10 Mei 2018
10 Mei
Ha Giang Loop Day 6
Du Gia - Ha Giang City
Distance: 109km
Semalam lagi-lagi aku terbangun jam 11 malam. Hujan turun lagi, dan para tamu berkumpul di ruangan yang ada meja bilyarnya. Sepertinya banyak tamu yang minum hingga mabuk dan tanpa disadari mereka berbicara dengan suara yang sangat keras. Pagi ini saat aku mengisi air minum di sana, banyak botol-botol kosong bekas beer yang berserakan. Entah berapa banyak beer yang orang-orang itu habiskan dalam semalam.
Aku baru bisa tidur lagi jam 2.30 pagi, dan sudah bangun jam 6 pagi, karena hari ini kami harus check-out. Suami juga bangun lebih pagi dari kemarin-kemarin. Setelah menyelesaikan rutinitas pagi, aku pergi ke pasar untuk membeli jagung manis dan timun. Aku juga belanja bubur instan (@ VND 3K) dan hendak membeli rokok lokal di toko langgananku belanja untuk dijadikan oleh-oleh. Nah, pada saat membeli rokok inilah aku mengalami hal yang lucu.
Jadi harga sebungkus rokok adalah VND 10K, yang sudah kuketahui sebelumnya. Karena sang empunya toko tidak mengerti bahasa Inggris, aku menggunakan bahasa isyarat. Aku menunjuk rokok Thang Long yang hendak kubeli, dan pemilik toko mengisyaratkan 10 jari, yang artinya 10 ribu. Aku mengangguk dan kemudian mengisyaratkan 5 jari, maksudnya aku hendak membeli 5 bungkus. Sang pemilik toko geleng-geleng kepala dan kembali mengisyaratkan 10 jari. Aku kembali mengangguk dan mengisyaratkan 5 jari. Sang pemilik toko mengeluarkan satu bungkus rokok dan kembali mengisyaratkan 10 jari. Akhirnya aku mengambil dus rokok yang isinya masih banyak dan mengeluarkan 5 bungkus rokok, baru kemudian sang pemilik toko mengerti dan tertawa terbahak-bahak. Walah, ternyata dia berpikir bahwa aku menawar harga rokoknya menjadi VND 5K/bungkus hahahaha... 😂 Setelah membayar semuanya, aku kembali ke penginapan dan segera menyiapkan makanan untuk bekal makan siang kami bertiga di jalan.
Untuk suami dan Freyja, aku menyiapkan mie instan dengan jagung rebus dan irisan timun, sedangkan untukku hanya jagung rebus dan timun saja sudah cukup.
Usai menyiapkan bekal makan, aku mandi dan kami berdua segera mengemasi semua barang kami. Aku juga sudah mengatakan kepada Freyja sebelumnya bahwa kami akan sarapan jam 8 pagi agar tidak kesiangan berangkat menuju ke Ha Giang.
Jam 8 pagi kami bertiga sudah siap dan berjalan kaki menuju ke bangunan utama hostel untuk sarapan. Saat itu masih belum ada tamu lain yang sarapan, namun setelah kami datang beberapa tamu datang tidak lama kemudian. Pagi ini kami berdua memesan omelette dan kopi. Setelah menunggu sekitar 15 menit, sarapan kami sudah siap dihidangkan, namun kali ini tidak ada irisan tomat seperti kemarin. Mungkin karena banyak tamu yang memesan sarapan sehingga petugasnya kewalahan. Seperti biasa, aku hanya makan telurnya saja, dan rotinya kuberikan untuk dimakan suami.
