DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Thursday, September 21, 2017

NZ TRIP 2016 (15) - AUCKLAND WITH FRIENDS

Rabu, 28 September 2016



Hari ini, 28 September, adalah hari di mana kami harus mengembalikan campervan kami paling lambat jam 4 sore. Tidak terasa, sudah 2 minggu kami berada di North Island, New Zealand. Walaupun menyewa campervan, tapi faktanya sebagian besar kami tidur di rumah teman-teman yang tinggal di sini hehehehe...

Thames (kalau orang Kiwi bacanya "tims" ya, lidahnya berbeda dengan cara baca ala Amerika), sebuah kota kecil di bagian ujung barat daya Coromandel Peninsula, berjarak 115 KM dari ibukota Auckland (sekitar 1,5 jam berkendara), dulunya merupakan kota terbesar kedua di New Zealand setelah Auckland. Orang bahkan mengira bahwa Thames akan melampaui Auckland sebagai kota terbesar, karena pada masanya dahulu, banyak ditemukan tambang emas di daerah ini. Namun seiring menipisnya persediaan emas, orang-orang pun mulai meninggalkan kota ini. Walaupun kota ini tidak benar-benar ditinggalkan, namun perkembangannya juga tidak terlalu banyak sejak itu.
Thames merupakan kota terbesar di area Coromandel. Kota ini dibangun sejak tahun 1870, dan merupakan gabungan 2 kota yang lebih kecil, yakni Shortland dan Grahamstown, dengan tujuan untuk mengembangkan bisnis penambangan emas.
Menurut sensus penduduk tahun 2006, penduduknya 6.756 jiwa, sangat berbeda dibandingkan dengan akhir abad ke-19, di mana jumlah penduduknya justru mencapai 18.000 jiwa.

Karena lokasinya yang berada di pintu masuk Coromandel, Thames merupakan gerbang menuju petualangan outdoor di area ini.
Thames merupakan kota yang menghasilkan banyak kerajinan. Berlatar belakang alam yang liar, banyak tokodi kota ini yang menjual produk kerajinan dan kesenian lokal, dengan keramahan ala penduduknya.

Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan atau tempat yang bisa dikunjungi di Thames, antara lain:
- Canyonz (tour keliling)
- Rapaura Watergardens (taman air)
- Hauraki Rail Trail Thames (jalur bersepeda)
- Miranda Hot Springs (sumber air panas dan geyser)
- The Butterfly and Orchid Garden (area taman dengan koleksi tanaman eksotis dan 400 jenis kupu-kupu, dengan sebuah toko yang menjual es krim dan cendera mata )
- Goldmine Experience (area tambang)
- Kauaeranga Visitor Centre
- Burke Street Wharf (tempat bersejarah)
- Thames School of Mines and Mineralogical Museum (museum)
- Watercolor Studio Gallery (toko cendera mata)
- JollyBikes (tempat sewa sepeda dan perlengkapannya)
 16 reviews
- Thames Historical Museum
- Thames i-SITE Visitor Information Centre
- Thames Coastal Walkway (berjalan kaki dengan pemandangan pantai)
- Thames Market
- The Treasury (museum)
- Thames Society of Arts (galeri seni)
- Kauaeranga Kauri Trail (Pinnacles Walk) (tempat trekking)
- Waiomu Kauri Grove Walk (tempat trekking)

Banyak juga yah... padahal kotanya relatif kecil lho...

Terbangun di pagi buta di rumah Ting-Ting, aku pun melakukan aktivitas pagi seperti hari-hari sebelumnya (sudah minta ijin sama yang punya rumah mau pakai dapurnya lho...). Ken, suami Ting-Ting, berangkat bekerja pagi-pagi sekali, sebelum jam 6 pagi. Karena cafe yang mereka kelola berdua menyediakan sarapan bagi pengunjung, jam 6 pagi cafenya sudah buka. Yang bertugas membuat roti, pie, dan makanan lain bahkan datang lebih pagi lagi. Di cafe ini, Ken dan TIng-Ting mempunyai tugas yang berbeda, karenanya mereka masuk kerja di jam yang berbeda pula.



Tidak lama setelah Ken berangkat, Ting-Ting pun bangun dari tidurnya. Kami masih sempat mengobrol berdua. Lewat jam 7 pagi barulah suami dan putriku terbangun, sementara menjelang jam 8 pagi Ting-Ting sudah harus berangkat ke cafenya. Aku dan suamiku sempat menyaksikan Sean latihan biola di ruang keluarga. Wah, pandai sekali lho dia bermain. Awalnya malu-malu bermain di depan kami, tapi lama-lama dia terbiasa, bahkan tampaknya senang ^_^


Setelah kami bergantian mandi dan bersiap-siap, sekitar jam 9 pagi kami berpamitan pada Ken, yang saat itu sudah kembali berada di rumah, Sean, dan Kiera. Kami langsung menuju ke cafe milik Ting-TIng, Food For Thought, di 574 Pollen Street, Thames. Ting-Ting mengundang kami untuk sarapan di cafenya ini.


