DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Thursday, April 4, 2019

VIETNAM & LAOS BACKPACKING 2018 (38) - LAST MINUTE DECISION WITH NEW TRAVEL MATES


27 April 2018



Setelah tidur malam yang nyenyak di dalam udara yang dingin, aku terbangun di pagi hari jam 4.50 pagi, dan itu pun sudah agak kesiangan bagiku, karena aku janji akan menghubungi Feryja, yang dini hari ini seharusnya sudah sampai di kota Sa Pa dengan sleeper bus.
Tadinya aku menawarkan, apabila dia tidak menemukan tempat, dia bisa datang ke tempat kami dan menumpang hingga menemukan penginapan atau kamar untuk dirinya sendiri. Ternyata Freyja sudah membalas pesanku di Facebook Messenger, katanya dia sudah menemukan penginapan yang dekat dengan terminal bus dan dia bisa langsung check-in di sana, jadi aku merasa lebih lega.

Di dalam kamar terdapat jendela besar yang menghadap ke belakang, dan dari jendela tersebut kami bisa melihat view pegunungan yang indah. Di dalam suhu 12 derajat Celcius di dalam kamar pada jam 5.15 pagi, aku melihat pemandangan yang sangat indah dari luar jendela. Setelah menyelesaikan rutinitas pagi hari dan suami sudah bangun, kami sempat keluar untuk melihat-lihat suasana di sekitar dan memotret di luar penginapan.
Aku sempat memotret pergelangan tanganku, yang jumlah gelangnya sekarang jadi makin banyak hahahaha...



Sementara itu sekitar jam 7 pagi Freyja melakukan video call dengan kami. Dia bercerita bahwa dalam perjalanannya naik bus menuju ke Sa Pa, dia berkenalan dengan seorang laki-laki asal Swiss bernama Clemente (baca: Klêmong) dan mereka akan menjelajah Sa Pa bersama. Sepintas kelihatannya Clemente orangnya baik, tapi entah nanti kalau bertemu. Kami janjian akan bertemu di kota jam 12 siang, lokasinya berada di tengah-tengah lokasi penginapan kami masing-masing.

Karena udara yang dingin membuat cepat lapar, kami sarapan dengan makanan yang ada, dan setelah itu kami lebih banyak bersantai di dalam kamar. Karena kami cocok dengan tempat ini (terutama karena harganya yang murah), aku memperpanjang untuk satu malam lagi di sini, namun sepertinya kami harus pindah ke kamar yang lain, karena kamar yang kami tempati sekarang akan ada yang mengisi.

Sekitar jam 10.30 siang kami sudah boleh pindah ke kamar yang baru. Kamar yang ini agak sedikit lebih kecil namun masih cukup lega, dan semua fasilitasnya sama dengan kamar kami sebelumnya. Hanya saja kali ini kamarnya menghadap ke depan, jadi tidak ada view pegunungan dari jendela kamar.
Setelah berbenah lagi, aku masak kentang rebus, sayuran dan daging babi untuk makan siang suami, dan menyiapkan sayuran untukku sendiri. Usai makan siang, kami bergantian mandi dan bersiap-siap untuk pergi.



Jam 11.30 siang, kami sudah berjalan keluar penginapan menuju ke pusat kota, dan kemudian berjalan kaki ke Xuan Trong Supermarket. Aku juga memberi tahu Freyja bahwa kami akan berbelanja sebentar di sini, dan kalau mereka mau bisa ketemuan di luar supermarket saja.
Kami belanja Vodka Hanoi, roti, kopi Nescafe botolan, dan beberapa bungkus bubur instan (total VND 102.5K). Dari supermarket, kami ke ATM Military Bank yang baru saja kami temukan di jalan yang sama dengan supermarket, jalan Ngu Chi Son, dan menarik uang tunai sebesar 3 juta dong.

Catatan: transaksi sebesar 3 juta dong ini oleh BCA nilainya menjadi Rp 1.830.555, ditambah ongkos 25 ribu rupiah.

