DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Thursday, July 5, 2018

VIETNAM & LAOS BACKPACKING 2018 (16) - PHONG NHA - TAM COC (NINH BINH)


5 April 2018



Akibat lelah seharian kemarin dan karena hari ini kami tidak ada rencana di pagi hari, aku baru bangun jam 6.15 pagi. Sungguh menyenangkan apabila bisa tidur cukup di malam hari. Bangun pagi tanpa bunyi alarm, badan terasa sangat segar dan rasanya siap untuk melakukan aktivitas apa pun hehehehe... Dan entah mengapa, hari ini lagu anak-anak yang biasanya terdengar di pagi hari mulai jam 6.30, sama sekali tidak terdengar hahahaha...

Suami baru terbangun menjelang jam 8 pagi, dan jam 8.10 pagi kami sudah turun ke lobby untuk sarapan. Joe yang sepertinya juga baru bangun, membantu kami memesan sarapan, dan setelah sekitar 20 menit menunggu, barulah sarapan kami terhidang. Pagi ini kami mendapat banana pancake dan secangkir kopi yang sangat pahit. Banana pancakenya sendiri cukup lumayan, namun untuk kopinya tidak disediakan susu kental manis seperti biasanya. Katanya mereka kehabisan. Duh, kalau orang bule pastinya sudah marah-marah nih, karena sarapan yang dijanjikan tidak pernah sesuai. Kemarin sore saat kami kembali dari Botanic Garden, kami mencoba negosiasi agar dapat makanan sebagai pengganti sarapan, tapi ternyata tidak bisa. Jujur saja sih untuk pelayanan di Mini Mansion ini masih sangat kurang walaupun tempatnya memang nyaman. Aku sendiri sudah menyampaikan semua keluh kesahku ini kepada Joe dan Sonya, supaya tempat ini bisa beroperasi dengan lebih baik ke depannya.



Usai sarapan, kami berdua naik ke kamar. Aku masak nasi dulu untuk makan kami seharian ini agar tidak perlu membeli makan setelah check-out nanti. Oya sepertinya aku lupa menceritakan bahwa sejak beberapa hari lalu, backpack suami ada yang jahitannya lepas, mungkin karena terlalu sering kepenuhan barang hehehehe.... Selain itu, celana pendekku juga robek di bagian depan dekat resleting semenjak di Da Nang, hanya saja karena kupikir aku selalu mengenakan leggings di dalamnya, tidak akan jadi masalah. Namun kemarin robeknya menjadi semakin lebar dan tampak cukup parah, jadi aku mencoba akan meminjam benang dan jarum kepada pihak penginapan. Tidak disangka, saat aku menyampaikannya kepada Joe, dia punya satu set kecil peralatan jahit dan mau meminjamkannya kepadaku. Beruntung sekali ya, akhirnya aku menjahit celana pendekku dan backpack suami dengan peralatan sederhana yang dimiliki Joe ini. Dua masalah pun terselesaikan sekaligus ^_^

Sekitar jam 10 pagi, kami berdua turun dan pergi ke pasar untuk membeli daging dan snack. Sesampai di pasar, tampak suasana yang cukup ramai. Masih banyak pedagang yang menjajakan segala macam bahan makanan, tidak seperti sore hari dua hari lalu saat kami kemari. Kami membeli 1/2 kg daging babi seharga VND 30K, lebih murah VND 5K dari sebelumnya. Setelah itu kami mampir di sebuah toko kelontong dan membeli dua macam snack seharga VND 15K. Dari pasar, kami berjalan ke Visitor's Center dan beruntung bisa membeli dua buah snack kacang semacam jipang seharga masing-masing VND 15K (ini termasuk murah lho, karena besar dan enak. Pedagangnya buka harga awalnya VND 30K per buah). Dari sini kami menuju ke sebuah rumah makan di depan Visitor's Center untuk mencari arak lokal. Kemarin aku sempat bertanya kepada Joe di mana arak lokal yang enak di Phong Nha, dan Joe memberitahuku tempat ini.
Sang pemilik rumah makan sepertinya tidak terlalu mengerti bahasa Inggris, namun tidak lama kemudian datang seorang laki-laki berusia 30-an yang sangat fasih berbahasa Inggris, dengan logat yang agak asing bagiku. Ternyata dia adalah seorang guide, dan pernah lama tinggal di Australia. Tidak heran logatnya agak rumit didengar hahahaha....



