DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Monday, September 18, 2017

NZ TRIP 2016 (10) - LAKES & WATERFALLS

Jumat, 23 September 2016



Pagi hari, aku terbangun seperti biasa dan melakukan rutinitas pagi. Selama tinggal di apartemen Shirley, kami bisa mandi dengan sangat nyaman di kamar mandi yang luas, bersih, dan sangat modern. Menyenangkan rasanya, selama beberapa hari terakhir tidak perlu memusingkan kehabisan persediaan air bersih di campervan hehehehe... Campervan kami pun "disimpan" di halaman belakang apartemen, karena kalau ditaruh di depan, kuatir tetangga mengira kami menumpang parkir overnight (dengan orang-orang di dalamnya), dan bisa-bisa didenda karenanya.

Jam 7 kurang suamiku baru bangun dan seperti biasa pula, masih tampak mengantuk. Kami sempat jalan-jalan berdua di luar apartemen. Karena aku sudah mandi air hangat, udara tidak terasa terlalu dingin, namun suamiku kedinginan rupanya ^_^



Selama hampir 10 hari di North Island ini, cuaca tidak jauh berbeda tiap harinya, kebanyakan mendung atau gerimis. Hanya sesekali bisa menikmati cahaya matahari. Namun bagiku itu bukan masalah, karena dengan berada di negeri Kiwi ini saja sudah membuatku senaaaang sekali rasanya. Pada umumnya, curah hujan saat musim semi di New Zealand memang cukup tinggi.

Sekitar jam 8 pagi, kami sarapan dengan sisa pie malam sebelumnya, yang masih terasa sama enaknya. Setelah Shirley bangun, kami masih mengobrol. Rencananya sebetulnya kami akan berpamitan agak pagi, setelah kami semua selesai berbenah dan mandi. Tapi ya begitulah, ngobrol dengan Shirley menyenangkan sekali, waktu selalu berlalu tidak terasa. Selalu ada topik untuk dibicarakan.



Akhirnya baru sekitar jam 10 pagi kami benar-benar berpamitan dengan Shirley. Sedih rasanya, harus berpisah dengan seorang sahabat yang baik. Namun kami harus melanjutkan perjalanan panjang ini... :(

Dari apartemen Shirley, kami langsung bergerak menuju keluar kota. Tujuan akhir kami hari ini adalah Tauranga (tadinya mau bermalam di Rotorua, tapi kemudian di jalan berubah pikiran jadi sekalian di Tauranga saja), namun dengan beberapa kali berhenti di beberapa tempat yang sudah aku pelajari sebelumnya di Google Map.



Destinasi pertama adalah Kerosene Creek, jaraknya sekitar 65 KM lewat Wairakei. Kami tiba di lokasi parkir sekitar jam 11 siang, dan sudah tampak ada beberapa mobil dan van yang terparkir di sana. Aku pun sempat masuk ke long drop toiletnya untuk numpang pipis.



Catatan tambahan tahun 2017: Toilet umum di New Zealand ada 2 jenis, yang umum adalah flush toilet, dan satunya long drop toilet. Flush toilet, seperti pada umumnya toilet, menggunakan flush untuk menyiram kotoran. Tergantung masing-masing tempat, ada yang terpisah antara toilet laki-laki dan perempuan, namun kebanyakan unisex (laki-laki dan perempuan menggunakan toilet yang sama). Untuk toilet unisex biasanya langsung ada wastafel di dalamnya. Selain normalnya flush toilet, di beberapa lokasi toiletnya sudah digital, di mana kita hanya tinggal menekan-nekan tombol untuk membuka dan menutup pintu, dan semuanya serba otomatis, termasuk auto flush dan air yang otomatis keluar dari kran wastafel. Ada beberapa toilet digital yang kalau kita belum mencuci tangan, pintunya tidak akan bisa dibuka hehehehe.... Tidak enaknya toilet digital, biasanya ada waktu maksimalnya, kalau tidak salah 10 menit. Jadi kalau butuh menggunakan toilet lebih lama dari itu, siap-siap saja bersih-bersih dulu, buka pintu, baru ditutup lagi. Toilet digital biasanya juga full music, tapi tidak selalu juga sih. Flush toilet biasanya dibersihkan secara berkala, ada yang harian atau beberapa hari sekali, tergantung lokasinya.

