3 Mei 2018
Bangun lebih pagi dari biasanya, rasanya agak malas keluar dari dalam electric blanket yang kami kenakan. Tidurku sendiri justru relatif kurang nyenyak, kadang terbangun karena electric blanketnya agak kepanasan, tapi kalau dilepas jadi kedinginan hehehehe...
Kami berdua beraktivitas pagi seperti biasa, lalu mandi, dan mengemasi semua barang bawaan kami. Hanya menyiapkan beberapa barang penting di dalam ransel kecil kami. Aku juga sudah masak mie instan dengan sayuran yang tersisa untuk bekal makan kami berdua dan Freyja di perjalanan nanti.
Jam 7 pagi kami berdua sudah siap dan turun ke lantai dasar untuk sarapan. Rupanya sudah ada satu meja yang terisi, sepasang suami istri Western berusia paruh baya beserta anak mereka yang masih ABG.
Kami memesan secangkir kopi dan dua porsi banana pancake, yang disiapkan oleh resepsionisnya. Sepertinya di Vietnam ini banyak penginapan di mana pekerjanya (atau bahkan pemiliknya) harus bekerja multifungsi. Setelah menunggu sekitar 20 menit, sarapan tersaji di hadapan kami. Kami bergegas menghabiskan dua lembar pancake hangat yang disajikan dengan dua buah pisang dan susu kental manis ini, kemudian check-out.
Kami membayar sesuai dengan harga di booking.com, yakni VND 211K, dan kemudian berjalan kaki menuju ke terminal bus. Ternyata hujan sudah turun di pagi hari ini.
Kami langsung menuju ke kantor tempat kami membeli tiket dan menunggu di sana. Freyja belum tampak, hanya ada beberapa turis Western yang juga membawa backpack yang besar-besar yang sedang menunggu di dalam ruangan. Hujan turun cukup deras pagi ini, membuat udara jadi semakin dingin. Menjelang jam 8 pagi, Freyja masih belum tampak, dan aku mulai kuatir. Orang yang berada di kantor sampai bertanya lebih dari sekali, di mana temanmu? Aku hanya bisa menjawab, dia pasti akan datang sebentar lagi.
Baru sekitar jam 8 pagi Freyja datang. Kami ke toilet dulu (bayar VND 2K/orang), sebelum kemudian naik ke dalam bus yang menuju ke Ha Giang. Sebetulnya lebih tepat dikatakan minibus, mirip seperti bus yang kami naiki dari Dien Bien Phu ke Muang Khua, namun sedikit lebih nyaman. Kami bertiga duduk di sisi kanan semua, berurutan Freyja, aku, dan suami. Selain penumpang, sudah pasti di bagian belakang minibus dipenuhi dengan berbagai macam barang, entah apa saja. Yang pasti tepat di belakang suami banyak karung yang ditumpuk hingga melebihi tinggi kepalanya. Selain kami bertiga, ada 4 penumpang dari Eropa dan beberapa penumpang lokal. Seorang pemuda dari Belanda yang cukup ramah (banyak mengobrol dengan Freyja), seorang gadis dari Swedia yang tadinya kukira orang lokal (karena ternyata campuran Korea-Swedia), dan sepasang muda-mudi dari Cheko yang tampak sangat arogan dan menyebalkan. Sejak awal entah mengapa kami tidak merasa cocok atau konek dengan keempat orang ini, karenanya tidak banyak mengobrol dengan mereka. Minibus berangkat jam 8.10 pagi di bawah rintik hujan yang turun. Selamat tinggal Sa Pa!
Jarak dari Sa Pa ke Ha Giang hanya 235 KM, dan seharusnya ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam saja. Untungnya keluar dari kota Sa Pa hujan sudah reda walaupun masih mendung. Aku membayangkan Ha Giang pasti akan lebih dingin daripada Sa Pa karena lokasinya yang lebih utara dan banyak pegunungan di sana. Sejak awal, jalan yang dilalui benar-benar berlika-liku dan melalui banyak sawah terasering. Kabut tebal masih menyelimuti daerah-daerah yang kami lalui.
Seperti biasa, bus beberapa kali berhenti untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. Baru sampai di Lao Cai, sekitar 30 KM dari kota Sa Pa, bus berhenti sekitar 15 menit untuk toilet break (dan mungkin juga menunggu penumpang). Setelah itu baru perjalanan dilanjutkan kembali.
Aku berusaha untuk tidur agar waktu cepat berlalu, walaupun lebih banyak susah tidurnya akibat guncangan-guncangan dan tikungan-tikungan tajam karena menuruni pegunungan.