Setelah tawar menawar (yang tidak berhasil), akhirnya aku membeli dua botol arak lokal, satu dengan rendaman jeruk hutan (katanya harga jeruknya saja VND 200K/kg) dan satu lagi dengan rendaman strawberry lokal yang rasanya enak sekali. Per botol mineral isi 500 ml dihargai VND 50K. Sang guide mengajak mengobrol panjang lebar mengenai pengalaman-pengalamannya hingga kami merasa agak terburu-buru harus pulang karena waktu sudah menunjukkan jam 10.30 siang.

Kembali ke penginapan dan masuk ke dalam kamar, suami mandi dulu sementara aku cepat-cepat membersihkan dan masak daging yang baru dibeli untuk bekal lauk makan siang dan makan malam. Selesai masak, waktu sudah menunjukkan jam 11.45 siang dan aku buru-buru mandi. Saat aku mandi inilah, lagi-lagi air mati. Untungnya aku sudah hampir selesai jadi tidak terlalu masalah, hanya saja aku berpikir bahwa pemilik penginapan ini perhitungan sekali dengan listrik dan air, padahal tampaknya ramah dan baik. Hmmm...

Kami berdua bergegas menyimpan semua barang ke dalam backpack, dan tepat jam 12.05 siang kami turun dari kamar dan check-out. Aku membayar semua tagihan, dua malam untuk double room (VND 228K/malam) dan satu hari sewa motor (VND 100K). Setelah membayar, aku bertanya apabila kami diperbolehkan tetap tinggal di lobby hingga malam hari saat bus menjemput, dan kata May boleh. Jadilah aku mengeluarkan laptop kecilku, mencolokkannya ke listrik, dan mulai bekerja.

Selama beberapa hari terakhir ini, karena keterbatasan waktu, aku tidak sempat memenuhi kewajibanku untuk order barang-barang di toko kami di Banyuwangi yang sudah atau hampir habis. Karenanya waktu luang dan colokan listrik gratis di Mini Mansion ini kumanfaatkan sebaik-baiknya untuk order barang. Aku chat dengan beberapa marketing sekaligus untuk memesan barang-barang yang dibutuhkan. Kami sempat makan siang nasi dengan daging yang sudah kumasak sebelumnya. Bahkan Joe dan May si pemilik penginapan pun terheran-heran karena aku masih sempat masak selama travelling ini hehehehe...
Hari ini pun aku melihat ada dua transaksi yang masuk ke dalam credit card BCA-ku. Dari menggunakan 2 account dan memesan kamar di booking.com, hari ini aku mendapatkan transfer uang sebanyak 2 X IDR 206K, total sekitar 413 ribu rupiah, hanya dengan memesan kamar lewat link yang kumiliki. Lumayan sekali ya hehehehe...
Sembari bekerja, tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, dan waktu sudah menunjukkan jam 4.30 sore saat aku benar-benar selesai mengerjakan semua yang perlu kukerjakan. Lama sekali ya...

Setelah selesai semua, rasanya lega sekali dan beban berat serasa terangkat dari tubuh ini hahahahaha... Sementara aku sibuk bekerja berjam-jam, suami duduk dengan sabar menemani di seberang meja hanya dengan HP-nya. Baik sekali ya...
Usai bekerja dan memasukkan kembali laptop ke dalam backpack, kami membuat segelas kopi dengan air dari dispenser. Kopi instan tentunya, dan dispensernya harus dinyalakan terlebih dahulu. Lumayan membuat tubuh menjadi lebih bersemangat setelah beberapa jam yang memeras otak hehehhehe...

Jam 5 sore, kami memutuskan untuk berjalan-jalan lagi untuk terakhir kalinya di kota Phong Nha. Kami berjalan lagi sampai ke Visitor's Center, memotret pemandangan di tepi sungainya yang sangat indah. Jam 5.45 petang, setelah matahari tenggelam di balik pegunungan (namun suasana masih cukup terang) kami berjalan kaki ke sebuah jalan yang mengarah ke utara di seberang Visitor's Center. Pemandangan di jalan yang sepi ini sungguh indah, dan kami juga menjumpai beberapa ekor anjing yang friendly sepanjang jalan.



Setelah merasa cukup jauh berjalan kaki dan sepertinya tidak ada view lain yang akan lebih indah, kami berbalik arah dan berjalan kaki kembali ke arah kota. Kami langsung menuju ke warung kopi tempat kami mampir kemarin. Di tempat ini, suami langsung memesan satu gelas kopi. Aku masih mencari-cari anak perempuan yang kemarin, karena aku sudah berjanji akan datang kembali hari ini dan ingin bertemu lagi dengannya.