Nah, kalau long drop toilet, di dalamnya hanya ada toilet dan tempat tissue saja. Lubang toiletnya "blong" ke bawah, alias tidak ada penahan atau tutupnya sama sekali. Segala macam kotoran akan langsung masuk ke lubang raksasa tersebut. Karenanya jangan sampai menjatuhkan barang berharga ke dalamnya ya, bisa dipastikan hilang ke dalam lautan kotoran manusia. Long drop toilet biasanya disediakan di daerah-daerah yang agak terpencil atau di area freedom camping ground, dan pastinya jarang atau bahkan tidak pernah ada yang membersihkan. Pernah sih menjumpai long drop toilet yang ada wastafelnya, tapi airnya pun sangat sedikit yang keluar. Aku pernah bertanya pada orang Kiwi, kalau lubang kotoran atau septitanknya penuh, apa yang akan terjadi? Katanya, ya lubangnya ditutup, dan akan dibuat toilet baru lagi.




Waktu aku dan suamiku keliling di South Island terakhir tahun 2017 ini, di beberapa tempat yang cukup banyak dikunjungi, banyak long drop toilet yang sudah hampir penuh, jadi tampak sampai hampir di permukaan. Hiiiii..... sebetulnya jijik banget lihatnya, tapi kalau kondisi kepepet dan tidak ada pilihan lain, ya bagaimana lagi, karena waktu keliling tahun 2017 ini kami naik mobil biasa, bukan campervan yang ada toiletnya.
Oya, untuk membedakan dari luar, toilet yang kita jumpai termasuk yang flush atau long drop, kalau long drop toilet selalu ada semacam "cerobong" di luarnya. Fungsinya adalah untuk perputaran udara di dalam "septitank" sehingga tidak bau.
Panjang kali cerita soal toilet yah... hahahaha....

Kembali ke cerita, Kerosene Creek merupakan sumber air panas yang mengalir melalui semak-semak, lalu menyatu dengan air sungai yang dingin, sehingga menjadi air yang hangat. Orang-orang yang dulu berenang di sana, menumpuk batu-batuan kecil sehingga terbentuk semacam kolam kecil yang bisa dijadikan tempat berendam dan duduk-duduk di dalamnya. Airnya berwarna kuning kecoklatan seperti berkarat akibat adanya gubuk yang dulu digunakan sebagai tempat pengolahan besi. Baunya pun seperti minyak tanah, karenanya dinamai Kerosene Creek. Konon berendam di dalam air hangat ini sangat membantu menghilangkan sakit kepala dan rasa lelah serta pegal-pegal akibat perjalanan panjang atau setelah bekerja keras.


Untuk masuk dan menikmati tempat ini, tidak dipungut biaya alias gratis. Namun perlu diperhatikan apabila ingin mengunjungi tempat ini, berhati-hatilah dengan mobil yang kita kendarai. Pastikan terkunci dan aman. Usahakan pula tidak meninggalkan barang-barang berharga di dalamnya. Banyak terjadi kasus pencurian dan pembobolan mobil dan campervan di parkiran Kerosene Creek ini. Yang diincar terutama adalah kendaraan para turis, tentunya. Beruntung saat kami ke sana, kami naik campervan tua, yang mungkin sudah tidak tampak menarik lagi, jadi aman-aman saja waktu kami kembali hehehehe....
Selain itu, apabila ingin berendam di dalamnya, lepaskan perhiasan yang terbuat dari perak, karena warnanya bisa berubah menjadi seperti tembaga.

Setelah berjalan sebentar dan sampai di lokasi tempat berenang/berendam, ternyata sudah ramai sekali orang di sana, mulai dari anak-anak sampai yang tua-tua. Rata-rata mereka sedang berenang atau berendam di dalam air. Anak-anak saling berteriak dan cukup berisik bagiku, sehingga kami bertiga sedikit pun tidak menikmati suasana selama di sana. Akhirnya kami hanya mengambil beberapa foto, lalu meninggalkan tempat ini.



