DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Tuesday, August 7, 2018

VIETNAM & LAOS BACKPACKING 2018 (24) - HANOI - DIEN BIEN PHU


13 April 2018



Hmmm.... pagi ini menjadi pagi paling menjengkelkan selama kami berdua berada di Vietnam. Ceritanya, seperti biasa aku bangun pagi, jam 5.45 sudah terbangun, dan melakukan aktivitas pagi seperti biasa. Karena hari ini kami akan check-out siang hari sementara kami baru naik sleeper bus malam hari, kami berencana akan menunggu waktu di kamar saja sambil bersantai dan setelah check-out baru jalan-jalan di kota sembari menunggu malam hari, seperti biasanya.
Aku sudah sempat mempersiapkan bahan-bahan untuk masak hari ini, namun baru akan kumasak agak siangan nanti. Suami pun bangun agak siang dibanding biasanya. Aku sempatkan merebus kentang dengan electric kettle dulu, karena merebus kentang makan waktu agak lama, dan setelah itu aku menghabiskan waktu di laptop kecilku untuk browsing mencari informasi untuk hari-hari selanjutnya. Jam 8.45 pagi, saat aku baru mau akan mengerjakan pembukuan, tiba-tiba saja listrik padam!

Setelah menunggu beberapa menit, sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa listrik akan menyala, jadi kuminta suami bertanya ke lobby di lantai dasar. Setelah turun dan naik lagi, suami mengatakan bahwa listrik padam dari pusat, namun lantai 1 dan lantai 2 menyala. Penjelasannya agak membingungkan, tapi gampangnya mungkin beda gardu listrik. Pekerjaanku di laptop masih belum selesai, wifi tidak berfungsi, kami berdua masih belum sempat mandi, dan masih belum masak pula (harusnya mau masak menggunakan electric kettle). Beruntung kentang sudah selesai direbus.
Tapi hal yang paling membuat tidak nyaman adalah karena kamar kami tanpa adanya listrik menjadi amat sangat gelap, pengap, dan panas. Benar-benar seperti di dalam gua yang tertutup tanpa aliran udara. Sangat menyiksa dan terasa tidak nyaman. Bahkan dengan duduk diam pun keringat menetes karena udara yang terasa panas. Satu hal yang membuat kesal adalah karena si pemilik penginapan sepertinya tidak merasa bersalah dan tidak berusaha untuk minta maaf walaupun seharusnya dia tahu bagaimana keadaan di dalam kamar tanpa listrik. Dan hal lain yang membuat kejengkelanku sempurna adalah jam check-out yang ditetapkan jam 11 siang (pada umumnya batas check-out di penginapan lain jam 12 siang) tanpa ada dispensasi walaupun kondisi listrik mati! Ugh!!!

Sementara itu karyawan kami di Banyuwangi memberi tahu bahwa masa berlangganan internet kami di toko sudah habis dan hari ini waktunya diperpanjang (kami berlangganan internet tahunan). Duh.... Akhirnya suami menyuruhku masak dengan kompor daripada menunggu dalam ketidakpastian. Kami mengenakan headlamp untuk penerangan di dalam kamar. Walaupun pintu sudah dibuka sedikit pun, suasana masih gelap dan panas. Sementara aku masak, suami mandi lebih dulu, dan selesai masak dan memasukkan makanan ke dalam wadah, aku pun mandi. Ternyata hanya mandi pun membuatku semakin jengkel, karena tekanan air yang keluar dari shower pun menjadi kecil. Usai mandi kami berdua terburu-buru mengemasi semua barang ke dalam backpack dengan hanya diterangi headlamp. Rasanya benar-benar emosi sekaligus panik dalam situasi semacam ini. Kalau boleh jujur, bagi kami berdua ini adalah pengalaman menginap terburuk selama berada di Vietnam! Benar-benar sangat menjengkelkan.

Akhirnya jam 10.50 siang kami sudah turun ke resepsionis dan membayar, karena sudah tidak tahan lagi lebih lama berada di dalam kamar. Kadangkala ada selisih harga antara booking.com dengan harga saat kita membayar di tempat, walaupun hanya sedikit. Belajar dari pengalaman, aku selalu menyimpan konfirmasi dari booking.com dan kalau ditagih melebihi harga di booking.com, aku akan menunjukkan bukti konfirmasi tersebut. Saat check-out inilah aku dengan setengah mengomel mengatakan bahwa kami berdua harus mandi dan packing di dalam kamar yang gelap gulita dan panas. Baru setelah itu si gadis resepsionis putri pemiliknya mengucapkan "I'm sorry". Andaikan sedari awal dia meminta maaf mungkin aku tidak akan semarah ini. Pada akhirnya aku menuliskan review apa adanya di booking.com dan tentunya itu bukan hal yang baik untuk bisnis mereka. Total biaya kamar untuk 2 malam di tempat ini adalah VND 590K.