Ternyata warung pinggir jalan ini selain menyediakan kopi dan berbagai minuman lain, menyediakan juga berbagai macam daging barbeque. Petang ini aku melihat pengjung lain (orang lokal) yang memesan beberapa macam makanan, termasuk daging dan makanan lokal Vietnam yang aku tidak tahu namanya.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Gadis kecil yang kemarin mengajakku mengobrol muncul. Aku bertanya kepadanya apa gerangan makanan semacam kerupuk yang berbentuk lembaran yang sedang dimakan oleh orang-orang di meja sebelah kami. Katanya, namanya banh trang (rice paper), dan sewaktu kutanya harganya ternyata hanya VND 5K. Aku pun mencoba untuk memesan satu buah. Aku melihat sang ibu membakarnya terlebih dahulu sebelum menyajikannya untuk kami.



Sementara itu, kopi yang disajikan kali ini agak berbeda. Sepertinya kami diperlakukan bagaikan orang lokal karena kemarin aku terlihat mengobrol dan bercanda dengan anak-anaknya. Susu kental manis yang biasanya dijatah langsung di dalam gelas, kali ini diberikan beserta kalengnya, jadi bebas berapa banyak pun kami akan menuang. Selain itu kami juga diberi es batu, setelah terlebih dulu minta kepada si gadis kecil.
Sayang sekali sebelum kami selesai makan dan minum di tempat ini, si gadis kecil berpamitan karena harus menghadiri acara doa di tempat lain. Kami pun saling mengucapkan salam perpisahan.

Banh trang yang aku pesan, pertama makan rasanya agak aneh sih, tapi lama-kelamaan enak juga. Suami pun cukup menyukainya. Bentuknya lembaran besar dan bundar, dan di permukaannya dipenuhi dengan wijen hitam. Rasanya gurih sekali. Kadang-kadang agak alot, namun kebanyakan renyah saat digigit. Pada umumnya orang lokal makan banh trang dengan segala macam lauk barbeque, seperti ikan, ayam, daging babi, atau daging sapi yang dipanggang di atas api. Hanya kami berdua saja yang makan banh trang tanpa lauk hahahaha...

Sekitar jam 6.30 malam, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan, dan kemudian makan malam nasi dan daging yang sudah kusiapkan sebelumnya. Sementara itu May dan keluarganya juga menikmati makan malam di meja panjang yang ada di lobby. Karena kami melihat Joe dan Sonya sedang berada di lantai bawah, kami pun mengobrol dengan mereka. Saling menceritakan pengalaman masing-masing, dan bertukar cerita mengenai apa saja. Bahkan kemudian Sonya sempat mengeluarkan arak yang dia beli sewaktu di Asia (aku lupa di Korea atau Jepang), dan berbagi bersama kami semua. Suasananya terasa akrab dan menyenangkan sekali saat itu.



Karena agak lelah akibat cukup cibuk seharian ini, usai mengobrol kami duduk-duduk di depan penginapan sambil beristirahat. Aku sempat menimbang berat backpack yang bakal kubawa, dan ternyata hanya 11,5 kg, jauh lebih ringan dibandingkan sebelumnya. Aku bolak-balik ke toilet, karena sore ini minum cukup banyak dan tidak ingin kebelet pipis selama di dalam bus. Kami sempat berfoto bersama Joe, Sonya, May, putri dan asistennya sewaktu duduk di luar.



Sleeper bus yang kami tunggu baru datang jam 9.45 malam, dan berhenti di seberang jalan dari Mini Mansion. Setelah buru-buru ke toilet, kami berdua buru-buru menyeberang jalan, sementara May sudah berada di samping bus.
Sewaktu memesan bus ini. secara spesifik kami berdua meminta kepada May untuk kalau bisa mencarikan tempat di lantai dasar, bukan di atas, dan kalau bisa kami berdua duduk bersebelahan. May tidak bisa menjanjikan, dan kami bisa terima hal tersebut, karena bus ini berangkat dari tempat lain jauh sebelum kami akan naik.
Pengalaman naik sleeper bus dari Phong Nha menuju ke Tam Coc ini juga menjadi salah satu pengalaman baru yang cukup asing buat kami berdua. Begini ceritanya hehehehe...