Karena Freyja masih belum membalas pesanku, kami berdua bergegas menuju ke titik pertama yang disarankan oleh Freyja. Letaknya di depan sebuah apotek. Freyja tidak tampak di tempat ini, dan kami menunggu hingga sekitar 10 menit, hingga akhirnya kami memutuskan untuk berjalan saja menuju ke tepi danau.
Di tepi danau inilah, kami diajak berbicara oleh seorang perempuan dari suku Tay dengan pakaiannya yang khas. Sebetulnya kami agak curiga, karena pada akhirnya pasti dia akan memaksa kami membeli dagangannya yang berupa kerajinan tangan. Sementara suami masih mengobrol, Freyja melakukan video call lagi, dan bertanya posisi kami. Ternyata sebelumnya mereka sedang berjalan-jalan di kota dan tidak memiliki sambungan internet sama sekali, sehingga pesanku tidak terkirim. Jam 12.30 siang, hanya beberapa menit setelah video call, Freyja pun datang bersama teman barunya, Clemente.



Kami berkenalan sejenak, dan kemudian Freyja mengajak kami makan siang bersama. Karena kami sudah makan, kami mengatakan akan mengantar dan menemani mereka saja. Mereka berdua memilih sebuah restoran yang tampaknya cukup fancy. Melihat daftar menunya, harga-harganya terlihat cukup mahal untuk ukuran kami. Mereka memesan dua macam makanan.

Sembari menunggu makanan disajikan, kami mengobrol ngalor ngidul. Ternyata Clemente orangnya juga menyenangkan. Usianya baru 35 tahun, tidak sombong, menghargai orang lain dan budaya yang berbeda, dan juga enak diajak mengobrol. Ternyata kami berempat memiliki agenda yang sama, yakni trekking, dan sebisa mungkin bermalam di rumah penduduk lokal. Aku menceritakan mengenai perempuan suku Hmong yang menawari kami jasa trekking - homestay seharga VND 350K/orang/hari. Namun kebetulan sekali karena aku mengikuti beberapa Facebook Group yang bertemakan Backpackers Vietnam, beberapa hari lalu aku mendapatkan Facebook Account seorang perempuan suku Hmong yang pekerjaannya menjadi trekking guide, dan semua foto yang diuploadnya sangat menarik disertai komentar para tamunya yang sepertinya sangat puas dengan jasanya. Namanya Mama Sa.
Kami berempat setuju hendak menanyakan tarifnya terlebih dahulu, siapa tahu bisa mendapatkan harga yang lebih murah, jadi aku mengirimkan pesan kepada Mama Sa, dan kami membuat janji untuk bertemu di depan Katedral jam 3 sore.

Kami juga menjelaskan bahwa kami bukanlah orang-orang yang bisa berjalan dengan cepat saat trekking, karena kami memiliki kelemahan masing-masing. Ternyata Freyja dan Clemente mengatakan hal yang sama. Freyja dengan kondisi tubuhnya, dan Clemente yang dulu pernah mengalami kecelakaan dan memiliki pen di kakinya. Cocoklah sudah hahahaha...

Setelah lewat 30 menit kami lewatkan, makanan yang dipesan oleh Freyja dan Clemente belum juga datang, hingga suami menanyakan kepada pelayannya, dan apabila belum siap hendak dibatalkan saja. Kata pelayannya, makanan sudah siap dan akan segera dihidangkan. Ternyata baru 5-10 menit kemudian makanan yang dipesan datang. Aku tidak tahu nama salah satu menu yang mereka pesan, tapi yang satunya adalah sup jamur. Yang pasti bagi kami berdua dari penampakannya saja sudah tidak mengundang selera sama sekali.
Saat makan menu pertama (mereka share makanan agar bisa mencicipi lebih banyak macam), baik Freyja maupun Clemente mengatakan makanannya kurang enak. Setelah mencicipi menu kedua yaitu sup jamur, keduanya mengatakan tidak ada rasanya sama sekali dan mereka tidak ingin melanjutkan makan.

Akhirnya aku dan suami mengajak mereka berdua untuk makan di warung saja. Ada sebuah warung yang beberapa kali kami lewati, dan kami melihat ada menu banh mi di sana, jadi kami mengajak mereka ke sana. Katanya mereka berdua juga belum pernah makan banh mi. Kami masih mampir dulu di ATM Military Bank, karena mereka berdua membutuhkan uang tunai.
Sesampai di warung yang kami tuju, aku menanyakan harga sebuah banh mi. Yang ada hanya banh mi telur, dan harganya VND 20K. Freyja dan Clemente memesan masing-masing sebuah, dan karena aku dan suami masih agak kenyang, kami hanya memesan sebuah untuk berdua.

