inilah kami melihat sepasang turis backpacker, di mana yang laki-laki tampak sedang menggaruk-garuk kaki dan tangannya. Tampak banyak sekali bekas gigitan sandfly di sekujur kaki dan tangannya. Kami mendatangi mereka dan kemudian memberi tahu mereka pengetahuan yang baru kami dapat, yaitu menggunakan Harakeke/ NZ Flax (Phormium Tenax) Bush untuk mengurangi rasa gatal dan menyembuhkan bekas lukanya. Kebetulan di dekat situ ada tanaman yang dimaksud, jadi suami mengajari cara mengambil gel yang ada di dalamnya. Mudah-mudahan saja bermanfaat bagi mereka. 😊
Kami meninggalkan Punakaiki Pancake Rocks & Blowholes Walk menuju ke Greymouth sejauh 44 KM. Karena jalan raya yang kami tempuh masih berada di garis pantai, kami berhenti sekali lagi di sebuah tempat parkir mobil untuk melihat-lihat pantainya. Di pantai ini bahkan ada food truck Thai Food. Uniknya, mobil yang digunakan adalah van kecil yang ditarik dengan family car biasa, bukan menggunakan truk seperti pada umumnya. Ada dua orang pemuda Asia yang mengelolanya, pastinya orang Thailand ya... 😊 Salut juga untuk mereka yang mau berjualan hingga kemari, jauh dari perkotaan.
Pantainya sendiri indah dengan pasir yang berwarna abu-abu dan banyak batu karang di salah satu sisinya. Banyak burung berwarna putih (sepertinya burung camar) yang sedang bertengger di tepi pantai, namun kami tidak mendekati mereka.
Setelah sekitar 10 menit, kami melanjutkan berkendara dengan pemandangan tebing-tebing limestone di sekeliling kami, indah sekali. Sekitar jam 1.40 siang kami tiba di Greymouth dan langsung menuju ke Challenge untuk mengisi bensin. Total yang dibayar adalah NZ$ 60, dibayarkan di kasir di dalam mini marketnya, sekalian kami menumpang ke toiletnya juga.
Usai mengisi bensin, kami menuju ke Southern Breaker Viewing Platform yang berada di ujung barat kota. Dari sisi selatan ini kita bisa melihat Northern Breaker Shipwreck Point, platform serupa yang berada di utaranya. Keduanya merupakan platform yang menjadi muara Grey River - Mawheranui. Sementara pantainya tampak biasa-biasa saja, ada satu hal yang menarik perhatian kami di ujung platform ini, yaitu sebuah kedai kopi yang berbentuk perahu dan memiliki nama The Lifeboat. Seorang laki-laki berusia hampir 50 tahunan berwajah ramah tampak sedang berada di dalamnya. Menunya hanya kopi dan Dutch Stroopwafel.
Kami sempat berbincang-bincang dengan seorang kakek tua yang ramah dan suka mengobrol. Walaupun hanya sejenak dan berupa obrolan santai, namun kami merasa senang mengobrol dengan beliau.
Usai mengobrol dengan sang kakek, kami mendatangi The Lifeboat. Sebenarnya pada awalnya kami mendekati kedai kopi ini karena tampak sepi dan kasihan kepada pemiliknya, namun setelah mendekat kami jadi tertarik karena melihat gelas-gelas yang ditata dan diberi saringan. Jadi kopinya diletakkan di sehelai filter, kemudian diseduh dengan air panas. Tetesannya ini yang nantinya akan menghasilkan filtered coffee.
Ternyata harga secangkir kopinya hanya NZ$ 3.5, lebih murah daripada yang kami bayangkan. Akhirnya kami memesan satu kopi dan satu buah stroopwafel (NZ$ 1.5) karena aku ingin tahu bagaimana rasanya. Sembari melayani, pemiliknya mengajak kami mengobrol. Namanya Richard, dan beliau berasal dari negeri Belanda. Baru beberapa bulan ini Richard membuka kedai kopi setelah tinggal selama 25 tahun di New Zealand. Sebelumnya dia bekerja apa saja untuk menghidupi keluarganya, termasuk jadi pekerja konstruksi. Istrinya sudah lama meninggal karena sakit, dan Richard memiliki seorang putri berusia 19 tahun yang masih kuliah dan seorang putra berusia 17 tahun yang hobi memancing dan berlayar.
