DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Wednesday, August 1, 2018

VIETNAM & LAOS BACKPACKING 2018 (23) - THE OLD QUARTER, HANOI


12 April 2018



Hanoi (Hà Nội), ibukota Vietnam, berlokasi di tepi Red River dan merupakan salah satu ibukota negara yang tertua di dunia, di mana wisawatawan yang berkunjung dapat menemukan bangunan-bangunan dari jaman kolonial yang terawat dengan baik, pagoda-pagoda kuno, dan museum-museum unik di pusat kota. Kota ini cukup nyaman untuk dijelajahi dengan berjalan kaki. Kota bekas jajahan Perancis ini juga dikenal dengan aneka kuliner yang lezat, kehidupan malam yang semarak, hasil sutera dan kerajinan tangan, serta komunitas multi-etnis yang merupakan pengaruh dari China, Perancis, dan Rusia. Sementara itu hanya dengan berkendara sebentar saja ke luar kota, terdapat daerah pedesaan yang tenang serta menawarkan pepohonan yang rimbun, pegunungan yang hijau, dan desa-desa tradisional.

Hanoi merupakan kota terbesar kedua di Vietnam setelah Ho Chi Minh, dan saat ini sedang berkembang sangat pesat. Kota ini masuk ke dalam 10 Kota Tujuan Utama menurut TripAdvisor, karenanya jumlah turis yang datang selalu meningkat dari waktu ke waktu. Bagian kota tua Hanoi saja terdiri atas 4 distrik, yaitu Hoàn Kiếm, Ba Đình, Hai Bà Trưng dan Đống Đa. Distrik-distrik ini sangat kontras dengan adanya gedung-gedung pencakar langit dan pusat-pusat perbelanjaan di distrik Barat yang lebih baru yakni Cau Giay, Thanh Xuan, Ha Dong, dan Nam Tu Liem.

- Hoàn Kiếm District merupakan pusat kota, yang berpusat di Hoan Kiem Lake. Turis yang berkunjung biasanya akan bermalam di sini. Di separuh sisi utara terdapat Old Quarter dengan segala pesonanya, sementara di separuh sisi selatan banyak terdapat bangunan bergaya Perancis dengan jalanan yang teduh dan villa-villa. Banyak kedutaan besar asing yang berlokasi di sisi selatan Hoan Kiem.

- Ba Đình District merupakan pusat politik Vietnam, di mana terdapat bangunan-bangunan pemerintahan dan istana presiden, Ho Chi Minh mausoleum dan sebagian besar kedutaan asing. Ada juga One-Pillar Pagoda dan Thang Long Citadel yang baru-baru ini ditemukan. 

- Hai Bà Trưng District berlokasi di selatan Hoan Kiem dan memiliki populasi terbesar dibandingkan dengan distrik-distrik lainnya. Di area ini banyak universitas, termasuk di antaranya Hanoi University of Technology. Times City yang berlokasi di tenggara distrik ini merupakan shopping mall yang sangat besar dengan akuarium di dalam kompleksnya.

- Đống Đa District merupakan distrik yang paling original, dan kebanyakan merupakan daerah pemukiman penduduk. Universitas pertama di Vietnam, The Temple of Literature - Imperial Academy (Văn Miếu - Quốc Tử Giám) berada di ujung utara distrik ini dan berbatasan dengan Ba Dinh.

- Tây Hồ District, yang dinamai berdasarkan West Lake (Hồ Tây) yang merupakan danau alami terbesar di Vietnam, merupakan daerah pemukiman  high-end dan menjadi tempat tinggal banyak ekspatriat.

- Cầu Giấy District merupakan area dengan banyak universitas, termasuk Universitas Nasional dan Universitas Pendidikan Hanoi. Museum Etnologi yang menjadi jujukan turis juga berada di distrik ini.

- Long Biên District merupakan satu-satunya distrik kota yang terletak di sisi timur Red River. Nama distrik ini sendiri diambil dari Jembatan Long Bien yang terkenal. Desa keramik Bat Trang dan desa ular Le Mat berada di distrik ini

Beberapa distrik lainnya di Hanoi:
- Thanh Xuân District
- Bắc Từ Liêm District
- Hà Đông District
- Hoàng Mai District
- Nam Từ Liêm District

Seringkali penduduk lokal akan mengajak mengobrol turis yang berada di Hanoi, dan ini merupakan hal yang biasa terjadi. Pada umumnya mereka akan menanyakan negara asal dan pertanyaan-pertanyaan umum lainnya.
Ada sebuah Tourist Information Centre, Tien Hoang, yang berlokasi di utara Hoan Kiem Lake. Tempat ini menyediakan peta, internet gratis, dan petunjuk-petunjuk lain dalam bahasa Inggris.