Kami berdua yang awalnya hendak menitipkan backpack sementara menunggu waktu naik bus malam nanti, bahkan tidak sudi menitipkan barang di tempat ini. Aku sempat mengontak Jenny via WhatsApp sebelum check-out, menanyakan apakah boleh menitipkan dua buah backpack di kantornya setelah kami check-out. Kebetulan sekali Jenny membalas persis sebelum kami check-out, dan katanya kami boleh menitipkan barang di sana. Wah, lega sekali rasanya. Karenanya begitu keluar dari Nha Nghi Thu Giang kami langsung berjalan kaki menuju ke kantor Jenny dengan membawa backpack masing-masing seberat 13 kg. Beruntung lokasinya cukup dekat dengan mantan penginapan kami, hanya beberapa ratus meter saja, sehingga tidak perlu terlalu jauh memikul backpack yang lumayan berat ini.

Sesampai di Sinh Tourist, Jenny menyambut kami, dan kemudian kami dipersilakan menyimpan backpack kami ke dalam sebuah ruangan tersembunyi, semacam kamar tidur kecil di balik dinding belakang kantor. Setelah membawa barang-barang yang diperlukan hingga sore hari, kami mengucapkan terima kasih kepada Jenny dan berpamitan kepadanya untuk kemudian jalan-jalan menghabiskan waktu hingga saatnya kembali ke sini petang nanti. Waktu baru menunjukkan jam 11 siang, jadi kami harus menghabiskan waktu selama 6-7 jam ke depan entah bagaimana caranya.

Keluar dari kantor Sinh Tourist, kami berencana untuk menarik uang tunai dari ATM Military Bank yang terdekat yang muncul di Google Map. Walaupun sedikit meleset, kami menemukan juga lokasi ATM yang kami cari, namun ternyata ATM tersebut tidak berfungsi alias rusak. Sebetulnya kebutuhan uang tunai ini tidak mendesak, namun aku berpikir selagi ada ATM Military Bank yang bebas biaya tidak ada salahnya kami mengambil uang, karena setelah kembali dari Laos pun kami masih akan cukup lama berada di Vietnam, dan karena ATM Military Bank pada umumnya hanya ada di kota-kota besar saja, tidak ada salahnya mencoba selagi ada.

Setelah gagal menarik uang tunai, kami melihat ada sebuah area hijau yang tampak di Google Map, yang ternyata adalah Lenin Park. Kami pun berjalan ke taman tersebut, yang hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari tempat kami berada. Memasuki taman, ternyata areanya cukup luas. Banyak pepohonan yang cukup besar di tempat ini, membuat suasana yang mendung hari ini menjadi semakin terlihat teduh dan nyaman.
Kami memutuskan untuk makan siang di tempat ini dan mencari tempat duduk yang tampaknya cukup nyaman dan tidak banyak orang.

Usai makan, kami berjalan sedikit dan duduk-duduk di tengah taman ini sambil memperhatikan keseharian orang-orang yang lewat, kebanyakan orang lokal. Di beberapa titik terdapat para pedagang kaki lima yang menjual berbagai macam minuman lokal. Aku tidak tahu apa persisnya, karena kami tidak membeli apa pun.
Selama berada di dalam taman, kami melihat ada beberapa ekor anjing yang sedang diajak berjalan-jalan oleh pemiliknya. Ada seekor anjing Siberian Husky yang sudah tampak tua, yang sedang dibersihkan kutunya saat kami melewatinya. Kemudian ada seekor anjing Saint Bernard yang besar dan super friendly yang lewat saat kami sedang duduk. Air liurnya yang menetes-netes sampai membasahi celanaku hehehehe... Ada juga seekor anjing hitam, sepertinya Black Labrador, yang ramah namun agak jual mahal.




