10 April 2018
Setelah tidur yang cukup nyenyak semalam, pagi ini aku terbangun jam 5 pagi dan melakukan aktivitas rutin seperti biasa. Hari ini aku tidak masak nasi karena sudah pasti kami akan mendapat makan siang dan masih belum menentukan akan makan malam apa hari ini.
Usai mandi dan mempersiapkan segala macam keperluan hari ini di dalam ransel kecil (baju ganti, air minum, snack), kami turun ke tempat sarapan jam 6.50 pagi, dan memesan pancake dan kopi seperti kemarin. Saat sedang menuruni anak tangga, nenek Vi memanggilku dan mengajakku ke sebuah tempat di belakang meja resepsionis di dalam lobby. Ternyata ada ruangan tertutup yang seperti gua di sini, dan tampak sangat indah. dinding-dindingnya dikelilingi bebatuan jadi tampak seperti gua. Dari yang aku tangkap, nenek Vi ingin aku sarapan di tempat ini (dan mungkin agar mengajak tamu lain untuk ke sini juga supaya tahu betapa indahnya tempat ini). Aku sempat memotret sebentar di sini, dan sempat mengajak suami juga untuk ke sini, tapi ternyata Frida dan Emilie sudah menantikan sarapan juga dan sedang mengobrol dengan suami, sehingga akhirnya kami semua tetap duduk di ruangan terbuka di luar hostel seperti kemarin. Katanya Frida dan Emilie akan melihat ruang makan yang kuceritakan ini setelah sarapan. Aku sempat melihat-lihat ke jalan, dan seperti kemarin pagi, jalanan tampak sepi. Di gang tempat hostel kami berada, ada sebuah warung kaki lima yang kecil sekali, yang menjual sayur-mayur. Kemarin pagi aku melihat penjualnya adalah seorang nenek yang sudah tampak tua dengan wajah yang memelas pula. Kasihan sekali melihat kehidupan orang-orang seperti ini... :(
Sempat ada beberapa tamu lain yang turun untuk sarapan. Dua orang turis dari USA dan seorang pendeta yang juga dari USA. Dua gadis asal USA ini cukup menyebalkan bagi kami, dengan begitu banyak permintaan dan pantangan untuk sarapan, sampai kami berdua merasa kasihan kepada mama dan nenek Vi yang menyiapkan sarapan. Sonja yang kemarin pagi bersama kami juga hadir pagi ini untuk ikut day boat tour bersama kami. Pagi ini kami mendapatkan pancake dengan irisan buah nanas dan secangkir kopi seperti kemarin.
Jam 8.05 pagi, kami berdua (bersama Sonja juga) dijemput oleh seorang driver, yang kemudian mengantar kami ke pelabuhan dengan sebuah minivan. Penumpang di dalam minivan hari ini relatif penuh, dan selain kami berdua tidak ada lagi turis Asia yang lain hehehehe...
Kami semua diantar menuju ke Benh Beo Ferry Terminal yang berjarak sekitar 1,5 KM dari hostel. Perjalanannya sendiri hanya makan waktu sekitar 5 menit saja. Sesampai di pelabuhan, kami semua turun dan berkumpul, lalu dibagikan tiket menuju ke Lan Ha Bay. Setelah menunggu beberapa saat, kami diarahkan menuju ke sebuah ferry kecil berwarna cokelat. Suasana dermaga ini relatif ramai, sepertinya semua turis yang berada di sini memang hendak melakukan tour perahu walaupun naik ferry yang berbeda-beda.
Saat kami sudah berada di dalam boat, aku melihat dua gadis berkerudung, dan kupastikan mereka dari Indonesia atau Malaysia, karena belum pernah melihat penduduk lokal yang berkerudung. Aku mengajak mereka berkenalan, dan ternyata mereka berdua berasal dari Malysia. Rez dan Fini, dua gadis kakak beradik yang gemar travelling dan berpetualang (seperti aku hahahaha...).
Awalnya semua penumpang harus duduk di dalam ruang penumpang ferry yang ada kursi-kursi dan mejanya. Setelah beberapa saat ferry berlayar barulah penumpang bebas duduk di mana saja, dan semuanya naik ke lantai atas yang terbuka di mana disediakan beberapa kursi yang bisa untuk tiduran dan pemandangan di sekitar tampak dengan jelas. Total jumlah penumpang di dalam boat kami ada 17 orang, kebanyakan couple bule. Kami tidak kebagian kursi, jadi duduk di lantai yang justru teduh. Boat yang kami naiki memang bukan boat yang baru atau mewah, namun itu tidak menjadi masalah bagi kami ^_^
Setelah boat mulai melaju, kami mulai banyak mengambil foto. Yang pasti, semenjak awal perjalanan pun sudah mulai terlihat betapa indahnya pemandangan yang berada di depan mata kami. Pulau-pulau kecil yang berbentuk seperti gunung-gunung mini berada di segala arah. Beberapa perahu nelayan berpapasan dengan boat kami, beberapa juga melaju searah dengan boat yang kami naiki.
Kalau boleh jujur sih, pemandangan yang ada di depan mata kami bisa dibilang menakjubkan. Aku belum pernah mengunjungi Ha Long Bay, tapi aku yakin sekali bahwa apa yang kusaksikan dengan mataku ini jauh lebih indah daripada Ha Long Bay. Trust me! You just have to see it for yourself to believe!
Belum lagi 30 menit kami melaju, boat medekati sebuah pulau yang kuyakini sebagai Monkey Island. Sebuah pulau kecil dengan pantai pasir putih dan beberapa gunung kecil yang tampak dari kejauhan. Kami harus pindah dan naik sebuah motorboat kecil untuk mencapai pulau kecil ini.
Waktu menunjukkan jam 8.50 pagi saat kami berdua diturunkan di pulau ini, dan para penumpang diberi waktu hingga jam 10 pagi untuk bersantai di sini. Berjalan menyusuri pantai berpasir putih ini, kami menemukan petunjuk arah bagi yang mau hiking. Tentunya kami tertantang untuk mengikuti rute ini dong! Hehehehe...
Sedari awal, kami berdua harus menaiki bebatuan yang agak curam namun tidak tampak berbahaya. Sedikit ke atas pemandangan ke bawah tampak sangat indah, sehingga tentunya kami berdua masih bersemangat untuk terus berjalan naik dan naik walaupun cukup curam. Jalan setapak yang harus ditempuh benar-benar merupakan bebatuan yang besar-besar.
Semakin lama dan semakin menanjak, batu-batunya semakin besar dan curam, dan tidak ada pengaman apa pun. Aku berusaha mendaki dan mendaki semampuku, dan baru 15 menit kami sudah hampir sampai di puncak, namun aku merasa bahwa apa yang kami berdua lakukan sudah cukup membayahakan jiwa, jadi kuputuskan untuk sampai di sini saja. Bebatuan di depan mata kami tampak terlalu berbahaya, kalau sampai terpeseleset bisa fatal akibatnya. Suami pun setuju bahwa kami tidak perlu sampai ke puncak. Apa yang kami berdua lakukan ini benar-benar sudah masuk kategori mountain climbing, bukan lagi hiking atau trekking. Dibutuhkan keberanian yang lebih untuk sampai di atas sana. Nyaliku belum cukup besar untuk sampai ke puncak yang tinggal sedikit lagi hahahaha... Bisa dilihat deh di foto-foto yang sempat kuambil, betapa sulitnya medan yang harus kami tempuh untuk sampai di puncak.
