Day 21: Tuesday, March 21st, 2017
Hmmmm... masih teringat betapa indahnya milky way semalam, dan puji syukur kami berdua bisa tidur cukup nyenyak setelah posisi bantalnya jadi lebih nyaman. π
Pagi ini aku terbangun dalam dinginnya udara sekitar, namun masih cukup tertahankan, karena tidak sedingin waktu di Arthur's Pass. Menikmati secangkir kopi pun kulakukan di luar mobil, tidak di dalam mobil seperti kemarin-kemarin. Sepertinya masih belum banyak campers lain yang bangun dari tidurnya.
Saat menunaikan urusan pagi hari di toiletlah aku mendapatkan tantangan. Karena di toilet masih gelap (tidak ada lampunya), aku hanya menggunakan penerangan dari HP saja, dan ternyata di dalam ruangan toilet banyak sekali nyamuk. Yang membuatnya tak tertahankan, nyamuk di sini ternyata lebih besar-besar, gemuk-gemuk, dan sangat ganas! Arrrggghhh!!! π¨π¨π¨ Jadi sambil mengosongkan isi perut, kedua tanganku sibuk berayun kesana-kemari untuk mengusir para nyamuk tersebut. Sayangnya aku masih saja mendapatkan beberapa gigitan hingga bentol-bentol besar di tangan dan kakiku. ππ
Nah, saat suami sudah bangun dan hendak ke toilet juga, aku memperingatkannya soal nyamuk-nyamuk ini, dan suami membawa insect repellent (semprotan antiserangga) yang kami miliki dan menyemprot habis semua nyamuk yang ada di dalamnya. Walah, kenapa tidak terpikir olehku sebelumnya ya... π
Pagi ini pula aku mencoba mandi dengan air sedingin es, selagi masih belum banyak orang lain bangun dan mengantri. Sangat dingin, namun menyenangkan dan bisa dijadikan pengalaman yang menakjubkan (asal jangan terlalu sering hahahaha). Suami memilih tidak mandi daripada kedinginan seperti kemarin sore. Aku mandi pun sambil bersuara huh hah huh hah di dalam ruang mandi saking dinginnya hahahaha... πππ Selain itu senang rasanya melihat belasan bangkai nyamuk berserakan di dalam kamar mandi akibat semprotan maut suami tadi hehehehe.... π
Setelah mandi dan merasa segar, aku jadi bersemangat untuk menyiapkan bekal makan siang. Usai masak, waktu baru menunjukkan jam 8 pagi dan suasana di camping area masih relatif sepi, jadi kami berdua berjalan-jalan ke pantai Whites Bay. Awalnya tepi pantainya tampak biasa saja dengan pasir hitam, seperti pantai-pantai lain pada umumnya. Kemudian kami berjalan ke tepiannya di mana banyak batu karang, dan mulai terlihat indahnya pantai ini. Ternyata kita juga bisa berjalan di atas batu karangnya yang datar, dan di baliknya tampaklah karang berlubang yang unik dan indah sekali. Sementara di permukaan karang yang datar banyak yang berlubang-lubang besar dan terisi air, hingga tampak seperti danau-danau mini. Batu-batu dan tebing karang berserakan di sepanjang tepian pantai. Wah, menyenangkan sekali melihat pemandangan indah ini, apalagi masih belum ada orang lain, jadi pantai serasa milik kami berdua saja, dan aku merasa bersyukur sekali pagi ini. ππ
Di area Whites Bay ini sendiri ada beberapa track untuk berjalan kaki, mulai dari yang 3-4 jam hingga 7-9 jam. Kami baru kembali dari pantai sekitar jam 8.50 pagi, dan kemudian setelah bersiap-siap, jam 9.15 pagi kami sudah meninggalkan Whites Bay Camping Area menuju ke Picton. Sempat berhenti di dua buah viewpoint yang masih berada di area Rarangi untuk memotret, dan setelah itu langsung ke Picton yang jaraknya hanya sekitar 34 KM saja.