Food For Thought merupakan salah satu cafe terbaik yang ada di Thames (ini beneran lho, bukan karena punya teman sendiri jadi dipuji-puji). Mereka menjadi salah satu finalis cafe terbaik tahun 2016. Semua makanan yang ada, disajikan fresh dan menarik. Beberapa pelanggan bahkan menganggap kopi yang disajikan di cafe ini adalah kopi terenak se-Thames.
Hidangan makanan yang disajikan di cafe ini pun sangat bervariasi, mulai dari cake, pie, sandwich, canape, pesto, muffin, burger, dan masih banyak lagi, namun yang menjadi spesialis mereka adalah pie dan sandwich. Berbagai macam rasa dan isian makanan tersaji tiap hari, langsung dari dapur di belakang cafe. Harga makanan dan minuman di sini pun, buatku nih, dibandingkan dengan kualitasnya, relatif murah. Makanya, kalau ada yang lagi main ke Thames, mampirlah ke sini, dijamin tidak akan menyesal!



Pagi itu kami dijamu dengan sangat mewah oleh Ting-Ting. Kami disuguhi beberapa macam cake dan pie sekaligus. Masih ditambah secangkir kopi sesuai selera masing-masing. Kami sampai merasa sangat kekenyangan, tapi memang semua yang disajikan enak sekali, semua habis tak bersisa hahahaha....
Sementara itu, pengunjung lain datang dan pergi, suasana tampak ramai. Kata Ting-Ting, kalau sudah jamnya orang makan, biasanya dia tidak bisa berkutik dan sibuk sekali. Makanya kami beruntung dia masih bisa menemani kami saat itu.



Karena cafe mulai makin ramai pengunjung, sekitar jam 11 siang kami pun berpamitan. Sudah menyuguhkan banyak makanan, Ting-Ting masih memberi kami beberapa bungkusan makanan berisi cake dan pie untuk kami bawa sebagai bekal. Malam sebelumnya pun, Ting-Ting memberi kami 2 botol wine, 1 botol bourbon (sudah tinggal separuh sih isinya) dan madu (sudah tinggal separuh juga), dan beberapa macam biskuit dan kopi sachet, karena kata Ting-Ting di rumahnya ngaak ada yang mengkonsumsi, jadi daripada sayang dibiarkan saja, diberikannya kepada kami. Wah, terima kasih sekali ya Ting... semoga cafenya selalu ramai dan membawa keberuntungan untukmu dan keluargamu ^_^

Dengan agak berat hati (dan berat di perut juga), kami meninggalkan Food For Thought dan langsung menuju ke arah Auckland. Kami sudah booking sebuah sleepout (rumah kecil yang terpisah dari rumah induknya) dengan 2 kamar selama 2 malam di 47 Wordsworth Road, daerah Manurewa, Auckland. Kami booking lewat AirBnB 3 bulan sebelumnya, dengan harga per malamnya US$ 53 (waktu itu dirupiahkan menjadi Rp 710.000,-/malam). Harga ini termasuk yang termurah dengan fasilitas yang ditawarkan, karena rata-rata lainnya di atas 1 juta rupiah per malam (untuk 3 orang). Dari chatting sebelum kami berangkat ke New Zealand, aku tahu bahwa pemiliknya orang India, namanya Ray, tapi dia tidak tinggal di Auckland. Yang tinggal di rumah utama adalah keluarganya (setelah kami menempati sleepoutnya, aku menduga yang tinggal di rumah utama sepertinya orang tua dan saudara-saudaranya).

Kami sampai di Ray's sleepout di Manurewa sekitar jam 12.15 siang, dan kuncinya sudah disiapkan di dalam sebuah pot di teras sleepout. Kami masuk ke dalam dan ternyata tempatnya bersih dan sangat nyaman dan menyenangkan. Paling depan adalah ruang tamu/ruang keluarga, dengan sebuah sofa, LCD TV dan oil heater. Di ujung ruangan ini terdapat dapur dengan peralatan makan dan peralatan masak yang cukup lengkap, microwave, beserta kulkas yang cukup besar juga. Di dalam kulkas disediakan susu, sedangkan di dalam kabinet di dapur disediakan ada kopi, teh, gula, bahkan mie instan, namun kami tidak berani makan mie instannya selama tinggal di sana, takutnya bukan untuk tamu hehehehe... tapi kalau dipikir-pikir lagi, harusnya memang disediakan untuk kami sih, ya sudahlah tidak apa-apa, pastinya tetap lebih enak Indomie hahahaha...
Di sebelah dalam, ada dua kamar yang saling berhubungan, lengkap dengan tempat tidur yang besar, bantal-bantal, dan selimut-selimut tebal. Kamar mandinya ada satu, tampak sangat bersih dan modern. Handuk pun disediakan, diletakkan di atas sofa. Sejauh ini memuaskan sekali fasilitas yang kami jumpai dibandingkan dengan harganya ^_^



Kami bertiga lalu mengeluarkan semua barang kami dari campervan, dan setelah  itu mengecek ulang supaya tidak ada yang tertinggal. Setelah semua barang diturunkan, aku berbenah dan menata barang-barang di rumah baru kami. Selesai berbenah, sekitar jam 1.15 siang, kami makan siang pie yang diberi oleh TIng-Ting. Tiga macam pie, dibagi masing-masing untuk 3 orang, supaya bisa tahu rasanya. Ada curry lamb, minced beef, dan satunya lagi mushroom. Semuanya enak deh, sungguh.... padahal tadinya kupikir aku tidak akan sanggup makan siang setelah jamuan pagi yang super mewah, tapi ternyata tidak kuat iman melihat pie-pie yang menggoda itu hahahaha...