Sampai di titik ini pun, aku sudah kebingungan memikirkan bagaimana cara kami akan turun, karena aku betul-betul takut akan ketinggian dan tidak terbayangkan olehku untuk menuruni batu-batu raksasa yang sedang kuhinggapi ini. Aku sedang mengumpulkan keberanian dan berusaha melangkahkan kaki ketika kemudian ada seorang pemuda yang dengan tangkasnya menuruni batu-batu besar ini. Aku menyuruhnya lewat duluan dan berkata bahwa aku sangat takut untuk turun. Pemuda ini, Ryan, yang ternyata adalah seorang guide bagi sekelompok turis lain di belakangnya, justru mengajari kami cara untuk turun, di mana kami harus menapakkan kaki langkah demi langkah. Berkat bantuannyalah kami berdua bisa berhasil turun sampai ke tempat di mana kami bisa turun sendiri. Aku betul-betul amat sangat bersyukur dan kukatakan kepada Ryan bahwa literally he saved my life hahahaha...
Akhirnya selangkah demi selangkah kami berdua berhasil turun hingga kembali ke batu-batuan yang tidak lagi terlalu terjal. Aku memang membaca bahwa day tour ini melibatkan kegiatan climbing, tapi tadinya kusangka hanya semacam trekking di alam dan bukannya benar-benar mountain climbing seperti ini. Rasanya lega sekali begitu menginjakkan kaki ke pantai yang berpasir putih. Tidak terasa, butiran-butiran keringat bercucuran dengan derasnya hingga pakaian yang kami kenakan basah kuyup, mungkin akibat terlalu tegang selama mendaki hahahaha...
Di Monkey Island ini hanya ada sebuah rumah makan dan sebuah toilet. Ketika aku hendak menuju ke arah toilet, pemilik rumah makan berteriak-teriak kepadaku dan mengatakan bahwa aku harus membayar VND 5K, karenanya aku urung masuk ke toiletnya. Lebih baik ke toilet di boat saja yang sudah pasti gratis hehehehe...
Kami duduk-duduk di atas perahu-perahu kecil yang diletakkan terbalik di atas pasir sambil istirahat dan bersantai sembari memperhatikan orang-orang yang sedang berada di pantai, hingga kemudian Sonja datang dan kemudian masuk ke dalam toilet. Saat Sonja mendatangi kami, aku bertanya apakah dia membayar, dan katanya dia tidak mau membayar. Baru mengobrol sebentar, si pemilik rumah makan lagi-lagi berteriak-teriak dan mengusir kami agar tidak duduk di atas perahu-perahu ini. Kami pun pindah ke tempat lain di dekat boat sambil setengahnya justru menertawakan pemilik penginapan yang sepertinya jadi emosi karena Sonja tidak mau bayar untuk ke toilet hehehehe...
Kami mengobrol sambil berteduh di sini, dan kemudian tampak ada beberapa ekor monyet yang berkeliaran. Ada juga anak-anak monyet yang masih tampak kecil-kecil. Saat kudekati karena hendak memotret mereka, putra pemilik penginapan justru mengajariku cara memikat anak-anak monyet ini, bahkan kemudian memberikan snack dan di tanganku supaya ada anak monyet yang mau naik di tangan, bahkan hinggap di atas kepalaku. Pengalaman yang menyenangkan sekali hehehehe...
Setelah itu kami hanya duduk dan mengobrol bersama Sonja, hingga sekitar jam 10.05 pagi para penumpang dari boat kami mulai dijemput dengan perahu motor kecil yang tadi mengantar kami ke sini. Karena kami tidak kebagian tempat, kami ikut jemputan yang kedua untuk menuju boat. Jam 10.10 pagi kami sudah masuk ke dalam perahu motor kecil dan meninggalkan Monkey Island.
Setelah semua penumpang boat dihitung oleh sang nakhoda, boat mulai berlayar kembali. Kami kembali disuguhi pemandangan indah sejauh mata memandang. Pulau-pulai karst dan limestone menghiasi lautan yang berwarna kehijauan. Sepanjang perjalanan air laut tampak cukup tenang. Lan Ha Bay sendiri memang tidak terlalu populer apabila dibandingkan dengan Ha Long Bay, namun banyak orang yang mengatakan bahwa Lan Ha Bay justru lebih indah dan pastinya tidak terlalu touristy.
Sekitar jam 11 kami tiba di sebuah perairan yang tampaknya cukup tertutup dengan air laut yang tenang tanpa ombak sama sekali, sementara di sekelilingnya ada beberapa pulau kecil dengan pasir putih di pantainya. Di sini penumpang boleh berenang kalau mau. Beberapa penumpang di boat kami langsung terjun ke dalam air dan berenang di air berwarna kehijauan yang tenang ini. Katanya sih airnya tidak dingin. Aku juga ingin berenang tapi suami tidak mau, dan aku yang takut akan kedalaman air ini tentunya tidak berani berenang sendirian tanpanya.
Menit demi menit berlalu. Ingin, tapi takut. Takut, tapi ingin, karena ini mungkin akan jadi pengalaman sekali seumur hidup buatku. Setelah cukup lama menonton penumpang lain berenang, Fini mengajakku masuk ke air dengan cara memakai pelampung yang disediakan di boat. Saran yang sangat brillian yang tidak terpikirkan olehku sebelumnya!
Maka berdua dengan Fini, aku memakai pelampung, dan kemudian akhirnya masuk juga ke air laut hahahaha.... Wah rasanya menyenangkan sekali dan tidak perlu takut tenggelam hehehehe...
Setelah berenang dan berendam di air selama beberapa menit, Rez yang sudah duluan masuk ke air mengajak kami untuk berenang ke salah satu pantai berpasir putih yang tampak sepi. Kami bertiga berenang ke sana, dan saat berjalan di pasirnya aku sempat menginjak batu karang yang tajam hingga membuat telapak kakiku berdarah dan cukup parah. Namun semua tidak terlalu kupikirkan karena sakitnya tidak seberapa dibandingkan senangnya mendapatkan pengalaman baru ini.
Aku, Rez dan Fini akhirnya duduk di pantai kecil ini dan mengobrol banyak. Sebagian besar perbincangan kami adalah mengenai travelling dan bagaimana orang-orang lain di sekitar kami kadang beranggapan bahwa kami hidup mewah dengan melakukan travelling. Padahal sehari-harinya kami hidup sangat irit dan menabung sedikit demi sedikit untuk bisa membiayai perjalanan kami. Rez berusia 24 tahun dan berprofesi sebagai guru di Malaysia. Sementara Fini berusia 21 tahun dan masih kuliah. Tidak terasa, kami mengobrol sampai hampir 30 menit, total sudah hampir 1 jam dari kami mulai masuk ke dalam air laut tadi, hingga kami merasa harus segera kembali ke boat, takutnya penumpang lain sudah menunggu.
Kami bertiga berenang kembali dan naik ke dalam boat dengan kondisi pakaian yang basah kuyup, dan sementara melepaskan pelampung, kami melihat bahwa sang nakhoda dan asistennya sedang masak dan menyiapkan makan siang untuk kami semua. Hmmm... saat yang tepat, karena aku sudah mulai lapar hehehehe...
Tidak lama kemudian saat kami berada di lantai atas, sang nakhoda memanggilku untuk masuk ke lantai bawah dan berkata bahwa setelah ini makan siang akan dihidangkan. Dia bahkan tidak menggubris para tamu bule lho, entah mengapa begitu. Jadi aku memberi tahu penumpang lain untuk turun dan masuk ke dalam ruang makan karena makan siang akan segera disiapkan.