Sementara itu, seperti biasa, selalu ada saja Westeners yang kadang lebay atau menyebalkan, namun kami tidak mau terlalu ambil pusing walaupun kadang sebal sendiri melihat kelakuan mereka 😒
Usai sarapan, kami hendak membayar semua biaya menginap selama 3 malam di Du Gia Backpacker's Hostel ini, dan sempat terjadi masalah. Kami sudah sepakat dengan Mars bahwa harga per malam adalah VND 100K/orang, jadi untuk kami berdua harusnya totalnya menjadi VND 600K selama 3 malam. Nah, aku juga mengatakan kepada Mars pada hari kami datang bahwa kami akan melakukan pemesanan kamar di booking.com agar kami bisa memberi review positif yang bisa membantu memajukan tempat ini. Harga di aplikasi booking.com saat itu memang VND 125K, namun kami tetap sepakat dengan harga VND 100K. Masalahnya, pemilik hostel sepertinya tidak mengerti, menurutnya kami harus membayar sesuai yang di booking.com. Akhirnya kami minta Mars dipanggilkan, dan setelah Mars menjelaskan barulah sang empunya tempat menerima pembayaran kami sebesar VND 600K.
Setelah semuanya beres, kami berjalan kembali ke kamar, lalu bersiap-siap. Freyja mengikat backpack besarnya ke atas sepeda motor. Jam 9.10 pagi kami bertiga sudah berada di atas sepeda motor. Pertama-tama kami mengisi bensin dulu di satu-satunya pombensin yang ada di sini sebanyak VND 25K dan kemudian dimulailah perjalanan pulang kembali ke Ha Giang lewat jalur utara yang jaraknya sekitar 109 KM (kalau lewat jalur selatan jaraknya hanya 71 KM).
Karena lokasi Du Gia yang berada di dasar lembah, awal perjalanan diawali dengan jalan yang mulai naik. Cuaca saat kami berangkat masih cukup bersahabat, belum begitu panas. Pemandangan yang kami lalui sama seperti pada saat kami pertama datang, pegunungan di mana-mana, hijau, dan relatif berawan.
Kemudian mulai banyak sekali jalan yang kondisinya rusak parah, sepertinya terkena longsoran atau aliran sungai yang deras, sehingga pengendara motor harus sangat berhati-hati. Kami sempat melewati seorang pemuda bule yang juga sedang naik motor searah dengan kami. Ketika kami berhenti untuk memotret, si pemuda tadi juga ikut berhenti, dan akhirnya kami berkenalan dan sedikit mengobrol. Namanya Michael, berasal dari Jerman. Kami merasa orangnya sepertinya cukup baik, sopan, dan tidak angkuh, jadi kami mengajaknya untuk bergabung bersama kami agar tidak sendirian, dan Michael setuju.
Setelah itu jalan yang kami lalui masih banyak yang rusak, beberapa kali aku sampai turun dari motor karena jalannya memang mengerikan, aku lebih baik jalan kaki daripada motor kami slip dan terjatuh. Jalanan yang rusak parah ini sebetulnya tidak panjang, kadang hanya beberapa puluh meter saja. Sesekali aku memperhatikan bahwa sepertinya rusaknya jalan karena dilalui aliran air yang deras atau longsor. Sisanya memang rusak dan tidak diperbaiki. Kami sempat melalui jalan yang rusak parah dengan banyak batu-batu agak besar yang sampai agak masuk ke ruas jalan. Sempat satu kali, ada sepasang suami istri penduduk lokal, yang sedang memindahkan sebuah batu besar dari tengah jalan, dan akhirnya kami membantu mereka agar tidak membahayakan pengendara berikutnya.
Walaupun kondisi jalan sangat mengenaskan, pemandangan di segala penjuru tetap indah dan mempesona, kami masih tetap beberapa kali berhenti untuk memotret, apalagi setelah melalui 15 KM pertama, jalannya belum pernah kami lalui hingga 52 KM berikutnya. Beruntung juga cuaca sedang tidak panas, bahkan kabur masih menutupi banyak area. Kami juga jarang berpapasan dengan kendaraan lain, apalagi turis.
Sinyal HP lemah di daerah pedalaman ini dan ternyata kami menjumpai persimpangan jalan, jadi sempat salah jalan juga. Beberapa kali kami sampai harus menanyakan arah kepada penduduk lokal agar tidak tersesat.