Tempat-tempat yang kami datangi sepanjang hari ini adalah:
- Whites Bay
- Picton
- Havelock Marina
- Pelorus Bridge Scenic Reserve
- Nelson
- McKee Memorial Reserve, Ruby Bay
Picton (MΔori: Waitohi) adalah sebuah kota kecil namun penting dengan populasi 4.350 jiwa (Juni 2018) yang berlokasi di ujung utara South Island, New Zealand, dan merupakan pusat bagi jaringan transportasi di negeri ini, yang menghubungkan jalur jalan raya dan kereta api melalui kapal-kapal yang melintasi Selat Cook dari Wellington di North Island dengan South Island (dengan jarak 65 KM) sekaligus pintu gerbang menuju ke Marlborough dan Nelson Bays.
Tepi laut Picton memiliki salah satu pemandangan air terbaik di dunia karena warnanya yang selalu berubah. Seringkali kota ini dilewatkan begitu saja karena hanya dianggap sebagai kota tempat naik dan turun dari ferry, namun sesungguhnya banyak hal yang ditawarkan dari kota ini.
Dengan posisi pelabuhannya yang sangat terlindungi, kota ini memiliki banyak garis pantai yang dipenuhi dengan cafΓ©, restoran, dan berbagai macam galeri serta museum. Queen Charlotte Track merupakan atraksi utama yang bisa dicapai dengan berjalan kaki atau naik sepeda gunung. Selain itu pengunjung bisa melakukan scuba diving ke bekas kapal pesiar Soviet, Mikhail Lermontov, yang karam di sini. Pengunjung bisa memakai jasa agen-agen lokal untuk berlayar, memancing, menonton lumba-lumba, kayak, atau bersepeda gunung. Bagi yang suka hiking juga cukup banyak track yang bisa ditempuh.
Marlborough Sounds sendiri dipenuhi dengan kehidupan laut yang mengagumkan, termasuk 5 spesies lumba-lumba, Orca, paus Hump Back, fur seals, Blue Penguins, unggas langka (termasuk di antaranya Saddleback, unggas yang sangat langka dan nyaris punah), dan masih banyak lagi jenis satwa lainnya. Orang lokal menyebut Marlborough Sounds sebagai surga, dan saat menjelajah baru pengunjung akan tahu mengapa. Karen Marlborough Sounds adalah salah satu landscape perairan yang terindah di dunia. π
Karena yang ingin kulihat adalah pelabuhannya, maka kami mencari tempat parkir yang dekat dengan pelabuhan, dan akhirnya parkir di Auckland Street, dekat dengan i-Site Visitor Information Centre. Dari situ kami berjalan kaki menuju ke Memorial Park dan kemudian menyusuri tepian laut. Suasananya bisa dibilang sangat touristy. Walaupun suasana di jalan tidak banyak kendaraan, namun banyak turis yang tampak sedang nongkrong di cafe atau berjalan-jalan di sekitar dermaga. Kami melihat ferry Interislander yang sedang menunggu jam keberangkatan (atau mungkin baru berlabuh, karena banyak turis yang sepertinya baru saja tiba di kota ini dengan koper-koper besar mereka), sementara di sisi lain banyak sekali kapal-kapal yang lebih kecil dan yacht, entah milik para agen wisata atau milik pribadi. Di sekitar kami banyak sekali agen-agen wisata, cafe, restoran, dan penginapan. Ada seorang laki-laki tua dengan suaranya yang merdu yang sedang "mengamen" di depan Picton Water Taxis dengan menyanyikan lagu-lagu country, menarik sekali. π Kebetulan juga sepertinya sedang ada semacam bazaar yang sedang diadakan. Berbagai macam produk barang dan jasa ditawarkan di tempat ini. Banyak juga pernak-pernik lucu dan menarik yang dijual.