Satu buah meja bisa diisi oleh 6 orang, dan seperti biasa karena aku, suami, Rez dan Fini berwajah Asia, tidak ada yang mau duduk dengan kami. Hanya Sonja satu-satunya yang mau duduk bersama kami, dan sesungguhnya ini justru menjadi hal baik, karena meja-meja lain diisi 6 orang dan meja kami hanya 5 orang, sementara jumlah porsi yang dihidangkan sama banyaknya hehehehe...
Dalam kondisi yang cukup dingin karena pakaian masih basah, kami menunggu dengan sabar makanan yang dihidangkan satu demi satu. Mulai dari kentang masak mentega, kacang goreng, lumpia goreng, cah tahu goreng, semacam kekian goreng, cah sawi putih, ikan yang dimasak saus, dan akhirnya sebakul nasi, dihidangkan di atas meja.
Waaaaah... baru melihatnya saja sudah membuat air liurku menetes. Setelah mengambil beberapa foto, kami semua mulai makan bersama menjelang jam 12 siang. Entah karena perutku yang kelaparan atau memang makanan yang disajikan semuanya enak, rasanya susah untuk berhenti makan. Kami berlima makan dengan lahap namun masih tetap saling menawarkan makanan satu sama lain. Suasananya benar-benar menyenangkan sekali.
Dari satu meja isi 5 orang ini, suami satu-satunya laki-laki, namun mungkin bisa dibilang suami yang makannya paling sedikit bersama Sonja, sementara ketiga perempuan lain yang mengelilingi mereka makan dengan porsi yang sangat banyak hahahaha.... Aku makan sampai perutku benar-benar tidak sanggup lagi diisi makanan, dan Fini dan Rez menghabiskan sedikit sisa sayur yang masih ada. Wow, benar-benar makan siang yang amat sangat enak dan luar biasa. Walaupun minim menu daging, menurutku ini adalah makan siang termewah selama kami berada di Vietnam dan menjadi salah satu makan siang termewah seumur hidup hahahaha...
Karena minuman tidak disediakan, penumpang diharapkan membeli minuman di atas boat. Beberapa penumpang lain membeli minuman ringan, sementara suami membeli kopi panas seharga VND 20K. Memang tidak murah karena kopinya dari kopi instan, namun dibandingkan dengan keseluruhan perjalanan masih sepadan sekali kok ^_^
Usai makan siang, sang nakhoda dan asistennya membereskan perabotan di meja, dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih atas makanan yang luar biasa enaknya ini. Setelah itu kami semua kembali duduk di atas, dan boat mulai melaju kembali. Kami kembali disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya sepanjang perjalanan, hingga kemudian jam 12.30 siang boat berbelok ke suatu area dan kemudian berlabuh di sebuah pelabuhan kecil.
Semua penumpang disuruh turun ke dermaga, dan tanpa mengerti apa pun, tiba-tiba sang nakhoda yang ikut berjalan bersama kami menyuruh kami masuk ke salah satu barisan kayak yang berada di tepian dermaga. Kami bahkan tidak dipakaikan life jacket (pelampung) untuk keamanan. Wow!!! Maklumlah cheap tour hahahaha...
Kebingungan karena sebelumnya kami berdua sama sekali belum pernah naik kayak, tidak disuruh memakai pelampung, apalagi HP beserta tongsisnya masih kupegang begitu saja. Takut juga kalau kayaknya tenggelam (hahahaha) dan HP jadi rusak. Karena situasinya agak diburu-buru, kami masuk ke kayak, lalu berusaha mendayung asal-asalan, dan segera menjauh dari dermaga ini.
Sembari belajar mendayung dengan melihat peserta lain, perasaaan yang ada di dalam hatiku adalah wow banget! Maklumlah kami berdua benar-benar tidak pernah naik kayak dan tidak ada gambaran sama sekali bagaimana caranya berkayak hahahaha... Makanya begitu kami bisa mendayung agak menjauh sedikit, rasanya tidak henti-henti selfie untuk mengabadikan momen pertama yang tak terlupakan ini hehehehe...
Kami mendayung perlahan-lahan, melewati sebuah gua kecil, lalu mulai melaju ke tengah dan melihat beberapa kayakers melewati sebuah selat kecil, sementara kami memilih untuk lurus. Wah, rasanya senang sekali bisa mendayung kayak berdua suami. Kami sempat melewati sebuah gua, lalu keluar menuju perairan terbuka. Semuanya yang ami lihat di sekitar tampak begitu dekat. Dari sini kami menuju ke gua lain, di mana tampak beberapa buah kayak sedang berusaha keluar dari dalamnya. Gua ini merupakan terusan yang cukup sempit dan ramai. Sebelum masuk ke dalam gua kami kayak kami sempat menyangkut di bebatuan karena airnya sangat dangkal. Suami sampai harus turun dari kayak untuk mendorong kayak keluar dari cengkeraman batu-batu tersebut. Memasuki gua, ternyata kayak kami justru mempersulit orang-orang yang hendak keluar. Saat kami berpapasan dengan mereka, aku sempat meminta maaf karena bisa dibilang kami menghambat jalan mereka, namun mereka semua justru sangat pengertian dan memberi kami jalan agar bisa lewat duluan. Terusan ini sangat sempit dan arus air mengarah masuk, sehingga cukup menyulitkan mereka yang hendak keluar. Aku sendiri sempat ragu-ragu, kuatir kami tidak bisa keluar dari arah sebaliknya akibat arus air yang cukup deras, namun suami meyakinkan kami pasti bisa melaluinya.
Keluar dari gua ini, kami tiba di sebuah perairan tertutup yang pemandangannya indah. Banyak kayak lain yang juga tampak sedang bersantai atau istirahat di sini, sementara untuk menuju ke arah kembali tampak antrian yang cukup panjang. Kami masih berputar-putar kemudian beristirahat sejenak di sini selama beberapa menit, kemudian memutuskan untuk ikut antri keluar melalui gua yang sempit tadi. Kelihatannya ada sekitar 10 kayak (atau lebih) yang sedang antri di depan kami, karenanya kami berhenti sembari mengendalikan kayak kami agar tidak terbawa arus. Sempat juga menabrak kayak lain, dan untungnya mereka juga menyadari bahwa agak sulit untuk mengendalikan kayak di tempat ini.
Sekitar jam 2.20 siang, akhirnya kami mulai masuk ke dalam gua sempit yang lalu lintasnya selalu macet ini. Kebetulan ada beberapa kayak yang sedang menuju ke arah berlawanan dengan kami dan memang membuat lalu lintas menjadi macet total. Leadernya adalah seorang lokal yang sepertinya guide, dan dia membantu beberapa kayak berisi turis bule untuk bisa melewati kemacetan ini. Pengemudi kayak di depan kami marah-marah, menghujat si guide ini dan mengatakan bahwa dia menyebabkan kemacetan, dan pastinya sempat mengeluarkan kata-kata kasar yang ditujukan kepada si guide lokal tadi. Kami berdua yang tadi pada saat masuk dari arah yang berlawanan justru disupport oleh orang-orang lain yang mau keluar, jadi merasa kesal dengan kelakuan turis bule di depan kami ini. Aku bahkan sempat menghibur si guide dengan mengatakan jangan mempedulikan omongan si turis bule di depanku tadi. Begitulah, kadang orang bule memang bisa menyebalkan dan egois sekali kelakuannya hehehehe... Kami juga berpapasan dengan Sonja yang baru akan masuk di sini.