Menjelang jam 2 siang, aku dan suamiku beranjak pergi untuk mengembalikan campervan, kembali ke kantor Wendekreisen di 6/197 Montgomerie Road, Mangere. Putriku tetap tinggal di sleepout untuk beristirahat.
Dengan aplikasi campermate, aku menemukan tempat untuk membuang limbah toilet dan air kotor, lalu kami ke sana dan mengosongkan semua limbah, mengisi air bersih, lalu mengisi diesel dan merefill tabung LPG di BP Connect di daerah Mangere, dekat kantor Wendekreisen. Kami tiba di kantor Wendekreisen sekitar jam 3 sore, dan tidak ada orang sama sekali di kantornya, jadi kami harus menunggu sekitar 30 menit sampai petugasnya muncul. Ternyata dia baru saja memindahkan mobil ke lokasi lain di luar kantor.



Nah, urusan hitung-hitungan pembayaran pun dimulai. Kondisi campervan dicek total oleh petugasnya, dan aduuuuuh.... ternyata yang waktu itu menabrak pohon saat parkir di Tauranga, bagian atas mobilnya sampai penyok. Dari luar sekilas benar-benar tidak kelihatan, baru ketahuan setelah digunakan cermin untuk melihat bagian atas. Karenanya, kami dicharge sebanyak $250. Sedih juga sih... harus keluar uang lagi tanpa terduga. Tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi, dan itu memang kesalahan kami.
Selain itu, aku menanyakan apakah ada tagihan jalan tol, karena kami sempat melewati jalan tol di Tauranga. Setelah dicekkan, petugasnya bilang ada, sebesar $3.8, tepat seperti yang sudah kami ketahui sebelumnya.

Sebetulnya nih, kalau sekarang ini dipikir-pikir lagi, kalau ada tagihan jalan tol kita tidak harus membayar, dalam arti, karena kita sudah mambayar cukup mahal untuk menyewa campervannya. Di luar tagihannya yang jumlahnya kecil, mobil juga terdaftar atas nama Wendekreisen pastinya, sehingga yang akan ditagih adalah pihak Wendekreisen. Aku sih sekarang ini yakin banget, kalau saat itu kami tidak bertanya, selanjutnya juga tidak akan ditagihkan, karena nominalnya memang sangat kecil dibandingkan biaya sewa, apalagi plus biaya asuransi yang barusan kami bayarkan. Sayangnya kami ini orangnya lugu banget hahahaha.... takut banget salah, terlalu jujur... tapi ya sudah nggak apa-apa juga, jadi orang jujur tidak ada ruginya kok ^_^

Untuk tagihan motel, dengan menunjukkan bukti pembayaranku selama 2 malam di Blake Court Motel, pihak Wendekreisen dengan segera menyanggupi untuk menggantinya. Aku pun mencoba menawar, karena dengan adanya kerusakan spare part campervan, kami jadi kehilangan waktu 2 hari, dan aku minta kalau bisa diganti rugi juga. Petugasnya tadinya bilang tidak bisa, tapi kemudian akhirnya dia menyetujui untuk mengganti 1 hari saja, senilai $69. Yah, lumayanlah daripada tidak ada ganti rugi sama sekali. Dihitung-hitung kami juga sudah sempat merasakan tidur di motel yang nyaman selama 2 malam dengan gratis. Jadi total pihak Wendekreisen mentransfer sejumlah $389 ke kartu kreditku.

Selesai urusan mengembalikan campervan, aku memanggil transportasi online Uber. Ini adalah pertama kalinya aku mencoba aplikasi ini. Saat itu pun sedang hujan, dan kami menunggu di halaman kantor, namun hanya beberapa menit saja, mobil Uber yang kami tunggu sudah datang. Pengemudinya bernama Ghulam, dan beliau mengemudikan mobil Toyota Camry.

Kami pun masuk ke dalam mobil, dan Ghulam segera mengantar kami ke tempat tujuan kami. Ghulam adalah seorang pria paruh baya, berasal dari Pakistan, namun sudah puluhan tahun tinggal di Auckland. Orangnya ramah dan suka bercerita. Dari beliaulah kami pertama kali mendapatkan istilah: di New Zealand, 4 musim bisa terjadi dalam 1 hari. Maksudnya, perubahan cuaca bisa terjadi sangat cepat dan tidak terduga, jadi berasa seperti mengalami perubahan musim hehehehe....
Kami diantarkan sampai ke sleepout, dengan total biaya $30.78, yang langsung ditagihkan ke credit cardku. Jarak yang ditempuh lebih dari 20 KM, jadi ya relatif murah, daripada harus naik bus, mungkin bisa lebih mahal (karena dihitung per orang) dan pastinya lebih lama.