Untuk menuju ke Hanoi, turis bisa naik pesawat terbang, kereta api, atau bus. Untuk kereta api dan bus, tiketnya bisa dipesan online melalui web Baolau (kami dua kali memesan tiket kereta api di situs ini dan membayar dengan credit card) kalau tidak mau repot ke stasiun atau ke terminal bus yang cukup jauh. Sementara pesawat terbang akan mendarat di Noi Ba International Airport (IATA: HAN) yang berjarak 35 KM dari pusat kota. Dari bandara menuju ke pusat kota ada bus 86 yang nyaman dan beroperasi sejak jam 6:30 pagi di bandara Noi Bai hingga jam 11.30 malam dengan interval 20-30 menit sekali. Biayanya hanya VND 30K saja. Untuk area Old Quarter, bus ini akan berhenti di depan kantor pos di Hoan Kiem Lake. Selain itu juga ada Grab dan Taxi ke dan dari bandara.

Beberapa atraksi turis yang ada di Hanoi antara lain:
- Ho Chi Minh Mausoleum
- Vietnamese Women's Museum
Ho Chi Minh Museum
Ho Chi Minh's Vestige
One Pillar Pagoda
Fine Arts Museum
Army Museum
National Museum of Vietnamese History
Temple of Literature
Bach Ma Temple
- Ngoc Son Temple
- Hani Temple
- Hoan Kiem Lake dan Menara Kura-Kura
Lenin Statue & Park
Ly Thai To Statue & Park
Hoa Lo Prison (The Hanoi Hilton)
- St. Joseph Cathedral
Water Puppet Theater
- dan masih banyak lagi lainnya ^_^

Old Quarter sendiri, (Vietnamese: Phố cổ Hà Nội) merupakan nama yang diberikan karena keberadaannya sejak jaman dahulu kala, dan dulunya berlokasi di luar  benteng kekaisaran Thăng Long. Dulu area ini merupakan wilayah penduduk, pabrik, dan pusat komersil, di mana setiap jalan memiliki spesialisasi barang dagangan tertentu (sebenarnya kami masih menemukan jalan-jalan seperti ini di beberapa tempat). Saat ini Old Quarter lebih merupakan pusat atraksi turis belaka.
Luas area Old Quarter meliputi sekitar 100 hektar dan terdiri atas 36 ruas jalan, dan kebanyakan dipenuhi dengan akomodasi, toko-toko, cafe, dan tempat-tempat makan. Pada umumnya orang-orang lokal sudah mulai berada di jalan sejak pukul 5.30 pagi, dan restoran-restoran mulai buka jam 6 pagi. Kesibukan di sini akan terus berlangsung hingga sekitar pukul 9.30 malam.

Pada umumnya Hanoi sebetulnya termasuk kota yang cukup aman, namun berhati-hatilah selama berada di kota ini, karena cukup banyak scam yang kubaca dari beberapa backpackers group, termasuk di antaranya untuk naik taxi dan becak (cyclo). Intinya kita harus selalu waspada, dan untuk hal apa pun (termasuk membeli makanan atau hendak menggunakan transportasi), tanyakan dulu harganya secara pasti.


Walaupun kondisi badan cukup lelah setelah aktivitas kemarin, semalaman aku beberapa kali terbangun, dan semenjak subuh sudah tidak bisa lagi tidur karena kasur yang terasa sangat keras dan udara yang cukup dingin. Selimut yang hanya berupa kain tipis tidak dapat menahan dinginnya udara. Serbasalah, karena kalau kipas angin dimatikan udara di kamar terasa pengap, sedangkan dalam kondisi menyala akan menambah dinginnya udara. Belum lagi kasur yang keras membuat sekujur tulang di tubuhku terasa sakit semua. Akhirnya jam 5.45 pagi aku memutuskan untuk bangun saja daripada semakin tersiksa.