Dari Kerosene Creek, kami menuju ke Lake Rotowhero (Green Lake) yang berada di jalan keluar dari Kerosene Creek. Setelah itu ke Lake Ngahewa yang terletak di tepi jalan besar. Jaraknya dekat sekali, hanya sekitar 3 KM dari Kerosene Creek. Kalau suka trekking, di tempat ini ada Rainbow Mt Track, di mana kita bisa berjalan kaki, dan tembusnya ke Kerosene Creek juga. Lake Ngahewa sendiri biasa saja, cuma memang karena sedang tidak ada angin, danau-danau yang dikunjungi hari ini bisa memantulkan bayangan seperti cermin, dan kami hanya berfoto sebentar karena tidak ada yang bisa dilakukan di sana, lalu menuju ke Lake Okaro/Ngakaro, yang juga berjarak sekitar 3 KM dari Lake Ngahewa, namun harus keluar dari jalan raya utama.



Di Lake Okaro ini ada self-contained campsite gratis, jadi kalau mengendarai self contained unit, tentunya bisa bermalam di sana. Selain itu ada walkway, jadi kita bisa berjalan-jalan menyusuri tepian danau. Tempatnya sendiri cukup indah dan yang pasti sepi, tidak ada orang lain di sana waktu kami datang, jadi kami bisa menikmati alam yang ada dengan tenang.



Setelah itu kami kembali melanjutkan perjalanan lewat jalan kecil, tidak lewat jalan utama. Tadinya kami hendak mampir ke Lake Rotokakahi dan Lake Tikitapu, namun ternyata akses jalannya ditutup, jadi kami melanjutkan perjalanan sembari aku menyiapkan makan siang di dapur campervan. Hampir jam 1 siang saat kami berhenti di sebuah rest area di tepi jalan untuk makan siang sederhana berupa tumisan sayur dan telur goreng. Setelah itu kami kembali melanjutkan perjalanan diiringi gerimis yang turun.



Kami berhenti di Te Puia, Rotorua. Te Puia adalah pusat kerajinan suku Maori, sekaligus tempat mempelajari cara mengukir batu, kayu, tulang, dan menenun. Selain itu di tempat ini juga terdapat sumber air panas Pohutu yang terkenal, kolam-kolam lumpur panas, dan sumber-sumber air panas. Wilayahnya membentang seluas 70 hektar di Te Whakarewarewa Valley, di pinggir kota. Tempat ini telah dikunjungi wisatawan sejak 170 tahun yang lalu. Di dalamnya juga terdapat cafe, ruang pertemuan, galeri, tempat perlindungan untuk burung kiwi, dan toko oleh-oleh.



Di Te Puia ada lebih dari 500 sumber air panas, dan yang paling terkenal adalah Pohutu (yang artinya cipratan besar, atau ledakan), yang meletup sampai 20 kali sehari, dengan jangkauan setinggi 30 meter.

Untuk yang berminat ikut tournya, setiap harinya ada tour selama 90 menit, dimulai jam 9 pagi dan selanjutnya tiap jam. Selain itu ada atraksi pertunjukan budaya yang dimulai tiap jam 10.15, 12.15, dan 15.15 waktu setempat.

Waktu bukanya: Summer (Oktober - Maret) 8:00am - 6:00pm setiap hari. Winter (April - September) 8:00am - 5:00pm setiap hari.
Ada pula Te Pō: untuk pengalaman budaya original Maori (6:00pm - 9:00pm) dan Te Pō Combo (tour eksklusif sore hari dengan guide, jam 4:30pm - 9:00pm).

Untuk biaya tiket:
Dewasa: $51.00 - $153.00
Anak-anak (di bawah 15 tahun): $25.50 - $76.50

Tadinya aku menemukan tempat ini di Google Map, karenanya tidak ada bayangan sebenarnya tempat apa gerangan. Setelah datang dan tahu biayanya cukup besar untuk masuk, kami hanya berfoto di luarnya saja hahahaha...