Saat sedang bersantai di tengah taman inilah kami memperhatikan ada sebuah toilet umum, yang sepertinya harus bayar kalau mau menggunakan. Lalu ada seorang laki-laki berusia 30-40 tahunan yang membuat kami memperhatikan diam-diam cukup lama, masalahnya laki-laki tersebut berbicara sendiri sepanjang kami melihatnya, dan kebetulan dia duduk di bangku di seberang kami. Tidak ada microphone, wireless earphone atau gadget apa pun yang tampak menempel padanya. Sungguh aneh sekali. Kami sampai berkelakar bahwa mungkin dia sedang bertelepati dengan alien hahahaha...

Sekitar jam 12.25 siang, kami berjalan keluar taman dan melihat patung Lenin (karenanya taman ini dinamai Lenin Park). Di seberang jalan sebetulnya ada beberapa tempat yang dikunjungi, kebanyakan museum dan bangunan bersejarah, namun kami merasa untuk sementara ini sudah cukup melihat museum dan semacamnya, selain juga harus irit, jadi kami berjalan ke arah kembali ke Old Quarter.
Suami mengajakku melihat Hanoi Street Train yang cukup terkenal di kalangan turis. Sebetulnya tidak ada yang luar biasa sih di tempat ini. Yang menjadi daya tarik adalah karena rumah-rumah penduduk, toko-toko, bahkan cafe berdiri di sepanjang kedua sisi rel kereta, dengan jarak yang sangat dekat dengan rel kereta api. Untuk turis bule hal ini cukup luar biasa dan menarik, namun buatku yang dibesarkan di rumah yang hanya berjarak beberapa meter saja dari rel kereta api, hal ini tidak terlalu luar biasa.



Dari jalan rel kereta api ini, karena tidak tahu mau ke mana lagi, kami berjalan menuju ke Hoan Kiem Lake. Sempat melewati jalan yang dipadati dengan toko-toko yang menjual segala macam lampu, dan mereka rata-rata menyalakan banyak sekali lampu hias untuk menarik pembeli. Kalau dipikir-pikir sebenarnya pemborosan listrik yang sangat tidak perlu. Melewati King Roti, suami ingin membeli sebuah roti yang modelnya seperti Roti Boy. Dari berbagai macam isian, suami memilih isian cokelat. Harganya semua sama, VND 15K.
Kami sampai di tepi Hoan Kiem Lake sekitar jam 1 siang, dan saat suami makan roti yang baru saja dibelinya, ternyata isinya blueberry, bukan cokelat seperti yang diminta. Wah, kecewa juga sebetulnya. Rotinya pun cenderung agak kopong dan secara keseluruhan agak kemanisan untuk lidah kami berdua. Kami juga sempat menggunakan toilet umumnya yang ternyata benar-benar gratis dan cukup bersih karena ada petugasnya.



Saat berada di tepi Hoan Kiem Lake ini sempat melihat ada seorang laki-laki berusia sekitar 50 tahunan yang berperilaku aneh. Sedari awal melihatnya mendekati para turis asing yang tampak sedang memotret ke arah danau, dan kemudian laki-laki tersebut tampak seperti mengomel atau marah-marah. Sekali, kami melihatnya sampai benar-benar bertengkar dengan seorang turis bule yang sudah agak tua namun berbadan tinggi besar. Sang turis tidak terima saat istrinya yang hendak memotret didekati dan "dimarahi" oleh laki-laki aneh ini. Kalau saja si laki-laki aneh ini berani melawan, mungkin sudah terjadi perkelahian fisik di antara mereka berdua, namun tampaknya dia takut dan memilih berjalan menjauh. Setelah itu laki-laki aneh ini pun masih berkeliaran di tempat yang sama, dan rata-rata pengunjung baik lokal maupun bukan, menjauhinya.

Ada lagi nih, seorang perempuan, usianya mungkin sekitar 40 tahunan, dan sepertinya menawarkan jasa entah apa kepada orang-orang yang melewatinya. Anehnya kadang dia suka mengomel sendiri, dan jujur saja setelah mengamatinya selama beberapa waktu pun kami berdua tetap tidak tahu jasa atau produk apa gerangan yang ditawarkannya, karena dia hanya membawa sebuah lembaran seperti brosur di tangannya.
Wah, benar-benar banyak orang yang berkelakuan aneh di tempat ini. Bisa jadi mereka adalah orang-orang yang stress akibat kehidupan yang keras di ibukota hehehehe...



