DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Monday, September 18, 2017

NZ TRIP 2016 (11) - MOUNT MAUNGANUI & TAURANGA

Sabtu, 24 September 2016



Setelah tidur yang nyenyak dan cukup hangat di dalam campervan, aku terbangun subuh seperti biasa, lalu melakukan rutinitas pagi. Setelah selesai semuanya, sekitar jam 5.40 pagi aku cuci muka dan sikat gigi dulu di toilet umum yang di seberang taman. Suasana masih cukup gelap gulita, lampu-lampu taman masih menyala semua. Setelah merasa segar, dan karena yang lainnya masih ngorok semua di dalam campervan, aku putuskan untuk jalan-jalan dulu di sekitar. Suasana masih sangat sepi, tidak ada orang satu pun yang terlihat, jadi bisa motret-motret dan selfie-selfie sendiri di taman hahahaha...



Coronation Park ini setelah terang ternyata indah, banyak bunga yang mulai bermekaran di salah satu sudutnya. Ada kolam kecil dengan air terjun mini beserta jembatan. Pohon-pohon yang besar juga banyak. Sisanya berupa rumput hijau dan beberapa bangku taman untuk duduk-duduk.



Dari Coronation Park, aku berjalan menuju Waikorire - Pilot Bay. Di pantai ini banyak perahu-perahu yang sedang berlabuh. Ada dermaganya juga di sana, Salisbury Wharf, jadi aku berjalan ke dermaga dan memotret-motret di sana. Aku melihat beberapa orang laki-laki yang sepertinya sedang memancing. Sebetulnya aku orang yang biasanya suka menyapa duluan, tapi karena melihat mereka semua laki-laki, badannya besar-besar pula, jadi agak takut untuk menyapa. Eh, malah salah seorang dari mereka menyapaku, jadi kami sempat omong-omong sebentar. Aku masih agak waspada, agak takut juga kalau mereka mengganggu. Untungnya nggak sih, jadi tidak lama kemudian aku berpamitan pada mereka. Dari dermaga, aku turun dan berjalan kembali ke campervan. Di sisi kanan jalan terlihat ada semacam gerbang masuk dengan tulisan Port of Tauranga, dan ada kantor polisi juga, dengan mobil polisi di depannya. Kantor polisi di New Zealand bangunannya tidak besar-besar seperti di Indonesia, namun tampak elegan dan sama sekali tidak menyeramkan, dengan warna gedung putih dan biru. Jarang sekali selama kunjungan ke negeri Kiwi ini kami melihat polisi atau mobil polisi yang berseliweran atau berpapasan di jalan, apalagi operasi tilang hahahaha....



Port of Tauranga sendiri, dengan slogannya "Port of The Future", merupakan pelabuhan terbesar di North Island, dalam artian total volume kargo masuk dan keluar yang terbanyak. Karena lokasinya yang "tertutup" di balik Mount Maunganui dan Pulau Matakana, pelabuhan ini secara natural terlindungi dengan baik dari segala macam cuaca. Area pelabuhan ini luas sekali lho, meliputi 2 cold store yang bisa menampung masing-masing 9.000 ton dan 20.000 ton kargo, 2,5 hektar area tertutup untuk gudang, 27 hektar lahan yang sudah dipaving, dan lebih dari 90 hektar lahan yang dipersiapkan untuk kebutuhan dan fasilitas di masa mendatang. Luas sekali ya?

Sekitar jam 7 pagi, aku sudah kembali berada di campervan, membangunkan suami dan putriku. Setelah mereka sarapan dan cuci muka, kami pun bergerak menuju ke Mount Maunganui, yang jaraknya hanya sekitar 1,5 KM saja. Kami mencari tempat parkir di sepanjang jalan Marine Parade. Untung saja dapat, karena kebanyakan tempat parkir di jalan-jalan raya dan dekat Mount Maunganui ini berbayar, dan yang gratisan banyak yang sudah penuh. Di spot ini ada tanda boleh parkir sampai berjam-jam, namun tidak boleh menginap.

Marine Parade ini letaknya di sepanjang tepi pantai, dan dari tempat kami parkir, kami harus berjalan dulu sekitar 500 meter untuk sampai ke start awal naik Mount Maunganui. Sembari berjalan, kami banyak memotret suasana pantai di sisi kanan jalan. Sementara itu, di sisi kiri jalan berjejer bangunan-bangunan yang tampak megah dan elegan. Rata-rata merupakan hotel, apartemen, cafe, dan restoran yang sepertinya cukup fancy.