Ada sebuah jembatan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki, jadi kami menyeberang lewat jembatan tersebut. Sampai di puncak jembatan yang melengkung ini, aku bertemu dengan seorang perempuan berusia sekitar 50 tahunan dan kami sempat mengobrol agak lama. Beliau berasal dari Israel dan sedang berlibur di New Zealand. Saat aku menanyakan kehidupan di negaranya, beliau menceritakan bahwa semua penduduk diharuskan ikut wajib militer semenjak usia 18 tahun (walaupun tidak ikut ke medan perang), dan kehidupan di sana tidak mudah. Dari apa yang beliau ceritakan kepadaku, aku mengambil kesimpulan bahwa sepertinya dari negara mana pun kita berasal, kalau tidak memiliki harta berlimpah atau kekuasaan, hidup akan penuh tantangan. Namun kembali kepada sikap dan perbuatan kita dalam menyikapi dan menghadapinya. π
Setelah menyeberang jembatan, kami berjalan kaki menyusuri tepi pantai hingga jalan beraspal berakhir di Queen Charlotte Yacht Club. Di sepanjang tepian laut ini ada beberapa bangku-meja taman yang bisa dipakai untuk bersantai. Ada sebuah toilet juga yang sempat kami masuki, dan selain modern, kondisinya juga termasuk sangat bersih.
Setelah merasa cukup puas melihat-lihat suasana marina di Picton, kami berjalan kembali ke tempat mobil kami diparkir, dan melanjutkan perjalanan ke Nelson yang jaraknya sekitar 110 KM. Cuaca cerah dan matahari kembali bersinar sangat terik sejak pagi hari. Pemandangan perbukitan hijau pun kembali menemani siang ini. Saat tiba di kota kecil Havelock, kami hanya memutari kotanya dan melewati pelabuhannya, di mana sepanjang pesisir pelabuhannya berjejer puluhan motorboat yang bersandar milik penduduk lokal.
Dari situ kami melanjutkan lagi perjalanan hingga jam 12.50 siang saat kami sampai di Pelorus Bridge yang melintasi Pelorus River, dan memutuskan berhenti di Pelorus Bridge Scenic Reserve untuk makan siang dan istirahat sejenak. Suasana tempat parkir tampak sepi, hanya ada mobil kami saja. Kami makan siang di dalam mobil, dan setelahnya baru kami turun untuk melihat-lihat suasana di sekitar tempat ini. Ada beberapa toilet yang tersedia dan semuanya dalam keadaan bersih, bahkan wastafelnya dilengkapi dengan air panas dan dingin. Sementara itu beberapa buah mobil lain berdatangan dan parkir juga di tempat ini.
Air Sungai Pelorus berwarna kehijauan dan tampak tenang. Kami jalan-jalan sembari mencari spot yang bagus untuk memotret sungai beserta latar belakang hutan di belakangnya yang tampak sangat menawan. Beberapa orang dari mobil-mobil yang lain juga turun dan memotret di tempat ini. Kalau mau, ada beberapa jalur yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki, dan berenang di sungai juga tidak dilarang. Di sisi lain jembatan ada akomodasi (indoor dan motorcamp) apabila ada yang berminat untuk menginap di area ini.
Sekitar jam 1.10 siang, kami sudah kembali berkendara. Melewati Rai Valley, kemudian berpindah dari Region Marlborough ke Region Nelson di Whangamoa. Sebagian besar pemandangan di kanan dan kiri berupa hutan-hutan pinus yang hijau. Beberapa kilometer mendekati Hira, kami melewati puncak perbukitan pinus yang luar biasa indahnya! Bayangkan saja, hutan-hutan pinus yang lebat, lembah-lembah yang penuh dengan pepohonan yang rimbun, sementara posisi kami berada di puncaknya. Wow, benar-benar pemandangan yang mengagumkan! Tidak terasa air mataku mengalir turun menyaksikan keagungan-Nya di tempat ini. πππ Dan tanpa terasa, jam 2 siang kami memasuki kota Nelson.