Aku melakukan rutinitas pagi seperti biasa, dan kemudian membereskan barang-barang kami yang terlihat agak berantakan di dalam ruang kamar yang sempit ini, baru kemudian setelah itu bersantai. Setelah suami bangun, ngopi, sarapan donat yang dibeli semalam dan kemudian mandi, sekitar jam 8 pagi kami sudah keluar dan berjalan kaki menuju ke pasar yang kami lihat kemarin. Suasana di jalan sudah tampak ramai dengan kendaraan maupun turis yang berjalan kaki. Di rumah-rumah makan lokal terlihat banyak orang lokal yang sedang nongkrong baik untuk sekedar minum kopi, teh, beer, maupun sarapan.

Sesampai di pasar, suasana pun tampak ramai dan lebih banyak penjual bahan makanan yang terlihat dibanding kemarin sore. Kami membeli 1 kg tomat (VND 15K), 1 kg kentang (VND 15K) sebagai pengganti nasi untuk suami, wortel (VND 5K), seledri lokal (VND 2K), tahu (VND 3K), dan 1 kg daging babi (VND 70K). Setelah itu kami sempat mampir lagi ke Vin Mart untuk membeli bubuk kaldu (VND 4K). Banyak juga ya yang dibeli, maklumlah memanfaatkan keberadaan kulkas di kamar yang bisa dimanfaatkan untuk menyimpan bahan makanan hehehehe...



Usai berbelanja di pasar, kami pulang ke penginapan dan sudah sampai kembali di kamar jam 9 pagi. Aku mencuci semua sayur mayur dan daging terlebih dulu, sebelum sebagian besar kusimpan di dalam lemari es. Sebagian kecil lainnya, dimasak menjadi sup dengan electric kettle. Ternyata rasanya enak juga, karena cuaca hari ini mendung dan udara terasa agak dingin. Hanya saja, ternyata suami kurang suka aroma seledri Vietnam yang memang aroma dan rasanya agak berbeda dengan seledri yang biasa dijumpai di Indonesia.
Karena kekenyangan, kami beristirahat dulu untuk menurunkan makanan, sebelum akhirnya jam 10.30 siang kami keluar lagi untuk jalan-jalan ke Women's Museum. Kami memutuskan untuk mengunjungi museum ini walaupun sebetulnya kami berdua bukan penggemar museum, karena David dan Nadia, dua teman kami dari Jerman mengatakan bahwa apa yang ditampilkan di museum ini sangat bagus dan berkesan bagi mereka. Katanya, mungkin butuh 2 hari untuk mereka sampai benar-benar bisa puas menjelajahinya.



Berjalan kaki berbekal Google Map, kami menyusuri jalan-jalan kecil di Old Quarter ini, sampai kami melewati Central Backpackers Hostel dan kudengar suara seorang laki-laki memanggilku, "Mbak Iren ya?".
Ceritanya, beberapa waktu sebelum kami berangkat ke Vietnam, aku sempat berkenalan secara online melalui komen-komen di FB group Backpackers International dengan seorang backpacker bernama Fabianzo Jonas. Rupanya dia sudah beberapa bulan berkelana di sekitaran Asia Tenggara, dan sempat terpikir siapa tahu bisa bertemu apabila sedang mengunjungi tempat yang sama. Baru pagi ini juga aku melihat statusnya yang baru saja tiba di kota Hanoi, namun karena sungkan mengganggu dan takut merepotkan, aku tidak mengontaknya. Eh, ternyata malah bertemu di tengah trotoar seperti ini hehehehe...



Jonas baru pagi ini tiba di Hanoi dan sedang menunggu waktu check-in di Central Backpackers Hostel ini, karenanya dia nongkrong di depan hostel untuk menghabiskan waktu. Setelah mengobrol sejenak dengannya, kami berdua mengajaknya untuk ikut dengan kami ke Women's Museum daripada bengong di tepi jalan.

Kami berjalan kaki sambil mengobrol, dan sampai juga di Women's Museum di Ly Thuong Kiet Street. Di halamannya yang cukup luas tampak sebuah cafe dengan  banyak meja dan kursi untuk para pengunjungnya. Bangunan museumnya sendiri tampak biasa-biasa saja, dan setelah menaiki beberapa anak tangga sebelum measuki gedung terdapat deretan foto-foto yang dipajang, menunjukkan perjuangan dan partisipasi para perempuan Vietnam dari jaman perang dahulu.