Melewati jalan setapak, sekitar jam 7.45 pagi kami sampai di "gerbang" menuju puncak gunung. Kami menaiki beberapa anak tangga, dan setelah itu berjalan mengikuti jalan setapak yang ada. Sembari berjalan, kami cukup banyak mengambil foto. Semakin tinggi, apa yang tampak di bawah tampak semakin indah. Saat itu cukup banyak pengunjung, yang tampaknya kebanyakan orang lokal. Mereka mengenakan pakaian olahraga, kebanyakan berjalan kaki, namun tidak sedikit yang jogging. Padahal jalannya lumayan mendaki lho... malah ada yang sudah bolak-balik jogging untuk kedua kalinya dan berpapasan dengan kami. Di antara para pengunjung, tampak banyak manula di antaranya. 



Setelah berjalan cukup lama, jam 8.20 kami sampai di puncaknya. Pemandangan di puncak Mount Maunganui ini indah sekali, kita bisa melihat kota Tauranga yang padat diapit laut di kedua sisinya.
Saat berada di puncak, kami sempat ngobrol dengan seorang laki-laki tua yang sedang duduk beristirahat di salah satu bangku yang disediakan. Namanya Mike, usianya 76 tahun, dan beliau ini mendaki Mount Maunganui seminggu sekali, lho... hebat sekali ya, kami saja agak ngos-ngosan karena tidak terbiasa berjalan jauh, apalagi mendaki ^_^



Setelah puas menikmati pemandangan di puncak Mount Maunganui (dan banyak kali memotret), kami pun mulai menuruni gunung melewati jalan memutar. Jadi pada saat kita akan naik pertama kali, akan ada 2 jalan setapak. Petunjuknya mengatakan, jalan yang satu lebih singkat namun lebih curam, sedangkan yang satunya lagi lebih jauh namun lebih landai. Waktu berangkat kami memilih jalan yang lbih singkat dan curam, dan kini pulangnya kami akan lewat jalan yang lebih panjang dan landai tersebut. Dengan cara seperti ini, kita bisa menikmati semua view yang ada.

Ada daerah terbuka saat hendak turun, di tempat ini pemandangannya sangat indah, namun anginnya juga kencang sekali, kami sampai agak kedinginan karenanya hehehehe....
Jalan yang landai ini berada di sisi luar gunung, jadi viewnya justru tampak lebih luas. Saat tiba di sisi barat gunung, Pulau Matakana tampak jelas dan begitu dekat, sementara di kejauhan tampak kota Tauranga bagian Barat Laut. Wah indah sekali!



Sepanjang jalan setapak kita disuguhi pemandangan yang indah, namun tetap harus berhati-hati ya, jangan sampai meleng karena keasyikan melihat viewnya, karena jalan setapaknya agak sempit (pas buat berpapasan 2 orang), dan tidak ada pagar pengaman sama sekali. Kalau terpeseleset atau jatuh bisa berbahaya sekali.



Kami sampai kembali di titik awal sekitar jam 9.45 pagi. Persisnya berapa jauh rute yang sudah dilewati, aku tidak bisa memastikan, tapi menurut Google Map sekitar 5 KM. Lumayan juga ya ternyata hehehehe....

Sesampai di tepi pantai, kami mengisi perbekalan air minum, karena disediakan kran untuk isi air di sana. Lokasinya cukup dekat dengan toilet umum. Toiletnya pun bersih dan relatif sepi.



Kami berjalan kembali ke campervan, lalu membuat kopi di dapur. Cangkirnya kami bawa keluar, dan minum di bawah pohon di dekat pantai. Wah, nikmat sekali rasanya... 



Sebetulnya kadang ingin juga membeli kopi di cafe, hanya saja takut harganya mahal, melihat model cafenya yang fancy dan tampak mewah.
Update 2017: ternyata harga kopi di NZ nggak akan berbeda jauh kok, antara cafe yang tampak biasa-biasa dengan cafe yang fancy. Mungkin hanya akan selisih $ 1-2, seperti di bandara pun, harga kopi termasuk wajar. Entah lagi kalau di dalam hotel ya... ^_^

Kami masih berjalan-jalan di tepi pantai yang berpasir putih ini. Tampak beberapa pemuda yang sedang main voli pantai, ramai sekali tampaknya. Karena waktu semakin siang, kami pun berjalan kembali ke campervan, lalu dengan bekal Google Map, kami menuju ke rumah kakak kelasku semasa kuliah dulu.