Setelah beberapa kali naik turun gunung, sekitar jam 11 siang kami sampai di sebuah desa kecil di dasar lembah. Di sini matahari bersinar dengan terik dan udara menjadi terasa panas, sampai kami berhenti untuk melepaskan jaket-jaket yang dikenakan.
Setelah itu kami harus menyeberangi jembatan melewati Sungai Song Lo, dan ternyata salah jalan lagi, sehingga kami harus menyeberangi jembatan kayu yang agak menyeramkan,dan tidak lama setelahnya kami masuk ke jalan raya utama 4C, jalan yang kami lalui sewaktu berangkat hari pertama. Wuah lega sekali rasanya...
Menjelang masuk kota Tam Son, kami membeli bensin dulu sebesar VND 20K, karena jalanan yang rusak dan naik turun tadi membuat bahan bakar menjadi lebih boros. Sampai di area Quan Ba kami berhenti untuk memotret, karena sewaktu berangkat seluruh daerah ini tertutup oleh kabut. Sekitar jam 12.20 siang, kami sampai di Cafe Cong Troi, cafe tempat kami berhenti juga di hari pertama. Suami memesan segelas cokelat panas (VND 30K), dan kami makan siang di tempat ini dengan bekal yang kami bawa.
Kali ini cuacanya sangat cerah, jadi dari dalam cafe kami bisa melihat pemandangan indah sejauh mata memandang yang sebelumnya tidak tampak.
Usai makan dan membayar, kami melanjutkan perjalanan bertiga saja, karena Michael masih hendak istirahat dan katanya tidak apa-apa kalau melanjutkan sendirian. Menurutku, sebelumnya dia mau bergabung bersama kami karena jalan yang kami lalui jarang dilalui orang dan medannya cukup berbahaya, jadi supaya kalau terjadi sesuatu bisa saling membantu; namun karena kini kami sudah berada di jalan raya yang relatif lebih ramai dan jalannya bagus, dia ingin melanjutkan dengan ritmenya sendiri. Tentu saja kami tidak keberatan melanjutkan tanpanya. Freyja juga sudah saling bertukar nomor HP dengannya, karena sepertinya Freyja suka kepada Michael 😀
Kami masih beberapa kali berhenti untuk memotret dan istirahat, karena cuaca yang sangat panas membuat kami cepat lelah, ditambah lagi pinggang dan punggungku terasa sakit semua karena sudah berjam-jam duduk di atas motor sembari memanggul backpack yang berat. Oya, sebetulnya waktu hari kedua setelah aku terpeleset dan keseleo, suami menganjurkan backpackku diikat saja di motor, supaya aku tidak terlalu terbebani. Waktu itu sudah dicoba, memang pundak jadi ringan, namun posisi dudukku jadi lebih tidak nyaman dan jadi lebih cepat lelah, jadi akhirnya keesokan harinya aku kembali memanggul backpack saat berkendara.
Di area Tan Son, sekitar 1 jam sebelum memasuki kota Ha Giang, di kanan kiri jalan tampak ada beberapa penduduk yang menjual sayuran di tepi jalan. Kami sempat mampir dan aku membeli 1 kg tomat di sini. Harganya sebetulnya sama saja dengan di pasar, namun aku berpikir setidaknya bisa sedikit membantu penduduk di sini. Yang pasti sayur-mayur yang dijual di tepi-tepi jalan ini semuanya masih segar.
Akhirnya kami sampai kembali di Giang Son Hostel Ha Giang tepat jam 3 siang. Lega sekali rasanya, karena perjalanan panjang kami sudah berakhir. Kami check-in dan diberi kamar yang sama dengan sebelumnya.
Setelah mengambil backpack yang kami tinggalkan di locker, kami naik ke dalam kamar dan aku membereskan semua barang kami. Rasanya amat sangat lelah sekali, walaupun jarak yang ditempuh tidaklah jauh-jauh amat.