Sekitar jam 12.30 siang, bus berhenti di sebuah rumah makan sederhana untuk makan siang. Kami bertiga, tentunya makan bekal yang dibawa, dan tidak perlu membeli apa pun. Beberapa turis asing lainnya sepertinya agak heran melihat kami membawa bekal sendiri, dan mereka akhirnya membeli makanan dan minuman di rumah makan ini.
Sementara itu, di sekitar bus banyak anak kecil yang sedang bermain, dan tampaknya mereka tertarik dengan "turis-turis bule" di hadapan mereka ini. Beberapa di antara mereka berteriak, "Hello! Hello!", namun saat hendak difoto malah kabur dan berlarian, namun sebentar kemudian datang lagi. Setiap kali didekati untuk diajak bicara atau foto bersama juga mereka semua kabur, namun datang lagi. Lucu sekali tingkah laku mereka ^_^
Sekitar jam 1 siang, bus kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Ha Giang. Jalanan yang dilalui rasanya selalu berlika-liku melalui pegunungan-pegunungan, bahkan beberapa jalan masih berupa tanah dan belum diaspal, karenanya cukup bumpy. Pemandangan sepanjang jalan pada umumnya indah dan hijaunya sawah atau pepohonan selalu ada di kanan kiri. Sesekali bus berhenti, kadang sebentar, kadang agak lama, entah untuk tujuan apa, namun apabila berhenti agak lama biasanya kami memanfaatkan kesempatan untuk turun sejenak meregangkan otot yang kaku karena duduk terus. Kadangkala tampak beberapa orang yang menjual sayur-mayur atau buah-buahan di pinggir jalan, sepertinya para petani yang baru saja memanen hasil ladangnya.
Aku sempat memanfaatkan waktu untuk mencari informasi penginapan di Ha Giang dengan booking.com. dan menemukan penginapan termurah dengan rating yang baik, yang berjarak sekitar 3 KM dari pusat kotanya, namun sangat dekat dengan terminal bus. Freyja juga setuju kami menginap di tempat tersebut, karena selain ada private room seharga VND 120K/malam, ada hostel/dorm juga, dengan harga VND 60K/malam.
Baru sekitar jam 3.20 siang bus sampai di terminal Ha Giang. Perjalanan yang seharusnya ditempuh selama 6 jam menjadi lebih dari 7 jam karena banyak berhenti dan jalanan yang tidak selalu nyaman. Namun kami tetap sangat bersyukur karena akhirnya bisa sampai juga di kota Ha Giang.
Lucunya, para turis Western yang lain ikut turun pada saat kami turun di terminal. Aku berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa kami memang hendak menginap di dekat sini, dan sepertinya bus akan melanjutkan perjalanan hingga ke pusat kota. Akhirnya mereka berempat naik dan masuk kembali ke dalam bus hehehehe...
Ternyata matahari bersinar dengan sangat terik dan udaranya sama sekali tidak dingin seperti yang kubayangkan, bahkan sangat panas. Kami bergegas berjalan kaki menuju ke penginapan yang sudah kami booking untuk 1 malam ini, Giang Son Hostel. Tidak sulit mencarinya, karena letaknya di tepi jalan besar.
Kami harus melepaskan alas kaki untuk masuk ke dalam, dan tidak satu pun orang di ruangan yang cukup luas ini, jadi aku harus memanggil-manggil dulu, baru kemudian ada seorang gadis yang keluar dari dalam. Parahnya, dia tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali. Aku berusaha menjelaskan bahwa kami sudah booking di tempat ini, satu private room dan satu ranjang di dorm, tapi dia tetap tidak mengerti. Akhirnya dia menelepon dan aku disuruh bicara di telepon. Yang berbicara adalah pemiliknya, seorang perempuan, dan bahasa Inggrisnya juga kurang lancar, namun pada akhirnya dia mengerti bahwa kami adalah orang-orang yang memesan kamar untuk hari ini, dan katanya dia baru akan datang nanti sekitar jam 5 sore.
Freyja diantar lebih dulu ke sebuah kamar dorm yang masih kosong di lantai dasar, baru kemudian kami diantar ke kamar kami di lantai atas. Kamarnya sangat sederhana, dengan sebuah ranjang dan double bed (yang ternyata sangat keras), sebuah meja dan dua kursi plastik, sebuah kipas angin, dan jendela yang menghadap keluar. Kamar mandinya juga sederhana dan agak sempit sebetulnya, namun ada shower air dingin dan panas. Semuanya dalam kondisi bersih dan terawat. Untuk harga yang ditawarkan, menurut kami sudah sangat pantas, bahkan murah.