Sore hari kami lewatkan dengan beristirahat, lalu mandi. Malam itu teman suamiku, Richard, sudah berjanji akan menjemput kami dan mengajak kami makan malam. Sekitar jam 7 malam, Richard datang bersama istrinya, Airin, menjemput kami. Kami diajak makan di suatu tempat bernama Doolan Brothers. Aku tidak tahu tepatnya ada di mana, karena tidak tahu jalan, tapi setelah dilihat di map, sepertinya ada di daerah East Tamaki. Menu di tempat ini tidak jauh-jauh dari western menu. Jadi kami masing-masing memesan makanan sesuai dengan selera. Harga makanan di tempat ini, kalau buat kami, mahal pake bingits hihihihi... tapi ditraktir ya bolehlah.... per menu harganya bisa mencapai $20, kalau buat belanja bahan makanan, bisa untuk makan seharian buat kami bertiga ^_^





Kami makan sambil mengobrol, tapi lebih banyak suamiku dan Richard yang mengobrol sih, lainnya lebih banyak jadi pendengar setia hahahaha... Ada satu hal yang dikatakan Richard, yang membuat kami agak terkejut sebetulnya. Menurut mereka, Manurewa merupakan daerah yang rawan kejahatan. Sering terjadi penembakan, perampokan, dan kasus-kasus kriminal lainnya di daerah tersebut. Karenanya, dia sebetulnya agak kaget waktu tahu kami menginap di daerah itu. Pantas saja, sewaktu menjemput kami di sleepout, dia tidak mau mampir, bahkan terkesan terburu-buru untuk cepat pergi. Richard berkata, pantesan murah banget tempat nginepnya, lha di tempat yang rawan begitu.... hehehehe...



Aaaaah.... selagi menuliskan ini, aku jadi teringat, malam sebelumnya pada saat mengobrol di rumah Ting-Ting, dia juga sempat bertanya padaku, besok di Auckland kalian nginep di mana? Waktu aku jawab daerah Manurewa, Ting-Ting lantas berkata bahwa daerah itu angka kriminalitasnya tinggi. Dulu dia dan Ken juga pernah tinggal di Manurewa selama 2 bulan, dan selama 2 bulan itu, rumahnya dimasuki orang 2 kali. Yang sekali bahkan pada saat Ting-Ting ada di dalam rumah, dalam kondisi sedang hamil pula. Karena itulah, mereka berdua memutuskan untuk cepat-cepat pindah demi faktor keamanan.



Setelah mendengarkan cerita dua orang yang berbeda ini, sebetulnya aku jadi agak was was, kuatir terjadi sesuatu selama kami tinggal di sana. Namun aku yakin benar, pada saat booking, beberapa reviewnya (dari orang bule juga) mengatakan bahwa tempatnya enak, bersih, tidak ramai, dan aman. Jadi aku berpatokan pada beberapa review itu sebelum booking. Tapi di dalam lubuk hatiku, aku percaya kalau kami bertiga tidak berbuat onar atau nyalah kepada orang lain, niscaya Tuhan akan melindungi kami juga.

Usai makan malam, Richard dan Airin mengajak kami berkunjung ke rumah mereka di daerah Howick. Kami mengobrol sembari disuguhi wine dan teh panas. Tak terasa waktu berlalu, dan sekitar jam 10.30 malam kami pun berpamitan, tidak lupa membawa koper yang kami titipkan waktu datang 2 minggu sebelumnya. Airin juga memberi kami sebotol wine. Richard dan Airin mengantar kami kembali ke sleepout kami di Manurewa. Suasana sudah sepi sekali saat itu. Kami langsung masuk dan bersiap-siap untuk tidur. Oil heater sudah dinyalakan sejak siang hari, sehingga ruangan terasa hangat, tidak dingin seperti di luar. Tak lama kemudian kami pun tertidur pulas... zzzzzzz.....


To be continued........

NZ TRIP 2016 (14) - CATHEDRAL COVE & THAMES

Selasa, 27 September 2016



Satu malam lagi dilewatkan dengan tidur yang nyenyak dan hangat di Blake Court Motel, Whangamata. Aku terbangun di pagi hari dan segera beraktivitas seperti biasa, ditambah berbenah. Barang-barang yang sedianya sudah tidak akan dipakai lagi, aku masukkan ke dalam backpack.

Setelah suami dan putriku bangun, aku segera menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Pada umumnya, kalau tidak sedang menginap di rumah teman, mereka berdua sarapan roti tawar yang diisi selai cokelat dan keju. Suamiku dengan kopi susu, putriku dengan susu atau cokelat susu. Ini saja sudah cukup mengenyangkan mereka sampai siang, karena kami memang tidak biasa makan berat di pagi hari. Buatku sendiri bahkan hanya secangkir kopi susu, karena memang sudah sejak dulu tidak terbiasa sarapan.

