DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Wednesday, March 20, 2019

VIETNAM & LAOS BACKPACKING 2018 (35) - RE-ENTERING VIETNAM: LUANG PRABANG - DIEN BIEN PHU


24 April 2018



Selasa 24 April 2018, tibalah harinya kami harus meninggalkan kota Luang Prabang yang mengesankan, Laos, dan kedua sahabat baru kami, Flo & Jasmine dari Austria.

Aku bangun jam 4 pagi agar banyak waktu untuk bersiap-siap dan tidak ada yang terlupa. Suami pun menyusul bangun tidak lama kemudian. Setelah melakukan rutinitas pagi dengan agak terburu-buru, jam 4.45 pagi kami bergantian mandi, dan menyelesaikan packing setelahnya. Aku menyiapkan nasi dengan ayam dan sayuran sisa semalam untuk bekal makan siang di jalan nanti. Sekitar jam 5 lewat, kami sudah siap, hanya tinggal menunggu saja.
Tanpa diduga, Flo & Jasmine mendatangi kami berdua yang sedang di balkon. Rupanya mereka berusaha bangun pagi agar masih bisa bertemu dan mengucapkan salam perpisahan untuk kami. How sweet... ^_^

Kami masih mengobrol, saling mendoakan yang terbaik bagi masing-masing, dan tiba-tiba aku teringat, bahwa mungkin saja kami membutuhkan uang kecil untuk ke toilet, karena di Vietnam dan Laos rata-rata toilet di tempat-tempat umum juga berbayar!
Akhirnya aku memberanikan diri minta uang LAK 4K kepada Flo, dan dia malah memberikan LAK 10K, karena katanya tidak punya uang kecil. Wah jadi malu nih hahahahaha....

Saat kami masih mengobrol, jam 5.40 pagi tuktuk yang bertugas menjemput kami sudah datang. Benar-benar tepat waktu ya... Akhirnya kami bergegas berpamitan, berpelukan dengan erat untuk terakhir kalinya dengan harapan bisa bertemu lagi di lain waktu, dan turun menghampiri tuktuk yang sudah menunggu kami.
Flo & Jasmine masih melambaikan tangan mereka dari balkon saat kami meninggalkan Beauty Season 1935, dan setitik air mataku menetes, serasa berat sekali meninggalkan kedua sahabat kami ini...

Driver tuktuk kami kali ini masih muda dan orangnya ceria walaupun tidak terlalu bisa berbahasa Inggris juga. Kami banyak berdiam diri selama di perjalanan menuju ke terminal, masih ada rasa sedih di hati kami berdua.
Namun, petualangan baru menanti. Hari masih panjang, dan kami tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini, jadi kami harus tetap semangat!!!



Kami tiba di terminal selatan jam 6 pagi, dan segera menuju ke loket untuk mengecek tiket yang sudah kami beli kemarin. Kata petugasnya, kami disuruh menunggu karena masih belum waktunya berangkat. Jadwalnya adalah jam 6.30 pagi. Karenanya kami menunggu di ruang terbuka di terminal ini sambil melihat-lihat suasana sekitar, dan saat aku melihat seorang gadis berambut coklat, aku menyapanya. Ternyata dia juga menuju ke Dien Bien Phu, sama seperti kami. Lalu dia berkata, oh aku senang sekali ternyata ada orang lain yang bisa berbahasa Inggris di sini... hahahahaha...
Kami pun berkenalan, namanya Freyja, dan dia solo traveller dari Belgia. Kami hanya bercakap-cakap sejenak mengenai hal-hal yang umum, seperti sudah berapa lama di Laos, akan ke mana saja di Vietnam, berapa lama akan berada di Vietnam, dan sebagainya.