Kami berdua mengeluarkan barang-barang dari dalam backpack dan menatanya sebisa mungkin di tempat yang terbatas ini. Kami juga sempat ngopi dulu, baru kemudian mandi. Setelah itu kami masih bersantai sejenak sembari memikirkan langkah selanjutnya. Karena tidak terlalu terburu-buru, kami berencana menginap dulu semalam, baru kemudian mencari sepeda motor untuk loop trip besok.
Freyja sendiri sudah punya acara untuk malam ini. Sebelum ini, dia sempat mempunyai travel mate lain, seorang gadis Belanda bernama Boukje (baca: baukie), dan saat ini Boukje baru selesai melakukan Ha Giang Loop dan berada di kota Ha Giang, karena mereka berdua ingin bertemu. Katanya, nanti dia akan meneleponku kalau Boukje datang agar kami bisa kenalan dengannya.
Sekitar jam 5.30 petang Freyja meneleponku saat aku sedang berada di toilet, jadi suami turun duluan ke bawah dan aku berjanji akan segera menyusul. Namun saat aku menyusul turun ternyata Boukje dan Freyja sudah pergi. Kata suami, Boukje terburu-buru dan mereka akan ke kota. Sementara itu di ruang lobby ada dua anak laki-laki, yang sepertinya adalah anak-anak pemilik penginapan. Aku sempat mengajak mereka foto bersama. Keduanya terlihat sangat bersemangat dan enerjik (bahasa Jawa: pecicilan hahahaha...).
Tidak lama kemudian sang pemilik penginapan datang. Seorang perempuan cantik berusia 30 tahunan bernama Hong Giang, yang ternyata sangat ramah. Hong Giang menjelaskan bahwa tadi sebetulnya dia sudah sempat datang, namun ada keperluan sehingga harus pergi lagi. Kami berbincang-bincang dengan nyaman walaupun bahasa Inggrisnya kurang lancar. Hong Giang menjelaskan bahwa nama hostel ini adalah gabungan dari nama suaminya (Son) dan namanya (Giang), yang artinya adalah sungai dan gunung. Keren juga yah.... ^_^
Kami menyampaikan maksud kami, bahwa tujuan kami ke Ha Giang adalah untuk melakukan Ha Giang Loop naik sepeda motor. Sebelumnya aku sudah membaca banyak referensi dari Google dan beberapa group di FB, bahwa pada umumnya orang (bule) menyarankan untuk sewa sepeda motor di QT, dengan alasan kondisi motornya masih bagus dan baru. Dari hasil mencari lebih lanjut, aku mengetahui bahwa sewa sepeda motor manual di QT tarifnya sekitar VND 200K/hari. Cukup mahal juga ya...
Saat kami bertanya kepada Hong Giang mengenai tarif sewa sepeda motor di Giang Son, dia menjelaskan bahwa per hari tarifnya VND 150K, tapi karena kami menginap di hostelnya, kami akan diberi harga VND 140K/hari. Sementara tarif menginap yang seharusnya VND 120K/malam, didiskon menjadi VND 100K/malam. Selain itu Hong Giang menawarkan kepada kami bahwa kami boleh meminjam sepeda motornya untuk ke kota malam ini apabila kami mau jalan-jalan atau membeli makan malam. Gratis. Wah, baik sekali ya... ^_^
Kami ditunjukkan ruangan luas di mana terparkir sekitar 20 sepeda motor, dan disuruh memilih sendiri yang kami mau. Setelah mempertimbangkan faktor kondisi ban motor yang paling tampak baru dan plat nomor (cari yang kode alfabetnya paling besar dengan asumsi motornya paling baru), suami memilih sebuah sepeda motor, dan kemudian kami memilihkan satu lagi apabila Freyja mau menyewa besok.
Kami juga memilih dua buah helm yang paling rapat dan baik kondisinya. Helm di sini kualitasnya jauh lebih baik daripada sebelum-sebelumnya seperti waktu di Da Lat, Sa Pa, dan kota-kota lain sebelumnya.