Setelah duduk-duduk dan beristirahat sejenak, kami jalan-jalan lagi di sekitaran Old Quarter, dan membeli Vodka Hanoi di tempat kemarin seharga VND 85K (padahal kemarin harganya cuma VND 80K) dan suami ingin mencoba membeli rokok lokal merk Saigon (VND 13K) dan Mevius (VND 35K). Kemudian ada seorang ibu pedagang asongan yang menawarkan barang dagangannya. Karena kasihan dan memang suami membutuhkan sandal jepit, akhirnya kami membeli sepasang sandal jepit seharga VND 40K darinya. Setidaknya kualitasnya lumayan bagus dan kami berharap bisa sedikit membantu ibu tersebut. Sandal jepit yang baru dibeli langsung dipakai oleh suami, menggantikan sandal gunungnya yang kondisinya agak basah.
Sempat juga kami membeli sebuah lumpia seharga VND 10K yang kami habiskan berdua. Seperti biasa, gorengan di sini cenderung berminyak sekali sebetulnya. Yah sesekali tidak mengapalah... hehehehe...



Kembali lagi ke tepi Hoan Kiem Lake, karena tidak ada tempat tujuan lain dan waktu baru menunjukkan jam 2.40 siang, aku tahu suami pasti cukup lelah karena sudah berjalan kaki ke mana-mana. Beruntung seharian ini pun cuaca relatif mendung, sehingga selama berjalan kaki tidak kepanasan. Kami berdua hanya duduk-duduk dan memperhatikan suasana di sekitar seperti biasanya.



Setelah beberapa waktu duduk, aku yang orangnya tidak bisa diam, memutuskan untuk jalan-jalan sendiri di sekitar sini. Aku berjalan menyusuri trotoar di seberang danau. Kebanyakan toko-toko di sini menjual peralatan outdoor dan pakaian. Pastinya harganya tidak murah (bagi kami). Dari sini, aku masuk ke jalan-jalan kecil di sekitarnya, hingga akhirnya sampai ke pasar yang kemarin kami kunjungi. Menyusuri pasar, aku melihat ada beberapa penjual daging babi panggang, makanan kesukaan suami. Aku mencoba menghampiri salah satu tempat yang penjualnya seorang gadis yang tampak ramah. Setelah bertanya harga terlebih dahulu (VND 250K/kg), aku membeli crispy pork belly ini seharga VND 30K. Lumayan bisa untuk tambahan lauk makan malam hari ini. Dari pasar, aku berjalan kembali ke tepi danau, dan membelikan suami sebuah chocolate crossant di sebuah bakery di tepi danau seharga VND 23K (ukurannya besar, jadi relatif tidak terlalu mahal). Setelah itu barulah aku kembali ke tempat suami duduk menunggu.



Kami masih duduk-duduk di tepi danau sampai sekitar jam 3.15 sore, lalu berjalan kaki ke jalan yang belum pernah kami lewati sebelumnya. Sempat lewat sebuah kuil di mana sepertinya sedang diadakan pemotretan pre-wedding. Sempat pula melihat sebuah tourist center yang sedang menawarkan jasa free bike tour. Dari sini kami berjalan lagi dan akhirnya sekitar jam 4.05 sore kami berhenti di Coffee and Chill Station, sebuah cafe di Jalan Cau Go. Kami memutuskan akan menghabiskan waktu di cafe ini hingga waktunya nanti ke Sinh Tourist.



Suami memesan secangkir kopi susu seharga VND 25K. Setelah menanti beberapa saat, kopi pun terhidang di meja. Kopinya sendiri enak, cukup sepadan dengan harganya. Suasana di cafe ini pun nyaman dan boleh merokok karena tempatnya terbuka. Fasilitas wifi pun disediakan dengan gratis. Maka betahlah kami berdua nongkrong di sini, hanya dengan modal membeli secangkir kopi untuk berdua hehehehe... Kami berdua juga sempat menumpang cuci muka di toiletnya yang cukup bersih. Memang sedari awal tujuannya mampir ke cafe modern adalah supaya bisa memanfaatkan fasilitasnya semaksimal mungkin hahahaha... Kelihatannya jahat sekali ya, tapi ada seorang gadis bule yang sudah datang sebelum kami dan sampai kami pergi masih berada di dalam cafe ini sambil mengoperasikan laptopnya (pastinya memanfaatkan fasilitas free wifi) dan dia bahkan hanya memesan segelas juice lho...