Lalu kami ke toilet dulu, yang tentunya harus membayar sebesar LAK 2K/orang. Setelah diperbolehkan, kami memuat backpack kami ke dalam mobil yang akan mengangkut kami hingga ke Dien Bien Phu, demikian juga Freyja. Transportasi kami kali ini berupa minivan berwarna putih. Kami memilih tempat duduk nomor dua dari depan di samping kiri yang berisi dua penumpang, dan kebetulan Freyja memilih duduk sejajar di samping kanan kami.
Selain kami bertiga, penumpang lainnya adalah sepasang turis dari Spanyol, seorang warga USA yang penampilannya agak nyentrik, dan beberapa turis lokal.



Minivannya sendiri cukup nyaman, lebih nyaman daripada minivan yang kami naiki dari Nong Khiaw ke Luang Prabang. Baru sekitar jam 6.40 pagi minivan berangkat. Kami banyak mengobrol dengan Freyja, yang ternyata baru merayakan ulang tahunnya kemarin. Dan saat dia memintaku menebak usianya, ternyata tebakanku tepat, yaitu 31 tahun! Hehehehe...
Minivan sempat berhenti beberapa menit di sebuah tempat parkir, lebih mirip di halaman sebuah rumah. Sepertinya masih menunggu penumpang lain, namun di tempat ini juga ada toilet yang bisa dipakai oleh para penumpang. Setelah sekitar 10 menitan baru perjalanan dilanjutkan. Kami berdua masih sempat mengobrol dengan Freyja, dan setelahnya aku mencoba tidur di pangkuan suami karena mengantuk berat.

Karena mobil yang berguncang-guncang, sebetulnya aku agak sulit tidur, namun pada akhirnya bisa tidur juga. Aku baru terbangun menjelang jam 10 pagi, saat kami melewati daerah perbukitan hijau yang indah. Sekitar jam 10.20 pagi, minivan berhenti di sebuah tempat entah di mana, dengan lapangan parkir yang sangat luas. Ternyata ada toilet di tempat ini, jadi aku menyempatkan diri ke toilet dulu. Setelah berhenti sekitar 15 menit, minivan berangkat lagi melanjutkan perjalanan.



Bisa dibilang driver yang mengemudikan minivan ini orangnya agak pendiam dan cenderung galak, terutama kepada para turis Western. Kami sendiri tidak berani mengajaknya bicara, hanya menyaksikan saja beberapa kali saat bicara, kelihatannya ketus sekali.

Sekitar jam 12 siang, minivan berhenti di sebuah restoran di tepi jalan. Pada saat para penumpang sudah turun, minivan kami dan drivernya pergi begitu saja entah ke mana. Saat itulah aku mendengar si orang Amerika mengoceh dengan nada kesal. Katanya sudah beberapa kali dia naik minivan seperti ini, dan selalu diberhentikan di tempat ini. Selain itu restoran ini tidak melayani menu vegetarian, katanya, jadi hanya buang-buang waktu saja karena tidak bisa makan. Menu yang ada pun, semuanya dalam bahasa Laos dan orang-orangnya tidak bisa berbicara bahasa Inggris. Kami berdua hanya diam saja mendengarkan omelannya, namun lalu kami ngobrol sendiri dan menganggap bahwa orang tersebut terlalu menuntut. Kalau memang sudah tahu akan berhenti di sini seharusnya tidak perlu naik minivan, karena masih ada transportasi lain seperti sewaan mobil dengan private driver.



Suasana restoran tempat kami berhenti ini ramai dengan penduduk lokal yang sedang menikmati makan siang, dan kebanyakan memakai seragam kantor. Kalau di Indonesia mungkin semacam pegawai negeri. Aku mencari toilet terlebih dahulu, yang letaknya di belakang restoran. Waktu keluar ternyata ada jalan akses dari samping restoran untuk ke toilet, jadi tidak perlu melewati meja-meja yang penuh dengan orang yang sedang makan.