Nelson (MΔori: WhakatΕ«) adalah sebuah kota di tepi timur Tasman Bay (Teluk Tasman) dan merupakan kota tertua di South Island sekaligus kota tertua kedua di New Zealand, yand didirikan pada tahun 1841. Walaupun berada di South Island, Nelson berada di posisi yang sedikit lebih di utara daripada Wellington. Dengan populasinya yang berjumlah 67.500 jiwa (Juni 2018), Nelson terkenal akan hasil seni dan kerajinan tangannya, hingga banyak acara yang digelar tiap tahun yang terkenal di kalangan penduduk lokal maupun turis asing, salah satunya yakni Nelson Arts Festival. Ekonomi kota ini bergantung pada lima industri besar di bidang seafood, hortikultura, kehutanan, pertanian, dan pariwisata. Port Nelson merupakan tempat memancing terbesar di Australasia.
Sebagai pusat ekonomi dan budaya di region Nelson-Tasman, kota ini menawarkan banyak penginapan, restoran, dan tempat-tempat belanja yang unik seperti di Jens Hansen Goldsmiths di mana "The One Ring" dalam trilogi film The Lord of the Rings dirancang. Nelson Saturday Market adalah pasar mingguan yang populer di mana orang dapat membeli langsung dari artis lokal. Tidak seperti banyak kota di Selandia Baru, Nelson telah mempertahankan banyak bangunan bergaya Victoria di pusat bersejarahnya dan area South Street telah ditetapkan sebagai area yang memiliki nilai warisan. Organisasi pariwisata resmi wilayah ini adalah Nelson Tasman Tourism, yang mengoperasikan i-SITE Visitor Information Centres di Kota Nelson, di Takaka (Golden Bay) dan di Murchison.
Menempati ranking ke-9 terpadat penduduknya di New Zealand, menurutku Nelson merupakan kota yang cukup besar, namun tidak seramai Dunedin. Tatanan kotanya sendiri lebih mengingatkanku pada Taupo, namun dalam versi lebih ramai dan lebih besar. Bahkan sampai di pinggiran Nelson pun lalu lintasnya masih ramai sekali, seperti jalan antarkota Pasuruan-Probolinggo saja hahahaha... π
Kami mengelilingi kota Nelson satu kali, dan kemudian memutar lagi melewati tepian pantai menuju ke arah Ruby Bay, tujuan akhir kami hari ini. Tepian pantai sepanjang Nelson tampak indah, dengan pasir putih menghampar luas beserta air laut yang tampak berwarna biru muda, sementara pegunungan tampak menjulang di segala penjuru lainnya. Just beautiful!
Kami sempat mampir di sebuah dairy store di tepi jalan untuk membeli iced coffee (NZ$ 5.5) sekalian untuk menukar uang kecil, karena kebanyakan DOC sites hanya menerima uang cash (bayar mandiri). Saat sedang beristirahat menikmati kopi di luar dairy store inilah, ada seorang laki-laki paruh baya yang menyapa. Ternyata beliau adalah warga Auckland yang sedang touring dengan sepeda motor. Usianya 63th, dan beliau baru kemarin paginya berangkat dari Auckland. Wah, aku membayangkan betapa melelahkannya perjalanan menempuh jarak sekitar 875 KM dalam 2 hari, apalagi naik sepeda motor, sementara kami berdua pernah mencoba naik motor dari Banyuwangi ke Denpasar yang tidak sampai 150 KM saja sudah lelah sekali dan sakit pinggang hehehehe...
Dari kota Nelson kami menuju ke McKee Memorial Reserve, Ruby Bay, yang berjarak sekitar 35 KM, dan kami baru tiba di camping area ini sekitar jam 3.30 sore. Pada saat kami tiba, sudah ada beberapa mobil yang terparkir, namun ternyata camping area ini sangat luas, membentang sepanjang mungkin hampir 1 KM di pesisir pantai, jadi kami mencari tempat yang sepi dan kosong yang berada dekat dengan sebuah toilet.