Memasuki gedung, tampak deretan foto para perempuan (kebanyakan berusia lanjut) yang dicetak berwarna dengan ukuran besar, lalu di sebuah sudut ada sebuah toko yang menjual cendera mata dan buku-buku.mengenai Vietnam.
Untuk bisa naik ke lantai dua, pengunjung diwajibkan membeli tiket. Harga tiket masuk ke museum ini VND 30K/orang. Kami membeli tiket dan kemudian naik ke lantai dua.




Museum ini pertama kali didirikan pada tahun 1987, dan dikelola oleh Vietnam Women’s Union. Konstruksinya sendiri dimulai di atas bangunan yang sudah ada sebelumnya oleh arsitek Tran Xuan Diem, dan dibuka untuk umum pada tahun 1995. Barang-barang yang dipamerkan menampilkan koleksi yang sangat banyak yang dikumpulkan oleh pihak museum dan Vietnam Women’s Union sejak tahun 1970-an. Seluruh artifak yang berada di sini berhubungan dengan peran perempuan di dalam kehidupan keluarga dan sejarah bangsa.

Dari tahun 2006 hingga tahun 2010 museum ini sempat ditutup untuk modernisasi, didanai oleh pemerintah pusat, Vietnamese Women’s Union, dan Ford Foundation. Vietnamese Women’s Museum kembali dibuka untuk umum pada tahun 2010 dengan arsitektur kontemporer dan fasilitas-fasilitas modern, dan pameran permanen dikelompokkan menjadi 3 bagian: Women in Family, Women In History dan Women’s Fashion. Pada tahun 2012, Vietnamese Women’s Museum memperoleh penghargaan sebagai salah satu atraksi turis terbaik di Hanoi oleh TripAdvisor.

Saat ini Vietnamese Women’s Museum memiliki sekitar 28.000 benda yang dipamerkan, terbagi atas beberapa kelompok seperti tekstil, logam, kayu, keratas, keramik, kulit, tanduk, tanah, dan kaca. Semua benda tersebut tadinya milik para perempuan Vietnam dari seleuruh negeri yang identitasnya diketahui. Para perempuan ini menceritakan pengalaman-pengalaman mereka semenjak jaman dulu, sehingga memberikan kesan emosional bagi museum ini.

Women in History

Pameran di bagian ini mempelajari peran dan partisipasi perempuan Vietnam selama masa perlawanan di masa perang dan mengilustrasikan aspek-aspek kehidupan sehari-hari yang berbeda selama jaman perang. Beberapa barang-barang pribadi seperti cincin, caping bambu, atau foto-foto mencerminkan peristiwa-peristiwa penting dan heroik yang melibatkan perempuan di masa itu. Beberapa film pendek juga menunjukkan betapa perempuan menegaskan kepribadian mereka dengan energi, hasrat, dan keahlian dan semangat berdasar nilai-nilai tradisional.

Women in Family

Tema ini menampilkan "lingkaran kehidupan" perempuan Vietnam sebagai seorang perempuan, istri dan ibu dalam kelompok etnis yang berbeda, yang membentuk bangsa Vietnam. Bagian pertama dari pameran berfokus pada peran dan posisi perempuan dalam keluarga mereka selama ritual pernikahan di masyarakat patrilineal dan matrilineal. Beberapa objek seperti kotak hadiah pertunangan atau kostum pengantin menggambarkan ritual ini. Selain itu ada pula tema kelahiran: ritual yang berkaitan dengan keinginan untuk anak-anak, praktik di sekitar kehamilan, kelahiran, dan perawatan ibu baru dan bayi yang baru lahir. Di bagian akhir ditampilkan peran dan tugas perempuan dalam kehidupan sehari-hari: bercocok tanam, memancing dan mencari makan, menyiapkan makanan, membuat tembikar, menjahit, menenun, dan membesarkan anak-anak.



Women’s Fashion

Pada bagian ini ditampilkan beragam mode dan seni kostum menggunakan teknik tradisional dari 54 kelompok etnis di Vietnam. Misalnya bordir dari Hmong dan Thailand, teknik batik yang digunakan oleh Hmong, dan ekspresi kecantikan pribadi melalui penggunaan perhiasan. Ditampilkan juga gaun-gaun modern yang dirancang oleh perancang busana Vietnam kontemporer.