Kemudian minivan kami tampak datang lagi, dan sang driver dan asistennya duduk di salah satu meja, bersama dengan beberapa orang penduduk lokal juga. Sepertinya mereka akan makan siang, jadi pasti akan makan waktu di tempat ini, karenanya aku dan suami memutuskan untuk makan siang juga dengan bekal yang kami bawa.
Kami duduk di bangku di teras restoran dan kemudian makan berdua, nasi, ayam dan sayuran, lengkap dengan sendoknya hahahaha... Seluruh penumpang Western dari minivan kami, melihat kami berdua makan dengan penuh keheranan, dan mungkin juga sedikit iri, karena tidak ada satu pun dari mereka yang membawa bekal makan seperti kami hehehehe...

Usai makan, kami semua masih menunggu sang driver selesai makan siang, dan setelah sekitar 45 menit berada di tempat ini, akhirnya kami disuruh kembali ke dalam minivan, dan akhirnya kembali melanjutkan perjalanan. Kebanyakan perjalanan menuju ke Muang Khua ini melewati desa-desa atau kota-kota kecil, dan suasana pada umumnya tidak ramai sepanjang jalan. Tidak enaknya, kadangkala mobil berhenti selama beberapa menit di sebuah tempat yang tidak jelas untuk apa. Sempat juga berhenti di jalan raya di depan sebuah pasar lokal, jadi kami turun dan melihat-lihat sejenak ke dalam pasar sambil melemaskan otot tubuh yang seharian duduk terus.

Akhirnya sekitar jam 3 sore, minivan memasuki Muang Khua, kota kecil pertama kali kami menginjakkan kaki di Laos. Nah, saat itulah minivan kemudian berhenti di tepi jalan di sebuah tempat yang mirip warung kecil. Si orang Amerika yang ternyata mau berhenti di Muang Khua, minta kepada drivernya untuk maju sedikit lagi, beberapa ratus meter lagi, karena di situlah seharusnya dia ingin berhenti, yakni setelah jembatan. Namun sang driver tidak menggubris, bahkan sepertinya berkata tidak bisa bahasa Inggris. Akhirnya dengan kesal si orang Amerika yang nyentrik ini turun dengan membawa backpacknya yang besar (dan sepertinya berat) dan semua barang-barangnya (kalau tidak salah ingat ada sebuah backpack kecil dan sebuah dus yang diikat dengan tali). Sambil turun, dia mengomel, dan akhirnya berjalan kaki di bawah teriknya sinar matahari.



Karena aku melihat tempatnya seperti warung kecil, aku dan suami memutuskan untuk turun, dan Freyja pun mengikuti. Tadinya hanya mau melemaskan otot saja, tapi aku memberanikan diri kepada drivernya siapa tahu ada toilet di dalam, dan dia menunjuk ke arah dalam. Jadilah aku ke dalam dan mencari toilet yang letaknya agak jauh di belakang. Ternyata suami dan Freyja mengikutiku ke dalam.
Keluar dari toilet, aku duduk di sebuah kursi kosong, dan tanpa disangka-sangka, sang driver mengajakku bicara. Dia menanyakan dari mana asalku, dan kujawab Indonesia. Ternyata dia sendiri bukan penduduk Laos, namun penduduk Vietnam. Aku memuji-muji Vietnam dan menggunakan sedikit bahasa Vietnam yang kuketahui, dan sepertinya dia senang. Memang bahasa Inggrisnya tidak terlalu lancar, tapi menurutku dia mengerti bahasa Inggris dasar kok, jadi tadi sikap kasarnya kepada si orang Amerika sepertinya karena dia tidak suka diperintah-perintah oleh turis hehehehe...

Saat suami masih di toilet, sang driver berdiri dan berkata bahwa kami akan segera berangkat. Jadilah aku agak sedikit panik menunggu suami yang masih juga belum keluar dari dalam, sampai aku berteriak-teriak memanggilnya. Akhirnya suami keluar juga, dan waktu kutanya kenapa lama sekali, katanya dia mempersilakan Freyja duluan ke toilet, dan Freyja lama sekali di dalam. Duh, untung saja sang driver mau menunggu kami hehehehe...