Usai berbenah, kami mandi, lalu istirahat sejenak meluruskan punggung. Aku baru menyadari, selama beberapa hari terakhir, terutama selama di Du Gia, setiap hari memang ada saja serangga yang menggigitku, terutama di kaki. Sekarang baru terlihat dengan jelas begitu banyak bekas luka gigitan serangga di kakiku, yang masih gatal bahkan hingga hari ini hiks... 😭
Baru sekitar jam 6 petang kami pergi lagi ke pusat kota. Kami ke supermarket dulu untuk membeli rokok dan vodka (total VND 90K), lalu ke pasar untuk membeli crispy pork (VND 40K), dan kemudian ke rumah makan Com Binh Dan 68 untuk membeli nasi putih dan lumpia goreng (total VND 30K). Waktu menunjukkan jam 7.30 malam saat kami sampai di penginapan, dan kami langsung makan malam bersama Freyja. Biasanya kalau kami yang membelikan makan, Freyja akan langsung memberikan uang untuk ikut membayar. Sejak awal dia tidak mau kami bayari, jadi selama ini dia tidak pernah memanfaatkan kami lho...
Usai makan hingga kekenyangan (dagingnya pun masih tersisa, jadi kami simpan untuk makan siang besok), kami hanya mengobrol sebentar karena Freyja ada janji untuk bertemu dengan Michael. Kami lebih banyak istirahat, menikmati kerasnya kasur kami setelah kelelahan seharian ini, dan akhirnya jam 9.30 malam kami tidur.
Kami masih belum mempunyai rencana yang pasti untuk besok karena ingin istirahat dulu, tapi mungkin kami akan mencoba pergi ke perbatasan antara Thanh Thuy dengan Tianbaozhen, RRC, di luar kota Ha Giang. Kita lihat dulu situasi besok deh hehehehe...
To be continued.......
Ha Giang Loop Day 6
Du Gia - Ha Giang City
Distance: 109km
Semalam lagi-lagi aku terbangun jam 11 malam. Hujan turun lagi, dan para tamu berkumpul di ruangan yang ada meja bilyarnya. Sepertinya banyak tamu yang minum hingga mabuk dan tanpa disadari mereka berbicara dengan suara yang sangat keras. Pagi ini saat aku mengisi air minum di sana, banyak botol-botol kosong bekas beer yang berserakan. Entah berapa banyak beer yang orang-orang itu habiskan dalam semalam.
Aku baru bisa tidur lagi jam 2.30 pagi, dan sudah bangun jam 6 pagi, karena hari ini kami harus check-out. Suami juga bangun lebih pagi dari kemarin-kemarin. Setelah menyelesaikan rutinitas pagi, aku pergi ke pasar untuk membeli jagung manis dan timun. Aku juga belanja bubur instan (@ VND 3K) dan hendak membeli rokok lokal di toko langgananku belanja untuk dijadikan oleh-oleh. Nah, pada saat membeli rokok inilah aku mengalami hal yang lucu.
Jadi harga sebungkus rokok adalah VND 10K, yang sudah kuketahui sebelumnya. Karena sang empunya toko tidak mengerti bahasa Inggris, aku menggunakan bahasa isyarat. Aku menunjuk rokok Thang Long yang hendak kubeli, dan pemilik toko mengisyaratkan 10 jari, yang artinya 10 ribu. Aku mengangguk dan kemudian mengisyaratkan 5 jari, maksudnya aku hendak membeli 5 bungkus. Sang pemilik toko geleng-geleng kepala dan kembali mengisyaratkan 10 jari. Aku kembali mengangguk dan mengisyaratkan 5 jari. Sang pemilik toko mengeluarkan satu bungkus rokok dan kembali mengisyaratkan 10 jari. Akhirnya aku mengambil dus rokok yang isinya masih banyak dan mengeluarkan 5 bungkus rokok, baru kemudian sang pemilik toko mengerti dan tertawa terbahak-bahak. Walah, ternyata dia berpikir bahwa aku menawar harga rokoknya menjadi VND 5K/bungkus hahahaha... 😂 Setelah membayar semuanya, aku kembali ke penginapan dan segera menyiapkan makanan untuk bekal makan siang kami bertiga di jalan.