Tauranga ini kotanya termasuk besar, dan cukup ramai. Jalannya pun banyak yang bercabang di beberapa tempat. Karenanya, pada saat akan memasuki salah satu jalan, suamiku sempat kebingungan dan akhirnya malah salah masuk jalan lain yang sejajar. Setelah lewat beberapa waktu, tampak tulisan di sisi kiri jalan mengenai "bayarlah jalan tol". Walah, ternyata kami masuk jalan tol yang berbayar! Waduh bener-bener bingung deh, mau bayarnya di mana? Soalnya sama sekali nggak ada pos seperti jalan tol di Indonesia. Betul-betul hanya jalan saja tanpa ada gerbang atau apa pun.

Karena kami salah arah, kami pun harusnya berputar balik di ujung jalan tol, namun karena takut masuk jalan tol lagi (dan nggak tahu bayarnya berapa, siapa tahu mahal banget), aku mencarikan jalan alternatif supaya tidak lewat jalan yang sama barusan, walaupun agak sedikit memutar.

Akhirnya sekitar jam 11.10 siang, kami sampai di rumah kakak kelasku ini, ce Ria. Karena rumahnya di area perumahan dan nomor yang tertera kurang jelas, kami harus bertanya pada tetangga sekitar, yang ternyata juga bingung hahahaha....

Akhirnya kami mengetuk pintu rumah yang kami yakini rumah ce Ria. Tidak ada orang yang menjawab atau membukakan pintu, padahal sepertinya aku mendengar suara-suara dari dalam rumah. Akhirnya aku SMS ke ce Ria, yang juga tidak dibalas hiks... Sampai sekitar 10-15 menitan kami menunggu di teras, lalu tampak sebuah mobil memasuki halaman rumah ini, dan ternyata betul itu ce Ria, yang baru saja pulang dari menjemput putranya, Jansen ^_^

Sudah lama sekali aku dan ce Ria tidak pernah berjumpa, sejak tahun 1997 tepatnya, jadi sudah 19 tahun ya... dan dia masih tetap sama seperti dulu, ramah dan baik hati. Senang sekali kembali berjumpa dengannya. Kami diajak masuk ke dalam rumahnya, dan mengobrol dengan akrab. Rumah ce Ria terasa nyaman dan tampak rapi, sebuah heater pun dinyalakan agar ruangan tidak terlalu dingin (tapi sebetulnya masih agak dingin buat kami hahahaha...) Ternyata putrinya, Ferlyn, sebetulnya ada di dalam rumah sewaktu kami datang, namun karena masih di bawah umur, seharusnya dia tidak boleh ditinggal sendirian di rumah. Karenanya Ferlyn tidak berani membukakan pintu saat kami datang.

Sembari mengobrol dan minum kopi, ci Ria masak untuk makan siang, dan selesai masak, kami pun makan siang bersama. Menunya adalah salad, telur yang dimasak kuah santan, dan ayam panggang. Entah karena makanannya enak-enak atau karena kami kelaparan, kami makan banyak sekali, sampai nambah segala.... hihihihi jadi malu....



Selesai makan siang, kami mengobrol dan bercerita tentang segala macam. Saat ini, status ce Ria sudah permanent resident di New Zealand, jadi dia dan keluarganya mendapatkan fasilitas yang setara dengan warga negara di sana. Mulai dari pelayanan kesehatan, asuransi, sampai tabungan masa tua. Menarik sekali mendengarkan cerita dan pengalaman ce Ria, perjuangannya mendapatkan pekerjaan, dan susah senangnya selama tinggal di New Zealand.

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, sampai sekitar jam 3 sore, suami ce Ria, ko Gun pulang dari bekerja. Ko Gun orangnya juga baik dan ramah. Kami merasa cepat akrab dengannya walaupun baru pertama kali bertemu. Ngobrol pun makin seru, karena ko Gun orangnya juga suka bercerita. Yang kocak adalah, TV dinyalakan, dan yang disetel adalah streaming dari Trans7, stasiun TV di Indonesia. Jadi jauh-jauh kami datang ke New Zealand, nontonnya stasiun TV Indonesia juga hahahaha....



Kami juga sempat menanyakan masalah pembayaran jalan tol yang sebelumnya kami lewati, dan ko Gun membantu melihatkan di website NZTA (New Zealand Transport Agency). Ternyata kami punya tagihan sebanyak $3.8 untuk pembayaran tol.

Jadi begini, jalan tol di New Zealand hanya ada 3 saja, dan ketiganya ada di North Island, 1 di Auckland, dan 2 lainnya di Tauranga.