Selain mode pakaian dan beberapa adat istiadat, sebetulnya kehidupan dan peran perempuan di Vietnam mirip dengan perempuan di Indonesia pada umumnya, bahkan kadang aku merasa perempuan-perempuan Indonesia (terutama dari jaman penjajahan hingga generasi tua sekarang) lebih hebat, sehingga bukan merupakan suatu hal yang luar biasa bagi kami menyaksikan kehidupan para perempuan Vietnam ini. Karenanya kami berdua hanya sekitar 1 1/4 jam saja berada di dalam museum ini. Sementara kulihat Jonas justru sudah agak lama menunggu di halaman di luar gedung. Mungkin dia memang tidak terlalu suka melihat-lihat museum atau memang sudah lelah.
Keluar dari museum jam 12.55 siang, kami berjalan kaki menuju ke arah kembali. Suami sempat mampir di sebuah agen tiket sementara aku menunggu dan mengobrol bersama Jonas sebentar, dan kemudian akhirnya Jonas berpamitan dan berpisah dengan kami berdua karena sudah waktunya check-in di hostelnya, sementara aku menyusul suami untuk mengetahui harga tiket menuju ke kota tujuan kami selanjutnya, Dien Bien Phu.



Di tempat pertama yang kami datangi, harga tiketnya mahal sekali, VND 700K per orang. Setelah itu kami berjalan kaki lagi, memasuki beberapa agen lain yang harganya juga mahal, hingga akhirnya masuk ke sebuah agen berpapan nama Sinh Tourist (kebanyakan namanya sama atau mirip-mirip sih) di jalan Hang Bong, dekat penginapan kami. Baru di tempat inilah kami menemukan harga tiket bus menuju ke Dien Bien Phu seharga VND 450K/pax. Pemiliknya yang bernama Tinny ternyata juga sangat ramah dan helpful. Dia berkata kalau kami mau, kami bisa berangkat naik grab dari kantornya, dan nanti dia akan memberi tahu driver grabnya untuk mengantar kami ke terminal bus sekaligus mencarikan bus kami. Baik juga ya... Kami belum bisa memutuskan akan membeli tiket atau tidak dan berkata akan kembali lagi sore harinya.

Dari Sinh Tourist, kami berdua memutuskan untuk belanja bahan makanan di Vin Mart dekat pasar terlebih dahulu. Jadi tujuan kami ke Dien Bien Phu adalah untuk menyeberang ke Laos. Dien Bien Phu adalah kota sekaligus titik perbatasan paling utara antara Vietnam degan Laos, dan kami akan menuju ke sebuah kota kecil di Laos Utara, Muang Khua, naik bus dari Dien Bien Phu. Aku banyak membaca sebelumnya bahwa segala sesuatu di Laos termasuk bahan makanan lebih mahal harganya daripada di Vietnam, karenanya kami menyetok bahan makanan kering dulu dari sini hehehehe...
Sebetulnya tidak banyak makanan yang kami beli di Vin Mart, kebanyakan berupa mie instan (dengan berbagai macam merk) ditambah beberapa susu UHT. Kami juga membeli sebuah es krim cokelat untuk dimakan berdua. Total yang dibelanjakan VND 82K.



Usai berbelanja kami masih berkeliling di sekitar pasar untuk mencari lumpia isi sayur seperti kemarin, namun tidak menemukan tempatnya. Kemarin saat tidak ingin membeli sepertinya banyak penjual gorengan dan lumpia di mana-mana. Hari ini saat kami ingin beli malah tidak menemukan penjual lumpia tersebut, padahal rasanya sudah berjalan kaki sampai ke mana-mana. Ada beberapa penjual macam-macam gorengan, tapi sepertinya harus dimakan dengan semacam kuah dan harganya juga cukup mahal, karenanya kami tidak beli. Untungnya seharian ini cuaca relatif mendung, jadi kami tidak sampai kepanasan walaupun berjalan kaki kesana-kemari.

Sekitar jam 3 sore, kami sudah kembali ke penginapan, naik ke kamar dengan nafas yang ngos-ngosan, dan sementara suami mandi, aku mempersiapkan bahan-bahan untuk makan malam kami. Kamar yang sedari awal sudah terasa sempit, rasanya jadi lebih sesak lagi ketambahan bahan makanan yang baru saja dibeli. Setelah itu barulah aku mandi dan menyusul suami mengistirahatkan kaki dan tubuh.