Untuk suami dan Freyja, aku menyiapkan mie instan dengan jagung rebus dan irisan timun, sedangkan untukku hanya jagung rebus dan timun saja sudah cukup.
Usai menyiapkan bekal makan, aku mandi dan kami berdua segera mengemasi semua barang kami. Aku juga sudah mengatakan kepada Freyja sebelumnya bahwa kami akan sarapan jam 8 pagi agar tidak kesiangan berangkat menuju ke Ha Giang.
Jam 8 pagi kami bertiga sudah siap dan berjalan kaki menuju ke bangunan utama hostel untuk sarapan. Saat itu masih belum ada tamu lain yang sarapan, namun setelah kami datang beberapa tamu datang tidak lama kemudian. Pagi ini kami berdua memesan omelette dan kopi. Setelah menunggu sekitar 15 menit, sarapan kami sudah siap dihidangkan, namun kali ini tidak ada irisan tomat seperti kemarin. Mungkin karena banyak tamu yang memesan sarapan sehingga petugasnya kewalahan. Seperti biasa, aku hanya makan telurnya saja, dan rotinya kuberikan untuk dimakan suami.
Sementara itu, seperti biasa, selalu ada saja Westeners yang kadang lebay atau menyebalkan, namun kami tidak mau terlalu ambil pusing walaupun kadang sebal sendiri melihat kelakuan mereka 😒
Usai sarapan, kami hendak membayar semua biaya menginap selama 3 malam di Du Gia Backpacker's Hostel ini, dan sempat terjadi masalah. Kami sudah sepakat dengan Mars bahwa harga per malam adalah VND 100K/orang, jadi untuk kami berdua harusnya totalnya menjadi VND 600K selama 3 malam. Nah, aku juga mengatakan kepada Mars pada hari kami datang bahwa kami akan melakukan pemesanan kamar di booking.com agar kami bisa memberi review positif yang bisa membantu memajukan tempat ini. Harga di aplikasi booking.com saat itu memang VND 125K, namun kami tetap sepakat dengan harga VND 100K. Masalahnya, pemilik hostel sepertinya tidak mengerti, menurutnya kami harus membayar sesuai yang di booking.com. Akhirnya kami minta Mars dipanggilkan, dan setelah Mars menjelaskan barulah sang empunya tempat menerima pembayaran kami sebesar VND 600K.
Setelah semuanya beres, kami berjalan kembali ke kamar, lalu bersiap-siap. Freyja mengikat backpack besarnya ke atas sepeda motor. Jam 9.10 pagi kami bertiga sudah berada di atas sepeda motor. Pertama-tama kami mengisi bensin dulu di satu-satunya pombensin yang ada di sini sebanyak VND 25K dan kemudian dimulailah perjalanan pulang kembali ke Ha Giang lewat jalur utara yang jaraknya sekitar 109 KM (kalau lewat jalur selatan jaraknya hanya 71 KM).
Karena lokasi Du Gia yang berada di dasar lembah, awal perjalanan diawali dengan jalan yang mulai naik. Cuaca saat kami berangkat masih cukup bersahabat, belum begitu panas. Pemandangan yang kami lalui sama seperti pada saat kami pertama datang, pegunungan di mana-mana, hijau, dan relatif berawan.