Saat memasuki bus, seperti biasa alas kaki harus dilepas terlebih dahulu dan sang driver memberikan tas plastik untuk menyimpannya. Nah, bus ini sekilas sudah tampak penuh. Hanya ada 1 seat yang tampak kosong di baris paling depan sebelah bawah. Suami segera menyuruhku untuk duduk di situ, dan walaupun agak ragu-ragu, aku duduk. Tempatnya berada di lantai bawah baris paling depan dan di tengah. Perfect seat, deh! Sementara itu ada couple bule yang juga masuk bersamaan dengan kami. Baru saja aku duduk, baik driver, kernet, dan ada lagi seorang pemuda dan seorang perempuan, berteriak-teriak mengatur tempat duduk para penumpang. Aku melihat seorang laki-laki lokal yang sedang tidur di baris paling depan sebelah kanan, dibangunkan dan diusir, sepertinya disuruh pindah tempat entah ke mana.

Sementara itu May masih berada di luar bus dan aku tidak tahu apa yang dia katakan, tapi sepertinya dia sedang memperjuangkan tempat duduk kami agar bisa sama-sama di bawah dan bersebelahan. Masalahnya, seat di sebelahku langsung diisi oleh laki-laki bule tadi, sementara pasangannya langsung duduk di atas sebelah kanan.
Terjadi keributan karena sang driver mengusir laki-laki bule ini, yang mana dia bersikeras tidak mau pindah, bahkan pakai kata-kata makian segala, namun pada akhirnya pindah juga karena sang driver makin galak dan memasang wajah seram. Teriakannya berganti dengan bentakan yang cukup menyeramkan.
Intinya couple ini tidak mau dipisahkan, sementara satu-satunya seat kosong ada di paling belakang. Si istri kemudian disuruh pindah ke bawah, ke sampingku, dan suamiku disuruh naik ke atas, tempat perempuan bule ini tadinya duduk. Si suami akhirnya keukeuh mau tidur di lantai, agar bisa bersebelahan dengan istrinya, sementara seat di belakang tadi dia tidak mau pakai dengan alasan sempit. Katanya, di deretan paling belakang ada orang yang berbadan besar, dan kalau dia duduk di sebelahnya pasti tidak akan cukup.

Sementara itu, ada perempuan bule lain di sebelah kiriku yang hendak mengambil bantal dari lantai, dan langsung dimarahi oleh sang kernet, sampai bisa dibilang dimaki-maki. Sebetulnya suasananya bisa dibilang agak menyeramkan, namun entah kenapa aku justru tidak merasa takut karena sepertinya semua yang galak-galak ini tidak demikian terhadap kami berdua, walaupun tidak bisa dibilang ramah juga. Sekitar 10 menit waktu berlalu hingga akhirnya bus baru siap berangkat, dan perempuan muda yang tadi ikut berteriak-teriak turun kembali. May masih menunggu dan mengamati dari luar bus hingga kami berdua merasa nyaman dengan seat yang kami tempati. Kami melambaikan tangan dan menganggukkan kepala untuk berterima kasih kepadanya.

Saat bus baru saja berjalan, lampu-lampu penerangan di dalam bus langsung dimatikan, dan ketika ada 2 perempuan bule lain di sebelahku yang mengobrol perlahan-lahan, sang pemuda yang duduk di depan bersama driver tadi langsung menyuruh mereka diam sambil marah-marah dan berteriak-teriak. Ada pula penumpang (bule juga) yang duduk di atasku, dan mau menggantungkan tas plastik berisi sepatunya di sampingnya, langsung dibentak-bentak sambil sepatunya didorong masuk ke tempat duduknya. Wow!

Menurut pendapatku pribadi, perlakuan kru bus terhadap kami yang berbeda dengan para penumpang bule lainnya bisa saja karena pengaruh dari May yang mungkin menekankan agar kami dapat tempat yang layak. Namun aku lebih merasa justru karena kami sama-sama dari negara Asia Tenggara (karena May sempat menyebeutkan bahwa kami berasal dari Indonesia), justru tidak terlalu diperlakukan buruk. Aku hanya melihat sepintas, namun sepertinya hampir semua penumpang bus ini orang bule, ditambah beberapa orang lokal. Hmmm kalau begini ada untungnya juga jadi orang Indonesia hehehehe...

Sejujurnya, aku sudah banyak membaca review buruk tentang bus malam di Vietnam. Yah memang kebanyakan yang memberi review adalah turis bule sih... Sebagian besar menuliskan pengalaman buruk mereka selama naik sleeper bus di Vietnam, mulai dari kru bus yang sangat jahat, suka membentak-bentak dan marah-marah, hingga kecurian uang di dalam bus. Karenanya, menyaksikan apa yang terjadi di dalam bus malam ini seolah-olah semua tulisan yang aku baca itu sedang terjadi di depan mataku. Namun yang mengherankan memang para kru bus ini tidak sedikit pun bersikap jahat terhadap penduduk lokal maupun turis berwajah Asia seperti kami berdua.
Nah, mengapa bisa terjadi hal seperti ini di Vietnam?