Ada beberapa buah toilet dan shower yang tersebar di sepanjang camping area ini, jadi tidak perlu berjalan kaki terlalu jauh untuk ke toilet atau shower walaupun mobil diparkirkan di area yang berbeda-beda. Ada beberapa bangku-meja taman tempat bersantai, dan ada juga beberapa area bermain anak-anak.
Update 2019: McKee Memorial Reserve sempat luluh lantak diterjang ex-Tropical Cyclone Fehi pada tanggal 1 Februari 2018, namun karena camping area ini sangat populer di kalangan orang lokal, banyak masyarakat yang mendukung dibukanya kembali tempat ini, dan akhirnya McKee Memorial Reserve kembali beroperasi untuk para campers sejak 19 Oktober 2018 walaupun kapasitasnya menyusut dari 250 menjadi 150 orang.
Perlu diketahui bahwa McKee Memorial Reserve termyata sangat populer karena murah (biayanya NZ$6/orang, dan anak-anak di bawah 16 tahun gratis) dan biasanya penuh dengan campers di musim panas, karenanya datanglah seawal mungkin supaya mendapatkan tempat di sini.
Berbeda dengan camping ground lainnya yang sudah kami kunjungi, McKee Memorial Reserve akan menutup gerbang utamanya setiap jam 10 malam dan baru akan dibuka kembali keesokan harinya jam 7 pagi. Selain itu tidak diperkenankan membuat api unggun di seluruh area. Pembayaran berupa uang cash baru ditarik keesokan paginya saat akan check-out di gerbang masuk.
Karena penasaran dengan tempat ini, setelah berbenah sebentar kami berjalan-jalan sejenak untuk menjelajah areanya. Berjalan sepanjang pantai, pemandangannya tidak seindah di Whites Bay, namun cukup menyenangkan, dengan banyak pepohonan dan batu-batu kecil di tepinya. Lalu kami kembali melalui camping areanya, sempat main ayunan agak lama, dan kemudian melihat ada mini flying fox, jadi kami tidak mau melewatkan kesempatan mencobanya hehehehe... πππ
Walaupun ada beberapa kendaraan di dekatnya, namun tidak tampak ada orang, jadi kami bisa bermain-main dengan bebas berkali-kali. Menyenangkan sekali rasanya bisa bermain-main di sini. ππ
Setelah itu kami berjalan kembali ke tempat mobil kami diparkir dan baru kami berbenah, lalu mandi di shower roomnya yang sederhana. Suami mau mandi juga walaupun hanya ada air dingin di sini. Saat di mobil aku baru memperhatikan beberapa bekas luka di kakiku akibat gigitan sandfly hari-hari terakhir ini. Sepertinya akan ada yang menjadi bekas luka permanen. π₯
Aku beranjak untuk menyiapkan makan malam kami berdua. Usai makan bersama, waktu sudah menunjukkan jam 6 petang, dan kami jalan-jalan lagi menyusuri pantai. Suasana masih terang, jadi kami duduk-duduk sambil mengobrol di tepi pantai, lalu jalan-jalan lagi di dalam camping area, dan tidak lupa bermain flying fox lagi. πππ
Suasana baru mulai meremang menjelang jam 8 malam, dan kami baru masuk ke dalam mobil setelah suasana mulai gelap. Aku mengerjakan pembukuan sembari mengobrol. Biasanya kalau tidak terlalu lelah dan masih banyak waktu, malam hari kami gunakan untuk merencanakan kemungkinan-kemungkinan rute perjalanan yang akan ditempuh esoknya, tempat-tempat yang ingin dikunjungi di sepanjang rute, dan beberapa pilihan tempat bermalam. Kalau sudah terlalu lelah, biasanya baru pagi harinya kami merencanakan tujuan untuk hari itu, karena kami memang tidak mau diburu waktu dan terlalu stress di perjalanan, terutama untuk suami yang menyetir.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam 10 malam saat kami selesai berdiskusi, dan kami memutuskan untuk tidur karena perjalanan esok hari masih panjang. π΄π΄π΄π΄π΄
To be continued.......
No comments:
Post a Comment