Dari Te Puia, kami menuju ke Government Gardens dan Sulphur Point di wilayah kota Rotorua, tepat di tepian Lake Rotorua. Government Gardens ini areanya luas sekali kalau ditelusuri dengan berjalan kaki. Kami berjalan-jalan di area taman, lalu menyusuri Rotorua Walkway sepanjang tepian danau menuju Sulphur Point. Kami sampai sekitar jam 3 sore. Saat kami berada di Sulphur Point inilah, hujan turun cukup deras, namun tidak menyurutkan niat kami untuk tetap berada di sana. Unggas yang berada di Sulphur Point ini sangat banyak, mungkin ribuan jumlahnya, kebanyakan burung camar, namun ada pula bebek dan angsa. Seperti biasa, kalau mereka melihat ada pengunjung yang datang membawa makanan, pasti berkerumun minta makan. Menyenangkan sekali ^_^



Setelah puas melihat unggas-unggas di Sulphur Point, kami kembali ke campervan, lalu menuju ke Kuirau Park yang dekat saja dari Government Garden. Di dalam taman ini terdapat beberapa mud pool, yang bisa dilihat dengan gratis hehehehe...

Hujan masih turun agak deras, jadi kami berlarian sambil hujan-hujanan, hanya untuk melihat dan memotret (selfie juga tentunya) beberapa mud pool yang ada. Setelah itu buru-buru kembali ke campervan dan melanjutkan perjalanan.



Tujuan berikutnya adalah Okere Falls. Untuk mencapai tempat ini, kita harus masuk jalan kecil. Di Google Map kadang infonya kurang lengkap, jadi harus pandai-pandai membaca peta dan kadang harus sedikit berimprovisasi hahahaha....

Sampai di lokasi parkir Okere Falls sudah hampir jam 5.30 sore, namun masih cukup terang, jadi kami masih berjalan untuk melihat air terjunnya. Untuk melihat dari sisi bawah, jalannya dekat sekali, hanya menuruni beberapa anak tangga saja sudah sampai. Aliran air sungainya sangat deras, mungkin karena sering hujan ya... sampai harus berhati-hati berdiri agar sepatuku tidak sampai terendam air.
Setelah berfoto-foto, kami berjalan ke view point yang di atas, melewati turbin kuno yang dulu pernah digunakan sebagai alat pembangkit listrik.



Kemudian kami kembali ke parkiran, lalu dengan campervan kami masih naik lagi menyusuri Trout Pool Road, sampai ke ujung. Di tempat ini ada freedom camping site, dengan sebuah long drop toilet di area parkiran. Apabila kita menyusuri jalan setapaknya, kita bisa melihat Tutea Falls dan sungai dengan warna air kehijauan yang membentang di sana. Setelah itu, sekitar jam 6 petang kami kembali ke parkiran dan melanjutkan perjalanan sampai ke Tauranga.



Tauranga adalah kota terbesar, terpadat, dan tercepat pertumbuhan penduduknya di area Bay of Plenty. Kota ini juga merupakan kota urutan kelima terpadat penduduknya di New Zealand. Kota Tauranga merupakan salah satu pusat bisnis, perdagangan internasional, budaya, mode, dan ilmu hortikultura.Wilayahnya mencakup 168 kilometer persegi.

Karena letaknya yang dikelilingi laut, Tauranga memiliki iklim suhu maritim, atau bisa dikatakan memiliki iklim subtropik karena kelembabannya yang tinggi di musim panas. Biasanya selama musim panas, penduduk dan turis akan berdatangan untuk menikmati udara pantai.
Di Tauranga juga banyak imigran, terutama dari UK, yang tertarik dengan iklim dan kualitas hidup di sini. Kemajuan yang pesat ini sangat dipengaruhi keberadaan port of Tauranga, pelabuhan terbesar di North Island.

Tiap tahun pada saat Paskah, kota ini menyelenggarakan event National Jazz Festivals, dan malam tahun baru di Mount Maunganui merupakan salah satu daya tarik yang mengundang turis untuk datang ke sana. Bagi yang suka mempelajari budaya setempat, ada pula Tauranga Art Gallery, yang memamerkan karya-karya lokal, nasional, bahkan internasional. Karena iklimnya, kegiatan outdoor sangat populer, seperti golf, tramping (hiking), sepeda gunung, dan rafting. Sedangkan di sepanjang pantainya yang berpasir putih, banyak pengunjung yang melakukan aktivitas air seperti berenang, surfing, memancing, diving, kayaking, dan kitesurfing. Ada pula atraksi melihat lumba-lumba dengan tour.