Dengan sedikit bersusah payah, menabrak sana-sini karena kondisi yang cukup macet dan terutama karena arus air yang cukup deras yang harus kami lawan sementara kami bukan orang-orang yang cukup berpengalaman mendayung kayak, akhirnya kami bisa keluar juga dari gua yang sempit dan macet ini. Begitu tiba di perairan terbuka barulah kami berdua bisa bernafas dengan lega. Phew...
Setelah itu kami lebih banyak berkayak di perairan yang terbuka saja supaya aman dan tidak kesulitan seperti tadi. Kami lebih banyak bersantai dan mendayung perlahan atau berhenti, mendekati arah dermaga. Baru sekitar jam 2.45 siang kami memutuskan untuk kembali ke dermaga. Tampaknya hampir semua penumpang lain sudah kembali ke dalam boat, hanya tinggal beberapa orang dan Sonja. Sonja memang mendayung kayaknya sendirian (namun dia sudah terbiasa berkayak), dan setelah menunggu beberapa saat akhirnya Sonja muncul juga di dermaga. Katanya dia juga terjebak macet di gua yang sempit tadi, sehingga makan waktu cukup lama untuk bisa keluar.
Tidak terasa, kami berkayak selama lebih dari 2 jam, padahal rasanya baru 5 menit saja. Tapi memang tangan dan pinggang terasa agak pegal-pegal karenanya hehehehe...
Setelah semua penumpang naik ke dalam boat, jam 3 sore sang nakhoda kembali manjalankan boat yang kami naiki. Dari Google Map tampak bahwa kami menuju kembali ke Cat Ba Island. Kebanyakan penumpang duduk di atas dan bersantai menikmati perjalanan pulang ini, sementara kami memilih untuk duduk di dalam di ruang makan karena udara mulai terasa dingin. Kami sempat melewati semacam perkampungan nelayan dengan banyak rumah yang terapung di atas laut. Banyak dari mereka yang memiliki anjing yang tampak sedang berkeliaran di sekitar rumah-rumah tersebut.
Pemandangan yang kami saksikan bahkan tampak lebih indah daripada waktu berangkat karena cahaya matahari yang sudah mulai menyurut dan membuat semuanya tampak lebih indah. It was the most beautiful view we saw in Vietnam so far! Everything looked so perfect!!!
Kami sungguh beruntung karena seharian ini cuaca cerah. Matahari bersinar namun panasnya tidak menyengat, dan yang pasti tidak hujan. Semuanya terasa begitu pas untuk menikmati day boat tour ini. Selama perjalanan ini kami juga sempat berpapasan dengan beberapa boat lain yang tampak jauh lebih mewah, mungkin kapal-kapal seperti inilahn yag mengangkut penumpang untuk bermalam di dalamnya. Pastinya tarifnya mencapai jutaan rupiah, dan menurut beberapa orang justru kurang sepadan dengan apa yang diperoleh.
Kami sampai ke dermaga Banh Beo jam 4.30 sore, dan suami sempat mengajak selfie sang nakhoda yang telah bekerja keras untuk menyenangkan semua penumpangnya seharian ini. Kami bahkan sempat memasukkan tip sebsar VND 20K ke dalam tempat yang telah disediakan. Andai kami travelling dengan uang berlebih, pastinya kami akan memberi lebih banyak lagi.
Turun dari boat, semua penumpang diarahkan untuk naik ke sebuah minivan untuk diantar kembali ke Victor Charlie Hostel. Kebetulan minivannya sudah penuh, sehingga kami berdua bersama Sonja malah disewakan grab dengan mobil sedan yang sangat nyaman, bersih dan wangi.
Jam 4.40 sore, kami sudah sampai di Victor Charlie Hostel, dan langsung mandi dan keramas dengan air panas yang terasa sangat nyaman. Baju-baju kotor juga langsung dicuci semuanya, dan dijemur di tempat terbuka di lantai 5 dengan harapan besok pagi sudah kering semua. Setelah itu aku membuatkan segelas kopi untuk suami, dan kami bersantai sejenak di dalam kamar. Rencananya sore hari ini kami akan memesan tiket dari Cat Ba ke Hanoi untuk besok.
Jam 5.30 petang, kami berjalan keluar menuju ke Full Moon Party Hotel dan memesan dua buah tiket ke Hanoi seharga masing-masing VND 200K. Selama kami menjelajah Cat Ba, kami beberapa kali mampir di agen yang menjual tiket bus ke Hanoi, dan di sinilah kami menemukan harga termurah. Usai memesan tiket, kami masih berjalan-jalan sejenak di seputaran kota Cat Ba untuk terakhir kalinya. Sempat membeli sebotol lagi Vodka Hanoi di CT Supermarket, baru kemudian pulang kembali ke hostel.
Sesampai di kamar, aku masak ramen untuk suami, merebus kangkung untukku, dan masak tumis daging babi untuk kami berdua. Setelah semuanya matang baru kami makan berdua di dalam kamar, dan jam 9 malam kami berdua beranjak tidur karena kelelahan..
.
Hari ini total berjalan kaki hanya sekitar 4-5 KM saja karena lebih banyak berada di dalam kapal, but today we experienced an unforgettable journey and first time for everything! Boat tour yang sangat menyenangkan dan berkesan, nakhoda yang sangat baik kepada kami berdua (bahkan menawarkan permen karet usai berkayak hanya kepada kami), makan siang yang enak dan sangat mewah, dan tentunya mendapatkan teman-teman baru dari Malaysia. Pada umumnya penumpang bule yang lainnya (selain Sonja) memang tampak tidak menganggap kami, jadi kami juga tidak ambil pusing kepada mereka. Secara keseluruhan, hari ini sungguh sangat menyenangkan dan berkesan untuk kami. Semoga ke depannya masih akan selalu ada pengalaman-pengalaman menyenangkan lainnya ^_^
Tapi, sebetulnya apa sih yang membuat kami datang ke Cat Ba Island dan memilih day boat tour ke Lan Ha Bay ini?
Usai mandi dan mempersiapkan segala macam keperluan hari ini di dalam ransel kecil (baju ganti, air minum, snack), kami turun ke tempat sarapan jam 6.50 pagi, dan memesan pancake dan kopi seperti kemarin. Saat sedang menuruni anak tangga, nenek Vi memanggilku dan mengajakku ke sebuah tempat di belakang meja resepsionis di dalam lobby. Ternyata ada ruangan tertutup yang seperti gua di sini, dan tampak sangat indah. dinding-dindingnya dikelilingi bebatuan jadi tampak seperti gua. Dari yang aku tangkap, nenek Vi ingin aku sarapan di tempat ini (dan mungkin agar mengajak tamu lain untuk ke sini juga supaya tahu betapa indahnya tempat ini). Aku sempat memotret sebentar di sini, dan sempat mengajak suami juga untuk ke sini, tapi ternyata Frida dan Emilie sudah menantikan sarapan juga dan sedang mengobrol dengan suami, sehingga akhirnya kami semua tetap duduk di ruangan terbuka di luar hostel seperti kemarin. Katanya Frida dan Emilie akan melihat ruang makan yang kuceritakan ini setelah sarapan. Aku sempat melihat-lihat ke jalan, dan seperti kemarin pagi, jalanan tampak sepi. Di gang tempat hostel kami berada, ada sebuah warung kaki lima yang kecil sekali, yang menjual sayur-mayur. Kemarin pagi aku melihat penjualnya adalah seorang nenek yang sudah tampak tua dengan wajah yang memelas pula. Kasihan sekali melihat kehidupan orang-orang seperti ini... :(
Sempat ada beberapa tamu lain yang turun untuk sarapan. Dua orang turis dari USA dan seorang pendeta yang juga dari USA. Dua gadis asal USA ini cukup menyebalkan bagi kami, dengan begitu banyak permintaan dan pantangan untuk sarapan, sampai kami berdua merasa kasihan kepada mama dan nenek Vi yang menyiapkan sarapan. Sonja yang kemarin pagi bersama kami juga hadir pagi ini untuk ikut day boat tour bersama kami. Pagi ini kami mendapatkan pancake dengan irisan buah nanas dan secangkir kopi seperti kemarin.