1. Northern Gateway Toll Road, terletak di Auckland, merupakan jalan tol sepanjang 7,5 KM, terletak di utara Auckland antara Silverdale dan Pūhoi. Jalan ini merupakan bagian dari State Highway 1 (SH1), yang dimulai tepat sebelum Orewa dan berakhir setelah Johnstone Hills dekat Pūhoi.
Untuk mobil dan sepeda motor, tarifnya $2.3.

2. Tauranga Eastern Link Toll Road, terletak di Tauranga, merupakan jalan tol sepanjang 15 KM, membentang antara  Domain Road interchange dekat Pāpāmoa, sampai bundaran Paengaroa (SH2 dan SH33 ke Whakatāne dan Rotorua). Alternatif untuk tidak melewati jalan tol adalah lewat Te Puke Highway. Jalan ini merupakan bagian dariSH2.
Untuk mobil dan sepeda motor, tarifnya $2.


3. Takitimu Drive Toll Road (sebelumnya disebut Route K Toll Road), terletak di Tauranga juga, merupakan jalan tol sepanjang 5 KM yang melintasi pusat kota Tauranga menuju Port of Tauranga dan Mount Maunganui. Rute alternatifnya adalah lewat Cameron Road atau Cambridge/Moffat Roads.
Untuk mobil dan sepeda motor, tarifnya $1.8.

Di ketiga jalan tol ini, tidak akan ada pos penjaga, jadi kita tidak perlu memperlambat laju kendaraan. Lalu bagaimana caranya mereka tahu kita melewati jalan tol tersebut?

Ternyata ada kamera canggih yang akan menangkap gambar plat nomor mobil kita. Kameranya sangat canggih, menggunakan teknologi optik yang bisa mengenali karakter pada plat nomor, sekaligus menentukan kendaraan apa yang kita naiki, sehingga bisa menentukan tarif yang tepat (selain tarif untuk kendaraan di atas, ada satu tarif lagi khusus bagi kendaraan berat di atas 3,5 ton yang biayanya sedikit lebih mahal).

Untuk pembayarannya, sistem di sana bisa menghubungkan plat nomor dengan pemiliknya, sehingga mereka akan mengirimkan tagihan (Toll Payment Notice) langsung ke alamat pemilik kendaraan. Kalau sampai tenggat waktu yang ditentukan belum dibayar juga, akan terkena denda. Yang lucu, kalau dibayar melalui petugas justru akan dikenai biaya tambahan, yang lebih mahal daripada tarif tolnya sendiri. Sedangkan umumnya pembayaran dilakukan dengan kartu kredit, dan bisa dilakukan secara online di website NZTA tersebut.

Kalau kita tinggal di New Zealand, kita bisa membuka account, lalu mengisi account tersebut dengan sejumlah dana, yang bisa ditop-up. Jika kita memiliki toll account dan kita melewati jalan tol, biayanya akan langsung dikurangkan dari account tersebut, jadi tidak perlu repot lagi membayar. Canggih dan praktis sekali ya, sistem pembayaran tol di sana?

Nah, dari keterangan di atas, maka jelas bahwa saat memasuki Tauranga malam sebelumnya, yang suamiku cerita ada cahaya seperti blitz, itu adalah kamera jalan tol yang sedang mengambil gambar plat nomor kendaraan kami. Jadi kami melewati 2 jalan tol dalam 24 jam terakhir, yaitu Tauranga Eastern Link Toll Road dan Takitimu Drive Toll Road.

Kembali ke cerita nih hehehehe.... Belum lagi malam, ce Ria sudah mulai masak untuk makan malam, dan kami pun makan malam bersama jam 17.45 petang. Menu makan malamnya cap cay dan lagi-lagi ayam panggang (yang diserbu dengan gembira hehehehe....). 


Setelah makan malam, Jansen dan Ferlyn menonton film, dan kami yang tua-tua melanjutkan mengobrol. Kami juga bergantian mandi untuk menghangatkan badan.
Sampai sekitar jam 9.30 malam, akhirnya kami semua pergi tidur. Kami bertiga tidur di kamar Jansen & Ferlyn. Sebetulnya rencana awal tidak menginap di rumah ce Ria, karena sungkan sudah lama sekali tidak bertemu, sekalinya datang masa mau numpang tidur... Aku sudah me-list beberapa tempat menginap, baik yang gratis maupun berbayar, di dekat rumah ce Ria ini. Namun mereka benar-benar memaksa kami untuk bermalam di sana, sehingga tidak kuasa menolak juga. Di kamar yang kami tempati ini, selimutnya hangat dan nyaman sekali, jadi aku pun segera tertidur karena kelelahan....



To be continued........

No comments:

Post a Comment