Kota Tauranga memiliki sebuah bandara dengan tujuan domestik, seperti Auckland, Christchurch, Wellington, dan beberapa kota lain di New Zealand. Sedangkan transportasi umumnya yang utama adalah bus kota, yang dioperasikan oleh BayBus. Bay Hopper memiliki 12 rute, yang berawal dari Tauranga's CBD, Mount Maunganui dan Greerton tiap 30 menit, menuju ke Mount Maunganui, Papamoa, Greerton dan Ohauiti. Kota ini juga dilewati dan merupakan salah satu titik temu bus-bus antarkota seperti Bay Hopper, Intercity, NakedBus dan ManaBus, yang setiap hari jalan.

Terbayang kan, ternyata Tauranga ini kotanya besar dan ramai. Tapi jangan dibandingkan dengan kota-kota besar di Indonesia ya... berdasarkan sensus penduduk Juni 2016, penduduknya hanya berjumlah 134.400 orang saja lho... hehehehe....

Pada saat akan memasuki kota Tauranga, saat itu aku sedang menyiapkan bahan-bahan untuk masak makan malam di belakang. Tiba-tiba suami dan putriku yang duduk di depan seperti tampak terkejut. Katanya ada cahaya biru seperti blitz saat campervan lewat. Tapi karena kami tidak tahu apa gerangan itu, kami biarkan saja.

Kami sempat mampir di PakN'Save Rotorua untuk berbelanja beberapa bahan makanan. Roti tawar, susu, heavy cream, bacon, dan garam masala, semuanya habis $14.71.

Dengan aplikasi Camper Mate, akhirnya kami memutuskan bermalam di dekat Coronation Park. Ada parkiran mobil di Nikau Crescent yang bisa untuk bermalam.

Sempat terjadi insiden saat akan parkir di jalan ini. Karena di tepi jalan banyak pohon-pohon besar dan suasana sudah gelap, suamiku sempat menabrak salah satu pohon. Kena di bagian atap campervan. Tapi setelah dicek sekilas, sepertinya tidak kenapa-napa, jadi ya sudah dibiarkan.

Setelah selesai parkir, aku masak untuk makan malam. Menunya kentang rebus dan ayam yang dimasak dengan bawang bombay dan garam masala.



Setelah itu, dasarnya aku nggak bisa diam nih, lihat di Camper Mate kok ada toilet umum ya.... akhirnya aku coba jalan kaki melintasi taman (Coronation Park) yang sudah gelap, hanya ada satu dua lampu saja. Aku bahkan sempat tersandung saking gelapnya hehehehe....
Selidik punya selidik, ketemu juga toiletnya! Ternyata menghadapnya ke arah jalan raya membelakangi kami, jadi tidak terlalu kelihatan. Toiletnya bersih banget, dan nggak ada pintu luarnya, jadi bisa diasumsikan buka 24 jam hahahaha.... Perempuan dan laki-laki dipisah. Setelah mendapat "penemuan" baru ini, aku buru-buru kembali ke campervan dan mengajak suami dan putriku untuk cuci muka dan sikat gigi di toilet umum ini.
Lumayan, jadi segar dan bersih lagi rasanya. Jaraknya sekitar 200an meter mungkin, yang pasti lebih dari 100 meter sih, karena menyeberang sepanjang taman.

Setelah segar, kami jalan-jalan menuju ke jalan besar dan melihat-lihat suasana. Udara di Tauranga ini bisa dibilang tidak terlalu dingin, masih jauh lebih dingin di Taupo.



Malam itu pun kami tidur cepat karena cukup lelah dengan banyaknya tempat yang kami kunjungi. Total perjalanan dengan campervannya saja sekitar 180 KM, tapi ditambah jalan kaki di sana-sini, ya lumayan juga.... Dan karena udara yang tidak terlalu dingin, hanya sebentar masuk ke dalam selimut pun aku langsung tertidur pulas..... zzzzzzz........


To be continued........

No comments:

Post a Comment