Jam 8.05 pagi, kami berdua (bersama Sonja juga) dijemput oleh seorang driver, yang kemudian mengantar kami ke pelabuhan dengan sebuah minivan. Penumpang di dalam minivan hari ini relatif penuh, dan selain kami berdua tidak ada lagi turis Asia yang lain hehehehe...
Kami semua diantar menuju ke Benh Beo Ferry Terminal yang berjarak sekitar 1,5 KM dari hostel. Perjalanannya sendiri hanya makan waktu sekitar 5 menit saja. Sesampai di pelabuhan, kami semua turun dan berkumpul, lalu dibagikan tiket menuju ke Lan Ha Bay. Setelah menunggu beberapa saat, kami diarahkan menuju ke sebuah ferry kecil berwarna cokelat. Suasana dermaga ini relatif ramai, sepertinya semua turis yang berada di sini memang hendak melakukan tour perahu walaupun naik ferry yang berbeda-beda.
Saat kami sudah berada di dalam boat, aku melihat dua gadis berkerudung, dan kupastikan mereka dari Indonesia atau Malaysia, karena belum pernah melihat penduduk lokal yang berkerudung. Aku mengajak mereka berkenalan, dan ternyata mereka berdua berasal dari Malysia. Rez dan Fini, dua gadis kakak beradik yang gemar travelling dan berpetualang (seperti aku hahahaha...).
Awalnya semua penumpang harus duduk di dalam ruang penumpang ferry yang ada kursi-kursi dan mejanya. Setelah beberapa saat ferry berlayar barulah penumpang bebas duduk di mana saja, dan semuanya naik ke lantai atas yang terbuka di mana disediakan beberapa kursi yang bisa untuk tiduran dan pemandangan di sekitar tampak dengan jelas. Total jumlah penumpang di dalam boat kami ada 17 orang, kebanyakan couple bule. Kami tidak kebagian kursi, jadi duduk di lantai yang justru teduh. Boat yang kami naiki memang bukan boat yang baru atau mewah, namun itu tidak menjadi masalah bagi kami ^_^
Setelah boat mulai melaju, kami mulai banyak mengambil foto. Yang pasti, semenjak awal perjalanan pun sudah mulai terlihat betapa indahnya pemandangan yang berada di depan mata kami. Pulau-pulau kecil yang berbentuk seperti gunung-gunung mini berada di segala arah. Beberapa perahu nelayan berpapasan dengan boat kami, beberapa juga melaju searah dengan boat yang kami naiki.
Kalau boleh jujur sih, pemandangan yang ada di depan mata kami bisa dibilang menakjubkan. Aku belum pernah mengunjungi Ha Long Bay, tapi aku yakin sekali bahwa apa yang kusaksikan dengan mataku ini jauh lebih indah daripada Ha Long Bay. Trust me! You just have to see it for yourself to believe!
Belum lagi 30 menit kami melaju, boat medekati sebuah pulau yang kuyakini sebagai Monkey Island. Sebuah pulau kecil dengan pantai pasir putih dan beberapa gunung kecil yang tampak dari kejauhan. Kami harus pindah dan naik sebuah motorboat kecil untuk mencapai pulau kecil ini.
Waktu menunjukkan jam 8.50 pagi saat kami berdua diturunkan di pulau ini, dan para penumpang diberi waktu hingga jam 10 pagi untuk bersantai di sini. Berjalan menyusuri pantai berpasir putih ini, kami menemukan petunjuk arah bagi yang mau hiking. Tentunya kami tertantang untuk mengikuti rute ini dong! Hehehehe...
Sedari awal, kami berdua harus menaiki bebatuan yang agak curam namun tidak tampak berbahaya. Sedikit ke atas pemandangan ke bawah tampak sangat indah, sehingga tentunya kami berdua masih bersemangat untuk terus berjalan naik dan naik walaupun cukup curam. Jalan setapak yang harus ditempuh benar-benar merupakan bebatuan yang besar-besar.
Semakin lama dan semakin menanjak, batu-batunya semakin besar dan curam, dan tidak ada pengaman apa pun. Aku berusaha mendaki dan mendaki semampuku, dan baru 15 menit kami sudah hampir sampai di puncak, namun aku merasa bahwa apa yang kami berdua lakukan sudah cukup membayahakan jiwa, jadi kuputuskan untuk sampai di sini saja. Bebatuan di depan mata kami tampak terlalu berbahaya, kalau sampai terpeseleset bisa fatal akibatnya. Suami pun setuju bahwa kami tidak perlu sampai ke puncak. Apa yang kami berdua lakukan ini benar-benar sudah masuk kategori mountain climbing, bukan lagi hiking atau trekking. Dibutuhkan keberanian yang lebih untuk sampai di atas sana. Nyaliku belum cukup besar untuk sampai ke puncak yang tinggal sedikit lagi hahahaha... Bisa dilihat deh di foto-foto yang sempat kuambil, betapa sulitnya medan yang harus kami tempuh untuk sampai di puncak.
Sampai di titik ini pun, aku sudah kebingungan memikirkan bagaimana cara kami akan turun, karena aku betul-betul takut akan ketinggian dan tidak terbayangkan olehku untuk menuruni batu-batu raksasa yang sedang kuhinggapi ini. Aku sedang mengumpulkan keberanian dan berusaha melangkahkan kaki ketika kemudian ada seorang pemuda yang dengan tangkasnya menuruni batu-batu besar ini. Aku menyuruhnya lewat duluan dan berkata bahwa aku sangat takut untuk turun. Pemuda ini, Ryan, yang ternyata adalah seorang guide bagi sekelompok turis lain di belakangnya, justru mengajari kami cara untuk turun, di mana kami harus menapakkan kaki langkah demi langkah. Berkat bantuannyalah kami berdua bisa berhasil turun sampai ke tempat di mana kami bisa turun sendiri. Aku betul-betul amat sangat bersyukur dan kukatakan kepada Ryan bahwa literally he saved my life hahahaha...
Akhirnya selangkah demi selangkah kami berdua berhasil turun hingga kembali ke batu-batuan yang tidak lagi terlalu terjal. Aku memang membaca bahwa day tour ini melibatkan kegiatan climbing, tapi tadinya kusangka hanya semacam trekking di alam dan bukannya benar-benar mountain climbing seperti ini. Rasanya lega sekali begitu menginjakkan kaki ke pantai yang berpasir putih. Tidak terasa, butiran-butiran keringat bercucuran dengan derasnya hingga pakaian yang kami kenakan basah kuyup, mungkin akibat terlalu tegang selama mendaki hahahaha...
Di Monkey Island ini hanya ada sebuah rumah makan dan sebuah toilet. Ketika aku hendak menuju ke arah toilet, pemilik rumah makan berteriak-teriak kepadaku dan mengatakan bahwa aku harus membayar VND 5K, karenanya aku urung masuk ke toiletnya. Lebih baik ke toilet di boat saja yang sudah pasti gratis hehehehe...