Sekitar jam 6 petang, kami berdua berangkat naik sepeda motor menuju ke pusat kota Ha Giang. Pertama-tama tentu saja kami ke pombensin untuk membeli bahan bakar dulu. Kebetulan searah menuju ke dalam kota. Suasana masih cukup terang walaupun sudah tidak panas lagi. Jalan raya menuju ke pusat kota tidak terlalu ramai, bahkan bisa dibilang relatif sepi. Kami membeli bensin seharga VND 50K, lalu melanjutkan perjalanan. Sebuah gunung kecil tampak menjulang di balik kota. Kami juga melewati titik nol kota yang berseberangan dengan alun-alun di pusat kota. Tujuan selanjutnya adalah ke pasar tradisional, seperti biasa ^_^
Berbekal Google Map, sampailah kami di pasar tradisional Ha Giang di dekat pusat kota. Walaupun sudah petang hari, ada beberapa penjual sayur-mayur dan lauk-pauk yang masih berjualan. Kami membeli 1/4 kg crispy pork (VND 50K) dan 1,5 kg timun (VND 20K). Setelah itu kami masih berputar-putar di kota untuk mencari nasi putih, melewati beberapa ruas jalan, hingga tiba-tiba saja terasa ban motor bergoyang-goyang. Suami menghentikan motor, dan waktu diperiksa ternyata bannya bocor!
Aku berusaha untuk tidak panik, dan mencoba mencarikan bengkel yang masih buka. Saat itu sudah hampir jam 7 malam, jadi aku cukup harap-harap cemas juga. Baru saja berjalan kaki beberapa puluh meter dan hendak bertanya kepada orang sekitar, aku melihat sepertinya ada sebuah bengkel di depan, dan saat kami datangi ternyata memang benar bengkel sepeda motor. Waaah lega sekali rasanya.
Sesampai di bengkel suami berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan menunjuk ke ban motor depan kami. Sang montir yang melayani intinya mengatakan bahwa harus ganti ban. Aku sudah ketar-ketir, karena banyak membaca bahwa biasanya bengkel-bengkel akan mengenakan tarif yang super mahal dan tidak masuk akal untuk turis. Saat kutanya berapa biayanya, katanya VND 70K (dan belakangan aku mengetahui bahwa harga tersebut normal), jadi langsung kami iyakan saja karena tidak semahal dugaan kami.
Sembari menunggu, kami mengamati situasi di bengkel ini. Beberapa pekerjanya tampak sibuk semua, bahkan sepertinya sang pemilik juga ikut sibuk. Sementara istri sang pemilik juga mondar-mandir dan turut mengawasi di situ. Setelah menunggu sekitar 15-20 menitan, akhirnya ban motor kami selesai diganti. Setelah membayar dan mengucapkan banyak-banyak terima kasih, kami melanjutkan perjalanan mencari nasi putih.
Melewati beberapa rumah makan, akhirnya kami melihat sebuah rumah makan yang ada tulisan "nasi"-nya (tentunya dalam bahasa Vietnam ya). Nama tempatnya Com Binh Dan 68, dan kebetulan ada menu beserta harganya, jadi kami bisa memesan dengan mudah dan tidak perlu takut dibohongi soal harga.
Kami memesan 2 nasi putih (masing-masing VND 10K) dan 2 buah lumpia goreng (masing-masing seharga VND 5K) untuk dibawa pulang. Setelah menunggu nasi diambilkan dan lumpia digoreng, pesanan kami siap. Ternyata nasi putihnya untuk satu porsi saja banyak sekali, satu kotak styrofoam penuh. Bisa dibilang pelayanannya kurang senyum, tapi tak mengapalah yang penting lumayan murah hehehehe..
Setelah itu kami langsung kembali ke Giang Son Hostel dan sampai di kamar jam 7.10 malam. Karena sudah lapar, kami berdua makan bersama. Babi panggangnya enak sekali, lumpia gorengnya pun enak, hanya agak berminyak. Ditambah dengan timun, kami berdua makan sampai kekenyangan.
Usai makan, kami berdua mandi dan bersantai. Aku sendiri sempat chatting dengan Freyja. Sepertinya dia baru pulang jam 8 malam, dan sekitar jam 9 malam Freyja naik ke kamar kami sebentar untuk mengobrol dan merencanakan apa yang akan kami lakukan esok. Freyja masih agak ragu-ragu untuk ikut loop naik motor karena sebelumnya dia belum pernah naik sepeda motor manual. Pernah beberapa kali naik sepeda motor matic sewaktu di Thailand, namun itu pun tidak sampai mahir benar.
Kami menceritakan bahwa motor-motor yang dimiliki oleh Hong Giang kondisinya masih relatif baru dan jelas terawat. Akhirnya kami memutuskan besok akan ke pasar bersama Freyja, sembari dia belajar mengendarai sepeda motor manual. Sementara itu walaupun di kamar dorm, ternyata dia hanya sendirian, jadi seperti kamar pribadi saja ^_^
Setelah Freyja kembali ke kamarnya, kami berdua pergi tidur. Hari ini sebagian besar kami berada di dalam bus, hanya berjalan kaki dekat-dekat saja, yang kalau ditotal hanya sekitar 5 KM. Tidak sampai terlalu melelahkan. Besok baru kami akan memutuskan akan melakukan loop ke mana saja beserta detil lainnya.