Sejak jam 9 pagi, bisa dibilang kami sudah siap apabila sewaktu-waktu Andrew menghubungi kami. Sembari menunggu, kami hanya duduk-duduk atau tidur-tiduran sambil main HP. Rasanya lamaaaa.... sampai kira-kira jam 11 siang, tampak sebuah campervan memasuki halaman motel dan berhenti. Ternyata campervan kami sudah selesai dan diantarkan langsung ke motel oleh rekan Andrew. Wah, senang sekali rasanya!
Thanks heaps to Andrew, kami bisa kembali melanjutkan perjalanan yang tertunda selama dua hari ini. Kami pun check-out dan berterima kasih kepada pemilik motel yang baik hati, lalu kembali berkendara dengan campervan kami.

Dari itinerary yang sudah kubuat, dengan terpaksa aku harus mencoret beberapa tempat, seperti Mount Paku, Lonely Bay, Port Jackson, beberapa pantai, dan beberapa scenic reserve serta air terjun. Kami langsung menuju ke Hot Water Beach ke arah utara, yang berjarak 60 KM dari Whangamata.

Hot Water Beach merupakan pantai di Mercury Bay, terletak di pesisir timur Coromandel Peninsula. Pantai panjang yang membentang di antara Tairua dan Whitianga. Dari pantai ini kita bisa melihat langsung perairan Samudera Pasifik dan Castle Island di lepas pantainya. Di kedua ujung pantai ini membentang tebing Pohutukawa.
Nama Hot Water Beach sendiri berasal dari adanya sumber-sumber mata air panas dari bawah tanah, yang membentuk gelembung-gelembung air panas dan kemudian mencuat ke permukaan pasir. Tempat ini jadi tujuan favorit baik bagi turis lokal maupun mancanegara. Jumlah pengunjung per tahunnya diperkirakan mencapai 700.000 orang, menjadikan tempat ini sebagai salah satu yang terpopuler di antara banyak atraksi geotermal di daerah Waikato. Katanya sih, Hot Water Beach ini juga termasuk dalam salah satu to-do-list kalau ke New Zealand. Di sekitar pantainya juga ada cafe-cafe dan galeri seni. Selain itu, tempat ini pun sangat dekat, hanya 15 menit berkendara dari "must do" lainnya di Coromandel, yakni Cathedral Cove.



Waktu terbaik  untuk berkunjung ke Hot Water Beach adalah 2 jam sebelum dan sesudah surut. Saat-saat itulah air akan cukup surut, sehingga spot-spot yang ada sumber air panasnya bisa terlihat. Sumber air panas ini bisa ditemukan di pantai yang letaknya berseberangan dengan pantai yang berbatu-batu, tempat pertama kali kita datang.
Pengunjung dapat menggali pasir, sehingga air panas bisa keluar dan membentuk kolam-kolam kecil. Banyak sumber air panas bisa digali, namun ada 2 sumber air panas yang paling diminati, di mana air yang keluar suhunya bisa mencapai 64 °C (147 °F), dengan kecepatan 15 liter/menit. Air panas yang keluar dari dalam tanah ini mengandung kadar mineral yang tinggi, yaitu garam (tapi bukan garam laut ya), kalsium, magnesium, potasium, fluorin, bromin, dan silika.
Terkadang pengunjung suka menggali lubang-lubang yang besar dan berendam di dalamnya. Karena itu banyak orang yang membawa sekop dan ember sendiri, tapi kalau tidak, ada toko peralatan surfing dan cafe-cafe di dekat situ yang menyewakan sekop (kadang mereka memasang papan petunjuk di tepi jalan).

Ombak di Hot Water Beach ini juga cukup tinggi untuk surfing, namun demikian menjadikan pantai ini juga cukup berbahaya untuk berenang. Sebelum kita nyemplung ke air, alangkah baiknya apabila kita mengecek situasi terlebih dahulu, dan kalau mau berenang, jangan sampai melewati batas-batas bendera yang telah ditetapkan. Batu-batuan besar yang berjajar di pantai merupakan daerah rawan arus yang deras. Dianjurkan yang berenang di pantai ini hanya perenang yang memiliki fisik yang kuat dan sudah berpengalaman. Sudah beberapa nyawa yang hilang di pantai ini karena kurangnya kewaspadaan pengunjung.

Ngati Hei, penduduk lokal di Hot Water Beach dan The Coromandel meminta kita:
- Memanfaatkan fasilitas toilet di parkiran mobil. Tidak ada toilet lain di sekitar pantai dalam jarak dekat.
- Apabila menggali "kolam air panas", agar tidak makan atau minum selama berada di dalamnya.
- Mengambili sampah-sampah yang ada di sekitar area pantai, dan tentunya jangan meninggalkan sampah kita sendiri.

Tempat parkir kendaraan di Hot Water Beach sendiri ada 3, yaitu The Main Beach carpark, Te Waiwai carpark, dan The Main Store carpark. Di tempat parkir yang terakhir ini parkirnya berbayar.