Menjelang jam 5 sore aku mulai masak untuk makan malam, dan jam 5.20 sore kami berdua makan malam sup sayuran dengan kentang, daging dan tahu dengan porsi besar. Wah rasanya sampai kekenyangan sekali setelah makan ^_^



Usai makan, dengan energi yang sudah super full kami berdua turun dan keluar dari penginapan, lalu pertama-tama kami menuju ke Sinh Tourist tempat kami terakhir kali bertanya harga tiket tadi. Kami memutuskan untuk membeli dua buah tiket sleeper bus menuju ke Dien Bien Phu untuk esok malam di sini, karena selain pelayanannya yang baik, harganya pun termurah yang bisa kami dapatkan.
Pada saat kami hendak membeli tiket, ternyata Tinny tidak ada, yang ada hanya istrinya, Jenny, yang sama ramah dan baiknya kepada kami berdua. Jenny sempat menelpon Tinny untuk mengkonfirmasi harga tiket yang kami sebutkan. Katanya, biasanya mereka tidak menjual tiket dengan harga semurah itu. Mungkin saja Tinny suka kepada kami berdua sehingga diberi harga khusus hahahaha.... Jadi kami membayar total VND 900K untuk dua buah tiket ke Dien Bien Phu. Jenny juga sempat memberikan nomor WhatsAppnya kepadaku apabila dibutuhkan.

Setelah membeli tiket, kami berjalan-jalan lagi tanpa tujuan pasti, hanya ingin melihat-lihat suasana malam di Old Quarter. Suami sempat membeli sebuah croissant seharga VND 12K untuk sarapan esok pagi di sebuah bakery. Aku juga membeli satu potong cake mocca di tempat lain seharga VND 7K just for the sake of kepingin hahahaha... Bisa dibilang cakenya biasa banget rasanya, tapi lumayanlah untuk menambah volume perut hehehehe... Setelah itu melihat seorang ibu menawarkan dagangannya yang diletakkan di atas dua buah tampah naik sepeda, dan sebenarnya karena kasihan aku memilih dua macam kue. Setelah tawar menawar, aku membayar VND 25K untuk sebuah kue yang tampak seperti bak cang dan satunya lagi seperti kue bulan (tong ciu pia). Keduanya kumasukkan ke dalam ransel kecil untuk kumakan nanti.



Dari sini kami berjalan kaki menuju ke Hoan Kiem Lake lagi. Sempat nongkrong cukup lama sembari menikmati suasana di sekitar Dong Kinh Nghia Thuc Square yang ramai dengan pengunjung. Setelah itu kami berjalan lagi hingga sampai ke Jembatan The Huc dan Kuil Ngoc Son. Setelah memotret jembatannya di waktu malam, kami berjalan lagi, hingga masuk ke jalan-jalan yang tidak terlalu ramai, dan kemudian suami mengajak ngopi di sebuah cafe lokal. Segelas es kopi (bonus segelas teh) harganya VND 20K. Kalau dilihat sepertinya pengunjung cafe ini semuanya orang lokal. Bahkan karena ada seorang anak perempuan yang terus memperhatikan kami, aku sempat mengajaknya selfie hehehehe...



Usai ngopi, waktu sudah menunjukkan 8.30 malam, dan suami mengajak pulang ke penginapan. Sesampai di kamar, suami mandi lebih dulu, baru kemudian giliranku mandi dan mencuci baju, da baru selesai semuanya jam 9.15 malam.
Walaupun hari ini kami berjalan cukup jauh, sekitar 11-12 KM, namun belum terlalu terasa mengantuk karena sempat tidur sore tadi. Malam ini kami memesan tiket pesawat dari Hanoi ke Ho Chi Minh untuk kami pulang bulan Mei nanti lewat Traveloka. Kami mendapatkan harga IDR 615K/pax, ditambah bagasi 15 kg untuk satu orang seharga IDR 97K. Dan ternyata aku masih bisa makan kue yang tampak seperti bak cang tadi. Sepertinya terbuat dari tepung kanji, dengan rasa sedikit manis namun cenderung tawar. Aku yang dasarnya pemakan segala, tentu saja bisa menyantapnya, namun suami benar-benar tidak mau mencicipinya hehehehe...

Entah karena mandi malam-malam atau karena memang udara agak dingin, sepertinya kain tipis yang disediakan sebagai selimut tidak cukup menghangatkan, karenanya ini menjadi malam pertamaku memakai sleeping bag yang selama ini kubawa-bawa. Selain hangat, alas tidurnya juga terasa sedikit lebih empuk karenanya hehehehe... Akhirnya sekitar jam 10.30 malam kami berdua tertidur...




To be continued.......

No comments:

Post a Comment