Kalau banyak membaca dan mencari informasi, akan tampak bahwa memang banyak sekali turis bule, dari mana pun asal mereka (Amerika, Eropa, atau Pacific), yang seringkali memanfaatkan kebaikan penduduk lokal. Mereka, yang notabene berpenghasilan dollar, euro, atau poundsterling (yang tentunya nilai mata uangnya jauh lebih tinggi daripada mata uang di Asia Tenggara), seringkali menawar barang sampai tidak karuan murah harganya, seringkali menipu kabur dari penginapan tanpa bayar, seringkali mencuri dari restoran lokal, dan dari pengalaman pribadiku, mereka seringkali memandang rendah orang Asia yang dinilainya "hanya" berasal dari negara berkembang, kurang pendidikan, dan "kurang terpelajar" seperti mereka. Kasarnya, seringkali mereka merasa derajat mereka sebagai manusia berkulit putih lebih tinggi daripada orang-orang Asia pada umumnya, dan Asia Tenggara pada khususnya. Orang-orang bule ini, sebagian besar kalau mau mengunjungi negara-negara Asia atau Asia Tenggara khususnya, kuatir sekali akan terjangkit berbagai macam penyakit selama kunjungannya, sehingga rela membayar amat sangat mahal hingga puluhan juta rupiah hanya untuk disuntik berbagai macam vaksin. Can you believe that?
Namun belakangan seringkali pula aku mendengar istilah begpackers, di mana turis asing (yang semuanya adalah bule) minta uang kepada penduduk lokal agar bisa tetap melanjutkan travellingnya. Nggak salah nih??? Kalau nggak punya uang jangan travelling dong!!! Aku dan suami nggak banyak uang tapi selama travelling tidak akan pernah mau mengemis di negara orang!

Aku merasa hal-hal semacam inilah yang memicu kemarahan penduduk lokal pada akhirnya. Aku pribadi tidak bisa menyalahkan penduduk lokal atas sikap mereka yang mungkin dirasa kurang baik terhadap turis-turis bule ini, karena mungkin mereka juga sudah muak dengan perilaku orang bule pada umumnya, walaupun tidak semuanya seperti itu. Aku pun demikian. Dari pengalaman couchsurfing di mana kami berdua menawarkan kamar gratis (bahkan dengan makan tiga kali sehari plus snack dan segala kemewahan lainnya yang gratis) di rumah, kami beberapa kali menemui karakter orang bule yang memang hanya sekedar memanfaatkan fasilitas gratis tanpa betul-betul ingin bertemu dengan tuan rumahnya. Aku sangat menyayangkan masih banyak orang Indonesia yang sangat mengidolakan orang bule dan menganggap derajat mereka lebih tinggi daripada kita orang Asia, sehingga  mendewakan dan dengan senang hati mau dimanfaatkan. Menyedihkan sekali...

Hmmm maaf jadi curhat panjang lebar ya hehehehe...
Jadi begitulah, setelah suasana di dalam bus benar-benar sepi dan gelap, eeeehhhh.... sang pemuda yang berdiri di samping driver malah mengobrol dengan suara lantang dengan drivernya. Sementara itu sang kernet yang berbadan besar dan gemuk tidur di lorong di sebelahku, dan tidak lama kemudian mengorok dengan kerasnya hahahaha...

Secara umum, Hung Thanh sleeper bus yang kami naiki ini nyaman dan bersih kondisinya. Selimut dan bantalnya tidak bau. AC-nya pun sangat dingin hingga aku harus mengenakan selimut yang disediakan dan menutupi seluruh tubuhku rapat-rapat.
Walaupun malam hari, aku masih mendengar seringkali klakson bus kami berbunyi. Beruntung suami memakai earphone dan sepertinya dia bisa tidur dengan cukup nyenyak. Aku pun, walau beberapa kali terjaga, pada umumnya bisa tidur dengan cukup baik.

Hari ini karena kami lebih banyak stay di penginapan, hanya berjalan kaki sejauh 6 KM. Tidak terlalu jauh, dan tidak terlalu lelah seperti kemarin-kemarin. Sejauh ini aku bersyukur kami bisa bertahan sampai detik ini...


To be continued.......

No comments:

Post a Comment