Ternyata kehadiran kami juga membawa rejeki untuk Richard. Beberapa orang sempat datang dan pergi membeli kopi atau stroopwafel di kedainya ini. Sementara kami malah diundang untuk masuk dan duduk di dalam kedainya yang unik ini sembari mengobrol. Kami berbincang ngalor-ngidul, hingga impian-impian kami ke depannya, dan Richard mengatakan bahwa dia sangat mendukung kami. Di akhir perjumpaan, Richard memberikan kepadaku sebuah stroopwafel berbentuk hati dan berkata: "Just follow your heart. You have the energy, you have each other." Awwwww that is just sooo sweet... 😍😍😍
Pertemuan dengan Richard yang tulus dan baik hati ini sangat berkesan dan mengharukan bagiku. I wish him all the best, all the luck, and success for his business and life! 😇
Kalau ada teman-teman yang ke Greymouth, mampirlah untuk sekedar membeli kopi dan stroopwafel di The Lifeboat miliknya. Lokasinya persis di ujung Southern Breakwater Viewing Platform (sudah ada di Google Map juga dengan nama The Lifeboat NZ). Selain kopi dan stroopwafel yang enak, bisa mengobrol juga lho dengan pemiliknya yang ramah dan baik hati. 😋😋
Kami beranjak dari The Lifeboat jam 2.35 siang dan melanjutkan perjalanan ke arah Hokitika Gorge sejauh 73 KM, 25 KM di timur kota Hokitika. Udara cukup panas dan cuacanya cerah. Awan-awan putih bergumpal-gumpal di langit yang biru.
Tiba di area parkir Hokitika Gorge sudah jam 3.45 sore, dan sudah banyak kendaraan yang terparkir. Kami mampir dulu ke toilet yang ada di area parkir ini. Kondisinya baik namun tidak terlalu bersih, mungkin karena sudah banyak yang memakai. Jarak terjauh berjalan kaki adalah 650 meter, yaitu menuju ke tepi sungai. Dikatakan, Hokitika Gorge adalah salah satu tempat terindah di West Coast.
Kami mendatangi viewing platform hanya dengan beberapa menit saja berjalan kaki. Hokitika River tampak agak di kejauhan dengan airnya yang berwarna khas tuquoise (hijau kebiruan) beserta Kowhitirangi farmland di belakangnya.
Berjalan lagi beberapa menit, kami sampai di swing bridge (jembatan gantung) yang menggantung di atas Hokitika River. Dari sini sungainya tampak lebih dekat dan lebih indah daripada sebelumnya, dengan dinding batuan granit dan hutan yang rimbun. Kapasitas jembatan hanya mampu untuk maksimal 6 orang, karenanya kita harus lebih berhati-hati dan mengalah apabila ada rombongan yang hendak lewat jembatan ini. Pada dasarnya aku merasa takut dengan ketinggian, jadi ya ngeri-ngeri sedap sewaktu berada di atas jembatan gantung ini. Takut jatuh, sekaligus suka sekali dengan pemandangan yang tampak di depan mata hehehehe... 😛
Sesampai di spot terakhir, kami berada di sebuah viewing platform di mana Hokitika River terlihat dengan jelas dengan bebatuan di sekelilingnya. Ternyata memang sungguh indah! 😍😍😍 Kami turun dari platform hingga ke batu-batuan besar di tepi sungai, dan mengambil foto dari area ini. Karena suasananya cukup ramai, kadang kami harus menunggu orang lain selesai berfoto di tempat yang sama. Tempat yang paling bagus untuk berfoto adalah sebuah batu besar yang berada di tepi sungai. Kami menunggu sampai tidak ada orang yang antri baru kami berfoto sepuasnya di sini. Maksud hati ingin berlama-lama di sini sambil duduk-duduk santai dan menikmati pemandangan indah di depan mata, apa daya puluhan sandfly yang mencintaiku kembali berdatangan dan mengejar-ngejarku, bahkan di saat aku sudah mengoleskan lotion antiserangga di sekujur tangan, kaki dan leher, mereka menyerbu wajahku hingga mataku! 😱😱😱 Coba saja lihat video di bawah saat sedang merekam suasana di sekelilingku, aku sampai harus menabok mukaku sendiri dan pada akhirnya menyerah saat seekor sandfly masuk ke dalam mataku. 😭😭😭
Setelah cukup memotret, waktu sudah menunjukkan jam 4.20 sore, jadi kami memutuskan untuk langsung pergi saja daripada semakin banyak dikerubuti sandfly. Kami berjalan kaki kembali lewat jalan setapak yang sama, dan kemudian kembali berkendara. Tujuan akhir kami hari ini adalah Goldsborough Camping Area yang berjarak 50 KM, sebuah camping ground yang dikelola oleh DOC di Stafford Loop Road, daerah hutan Waimea, Kumara. Sebetulnya arahnya jadi kembali lagi agak ke utara, namun kami memilih tempat ini karena review yang baik dari para campers, sementara ada beberapa campsite lain yang lebih dekat tapi ada review yang buruk atau banyak sekali sandfly.