Kami duduk-duduk di atas perahu-perahu kecil yang diletakkan terbalik di atas pasir sambil istirahat dan bersantai sembari memperhatikan orang-orang yang sedang berada di pantai, hingga kemudian Sonja datang dan kemudian masuk ke dalam toilet. Saat Sonja mendatangi kami, aku bertanya apakah dia membayar, dan katanya dia tidak mau membayar. Baru mengobrol sebentar, si pemilik rumah makan lagi-lagi berteriak-teriak dan mengusir kami agar tidak duduk di atas perahu-perahu ini. Kami pun pindah ke tempat lain di dekat boat sambil setengahnya justru menertawakan pemilik penginapan yang sepertinya jadi emosi karena Sonja tidak mau bayar untuk ke toilet hehehehe...
Kami mengobrol sambil berteduh di sini, dan kemudian tampak ada beberapa ekor monyet yang berkeliaran. Ada juga anak-anak monyet yang masih tampak kecil-kecil. Saat kudekati karena hendak memotret mereka, putra pemilik penginapan justru mengajariku cara memikat anak-anak monyet ini, bahkan kemudian memberikan snack dan di tanganku supaya ada anak monyet yang mau naik di tangan, bahkan hinggap di atas kepalaku. Pengalaman yang menyenangkan sekali hehehehe...
Setelah itu kami hanya duduk dan mengobrol bersama Sonja, hingga sekitar jam 10.05 pagi para penumpang dari boat kami mulai dijemput dengan perahu motor kecil yang tadi mengantar kami ke sini. Karena kami tidak kebagian tempat, kami ikut jemputan yang kedua untuk menuju boat. Jam 10.10 pagi kami sudah masuk ke dalam perahu motor kecil dan meninggalkan Monkey Island.
Setelah semua penumpang boat dihitung oleh sang nakhoda, boat mulai berlayar kembali. Kami kembali disuguhi pemandangan indah sejauh mata memandang. Pulau-pulai karst dan limestone menghiasi lautan yang berwarna kehijauan. Sepanjang perjalanan air laut tampak cukup tenang. Lan Ha Bay sendiri memang tidak terlalu populer apabila dibandingkan dengan Ha Long Bay, namun banyak orang yang mengatakan bahwa Lan Ha Bay justru lebih indah dan pastinya tidak terlalu touristy.
Sekitar jam 11 kami tiba di sebuah perairan yang tampaknya cukup tertutup dengan air laut yang tenang tanpa ombak sama sekali, sementara di sekelilingnya ada beberapa pulau kecil dengan pasir putih di pantainya. Di sini penumpang boleh berenang kalau mau. Beberapa penumpang di boat kami langsung terjun ke dalam air dan berenang di air berwarna kehijauan yang tenang ini. Katanya sih airnya tidak dingin. Aku juga ingin berenang tapi suami tidak mau, dan aku yang takut akan kedalaman air ini tentunya tidak berani berenang sendirian tanpanya.
Menit demi menit berlalu. Ingin, tapi takut. Takut, tapi ingin, karena ini mungkin akan jadi pengalaman sekali seumur hidup buatku. Setelah cukup lama menonton penumpang lain berenang, Fini mengajakku masuk ke air dengan cara memakai pelampung yang disediakan di boat. Saran yang sangat brillian yang tidak terpikirkan olehku sebelumnya!
Maka berdua dengan Fini, aku memakai pelampung, dan kemudian akhirnya masuk juga ke air laut hahahaha.... Wah rasanya menyenangkan sekali dan tidak perlu takut tenggelam hehehehe...
Setelah berenang dan berendam di air selama beberapa menit, Rez yang sudah duluan masuk ke air mengajak kami untuk berenang ke salah satu pantai berpasir putih yang tampak sepi. Kami bertiga berenang ke sana, dan saat berjalan di pasirnya aku sempat menginjak batu karang yang tajam hingga membuat telapak kakiku berdarah dan cukup parah. Namun semua tidak terlalu kupikirkan karena sakitnya tidak seberapa dibandingkan senangnya mendapatkan pengalaman baru ini.
Aku, Rez dan Fini akhirnya duduk di pantai kecil ini dan mengobrol banyak. Sebagian besar perbincangan kami adalah mengenai travelling dan bagaimana orang-orang lain di sekitar kami kadang beranggapan bahwa kami hidup mewah dengan melakukan travelling. Padahal sehari-harinya kami hidup sangat irit dan menabung sedikit demi sedikit untuk bisa membiayai perjalanan kami. Rez berusia 24 tahun dan berprofesi sebagai guru di Malaysia. Sementara Fini berusia 21 tahun dan masih kuliah. Tidak terasa, kami mengobrol sampai hampir 30 menit, total sudah hampir 1 jam dari kami mulai masuk ke dalam air laut tadi, hingga kami merasa harus segera kembali ke boat, takutnya penumpang lain sudah menunggu.
Kami bertiga berenang kembali dan naik ke dalam boat dengan kondisi pakaian yang basah kuyup, dan sementara melepaskan pelampung, kami melihat bahwa sang nakhoda dan asistennya sedang masak dan menyiapkan makan siang untuk kami semua. Hmmm... saat yang tepat, karena aku sudah mulai lapar hehehehe...
Tidak lama kemudian saat kami berada di lantai atas, sang nakhoda memanggilku untuk masuk ke lantai bawah dan berkata bahwa setelah ini makan siang akan dihidangkan. Dia bahkan tidak menggubris para tamu bule lho, entah mengapa begitu. Jadi aku memberi tahu penumpang lain untuk turun dan masuk ke dalam ruang makan karena makan siang akan segera disiapkan.
Satu buah meja bisa diisi oleh 6 orang, dan seperti biasa karena aku, suami, Rez dan Fini berwajah Asia, tidak ada yang mau duduk dengan kami. Hanya Sonja satu-satunya yang mau duduk bersama kami, dan sesungguhnya ini justru menjadi hal baik, karena meja-meja lain diisi 6 orang dan meja kami hanya 5 orang, sementara jumlah porsi yang dihidangkan sama banyaknya hehehehe...
Dalam kondisi yang cukup dingin karena pakaian masih basah, kami menunggu dengan sabar makanan yang dihidangkan satu demi satu. Mulai dari kentang masak mentega, kacang goreng, lumpia goreng, cah tahu goreng, semacam kekian goreng, cah sawi putih, ikan yang dimasak saus, dan akhirnya sebakul nasi, dihidangkan di atas meja.
Waaaaah... baru melihatnya saja sudah membuat air liurku menetes. Setelah mengambil beberapa foto, kami semua mulai makan bersama menjelang jam 12 siang. Entah karena perutku yang kelaparan atau memang makanan yang disajikan semuanya enak, rasanya susah untuk berhenti makan. Kami berlima makan dengan lahap namun masih tetap saling menawarkan makanan satu sama lain. Suasananya benar-benar menyenangkan sekali.
Dari satu meja isi 5 orang ini, suami satu-satunya laki-laki, namun mungkin bisa dibilang suami yang makannya paling sedikit bersama Sonja, sementara ketiga perempuan lain yang mengelilingi mereka makan dengan porsi yang sangat banyak hahahaha.... Aku makan sampai perutku benar-benar tidak sanggup lagi diisi makanan, dan Fini dan Rez menghabiskan sedikit sisa sayur yang masih ada. Wow, benar-benar makan siang yang amat sangat enak dan luar biasa. Walaupun minim menu daging, menurutku ini adalah makan siang termewah selama kami berada di Vietnam dan menjadi salah satu makan siang termewah seumur hidup hahahaha...