Tidak terasa hampir satu jam kami habiskan di cafe ini, dan jam 5 sore kami memutuskan untuk berjalan kaki ke Sinh Tourist, dan di jalan kami bertemulagi dengan Felipe dan Karina! Wah, serasa dunia ini kecil ya... Setelah mengucapkan salam perpisahan, kami melanjutkan berjalan dam beberapa menit kemudian kami sudah sampai. Kebetulan kali ini Tinny yang sedang bertugas di kantornya. Kami masuk dan minta ijin untuk mengambil backpack kami yang ditaruh di ruangan tersembunyi di balik tembok, dan aku sekalian mengenakan leggings di dalam celana panjang, kuatir kalau kedinginan di dalam sleeper bus nanti.

Setelah itu kami makan bekal makan malam yang sudah disiapkan tadi pagi ditambah crispy pork yang tadi kubeli. Tinny saja sampai heran karena kami sempat masak sendiri padahal sedang travelling hehehehe...
Setelah perut kenyang, kami mengobrol dengan Tinny mengenai Vietnam, liburan kami, juga tentang Indonesia. Katanya, dia sebetulnya ingin berkunjung ke Bali, tapi masih menabung. Selain itu usahanya tidak bisa ditinggal untuk jangka waktu yang lama. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam 6 petang, dan setelah berfoto bersama, kami memesan Grab Car. Hanya beberapa menit kemudian, sebuah mobil datang menjemput kami. Kami berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada Tinny, dan kemudian masuk ke dalam mobil. Tinny sendiri masih bercakap-cakap dengan driver Grabnya, sepertinya sedang memberi tahu tujuan kami agar tidak sampai salah.



Jam 6 petang, mobil melaju meninggalkan kantor Tinny, menuju ke Terminal My Dinh. Aku juga terus memantau rute perjalanan kami dengan Google Map. Lokasi terminal bus My Dinh memang cukup jauh, jaraknya sekitar 10 KM dari Old Quarter, di sisi barat kota Hanoi. Kami melewati jalan-jalan raya kota yang cukup ramai dan padat, bahkan macet di beberapa titik. Ternyata sebagaimana layaknya ibukota, banyak sekali gedung-gedung bertingkat yang megah, hotel, tempat-tempat makan dan cafe yang tampak fancy dan mewah. Driver Grab yang kami naiki ini sepertinya tidak bisa berbahasa Inggris, karenanya sepanjang perjalanan kami tidak mengobrol dengannya.



Setelah sekitar 35 menit di dalam mobil, kami sampai di Ben Xe Khach My Dinh sekitar jam 6.40 petang. Seharusnya kami dijanjikan akan diantar sampai ke busnya, namun kami diturunkan di depan terminal. Aku tidak komplain sih, karena menyadari mungkin saja kalau harus mengantar kami sampai ke dalam akan menyulitkan drivernya, terutama masalah parkir, apalagi di depan terminal sepertinya ramai dengan orang maupun kendaraan.



Begitu kami keluar dari mobil, segera saja banyak orang yang "menyerbu" kami, menanyakan akan ke mana, bahkan ada yang menawari taxi juga. Kami tidak terlalu mempedulikan mereka, dan mencari pintu masuk ke dalam bangunan terminal. Gedung terminalnya sendiri cukup besar dan kondisinya ramai dengan manusia. Kami menuju ke bagian informasi dan menunjukkan tiket yang sudah kami beli dari Tinny. Petugasnya yang tidak bisa berbahasa Inggris menunjukkan arah ke sebuah pintu keluar. Karena melewati toilet, kami masuk dulu ke toilet karena kuatir apabila bus tidak berhenti untuk toilet stop, dengan membayar VND 2K/orang. Bahkan toiletnya pun ramai dengan orang.

Usai dari toilet, kami berdua berjalan keluar lewat pintu yang ditunjukkan tadi, dan di sini kami mulai bingung, karena ternyata area parkir bus di sini amat sangat luas dan banyak sekali bus dengan berbagai tujuan. Kami bertanya beberapa kali kepada beberapa orang, tapi sepertinya tidak ada yang tahu (atau tidak mau membantu ya?). Setelah selama hampir 20 menit kebingungan sambil jalan kesana kemari, ada seorang pemuda yang menanyakan tujuan kami, dan kami menunjukkan tiket yang kami miliki. Pemuda ini mengerti beberapa kata dalam bahasa Inggris, karenanya lebih mudah berkomunikasi dengannya. Tidak disangka, pemuda ini kemudian menelepon ke nomor yang tersedia di tiket, lalu kami disuruh menunggu sebentar. Setelah beberapa menit menunggu, kami dijemput oleh pemuda lain yang kemudian menyuruh kami mengikutinya. Kami berjalan mengikutinya, menyeberang lapangan parkir terminal yang luas, menuju ke area lain yang lokasinya cukup jauh, dan kemudian pemuda ini menunjukkan sebuah sleeper bus bernama Trung Dung kepada kami. Di bagian depan bus terdapat tulisan Dien Bien. Wah lega sekali rasanya. Kami merasa berterima kasih sekali kepada pemuda ini dan pemuda yang pertama tadi.