To be continued.......
Kami berdua beraktivitas pagi seperti biasa, lalu mandi, dan mengemasi semua barang bawaan kami. Hanya menyiapkan beberapa barang penting di dalam ransel kecil kami. Aku juga sudah masak mie instan dengan sayuran yang tersisa untuk bekal makan kami berdua dan Freyja di perjalanan nanti.
Jam 7 pagi kami berdua sudah siap dan turun ke lantai dasar untuk sarapan. Rupanya sudah ada satu meja yang terisi, sepasang suami istri Western berusia paruh baya beserta anak mereka yang masih ABG.
Kami memesan secangkir kopi dan dua porsi banana pancake, yang disiapkan oleh resepsionisnya. Sepertinya di Vietnam ini banyak penginapan di mana pekerjanya (atau bahkan pemiliknya) harus bekerja multifungsi. Setelah menunggu sekitar 20 menit, sarapan tersaji di hadapan kami. Kami bergegas menghabiskan dua lembar pancake hangat yang disajikan dengan dua buah pisang dan susu kental manis ini, kemudian check-out.
Kami membayar sesuai dengan harga di booking.com, yakni VND 211K, dan kemudian berjalan kaki menuju ke terminal bus. Ternyata hujan sudah turun di pagi hari ini.
Kami langsung menuju ke kantor tempat kami membeli tiket dan menunggu di sana. Freyja belum tampak, hanya ada beberapa turis Western yang juga membawa backpack yang besar-besar yang sedang menunggu di dalam ruangan. Hujan turun cukup deras pagi ini, membuat udara jadi semakin dingin. Menjelang jam 8 pagi, Freyja masih belum tampak, dan aku mulai kuatir. Orang yang berada di kantor sampai bertanya lebih dari sekali, di mana temanmu? Aku hanya bisa menjawab, dia pasti akan datang sebentar lagi.
Baru sekitar jam 8 pagi Freyja datang. Kami ke toilet dulu (bayar VND 2K/orang), sebelum kemudian naik ke dalam bus yang menuju ke Ha Giang. Sebetulnya lebih tepat dikatakan minibus, mirip seperti bus yang kami naiki dari Dien Bien Phu ke Muang Khua, namun sedikit lebih nyaman. Kami bertiga duduk di sisi kanan semua, berurutan Freyja, aku, dan suami. Selain penumpang, sudah pasti di bagian belakang minibus dipenuhi dengan berbagai macam barang, entah apa saja. Yang pasti tepat di belakang suami banyak karung yang ditumpuk hingga melebihi tinggi kepalanya. Selain kami bertiga, ada 4 penumpang dari Eropa dan beberapa penumpang lokal. Seorang pemuda dari Belanda yang cukup ramah (banyak mengobrol dengan Freyja), seorang gadis dari Swedia yang tadinya kukira orang lokal (karena ternyata campuran Korea-Swedia), dan sepasang muda-mudi dari Cheko yang tampak sangat arogan dan menyebalkan. Sejak awal entah mengapa kami tidak merasa cocok atau konek dengan keempat orang ini, karenanya tidak banyak mengobrol dengan mereka. Minibus berangkat jam 8.10 pagi di bawah rintik hujan yang turun. Selamat tinggal Sa Pa!
Jarak dari Sa Pa ke Ha Giang hanya 235 KM, dan seharusnya ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam saja. Untungnya keluar dari kota Sa Pa hujan sudah reda walaupun masih mendung. Aku membayangkan Ha Giang pasti akan lebih dingin daripada Sa Pa karena lokasinya yang lebih utara dan banyak pegunungan di sana. Sejak awal, jalan yang dilalui benar-benar berlika-liku dan melalui banyak sawah terasering. Kabut tebal masih menyelimuti daerah-daerah yang kami lalui.
Seperti biasa, bus beberapa kali berhenti untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. Baru sampai di Lao Cai, sekitar 30 KM dari kota Sa Pa, bus berhenti sekitar 15 menit untuk toilet break (dan mungkin juga menunggu penumpang). Setelah itu baru perjalanan dilanjutkan kembali.
Aku berusaha untuk tidur agar waktu cepat berlalu, walaupun lebih banyak susah tidurnya akibat guncangan-guncangan dan tikungan-tikungan tajam karena menuruni pegunungan.
Sekitar jam 12.30 siang, bus berhenti di sebuah rumah makan sederhana untuk makan siang. Kami bertiga, tentunya makan bekal yang dibawa, dan tidak perlu membeli apa pun. Beberapa turis asing lainnya sepertinya agak heran melihat kami membawa bekal sendiri, dan mereka akhirnya membeli makanan dan minuman di rumah makan ini.