Nah, waktu itu kami sampai sekitar jam 12.30 siang, dan parkir di tempat parkir utama yang berbatasan langsung dengan pantai. Saat itu sudah cukup banyak kendaraan lain yang terparkir di sana, dan kami lihat memang pantainya sudah agak ramai. Tampak pula rombongan turis dari Asia (sepertinya dari RRC sih, soalnya kelihatan norak dan rame).
Kami berjalan ke pantainya yang sedang dalam kondisi surut. Dari kerumunan orang, tampak bahwa yang ada air panasnya ada nun di seberang sana, tapi karena kami memang tidak berminat untuk menggali, apalagi berendam, maka kami hanya melihat dari kejauhan saja. Pantainya sendiri, walaupun masih tampak flat, namun relatif indah bagiku, karena banyak sekali batu-batuan besar di pinggir pantai ini, juga pohon-pohon besar yang rindang daunnya. Dari apa yang barusan kuuraikan di atas, dan dari foto-foto di bawah, tampak ya, bahwa daerah berbatu-batu inilah yang sebenarnya berbahaya kalau sedang pasang. Batu-batuan besar yang tertutup ombak bisa "menjebak" orang-orang yang berenang di sekitarnya.



Kami berada di pantai hanya sekitar 30 menitan saja, karena anginnya lumayan kencang dan dingin. Kemudian kami kembali ke campervan dan langsung ke arah Hahei Beach, yang jaraknya sekitar 8,5 KM. Sementara itu hujan kembali mengguyur, dan tampak banyak genangan air di padang-padang rumput yang dilewati sepanjang perjalanan singkat ini.



Pantai Hahei sendiri termasuk cukup indah, dengan pasirnya yang putih dan suasana yang sepi dan tenang. Mungkin karena hujan, saat itu tidak ada orang lain di sana selain kami bertiga. Kota Hahei sendiri merupakan kota kecil berpenduduk sekitar 300 jiwa, namun demikian pada musim panas saat peak season, pengunjung yang datang bisa meningkatkan populasinya sampai 9 kali lipatnya. Dengan lokasinya yang cukup terlindungi, Hahei Beach merupakan destinasi wisata yang cukup favorit bagi orang lokal untuk berenang. Kalau suka, pengunjung juga bisa melakukan aktivitas lain seperti kayak, scenic adventure boat trips, diving, snorkeling, golf, art tour, dan lain-lain. Akomodasi dan tempat-tempat makan juga tersedia di kota ini.



Aku hanya menjepret beberapa kali saja karena hujannya cukup deras. Dari tempat ini, kami langsung ke Cathedral Cove Public Carpark di ujung Grange Road. Jalannya agak menanjak dan cukup berliku-liku, karenanya kami perlahan-lahan saja menuju ke sana. Kami mulai curiga karena mendekati ke tempat parkir (yang merupakan jalan buntu), makin banyak rumah-rumah di sekitar yang memasang tanda boleh parkir di sana.
Ternyata waktu sampai di tempat parkirnya, semua tempat sudah penuh terisi mobil dan campervan! Wah, kami bingung juga, sambil berpikir mau parkir di mana, sambil memutar balik di ujung jalan, eeeh.... ada satu kendaraan yang baru saja keluar dari tempat parkirnya! Beruntung sekali, kami langsung mengisi tempat parkir yang baru kosong tersebut. Setelah menyiapkan kamera dan jaket, kami berjalan mengikuti papan petunjuk, untuk menuju Cathedral Cove yang sangat ternama itu.

Sebetulnya untuk menuju ke tempat parkir ini, kita juga bisa berjalan kaki dari Hahei Beach. Ada akses jalan setapak yang disediakan untuk itu, jaraknya kurang lebih 1,5 KM (20-30 menit jalan kaki). Kalau kita tidak dapat tempat parkir di Cathedral Cove Public Carpark, kita bisa parkir di Hahei Beach (di Pa Road) dan berjalan dari sana. Kalau aku tidak salah, parkir di rumah-rumah penduduk di jalan yang sebelumnya kami lalui itu berbayar. Katanya, jalan akses ke Cathedral Cove dari Hahei Beach ini indah sekali lho sepanjang jalan. Saat musim panas, biasanya disediakan shuttle bagi para pengunjung yang parkir di Hahei Beach untuk menuju ke tempat parkir yang di Grange Road. Sayangnya waktu itu kami juga tidak tahu lho, kalau bisa parkir di Pa Road untuk menuju ke sini hehehehe...