Baru saja beberapa ratus meter minivan melaju, kami melihat si orang Amerika tadi masih berjalan, bahkan belum sampai di jembatan. Andai tadi dia mau menunggu, mungkin tidak perlu repot-repot berjalan kaki membawa semua bebannya dan bisa menghemat tenaga ya...

Kami melewati lagi jalan kecil di antara perbukitan yang sangat bumpy dan terasa lama menuju ke perbatasan, dan akhirnya jam 4.50 sore kami sampai di pos perbatasan Laos. Seperti sebelumnya, semua penumpang diwajibkan turun untuk menyerahkan paspor masing-masing kepada petugas untuk diperiksa. Kebetulan kami berdua berada di barisan awal, dan prosesnya sangat cepat dan mudah, hanya dicap stempel tanggal keluar oleh petugasnya saja, dan selesai.



Keluar dari bangunan, kami kembali menuju ke minivan, dan setelah penumpangnya lengkap mobil langsung bergerak menuju ke pos perbatasan Vietnam. Sama seperti mau masuk Laos, semua penumpang juga wajib turun untuk mengurus visa. Kalau diperhatikan, petugas di sisi Vietnam ini memang lebih ramah-ramah dan tidak terlalu ribet. Tidak ada uang administrasi atau semacamnya bagi kami yang memiliki visa exempt. Para turis Western yang bersama kami juga sepertinya tidak terlalu dipersulit. Kami hanya menunggu sekitar 15-20 menitan hingga semuanya selesai dengan urusan visa. Setelah semuanya beres barulah semua penumpang disuruh naik kembali ke dalam mobil, dan setelah sang driver sepertinya "menyelesaikan urusan kecil" dengan seorang petugas menjelang keluar pos perbatasan, mobil melaju lagi menuju ke tujuan akhir. Yay, kami sudah berada di Vietnam lagi! ^_^



Saat itu sudah hampir jam 6 petang dan suasana sudah mulai agak meredup. Dengan sabar kuamati terus Google Map-ku, agar bisa memperkirakan waktu kedatangan kami di Dien Bien Phu. Semakin mendekati peradaban, sedikit-sedikit sinyal SIM Card Mobifone-ku mulai tampil dan semakin lama semakin kuat. Dan akhirnya menjelang jam 7 malam minivan yang membawa kami ini sampai juga di terminal bus Dien Bien Phu. Rasanya benar-benar legaaaaaa sekali bisa sampai kembali di kota kecil ini.
Perjalanan darat sejauh 400 KM yang katanya seharusnya ditempuh dalam waktu 10 jam, hari ini kami tempuh dalam waktu 12,5 jam! Rasanya melelahkan sekali seharian duduk di dalam mobil, apalagi dengan kondisi jalanan yang bumpy.

Karena kami sudah mempunyai rencana perjalanan yang pasti, selesai mengambil dan mengecek backpack, kami langsung menuju ke loket penjual tiket dan membeli dua buah tiket bus menuju ke Sa Pa. Kali ini kami akan naik sleeper bus lagi, jadi setidaknya bisa tiduran. Harga tiketnya VND 215K/orang. Bus berangkat setiap hari jam 6.30 petang, jadi diharapkan kami sudah berada di terminal 30 menit sebelumnya.

Aku tidak tahu Freyja menginap di mana, karena kami tadi sudah mengucapkan salam perpisahan. Namun pada saat mengobrol seharian ini, ternyata kami memiliki rencana perjalanan yang kurang lebih sama dengannya, jadi mungkin saja kami masih akan bertemu lagi dengannya.

Keluar dari terminal bus, kali ini kami sudah booking penginapan dengan aplikasi booking.com di Tuan Minh, dan ternyata lokasinya persis di sebelah terminal, hanya menyeberang jalan kecil saja. Proses check-in berlangsung cukup cepat, dan kami membayar di muka seperti biasa. Harga kamar yang kami sewa ini VND 230K/malam.
Setelah membayar, kami diberi kunci oleh penjaganya, lalu kami berdua menaiki tangga ke lantai 3 menuju kamar yang dimaksud.