Sementara itu, di sekitar bus banyak anak kecil yang sedang bermain, dan tampaknya mereka tertarik dengan "turis-turis bule" di hadapan mereka ini. Beberapa di antara mereka berteriak, "Hello! Hello!", namun saat hendak difoto malah kabur dan berlarian, namun sebentar kemudian datang lagi. Setiap kali didekati untuk diajak bicara atau foto bersama juga mereka semua kabur, namun datang lagi. Lucu sekali tingkah laku mereka ^_^
Sekitar jam 1 siang, bus kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Ha Giang. Jalanan yang dilalui rasanya selalu berlika-liku melalui pegunungan-pegunungan, bahkan beberapa jalan masih berupa tanah dan belum diaspal, karenanya cukup bumpy. Pemandangan sepanjang jalan pada umumnya indah dan hijaunya sawah atau pepohonan selalu ada di kanan kiri. Sesekali bus berhenti, kadang sebentar, kadang agak lama, entah untuk tujuan apa, namun apabila berhenti agak lama biasanya kami memanfaatkan kesempatan untuk turun sejenak meregangkan otot yang kaku karena duduk terus. Kadangkala tampak beberapa orang yang menjual sayur-mayur atau buah-buahan di pinggir jalan, sepertinya para petani yang baru saja memanen hasil ladangnya.
Aku sempat memanfaatkan waktu untuk mencari informasi penginapan di Ha Giang dengan booking.com. dan menemukan penginapan termurah dengan rating yang baik, yang berjarak sekitar 3 KM dari pusat kotanya, namun sangat dekat dengan terminal bus. Freyja juga setuju kami menginap di tempat tersebut, karena selain ada private room seharga VND 120K/malam, ada hostel/dorm juga, dengan harga VND 60K/malam.
Baru sekitar jam 3.20 siang bus sampai di terminal Ha Giang. Perjalanan yang seharusnya ditempuh selama 6 jam menjadi lebih dari 7 jam karena banyak berhenti dan jalanan yang tidak selalu nyaman. Namun kami tetap sangat bersyukur karena akhirnya bisa sampai juga di kota Ha Giang.
Lucunya, para turis Western yang lain ikut turun pada saat kami turun di terminal. Aku berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa kami memang hendak menginap di dekat sini, dan sepertinya bus akan melanjutkan perjalanan hingga ke pusat kota. Akhirnya mereka berempat naik dan masuk kembali ke dalam bus hehehehe...
Ternyata matahari bersinar dengan sangat terik dan udaranya sama sekali tidak dingin seperti yang kubayangkan, bahkan sangat panas. Kami bergegas berjalan kaki menuju ke penginapan yang sudah kami booking untuk 1 malam ini, Giang Son Hostel. Tidak sulit mencarinya, karena letaknya di tepi jalan besar.
Kami harus melepaskan alas kaki untuk masuk ke dalam, dan tidak satu pun orang di ruangan yang cukup luas ini, jadi aku harus memanggil-manggil dulu, baru kemudian ada seorang gadis yang keluar dari dalam. Parahnya, dia tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali. Aku berusaha menjelaskan bahwa kami sudah booking di tempat ini, satu private room dan satu ranjang di dorm, tapi dia tetap tidak mengerti. Akhirnya dia menelepon dan aku disuruh bicara di telepon. Yang berbicara adalah pemiliknya, seorang perempuan, dan bahasa Inggrisnya juga kurang lancar, namun pada akhirnya dia mengerti bahwa kami adalah orang-orang yang memesan kamar untuk hari ini, dan katanya dia baru akan datang nanti sekitar jam 5 sore.
Freyja diantar lebih dulu ke sebuah kamar dorm yang masih kosong di lantai dasar, baru kemudian kami diantar ke kamar kami di lantai atas. Kamarnya sangat sederhana, dengan sebuah ranjang dan double bed (yang ternyata sangat keras), sebuah meja dan dua kursi plastik, sebuah kipas angin, dan jendela yang menghadap keluar. Kamar mandinya juga sederhana dan agak sempit sebetulnya, namun ada shower air dingin dan panas. Semuanya dalam kondisi bersih dan terawat. Untuk harga yang ditawarkan, menurut kami sudah sangat pantas, bahkan murah.