Baru berjalan sebentar, sudah tampak pemandangan-pemandangan indah di kejauhan. Kalau dari parkiran ke Cathedral Cove, jaraknya sekitar 45 menit berjalan kaki. Selain Cathedral Cove, akan ada 2 pantai lain yang bisa diakses dari jalan setapak ini, yaitu Gemstone Bay (10 menit berjalan kaki) dan Stingray Beach (15 menit berjalan kaki).
Yang perlu diingat, jalan kakinya orang sana berbeda standar kecepatannya dengan orang Indonesia pada umumnya ya.... paling tidak, diasumsikan jalannya dengan kecepatan 5 KM/jam deh... Yang sedikit lucu dan menjengkelkan, aku melihat tanda petunjuk jalan yang bertuliskan bahwa ke Cathedral Cove jaraknya 5 menit, tanpa menyadari bahwa ada bekas hapusan di depannya. Jadi kusangka tadinya hanya perlu berjalan 5 menit saja, yang ternyata faktanya 1 jam hahahaha... Kami banyak berhenti memotret sepanjang berjalan kaki ini, karenanya agak lama. Pantesan, waktu itu sudah jalan lamaaaa kok nggak sampai-sampai ya... pas jalan balik dari bawah baru menyadari ada angka yang dihapus di depan angka "5 menit" hahahaha.... Tapi asli, sepadan banget kok dengan apa yang ada di ujung sana... ^_^



Jalan setapak yang dilewati tampak seperti seperti hutan. Ada beberapa spot yang indah sekali, tampak seperti di dunia lain saja. Sempat juga melewati area terbuka yang luas, seperti menyeberangi perbukitan. Sama seperti di tempat parkir yang ramai, sepanjang jalan setepak ini pun ramai pengunjung yang sedang berjalan, baik menuju ke arah Cathedral Cove maupun kembali ke tempat parkir. Menjelang sampai di pantai, kami harus menuruni anak tangga yang cukup banyak (entah berapa, tidak dihitung, karena dulu belum gemar menghitung jumlah anak tangga yang dilewati hahahaha...)



Kami sampai di pantainya sekitar jam 2.30 siang, dan ternyata memang tampak jauh berbeda dengan pantai-pantai sebelumnya yang pernah kami kunjungi di North Island selama ini. Batu-batu tebing berdiri megah melingkupi pantai ini, membuatnya tampak indah menawan. Ditambah lagi keberadaan Cave Tunnel yang sangat fenomenal dan tersohor itu, wah keren banget deh pokoknya! Nggak heran kalau jadi favorit turis dan pengunjungnya selalu ramai. Tempat ini memang cocok dijadikan tempat piknik dan berenang.

Oya, ngomongin Cave Tunnel... orang sebenarnya sering salah kaprah, termasuk kami juga. Yang dimaksud Cathedral Cove adalah pantainya, teluk kecilnya, bukan guanya. Gua yang populer difoto itu ya Cave Tunnel namanya. Cave Tunnel ini yang menghubungkan antara 2 teluk, Cathedral Cove dan Mare's Leg Cove. Tempat kami memotret dan beraktivitas ini adalah Mare's Leg Cove. Penjelasan lebih lengkapnya di bawah nih....



Te Whanganui-A-Hei (Cathedral Cove) Marine Reserve, merupakan area konservasi di Coromandel Peninsula yang dikelola oleh DOC (Department of Conservation), yang areanya mencapai 840 hektar.
Cathedral Cove dinamai sesuai lengkungan (arch) yang berada di tempat tersebut, yang bentuknya seperti atap sebuah katedral, yang menghubungkan antara Mare's Leg Cove dan Cathedral Cove. Dengan adanya lengkungan batu tersebut, kita bisa melihat Te Hoho Rock di Cathedral Cove. Gemstone Bay dan Stingray Bay juga masuk di dalam area yang dilindungi ini. Stingray Bay, dan terutama Gemstone Bay, merupakan tempat yang populer untuk diving dan snorkeling karena keanekaragaman dunia bawah lautnya.

Pantai dan Cave Tunnel ini pernah dijadikan tempat syuting film Narnia: Prince Caspian, yaitu dalam adegan di mana Pevensie bersaudara memasuki kembali dunia Narnia untuk pertama kali. Selain itu, tempat ini juga dijadikan lokasi syuting video klip "Can't Hold Us"-nya Macklemore & Ryan Lewis featuring Ray Dalton.

Dari segi pariwisata, tempat ini dikunjungi oleh sekitar 150.000 turis tiap tahunnya. Tour dengan boat dan kayak dari Whitianga dan Hahei juga akan berhenti di sini. Kedua cove (teluk kecil) ini memiliki tumpukan bebatuan yang terbentuk secara alami, Sphinx Rock di Mare's Leg Cove, dan Te Hoho Rock di Cathedral Cove.
Katanya nih, Cathedral Cove merupakan tempat yang paling banyak difoto di daerah Coromandel, dan karenanya merupakan salah satu "must do" kalau ke New Zealand ^_^

Saat kami masuk ke Cave Tunnel, susah untuk memotret tanpa adanya background orang-orang lain di dalam frame. Di ujung gua ini, air laut tampak sedang pasang, jadi kami tidak bisa berjalan ke Cathedral Cove, tempat Te Hoho Rock berada. Tapi mendengarkan suara ombak yang berdebur dan menabrak batu karang ini sungguh luar biasa, suaranya berdebum dengan keras, megah sekali sekaligus menyeramkan. Saking semangatnya ingin merekam ombak yang menabrak bebatuan ini, aku sampai tidak sadar ada ombak besar yang menghampiri, membuat sepatuku jadi basah semua deh hahahaha....
Di beberapa tempat di luar gua, tampak beberapa mata air mengalir keluar dari bebatuan. Ada juga sebuah air terjun kecil yang mengalir tinggi dari atas batu-batuan.