Karena minuman tidak disediakan, penumpang diharapkan membeli minuman di atas boat. Beberapa penumpang lain membeli minuman ringan, sementara suami membeli kopi panas seharga VND 20K. Memang tidak murah karena kopinya dari kopi instan, namun dibandingkan dengan keseluruhan perjalanan masih sepadan sekali kok ^_^
Usai makan siang, sang nakhoda dan asistennya membereskan perabotan di meja, dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih atas makanan yang luar biasa enaknya ini. Setelah itu kami semua kembali duduk di atas, dan boat mulai melaju kembali. Kami kembali disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya sepanjang perjalanan, hingga kemudian jam 12.30 siang boat berbelok ke suatu area dan kemudian berlabuh di sebuah pelabuhan kecil.
Semua penumpang disuruh turun ke dermaga, dan tanpa mengerti apa pun, tiba-tiba sang nakhoda yang ikut berjalan bersama kami menyuruh kami masuk ke salah satu barisan kayak yang berada di tepian dermaga. Kami bahkan tidak dipakaikan life jacket (pelampung) untuk keamanan. Wow!!! Maklumlah cheap tour hahahaha...
Kebingungan karena sebelumnya kami berdua sama sekali belum pernah naik kayak, tidak disuruh memakai pelampung, apalagi HP beserta tongsisnya masih kupegang begitu saja. Takut juga kalau kayaknya tenggelam (hahahaha) dan HP jadi rusak. Karena situasinya agak diburu-buru, kami masuk ke kayak, lalu berusaha mendayung asal-asalan, dan segera menjauh dari dermaga ini.
Sembari belajar mendayung dengan melihat peserta lain, perasaaan yang ada di dalam hatiku adalah wow banget! Maklumlah kami berdua benar-benar tidak pernah naik kayak dan tidak ada gambaran sama sekali bagaimana caranya berkayak hahahaha... Makanya begitu kami bisa mendayung agak menjauh sedikit, rasanya tidak henti-henti selfie untuk mengabadikan momen pertama yang tak terlupakan ini hehehehe...
Kami mendayung perlahan-lahan, melewati sebuah gua kecil, lalu mulai melaju ke tengah dan melihat beberapa kayakers melewati sebuah selat kecil, sementara kami memilih untuk lurus. Wah, rasanya senang sekali bisa mendayung kayak berdua suami. Kami sempat melewati sebuah gua, lalu keluar menuju perairan terbuka. Semuanya yang ami lihat di sekitar tampak begitu dekat. Dari sini kami menuju ke gua lain, di mana tampak beberapa buah kayak sedang berusaha keluar dari dalamnya. Gua ini merupakan terusan yang cukup sempit dan ramai. Sebelum masuk ke dalam gua kami kayak kami sempat menyangkut di bebatuan karena airnya sangat dangkal. Suami sampai harus turun dari kayak untuk mendorong kayak keluar dari cengkeraman batu-batu tersebut. Memasuki gua, ternyata kayak kami justru mempersulit orang-orang yang hendak keluar. Saat kami berpapasan dengan mereka, aku sempat meminta maaf karena bisa dibilang kami menghambat jalan mereka, namun mereka semua justru sangat pengertian dan memberi kami jalan agar bisa lewat duluan. Terusan ini sangat sempit dan arus air mengarah masuk, sehingga cukup menyulitkan mereka yang hendak keluar. Aku sendiri sempat ragu-ragu, kuatir kami tidak bisa keluar dari arah sebaliknya akibat arus air yang cukup deras, namun suami meyakinkan kami pasti bisa melaluinya.
Keluar dari gua ini, kami tiba di sebuah perairan tertutup yang pemandangannya indah. Banyak kayak lain yang juga tampak sedang bersantai atau istirahat di sini, sementara untuk menuju ke arah kembali tampak antrian yang cukup panjang. Kami masih berputar-putar kemudian beristirahat sejenak di sini selama beberapa menit, kemudian memutuskan untuk ikut antri keluar melalui gua yang sempit tadi. Kelihatannya ada sekitar 10 kayak (atau lebih) yang sedang antri di depan kami, karenanya kami berhenti sembari mengendalikan kayak kami agar tidak terbawa arus. Sempat juga menabrak kayak lain, dan untungnya mereka juga menyadari bahwa agak sulit untuk mengendalikan kayak di tempat ini.
Sekitar jam 2.20 siang, akhirnya kami mulai masuk ke dalam gua sempit yang lalu lintasnya selalu macet ini. Kebetulan ada beberapa kayak yang sedang menuju ke arah berlawanan dengan kami dan memang membuat lalu lintas menjadi macet total. Leadernya adalah seorang lokal yang sepertinya guide, dan dia membantu beberapa kayak berisi turis bule untuk bisa melewati kemacetan ini. Pengemudi kayak di depan kami marah-marah, menghujat si guide ini dan mengatakan bahwa dia menyebabkan kemacetan, dan pastinya sempat mengeluarkan kata-kata kasar yang ditujukan kepada si guide lokal tadi. Kami berdua yang tadi pada saat masuk dari arah yang berlawanan justru disupport oleh orang-orang lain yang mau keluar, jadi merasa kesal dengan kelakuan turis bule di depan kami ini. Aku bahkan sempat menghibur si guide dengan mengatakan jangan mempedulikan omongan si turis bule di depanku tadi. Begitulah, kadang orang bule memang bisa menyebalkan dan egois sekali kelakuannya hehehehe... Kami juga berpapasan dengan Sonja yang baru akan masuk di sini.
Dengan sedikit bersusah payah, menabrak sana-sini karena kondisi yang cukup macet dan terutama karena arus air yang cukup deras yang harus kami lawan sementara kami bukan orang-orang yang cukup berpengalaman mendayung kayak, akhirnya kami bisa keluar juga dari gua yang sempit dan macet ini. Begitu tiba di perairan terbuka barulah kami berdua bisa bernafas dengan lega. Phew...
Setelah itu kami lebih banyak berkayak di perairan yang terbuka saja supaya aman dan tidak kesulitan seperti tadi. Kami lebih banyak bersantai dan mendayung perlahan atau berhenti, mendekati arah dermaga. Baru sekitar jam 2.45 siang kami memutuskan untuk kembali ke dermaga. Tampaknya hampir semua penumpang lain sudah kembali ke dalam boat, hanya tinggal beberapa orang dan Sonja. Sonja memang mendayung kayaknya sendirian (namun dia sudah terbiasa berkayak), dan setelah menunggu beberapa saat akhirnya Sonja muncul juga di dermaga. Katanya dia juga terjebak macet di gua yang sempit tadi, sehingga makan waktu cukup lama untuk bisa keluar.
Tidak terasa, kami berkayak selama lebih dari 2 jam, padahal rasanya baru 5 menit saja. Tapi memang tangan dan pinggang terasa agak pegal-pegal karenanya hehehehe...
Setelah semua penumpang naik ke dalam boat, jam 3 sore sang nakhoda kembali manjalankan boat yang kami naiki. Dari Google Map tampak bahwa kami menuju kembali ke Cat Ba Island. Kebanyakan penumpang duduk di atas dan bersantai menikmati perjalanan pulang ini, sementara kami memilih untuk duduk di dalam di ruang makan karena udara mulai terasa dingin. Kami sempat melewati semacam perkampungan nelayan dengan banyak rumah yang terapung di atas laut. Banyak dari mereka yang memiliki anjing yang tampak sedang berkeliaran di sekitar rumah-rumah tersebut.
Pemandangan yang kami saksikan bahkan tampak lebih indah daripada waktu berangkat karena cahaya matahari yang sudah mulai menyurut dan membuat semuanya tampak lebih indah. It was the most beautiful view we saw in Vietnam so far! Everything looked so perfect!!!