Waktu sudah menunjukkan jam 7.10 malam saat kami memasuki kamar kami. Kamarnya biasa dan sederhana sekali, lampunya pun tidak terlalu terang. Tidak ada view apa pun di luar jendela. Sebuah kasur queen bed yang cukup keras, bantal, selimut tipis, dilengkapi dengan lemari kayu, meja dan dua buah kursi kecil, LED TV, AC, dan sebuah kamar mandi standar yang cukup bersih. Di meja kecilnya bahkan disediakan poci, gelas-gelas kecil, dan teh beserta electric kettle dan serbet. Lumayan juga ya ^_^




Aku membereskan barang-barang sejenak, lalu kami berdua turun lagi untuk mencari makan malam dan membeli persediaan kopi dan snack di supermarket. Kami menuju ke supermarket yang sebelumnya kami kunjungi, dan belanja Oishi sncak kesukaan suami (VND 5K), bahn nhan (VND 15K), Nescafe Cafe Viet (VND 50K), dan 2 buah susu Dutch Lady (VND 5.5K). Karena sudah mulai lelah dan lapar, kami mencari warung yang dekat dengan penginapan. Tampak ada sebuah rumah makan kecil dan sederhana dengan beberapa meja di luar dan di dalam ruangan. Sang empunya yang sudah nenek-nenek menawari kami menu, jadi kami baca dulu menunya, dan ternyata ada menu pho dengan harga yang cukup murah di sini. Akhirnya kami memesan pho bo (VND 30K) untuk suami dan pho rau (VND 20K) untukku. Selain karena murah juga karena merasa iba kepada si nenek penjualnya.

Tidak lama kemudian sang nenek membawakan pesanan kami. Pho rau yang kupesan adalah pho dengan sayuran, karenanya lebih murah, sementara pesanan suami pho bo adalah pho dengan daging babi. Kami berdua makan dengan lahapnya dan menghabiskan pho dengan porsi besar ini.



Usai makan barulah kami kembali ke penginapan, dan aku mulai membenahi barang-barang sementara suami mandi terlebih dahulu. Setelah itu aku mandi, dan kami berdua pun beristirahat. Rasanya lega sekali bisa kembali tidur di kasur walaupun tidak seempuk kemarin malam dan kamarnya tidak senyaman kemarin hehehehe...
Jadi, mulai esok hingga tiga minggu ke depan, kami akan berpetualang di Vietnam Utara ^_^


Beberapa catatan menurut pendapat dan pengalamanku pribadi:

- Secara umum, harga-harga barang kebutuhan sehari-hari di Laos jauh lebih mahal daripada di Vietnam. Bahkan untuk sayur-mayur bisa mencapai tiga kali lipatnya.

- Dari total 10 hari di Laos, rata-rata orang Laos yang kami jumpai sebetulnya lebih ramah, hanya saja mereka sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris.

- Alam di Laos sangat indah dan banyak yang masih belum terjamah. Akan menyenangkan sekali kalau suatu sat nanti bisa menjelajah lagi.

- Baru kali ini kami mempunyai travelmates, dan rasanya senang sekali mempunyai travelmates yang cocok dan sehati. Akibatnya jadi menyedihkan sekali saat harus mengucapkan perpisahan (Flo & Jasmine akan melanjutkan perjalanan mereka ke Thailand naik boat).

- Mengunjungi atau melihat semua tempat wisata atau atraksi yang populer atau kekinian bukan merupakan suatu keharusan bagi kami berdua, karena lebih penting menjalin hubungan/komunikasi yang baik dengan orang lain, baik traveller lain maupun terutama penduduk lokal.


To be continued.......

No comments:

Post a Comment