Penumpang masih belum boleh naik ke dalam bus, jadi aku hanya meletakkan ransel kecil kami untuk memilih tempat, dan kemudian turun lagi dan menunggu di luar bus. Tempat duduk di dalam bus ini berjajar dua-dua, dan ada dua lajur, sementara baris paling belakang seperti biasa berisi lima tempat duduk. Kondisi tempat duduknya tidak tampak mewah, tapi sepertinya cukup bersih. Tempat duduk deret bawah langsung berada di dasar lantai, jadi pendek sekali kelihatannya.
Lama-kelamaan makin banyak penumpang yang datang, tampaknya semua orang lokal. Ada beberapa penumpang yang membawa banyak sekali bawaan. Setelah bagasi di samping bus dibuka, kami meletakkan kedua backpacak kami ke dalamnya. Ada juga kiriman-kiriman barang tanpa orang, jadi bagasinya relatif penuh dengan barang, mulai dari buah-buahan, aneka makanan, cat tembok, hingga sepeda motor.



Sekitar jam 7.20 malam penumpang sudah diperbolehkan masuk, maka kami masuk dan duduk di tempat yang kupilih tadi. Aku memilih duduk di deretan depan, tapi baru saja hendak merebahkan badan, sang kernet menyuruh kami pindah. Katanya kalau duduk di depan tidak enak, lebih enak duduk di belakang. Dengan berat hati, akhirnya kami berdua pindah ke tempat duduk di baris paling belakang. Suami sebetulnya sudah berburuk sangka, bisa jadi karena kami turis lalu diberi tempat duduk yang tidak nyaman. Aku sendiri berusaha untuk tidak berpikir negatif. Mungkin saja kami disuruh pindah ke belakang karena tempat duduk paling belakang biasanya memang yang paling panjang, sehingga untuk orang yang badannya agak tinggi masih bisa selonjor dengan nyaman.
Bantal sudah disediakan di masing-masing tempat duduk. Selimut yang disediakan bagi tiap penumpang wangi sekali, entah baru dicuci atau hanya sekedar disemprot dengan wewangian hahahaha... Kami juga diberi sebotol air minum.



Awalnya penumpang yang masuk hanya sedikit, namun semakin lama penumpangnya ternyata semakin banyak, dan menjelang jam 8 malam sewaktu bus akan berangkat kondisinya sudah terisi penuh dengan penumpang, bahkan ada beberapa orang yang tidur di lantainya yang beralas kulit seperti jok. Menurutku, mungkin inilah alasan mengapa kami disuruh pindah ke tempat duduk paling belakang, yaitu supaya tidak terganggu dengan orang-orang yang naik turun karena bus semacam ini tetap mengangkut dan menurunkan penumpang sepanjang jalan. Tentunya akan terasa tidak nyaman kalau anggota badan kita tersenggol-senggol orang lain apabila sedang terlelap. Di sebelah suami ada 3 pemuda lokal berusia 25-30 tahunan. Mereka cukup berisik, mulai dari telepon hingga menonton film di HP. Penumpang lain pun banyak yang berisik.

Baru sekitar jam 8.05 malam bus Trung Dung yang akan membawa kami ke Dien Bien Phu akhirnya berangkat juga meninggalkan terminal. Karena masih banyak penumpang yang cukup berisik, aku masih susah tidur walaupun kondisi badan sudah terasa lelah. Hari ini kami sudah berjalan kaki sejauh 11 KM, ditambah lagi harus ngemper di mana-mana, tidak heran kalau badan terasa lelah. Setelah cukup lama berusaha memejamkan mata, akhirnya aku tertidur juga entah jam berapa, walaupun beberapa kali terbangun.


To be continued.......

No comments:

Post a Comment