Kami sungguh beruntung karena seharian ini cuaca cerah. Matahari bersinar namun panasnya tidak menyengat, dan yang pasti tidak hujan. Semuanya terasa begitu pas untuk menikmati day boat tour ini. Selama perjalanan ini kami juga sempat berpapasan dengan beberapa boat lain yang tampak jauh lebih mewah, mungkin kapal-kapal seperti inilahn yag mengangkut penumpang untuk bermalam di dalamnya. Pastinya tarifnya mencapai jutaan rupiah, dan menurut beberapa orang justru kurang sepadan dengan apa yang diperoleh.
Kami sampai ke dermaga Banh Beo jam 4.30 sore, dan suami sempat mengajak selfie sang nakhoda yang telah bekerja keras untuk menyenangkan semua penumpangnya seharian ini. Kami bahkan sempat memasukkan tip sebsar VND 20K ke dalam tempat yang telah disediakan. Andai kami travelling dengan uang berlebih, pastinya kami akan memberi lebih banyak lagi.
Turun dari boat, semua penumpang diarahkan untuk naik ke sebuah minivan untuk diantar kembali ke Victor Charlie Hostel. Kebetulan minivannya sudah penuh, sehingga kami berdua bersama Sonja malah disewakan grab dengan mobil sedan yang sangat nyaman, bersih dan wangi.
Jam 4.40 sore, kami sudah sampai di Victor Charlie Hostel, dan langsung mandi dan keramas dengan air panas yang terasa sangat nyaman. Baju-baju kotor juga langsung dicuci semuanya, dan dijemur di tempat terbuka di lantai 5 dengan harapan besok pagi sudah kering semua. Setelah itu aku membuatkan segelas kopi untuk suami, dan kami bersantai sejenak di dalam kamar. Rencananya sore hari ini kami akan memesan tiket dari Cat Ba ke Hanoi untuk besok.
Jam 5.30 petang, kami berjalan keluar menuju ke Full Moon Party Hotel dan memesan dua buah tiket ke Hanoi seharga masing-masing VND 200K. Selama kami menjelajah Cat Ba, kami beberapa kali mampir di agen yang menjual tiket bus ke Hanoi, dan di sinilah kami menemukan harga termurah. Usai memesan tiket, kami masih berjalan-jalan sejenak di seputaran kota Cat Ba untuk terakhir kalinya. Sempat membeli sebotol lagi Vodka Hanoi di CT Supermarket, baru kemudian pulang kembali ke hostel.
Sesampai di kamar, aku masak ramen untuk suami, merebus kangkung untukku, dan masak tumis daging babi untuk kami berdua. Setelah semuanya matang baru kami makan berdua di dalam kamar, dan jam 9 malam kami berdua beranjak tidur karena kelelahan..
.
Hari ini total berjalan kaki hanya sekitar 4-5 KM saja karena lebih banyak berada di dalam kapal, but today we experienced an unforgettable journey and first time for everything! Boat tour yang sangat menyenangkan dan berkesan, nakhoda yang sangat baik kepada kami berdua (bahkan menawarkan permen karet usai berkayak hanya kepada kami), makan siang yang enak dan sangat mewah, dan tentunya mendapatkan teman-teman baru dari Malaysia. Pada umumnya penumpang bule yang lainnya (selain Sonja) memang tampak tidak menganggap kami, jadi kami juga tidak ambil pusing kepada mereka. Secara keseluruhan, hari ini sungguh sangat menyenangkan dan berkesan untuk kami. Semoga ke depannya masih akan selalu ada pengalaman-pengalaman menyenangkan lainnya ^_^
Tapi, sebetulnya apa sih yang membuat kami datang ke Cat Ba Island dan memilih day boat tour ke Lan Ha Bay ini?
Berada di selatan kota Cat Ba, Lan Ha Bay terdiri atas sekitar 300 pulau-pulau karst dan limestone yang sama indahnya dengan Ha Long Bay, bahkan memiliki atraksi tambahan berupa pantai-pantai berpasir putih. Namun karena jaraknya yang cukup jauh dari kota Ha Long, tidak banyak turis yang melakukan boat tour hingga ke tempat ini, sehingga menjadikannya less touristy. Perjalanan dengan boat maupun kayaking katanya paling baik dilakukan dari Cat Ba.
Secara geologis, Lan Ha merupakan perpanjangan dari Ha Long Bay namun masuk ke dalam provinsi yang berbeda. Terdapat 200 spesies ikan, 500 spesies mollusc, 400 spesies arthropod, dan banyak jenis hard coral dan soft coral yang hidup di perairan ini, sementara hewan-hwan laut lain yang lebih besar meliputi anjing laut dan tiga spesies lumba-lumba. Menarik sekali kan?
Beberapa orang kawan bertanya dan menyarankan kami untuk ke Ha Long Bay, dan karena aku sudah cukup membaca mengenai perbandingan antara Ha Long Bay dan Lan Ha Bay tour, aku sudah pasti tidak akan memilih ke Ha Long Bay yang jauh lebih touristy, bahkan kami amat sangat senang karena memilih Lan Ha Bay sebagai alternatif penggantinya. Aku pribadi percaya, aku tidak rugi karena tidak mengunjungi Ha Long Bay, bahkan apa yang kami lihat merupakan versi yang lebih indah daripad Ha Long Bay. Lan Ha Bay yang lebih sedikit dikunjungi turis, memiliki tingkat polusi yang lebih sedikit, ditambah lagi dengan adanya bonus pantai berpasir putih, desa-desa yang mengapung di atas perairan, dan gua-gua yang kami lewati dengan kayak. Jadi, sejauh ini day boat trip ke Lan Ha Bay ini merupakan highlight seluruh perjalanan kami. Mudah-mudahan besok-besok kami masih akan menemukan tempat-tempat yang lebih indah lagi di Vietnam untuk dijelajahi ^_^
To be continued.......
Secara geologis, Lan Ha merupakan perpanjangan dari Ha Long Bay namun masuk ke dalam provinsi yang berbeda. Terdapat 200 spesies ikan, 500 spesies mollusc, 400 spesies arthropod, dan banyak jenis hard coral dan soft coral yang hidup di perairan ini, sementara hewan-hwan laut lain yang lebih besar meliputi anjing laut dan tiga spesies lumba-lumba. Menarik sekali kan?
Beberapa orang kawan bertanya dan menyarankan kami untuk ke Ha Long Bay, dan karena aku sudah cukup membaca mengenai perbandingan antara Ha Long Bay dan Lan Ha Bay tour, aku sudah pasti tidak akan memilih ke Ha Long Bay yang jauh lebih touristy, bahkan kami amat sangat senang karena memilih Lan Ha Bay sebagai alternatif penggantinya. Aku pribadi percaya, aku tidak rugi karena tidak mengunjungi Ha Long Bay, bahkan apa yang kami lihat merupakan versi yang lebih indah daripad Ha Long Bay. Lan Ha Bay yang lebih sedikit dikunjungi turis, memiliki tingkat polusi yang lebih sedikit, ditambah lagi dengan adanya bonus pantai berpasir putih, desa-desa yang mengapung di atas perairan, dan gua-gua yang kami lewati dengan kayak. Jadi, sejauh ini day boat trip ke Lan Ha Bay ini merupakan highlight seluruh perjalanan kami. Mudah-mudahan besok-besok kami masih akan menemukan tempat-tempat yang lebih indah lagi di Vietnam untuk dijelajahi ^_^
To be continued.......
No comments:
Post a Comment