Kemudian mulai banyak sekali jalan yang kondisinya rusak parah, sepertinya terkena longsoran atau aliran sungai yang deras, sehingga pengendara motor harus sangat berhati-hati. Kami sempat melewati seorang pemuda bule yang juga sedang naik motor searah dengan kami. Ketika kami berhenti untuk memotret, si pemuda tadi juga ikut berhenti, dan akhirnya kami berkenalan dan sedikit mengobrol. Namanya Michael, berasal dari Jerman. Kami merasa orangnya sepertinya cukup baik, sopan, dan tidak angkuh, jadi kami mengajaknya untuk bergabung bersama kami agar tidak sendirian, dan Michael setuju.
Setelah itu jalan yang kami lalui masih banyak yang rusak, beberapa kali aku sampai turun dari motor karena jalannya memang mengerikan, aku lebih baik jalan kaki daripada motor kami slip dan terjatuh. Jalanan yang rusak parah ini sebetulnya tidak panjang, kadang hanya beberapa puluh meter saja. Sesekali aku memperhatikan bahwa sepertinya rusaknya jalan karena dilalui aliran air yang deras atau longsor. Sisanya memang rusak dan tidak diperbaiki. Kami sempat melalui jalan yang rusak parah dengan banyak batu-batu agak besar yang sampai agak masuk ke ruas jalan. Sempat satu kali, ada sepasang suami istri penduduk lokal, yang sedang memindahkan sebuah batu besar dari tengah jalan, dan akhirnya kami membantu mereka agar tidak membahayakan pengendara berikutnya.
Walaupun kondisi jalan sangat mengenaskan, pemandangan di segala penjuru tetap indah dan mempesona, kami masih tetap beberapa kali berhenti untuk memotret, apalagi setelah melalui 15 KM pertama, jalannya belum pernah kami lalui hingga 52 KM berikutnya. Beruntung juga cuaca sedang tidak panas, bahkan kabur masih menutupi banyak area. Kami juga jarang berpapasan dengan kendaraan lain, apalagi turis.
Sinyal HP lemah di daerah pedalaman ini dan ternyata kami menjumpai persimpangan jalan, jadi sempat salah jalan juga. Beberapa kali kami sampai harus menanyakan arah kepada penduduk lokal agar tidak tersesat.
Setelah beberapa kali naik turun gunung, sekitar jam 11 siang kami sampai di sebuah desa kecil di dasar lembah. Di sini matahari bersinar dengan terik dan udara menjadi terasa panas, sampai kami berhenti untuk melepaskan jaket-jaket yang dikenakan.
Setelah itu kami harus menyeberangi jembatan melewati Sungai Song Lo, dan ternyata salah jalan lagi, sehingga kami harus menyeberangi jembatan kayu yang agak menyeramkan,dan tidak lama setelahnya kami masuk ke jalan raya utama 4C, jalan yang kami lalui sewaktu berangkat hari pertama. Wuah lega sekali rasanya...
Menjelang masuk kota Tam Son, kami membeli bensin dulu sebesar VND 20K, karena jalanan yang rusak dan naik turun tadi membuat bahan bakar menjadi lebih boros. Sampai di area Quan Ba kami berhenti untuk memotret, karena sewaktu berangkat seluruh daerah ini tertutup oleh kabut. Sekitar jam 12.20 siang, kami sampai di Cafe Cong Troi, cafe tempat kami berhenti juga di hari pertama. Suami memesan segelas cokelat panas (VND 30K), dan kami makan siang di tempat ini dengan bekal yang kami bawa.
Kali ini cuacanya sangat cerah, jadi dari dalam cafe kami bisa melihat pemandangan indah sejauh mata memandang yang sebelumnya tidak tampak.