Hanya butuh beberapa menit saja hingga banh mi yang dipesan siap. Rasanya tidak spesial, tapi juga tidak mengecewakan. Untuk ukuran kota yang touristy ini, termasuk murah dan enak bagi kami, dan ternyata Freyja dan Clemente juga berpendapat sama. Kata mereka, satu buah banh mi yang mereka makan ini jauh lebih enak dan lebih mengenyangkan daripada makanan di restoran tadi ^_^



Usai makan dan ngobrol, waktu sudah menunjukkan jam 2.40 siang, jadi kami segera membayar banh mi masing-masing, dan kemudian berjalan kaki menuju ke arah Katedral. Sebetulnya aku dan suami agak sedikit kuatir apabila perempuan Hmong yang kemarin menawarkan jasanya kepada kami akan melihat kami dan kemudian mendesak atau bahkan marah-marah apabila kami tidak jadi memakainya, jadi Freyja dan Clemente berkata bahwa mereka akan menjadi bodyguard kami kalau ada yang berani macam-macam hahahaha...

Suasana di depan Notre Dame Cathedral tampak ramai oleh turis, dan setelah menunggu sekitar 5-10 menit, datanglah seorang perempuan agak gemuk dengan pakaian khas Hmong. Ternyata beliau adalah Mama Sa yang kami tunggu-tunggu.
Supaya lebih enak mengobrol, kami mengajaknya ke sebuah cafe di sekitar pusat kota yang tempatnya sepertinya nyaman.

Katanya Mama Sa belum pernah masuk ke dalam cafe, jadi kami memesankan kopi untuknya. Kami juga memesan satu gelas kopi susu dingin untuk berdua. Freyja dan Clemente masing-masing memesan minuman mereka. Setelah membayar, kami mencari tempat duduk yang nyaman. Aku sendiri hendak ke toilet, dan ditunjukkan lokasinya di lantai 2. Dari sinilah aku tahu ada meja-meja dan tempat duduk yang nyaman dan tidak ramai. Maka kami semua duduk di lantai 2 sembari menunggu pesanan diantarkan. Hanya beberapa menit kemudian pesanan kami sudah diantarkan semua.

Awalnya aku langsung menanyakan masalah trekking dan homestay ini. Di mana mulainya, bagaimana dengan barang-barang yang tidak akan kami bawa, bagaimana untuk konsumsi, dan transportasi saat pulang nanti. Rencananya kami akan trekking 2 hari 1 malam, dan kata Mama Sa biayanya adalah VND 300K/orang/hari. Ternyata lebih murah daripada yang ditawarkan di alun-alun. Kalau jadi, pada hari H kami akan dijemput di depan Katedral, dan kemudian barang-barang yang hendak ditinggal bisa dititipkan di tempat salah satu temannya. Untuk makan, intinya selama bersama mereka makanan terjamin, dan pada hari kami akan pulang, kami akan diantarkan kembali ke pusat kota. Sepertinya menarik dan intinya kami berempat setuju dengan harga yang beliau tawarkan.

Setelah sepakat dengan harga, kami berempat dan Mama Sa banyak bertukar cerita. Sesungguhnya lebih banyak Mama Sa yang bercerita mengenai keluarganya, budayanya, dan kehidupan sehari-harinya. Beliau juga bertanya-tanya kepada kami mengenai banyak hal. Saat ini usianya 45 tahun, dan beliau memiliki 4 orang putra. Beliau sendiri tidak percaya kami sudah memiliki putri yang berusia 20 tahun, dan baru percaya setelah kami menunjukkan fotonya ^_^
Bahasa Inggris yang dipakai Mama Sa bisa dikatakan sangat mendasar dan logat bicaranya lucu, namun masih bisa dipahami dengan cukup jelas. Katanya, beliau belajar bahasa Inggris hanya dari berkomunikasi dengan para turis yang menjadi tamu-tamunya.

Tidak terasa kami mengobrol hingga jam 4.30 sore, dan kami sepakat akan mulai trekking esok lusanya, yakni hari Minggu tanggal 29 April. Kami berpisah jalan dengan Mama Sa, sementara Freyja dan Clemente ikut dengan kami ke penginapan, karena aku mengatakan kamar kami sangat murah dan tempatnya cukup nyaman. Jadi rencananya kalau cocok Freyja dan Clemente akan menyewa kamar di penginapan yang sama dengan kami untuk besok malam agar bisa berangkat bersama-sama besok lusa pagi.