Kami berdua mengeluarkan barang-barang dari dalam backpack dan menatanya sebisa mungkin di tempat yang terbatas ini. Kami juga sempat ngopi dulu, baru kemudian mandi. Setelah itu kami masih bersantai sejenak sembari memikirkan langkah selanjutnya. Karena tidak terlalu terburu-buru, kami berencana menginap dulu semalam, baru kemudian mencari sepeda motor untuk loop trip besok.
Freyja sendiri sudah punya acara untuk malam ini. Sebelum ini, dia sempat mempunyai travel mate lain, seorang gadis Belanda bernama Boukje (baca: baukie), dan saat ini Boukje baru selesai melakukan Ha Giang Loop dan berada di kota Ha Giang, karena mereka berdua ingin bertemu. Katanya, nanti dia akan meneleponku kalau Boukje datang agar kami bisa kenalan dengannya.
Sekitar jam 5.30 petang Freyja meneleponku saat aku sedang berada di toilet, jadi suami turun duluan ke bawah dan aku berjanji akan segera menyusul. Namun saat aku menyusul turun ternyata Boukje dan Freyja sudah pergi. Kata suami, Boukje terburu-buru dan mereka akan ke kota. Sementara itu di ruang lobby ada dua anak laki-laki, yang sepertinya adalah anak-anak pemilik penginapan. Aku sempat mengajak mereka foto bersama. Keduanya terlihat sangat bersemangat dan enerjik (bahasa Jawa: pecicilan hahahaha...).
Tidak lama kemudian sang pemilik penginapan datang. Seorang perempuan cantik berusia 30 tahunan bernama Hong Giang, yang ternyata sangat ramah. Hong Giang menjelaskan bahwa tadi sebetulnya dia sudah sempat datang, namun ada keperluan sehingga harus pergi lagi. Kami berbincang-bincang dengan nyaman walaupun bahasa Inggrisnya kurang lancar. Hong Giang menjelaskan bahwa nama hostel ini adalah gabungan dari nama suaminya (Son) dan namanya (Giang), yang artinya adalah sungai dan gunung. Keren juga yah.... ^_^
Kami menyampaikan maksud kami, bahwa tujuan kami ke Ha Giang adalah untuk melakukan Ha Giang Loop naik sepeda motor. Sebelumnya aku sudah membaca banyak referensi dari Google dan beberapa group di FB, bahwa pada umumnya orang (bule) menyarankan untuk sewa sepeda motor di QT, dengan alasan kondisi motornya masih bagus dan baru. Dari hasil mencari lebih lanjut, aku mengetahui bahwa sewa sepeda motor manual di QT tarifnya sekitar VND 200K/hari. Cukup mahal juga ya...
Saat kami bertanya kepada Hong Giang mengenai tarif sewa sepeda motor di Giang Son, dia menjelaskan bahwa per hari tarifnya VND 150K, tapi karena kami menginap di hostelnya, kami akan diberi harga VND 140K/hari. Sementara tarif menginap yang seharusnya VND 120K/malam, didiskon menjadi VND 100K/malam. Selain itu Hong Giang menawarkan kepada kami bahwa kami boleh meminjam sepeda motornya untuk ke kota malam ini apabila kami mau jalan-jalan atau membeli makan malam. Gratis. Wah, baik sekali ya... ^_^
Kami ditunjukkan ruangan luas di mana terparkir sekitar 20 sepeda motor, dan disuruh memilih sendiri yang kami mau. Setelah mempertimbangkan faktor kondisi ban motor yang paling tampak baru dan plat nomor (cari yang kode alfabetnya paling besar dengan asumsi motornya paling baru), suami memilih sebuah sepeda motor, dan kemudian kami memilihkan satu lagi apabila Freyja mau menyewa besok.
Kami juga memilih dua buah helm yang paling rapat dan baik kondisinya. Helm di sini kualitasnya jauh lebih baik daripada sebelum-sebelumnya seperti waktu di Da Lat, Sa Pa, dan kota-kota lain sebelumnya.
Sekitar jam 6 petang, kami berdua berangkat naik sepeda motor menuju ke pusat kota Ha Giang. Pertama-tama tentu saja kami ke pombensin untuk membeli bahan bakar dulu. Kebetulan searah menuju ke dalam kota. Suasana masih cukup terang walaupun sudah tidak panas lagi. Jalan raya menuju ke pusat kota tidak terlalu ramai, bahkan bisa dibilang relatif sepi. Kami membeli bensin seharga VND 50K, lalu melanjutkan perjalanan. Sebuah gunung kecil tampak menjulang di balik kota. Kami juga melewati titik nol kota yang berseberangan dengan alun-alun di pusat kota. Tujuan selanjutnya adalah ke pasar tradisional, seperti biasa ^_^
Berbekal Google Map, sampailah kami di pasar tradisional Ha Giang di dekat pusat kota. Walaupun sudah petang hari, ada beberapa penjual sayur-mayur dan lauk-pauk yang masih berjualan. Kami membeli 1/4 kg crispy pork (VND 50K) dan 1,5 kg timun (VND 20K). Setelah itu kami masih berputar-putar di kota untuk mencari nasi putih, melewati beberapa ruas jalan, hingga tiba-tiba saja terasa ban motor bergoyang-goyang. Suami menghentikan motor, dan waktu diperiksa ternyata bannya bocor!