Sandfly penampakannya lebih mirip dengan mrutu/mimik daripada nyamuk. Aku juga baru memperhatikan bahwa sandfly kalau terkena sinar matahari warnanya jadi ungu mengkilap. Sebetulnya serangga yang indah, sayangnya menyebalkan sekali kalau sudah menggigit. 😓
Kami tiba di Goldsborough Camping Area jam 5.10 sore dan matahari masih bersinar dengan terik hingga terasa menyengat di kulit. Setelah mengisi formulir dan memasukkan uang pembayaran, kami mencari tempat yang nyaman untuk parkir. Kali ini kami parkir di seberang toilet, di dekat pepohonan. Sudah ada beberapa kendaraan, kebanyakan motorhome, yang terparkir menyebar di beberapa tempat. Camping ground ini benar-benar terletak di tengah hutan, jadi tidak ada sinyal HP sama sekali (sebetulnya bukan hanya kali ini saja tidak ada sinyal, biasanya di camping area yang jauh dari perkotaan memang tidak ada sinyal). Fasilitas yang ada hanyalah toilet saja, tidak ada penerangan atau fasilitas lain apa pun. Masih untung toiletnya bukan long drop, tapi sudah flush toilet yang dilengkapi dengan wastafel dan tissue, dan ada 4 buah toilet yang berjejer dalam satu bangunan. Di luar toilet ada wastafel dan 2 buah sink untuk mencuci.
Goldsborough Camping Area dulunya sangat terkenal sebagai salah satu tempat menambang emas, karenanya salah satu kegiatan yang bisa dilakukan di sini adalah mencoba menambang emas di sungainya. 😁 Kegiatan lainnya tentu saja trekking di dalam hutan, namun untuk jarak tempuh yang agak jauh diharapkan membawa peta supaya tidak tersesat di dalam hutan.
Setelah membenahi keadaan di dalam mobil, kami mencoba berjalan-jalan di sekitar area. Mengikuti jalan setapak yang ada, baru berjalan sebentar saja kami sudah tiba di sebuah sungai kecil. Dari sungai ini kami terus berjalan masuk ke dalam hutan dan menyusuri jalan setapaknya sejauh kira-kira 1 KM, dan setelah itu berjalan kembali ke camping area karena sudah hampir jam 6.30 petang. Kami bertemu lagi dengan beberapa burung weka yang sedang berkeliaran di area parkir mobil. Kadang-kadang lucu juga melihat tingkah laku mereka yang masih liar ini. 😃
Setelah menyiapkan bahan-bahan, aku masak terlebih dahulu, dan kemudian kami makan malam berdua. Usai makan malam, kami mencuci semua perabotan kotor, lalu sikat gigi dan mencuci muka di sink. Suami juga sempat mengambilkan gel yang ada pada pohon harareke di dekat tempat kami memarkirkan mobil untuk mengobati bekas-bekas gigitan sandfly di kakiku.
Suasana masih cukup terang, dan kami hanya bersantai di mobil sambil mengobrol. Entah karena udara yang dingin atau memang kurang kenyang sebelumnya, jam 8 malam kami membuat Indomie dan makan lagi. 😍😅
Malam ini udara memang terasa sangat dingin, hampir sedingin di Arthur's Pass, mungkin karena lokasinya yang berada di dalam hutan. Suasana terlihat gelap gulita setelah matahari menghilang, dan dinginnya udara serta tidak adanya internet membuat kami akhirnya tidur awal... 💤💤💤
To be continued.......
No comments:
Post a Comment