Sesampai di penginapan, kami menemui sang gadis resepsionis, dan tidak kusangka sama sekali, ternyata tarifnya naik sampai lebih dari dua kali lipat untuk melam berikutnya!
Aku sempat mencari-cari penginapan lain dengan aplikasi booking.com, namun ternyata tarif semua penginapan telah berubah, minimal naik dua kali lipat, dan banyak yang sampai tiga kali lipat harga normal. Kami tidak tahu bahwa setelah libur hari raya Tet tanggal 14-20 Februari lalu, tanggal 25 April merupakan hari raya Hung Kings Commemoration, tanggal 30 April adalah Reunification Day, dan 1 Mei tentunya Hari Buruh. Jadi minggu ini merupakan long weekend bagi warga Vietnam, dan karena Sa Pa memang cukup populer bahkan di kalangan wisatawan lokal, imbasnya adalah harga-harga penginapan yang melambung tinggi di weekend mendatang.

Kami berpikir bagaimana menyiasati hal ini, dan akhirnya tercetus ide apabila trekkingnya dilakukan mulai besok saja. Dengan total harga yang sedikit lebih mahal untuk berdua, namun setidaknya segala sesuatunya sudah terjamin termasuk makan. Jadi aku mengirimkan pesan di WhatsApp kepada Mama Sa, yang kemudian dibalas dengan pesan suara. Intinya aku menanyakan apakah bisa kalau mulai trekking besok, jadi total 3 hari 2 malam. Kemudian Mama Sa meneleponku, dan mengatakan bisa. Aku mencoba menawar harganya, karena kami ada 4 orang. Aku menawar VND 800K untuk 3 hari 2 malam, dan Mama Sa hanya menjawab, aku tidak pernah bisa menjawab tidak. Jadilah kami setuju untuk bertemu esok hari di depan Katedral jam 9 pagi.

Setelah itu Freyja dan Clemente masih melihat kamar kami sejenak, dan kemudian berpamitan untuk kembali ke penginapan mereka. Aku sempat berbenah sejenak, kemudian jam 6 petang kami berdua keluar ke pusat kota, kali ini hendak mencari trekking poles untukku sekaligus mencari makan malam.



Sampai di pusat kota, kami menyusuri jalan yang ada BB Hotelnya, karena kami lihat di daerah ini banyak toko yang menjual peralatan outdoor. Masuk dan keluar ke beberapa toko, kami masih belum menemukan harga yang pas. Kebanyakan harganya mahal dan tidak boleh ditawar, sementara beberapa trekking poles yang ditawarkan juga kelihatan sudah bekas pakai. Hingga kami sampai di Manh Trang Trekking Shop, dan akhirnya dengan sedikit menawar, dari harga awal yang ditawarkan sebesar VND 250K/buah, kami mendapatkan sepasang trekking poles dengan harga VND 100K/buah. Tidak murah sekali, tapi yang pasti tidak mahal juga. Kualitasnya pun biasa saja, terbuat dari bahan yang agak berat, namun yang pasti masih baru.
Aku segera memberi tahu Freyja karena mereka berdua juga sedang mencari trekking poles. Aku sampai memotret nama tokonya dan memberi tahu lokasinya dengan detail agar mereka mudah menemukannya.



Setelah mendapatkan trekking poles, kami belanja rokok, vodka dan donat untuk besok, lalu mencari lauk untuk makan suami. Setelah bertanya-tanya harga ayam dan beberapa makanan lain (yang rata-rata cukup mahal), suami membeli sebuah sayap ayam bakar seharga VND 30K di sebuh warung kaki lima. Sebetulnya mahal sekali ya... tapi sesekali tidak mengapalah...



Waktu sudah menunjukkan jam 7 malam saat kami mulai berjalan kaki kembali ke penginapan, melintasi jalanan yang gelap dan berkabut. Sesampai di kamar, kami berdua sudah sangat lapar. Suami makan ayam dengan kentang rebus dan sayuran, sementara aku sendiri makan bubur instan dengan banyak sayuran.
Setelah perut kenyang barulah kami mandi, dan aku mulai membagi barang-barang yang tidak akan dibawa trekking besok ke dalam kantung plastik besar yang kami bawa. Aku hanya membawa 2 baju ganti, jaket, peralatan membersihkan badan, dan semua sisa bahan makanan basah (tinggal beberapa buah tomat dan timun saja sebetulnya). Setelah semuanya selesai, barulah aku menyusul suami istirahat.

Hari ini kami hanya berjalan kaki sejauh 8,5 KM, tidak terlalu jauh, namun cukup melelahkan secara fisik dan otak. Mudah-mudahan saja besok segala sesuatunya berjalan dengan lancar ^_^


To be continued.......

No comments:

Post a Comment