Usai makan dan membayar, kami melanjutkan perjalanan bertiga saja, karena Michael masih hendak istirahat dan katanya tidak apa-apa kalau melanjutkan sendirian. Menurutku, sebelumnya dia mau bergabung bersama kami karena jalan yang kami lalui jarang dilalui orang dan medannya cukup berbahaya, jadi supaya kalau terjadi sesuatu bisa saling membantu; namun karena kini kami sudah berada di jalan raya yang relatif lebih ramai dan jalannya bagus, dia ingin melanjutkan dengan ritmenya sendiri. Tentu saja kami tidak keberatan melanjutkan tanpanya. Freyja juga sudah saling bertukar nomor HP dengannya, karena sepertinya Freyja suka kepada Michael 😀
Kami masih beberapa kali berhenti untuk memotret dan istirahat, karena cuaca yang sangat panas membuat kami cepat lelah, ditambah lagi pinggang dan punggungku terasa sakit semua karena sudah berjam-jam duduk di atas motor sembari memanggul backpack yang berat. Oya, sebetulnya waktu hari kedua setelah aku terpeleset dan keseleo, suami menganjurkan backpackku diikat saja di motor, supaya aku tidak terlalu terbebani. Waktu itu sudah dicoba, memang pundak jadi ringan, namun posisi dudukku jadi lebih tidak nyaman dan jadi lebih cepat lelah, jadi akhirnya keesokan harinya aku kembali memanggul backpack saat berkendara.
Di area Tan Son, sekitar 1 jam sebelum memasuki kota Ha Giang, di kanan kiri jalan tampak ada beberapa penduduk yang menjual sayuran di tepi jalan. Kami sempat mampir dan aku membeli 1 kg tomat di sini. Harganya sebetulnya sama saja dengan di pasar, namun aku berpikir setidaknya bisa sedikit membantu penduduk di sini. Yang pasti sayur-mayur yang dijual di tepi-tepi jalan ini semuanya masih segar.
Akhirnya kami sampai kembali di Giang Son Hostel Ha Giang tepat jam 3 siang. Lega sekali rasanya, karena perjalanan panjang kami sudah berakhir. Kami check-in dan diberi kamar yang sama dengan sebelumnya.
Setelah mengambil backpack yang kami tinggalkan di locker, kami naik ke dalam kamar dan aku membereskan semua barang kami. Rasanya amat sangat lelah sekali, walaupun jarak yang ditempuh tidaklah jauh-jauh amat.
Usai berbenah, kami mandi, lalu istirahat sejenak meluruskan punggung. Aku baru menyadari, selama beberapa hari terakhir, terutama selama di Du Gia, setiap hari memang ada saja serangga yang menggigitku, terutama di kaki. Sekarang baru terlihat dengan jelas begitu banyak bekas luka gigitan serangga di kakiku, yang masih gatal bahkan hingga hari ini hiks... 😭
Baru sekitar jam 6 petang kami pergi lagi ke pusat kota. Kami ke supermarket dulu untuk membeli rokok dan vodka (total VND 90K), lalu ke pasar untuk membeli crispy pork (VND 40K), dan kemudian ke rumah makan Com Binh Dan 68 untuk membeli nasi putih dan lumpia goreng (total VND 30K). Waktu menunjukkan jam 7.30 malam saat kami sampai di penginapan, dan kami langsung makan malam bersama Freyja. Biasanya kalau kami yang membelikan makan, Freyja akan langsung memberikan uang untuk ikut membayar. Sejak awal dia tidak mau kami bayari, jadi selama ini dia tidak pernah memanfaatkan kami lho...
Usai makan hingga kekenyangan (dagingnya pun masih tersisa, jadi kami simpan untuk makan siang besok), kami hanya mengobrol sebentar karena Freyja ada janji untuk bertemu dengan Michael. Kami lebih banyak istirahat, menikmati kerasnya kasur kami setelah kelelahan seharian ini, dan akhirnya jam 9.30 malam kami tidur.
Kami masih belum mempunyai rencana yang pasti untuk besok karena ingin istirahat dulu, tapi mungkin kami akan mencoba pergi ke perbatasan antara Thanh Thuy dengan Tianbaozhen, RRC, di luar kota Ha Giang. Kita lihat dulu situasi besok deh hehehehe...
To be continued.......
No comments:
Post a Comment