Aku berusaha untuk tidak panik, dan mencoba mencarikan bengkel yang masih buka. Saat itu sudah hampir jam 7 malam, jadi aku cukup harap-harap cemas juga. Baru saja berjalan kaki beberapa puluh meter dan hendak bertanya kepada orang sekitar, aku melihat sepertinya ada sebuah bengkel di depan, dan saat kami datangi ternyata memang benar bengkel sepeda motor. Waaah lega sekali rasanya.
Sesampai di bengkel suami berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan menunjuk ke ban motor depan kami. Sang montir yang melayani intinya mengatakan bahwa harus ganti ban. Aku sudah ketar-ketir, karena banyak membaca bahwa biasanya bengkel-bengkel akan mengenakan tarif yang super mahal dan tidak masuk akal untuk turis. Saat kutanya berapa biayanya, katanya VND 70K (dan belakangan aku mengetahui bahwa harga tersebut normal), jadi langsung kami iyakan saja karena tidak semahal dugaan kami.
Sembari menunggu, kami mengamati situasi di bengkel ini. Beberapa pekerjanya tampak sibuk semua, bahkan sepertinya sang pemilik juga ikut sibuk. Sementara istri sang pemilik juga mondar-mandir dan turut mengawasi di situ. Setelah menunggu sekitar 15-20 menitan, akhirnya ban motor kami selesai diganti. Setelah membayar dan mengucapkan banyak-banyak terima kasih, kami melanjutkan perjalanan mencari nasi putih.
Melewati beberapa rumah makan, akhirnya kami melihat sebuah rumah makan yang ada tulisan "nasi"-nya (tentunya dalam bahasa Vietnam ya). Nama tempatnya Com Binh Dan 68, dan kebetulan ada menu beserta harganya, jadi kami bisa memesan dengan mudah dan tidak perlu takut dibohongi soal harga.
Kami memesan 2 nasi putih (masing-masing VND 10K) dan 2 buah lumpia goreng (masing-masing seharga VND 5K) untuk dibawa pulang. Setelah menunggu nasi diambilkan dan lumpia digoreng, pesanan kami siap. Ternyata nasi putihnya untuk satu porsi saja banyak sekali, satu kotak styrofoam penuh. Bisa dibilang pelayanannya kurang senyum, tapi tak mengapalah yang penting lumayan murah hehehehe..
Setelah itu kami langsung kembali ke Giang Son Hostel dan sampai di kamar jam 7.10 malam. Karena sudah lapar, kami berdua makan bersama. Babi panggangnya enak sekali, lumpia gorengnya pun enak, hanya agak berminyak. Ditambah dengan timun, kami berdua makan sampai kekenyangan.
Usai makan, kami berdua mandi dan bersantai. Aku sendiri sempat chatting dengan Freyja. Sepertinya dia baru pulang jam 8 malam, dan sekitar jam 9 malam Freyja naik ke kamar kami sebentar untuk mengobrol dan merencanakan apa yang akan kami lakukan esok. Freyja masih agak ragu-ragu untuk ikut loop naik motor karena sebelumnya dia belum pernah naik sepeda motor manual. Pernah beberapa kali naik sepeda motor matic sewaktu di Thailand, namun itu pun tidak sampai mahir benar.
Kami menceritakan bahwa motor-motor yang dimiliki oleh Hong Giang kondisinya masih relatif baru dan jelas terawat. Akhirnya kami memutuskan besok akan ke pasar bersama Freyja, sembari dia belajar mengendarai sepeda motor manual. Sementara itu walaupun di kamar dorm, ternyata dia hanya sendirian, jadi seperti kamar pribadi saja ^_^
Setelah Freyja kembali ke kamarnya, kami berdua pergi tidur. Hari ini sebagian besar kami berada di dalam bus, hanya berjalan kaki dekat-dekat saja, yang kalau ditotal hanya sekitar 5 KM. Tidak sampai terlalu melelahkan. Besok baru kami akan memutuskan akan melakukan loop ke mana saja beserta detil lainnya.
To be continued.......
No comments:
Post a Comment