Cukup banyak foto yang kami ambil di seputar tempat ini. Sedikit ke tengah dari pantai, Smiling Sphinx Rock tampak terlihat samar-samar saja. Untungnya selama berada di Mare's Leg Cove ini, cuaca membaik. Matahari bersinar cerah sehingga udara tidak terasa terlalu dingin.



Sekitar jam 3.15 sore, kami berjalan naik untuk kembali ke parkiran. Pulangnya lebih cepat, karena tidak banyak berhenti. Mungkin hanya sekitar 30 menit saja kami sudah tiba di parkiran. Sesampai di campervan, aku membuat Indomie untuk kami bertiga, dan kami makan dulu di parkiran, sembari menjemur sepatu ketsku yang basah di atas campervan. Baru setelah itu, kami melanjutkan perjalanan.



Melewati Hahei General Store, kami membeli diesel dulu supaya campervannya juga kenyang ^_^ lalu perjalanan dilanjutkan sampai Thames. Daerah Coromandel ini indah sekali sepanjang jalannya, bahkan kami melihat pelangi sewaktu di jalan. Karena agak lelah, kami beristirahat sebentar di sebuah taman persis sebelum memasuki kota. Di kota ini aku juga hendak menemui teman kuliahku dulu, yang juga sudah 19 tahun tidak bertemu. Namanya Ting-Ting. Aku sudah diberi tahu alamat rumah sekaligus tempatnya bekerja.



Saat itu sudah hampir jam 6 petang. Matahari masih cukup terang. Kami menuju tempat kerja Ting-Ting di pusat kota. Nampaknya sudah tutup, jadi kami pergi ke rumahnya. Melewati jalan-jalan di Thames ini, mengingatkanku pada Queenstown, hanya versi lebih kecil, lebih tenang dan damai. Jalannya banyak yang menanjak dan turun, penataan kotanya pun tampak rapi dan bersih. Menyenangkan sekali melihatnya ^_^



Sampai di rumah Ting-Ting, kami mengetuk pintu rumahnya. Tidak lama kemudian, seorang laki-laki membukakan pintu. Sepertinya beliau adalah suami Ting-Ting, Ken. Ken mengatakan bahwa temanku itu masih ada di tempat kerjanya, jadi kami kembali lagi ke sana. Kami mengetuk pintu tokonya, dan memang benar dia ada di dalam.



Wah senang sekali bertemu dengannya. Kami berdua heboh sendiri hehehehe... Temanku ini memiliki dan mengelola usaha cafe, sesuai dengan bidang yang ingin ditekuni putriku kelak. Jadi sambil kami mengobrol, Ting-Ting membuatkan kami kopi. Eh malah kemudian putriku diajarinya membuat kopi. Sebetulnya sebelum putriku berangkat ke NZ ini, dia pernah bekerja di cafe di Banyuwangi selama beberapa bulan sembari menunggu waktu kuliahnya, jadi menggunakan coffee machine baginya sudah tidak asing lagi. Bahkan Ting-Ting pun tampaknya cukup terkesan dengan kemampuan putriku membuat kopi, dia langsung menawari putriku, kalau kuliahnya sudah selesai, langsung kerja di tempatnya saja, karena dia masih kekurangan tenaga, dan sulit mencari tenaga yang bisa dipercaya sekaligus diandalkan. Putriku jadi semangat banget tuh hehehehe....

Sekitar jam 7.15 malam, kami semua menuju ke rumah Ting-Ting. Kami mengobrol, banyak bercerita dan sharing pengalaman kami. Sementara itu, Ting-Ting dan Ken memesankan makan malam untuk kami semua. Oya, Ting-Ting memiliki putra dan putri, namanya Sean dan Kiera. Mereka berdua lucu-lucu dan sopan lho... 
Kami menghabiskan malam dengan makan, mengobrol, bercanda, dan bertukar cerita dan informasi tentang banyak hal. Malam yang sangat menyenangkan... kembali bertemu dengan kawan lama, yang kupikir mungkin tidak akan pernah bertemu lagi karena tinggalnya begitu jauh...



Ah, ternyata dunia ini kecil ya... bisa bertemu beberapa teman sekaligus dalam satu kali kunjungan ke North Island ini... walaupun alamnya tidak semenakjubkan di South Island, kehangatan dan sambutan dari para sahabat inilah yang menjadi highlight perjalanan kami selama di North Island.

Hari itu kami menempuh jarak sekitar 150 KM dengan campervan, dan beberapa KM berjalan kaki. Cukup melelahkan, namun rasa senang dan bahagia menutupi rasa lelah itu. Dan malam itu pun kami kembali "dipaksa"  untuk menginap di rumah Ting-Ting, yang kami terima dengan senang hati.... ^_^


To be continued........