DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Friday, September 21, 2018

VIETNAM & LAOS BACKPACKING 2018 (28) - PHA DAENG PEAK TREKKING


17 April 2018



Nong Khiaw adalah sebuah kota kecil dan tua di Provinsi Luang Prabang, berjarak 3-4 jam berkendara dari kota Luang Prabang dan diapit oleh beberapa pegunungan karst terindah di utara Vang Vieng. Kota ini merupakan salah satu tujuan wisata bagi para turis karena banyaknya rute untuk bersepeda dan trekking di tempat ini selain panjat gunung. Cara terbaik untuk mencapai tempat ini adalah naik boat dari Luang Prabang atau Muang Khua. Tempat ini juga terkenal di Laos karena jembatannya yang dibangun oleh negeri RRC, yang menghubungkan kedua sisi kota. Jembatan di Nong Khiaw memberikan pemandangan indah Sungai Nam Ou beserta bebatuan, pegunungan dan perbukitan di sekelilingnya.

Nong Khiaw merupakan salah satu surga bagi turis karena menawarkan berbagai macam makanan enak, akomodasi yang memadai, dan berbagai macam aktivitas. Berlokasi di pesisir barat Sungai Nam Ou, dikatakan bahwa kota ini adalah salah satu kota paling fotogenik di Laos. Pusat turisnya tampak indah dari kejauhan, dan tentunya tampak sangat indah apabila dilihat dari atas. Penginapan-penginapan yang berada di tepi sungai biasanya akan lebih mahal tarifnya. Namun pada umumnya penginapan di kota ini sudah termasuk cukup modern, dan rata-rata memiliki kamar mandi dalam. Mesin ATM sudah ada semenjak Maret 2016, dan ada sebuah bank lokal di mana turis bisa menukarkan mata uang.

Kota Nong Khiaw sangat sederhana dan cukup kecil sehingga turis bisa berjalan kaki ke mana pun, namun ada juga penyewaan sepeda bagi yang ingin menjelajah lebih jauh. Daya tarik utama di Nong Khiaw adalah alam yang mengelilinginya, perjalanan menuju ke tempat ini, dan desa-desa terpencil yang dilewati sepanjang menuju ke sana. Sungai Nam Ou sendiri mengalir sepanjang 450 KM, dari perbatasan dengan RRC melalui Phongsali, Udomxai, hingga ke Provinsi Luang Prabang, sampai pada akhirnya menyatu dengan Sungai Mekong.
Dua dekade yang lalu, Nong Khiaw hanya merupakan hutan belaka. Dibandingkan dengan Vang Vieng, Nong Khiaw tidak ada apa-apanya. Terkadang masih mati listrik, kendaraan umum tidak pernah tepat waktu, dan jika memesan bacon and eggs, satu jam kemudian kemungkinan besar kita akan disuguhi sesuatu yang berbeda hahahaha... Namun kesederhanaan dan keasrian Nong Khiaw membuat kita melupakan semua itu ^_^

Beberapa tempat yang bisa dikunjungi dan aktivitas yang bisa dilakukan di Nong Khiaw:
- Pha Tok Caves, berjarak sekitar 2 KM di luar pusat kota. Gua ini terletak tinggi di tebing batu kapur yang melindungi penduduk desa dan pejuang Pathet Lao selama Perang Indocina II. Gua ini dapat diakses diakses melalui tangga beton yang curam, dan di dalamnya terdapat beberapa petunjuk yang mengidentifikasi titik-titik di mana pos komando ditempatkan jaman dahulu. Biaya masuk dipungut di awal, dan pengunjung boleh meminjam senter. Jalan menuju ke gua melewati area persawahan dan hutan. Jika mau, pengunjung bisa pulang kembali ke Nong Khiaw dengan boat.
Ada dua buah gua di tempat ini, dan gua yang kedua bisa diakses melalui jalan kecil di sisi kiri saat henadak memasuki gua pertama.
Pha Kuang Cave, terletak 3 KM ke arah timur jalan 1C. Gua yang satu ini membutuhkan perjuangan lebih. Guanya sendiri sedalam 300 meter menuju ke dalam bebatuan, dan butuh beberapa kali memanjat melintasi lubang-lubang yang sempit. Guanya sendiri cukup memukau di bagian dalam. Biaya masuknya sebesar LAK 10K.
- 100 Waterfalls, yang dianggap sebagai salah satu rute trekking terbaik di Laos.
- Pha Daeng Peak, dengan view 360 derajat di puncaknya. Biaya masuknya LAK 20K dan bisa meminjam tongkat di pos tiketnya. Puncak bukit ini seringkali didatangi oleh pengunjung yang ingin menyaksikan matahari terbit atau terbenam. Trekkingnya sendiri butuh waktu 1 hingga 1,5 jam hingga ke puncak. Bagi yang ingin melihat sunset, jangan lupa membawa senter atau headlight karena turunnya akan sangat sulit dalam keadaan gelap.
- Kompleks kuil di pusat kota.
- Rock climbing, dari level mudah hingga expert.
- Trekking, dari yang hanya membutuhkan waktu setengah hari hingga yang berhari-hari bersama guide.
- Kayaking di Sungai Nam Ou.

Nah, cukup banyak kan sebetulnya aktivitas yang bisa dilakukan di kota kecil ini? ^_^


Hujan deras turun sejak malam hingga pagi hari, dan aku baru terbangun dari tidur jam 6.35 pagi. Hmmm... cukup lama juga tidur kali ini, mungkin karena lelah, mungkin juga karena kasurnya yang cukup nyaman dan tidak ada rencana pasti untuk hari ini. Membuka jendela di kamar, walaupun mendung menggelayut namun view di luar benar-benar luar biasa! Aku cukup terkesima melihatnya. Gunung tinggi menjulang, ditutupi kabut yang tampak putih bersih di kejauhan sana, membuat pagi hariku terasa indah dan terasa bagaikan masih bermimpi saja hehehehe.... lebay ya, tapi aku memang suka melihat gunung dan kabut sih ^_^



Setelah melakukan rutinitas pagi seperti biasanya, tidak lama kemudian suami juga terbangun dari tidurnya. Setelah ngopi dan cuci muka, suami berjalan kaki ke jembatan untuk memotret pemandangan di sana di pagi hari, dan baru kembali sekitar 30 menit kemudian. Kabut yang menyelimuti gunung-gunung di sekitar sungai menambah indahnya view yang tampak di depan mata.



Setelah kami berdua mandi dan bersiap-siap, jam 8 pagi kami berdua keluar kamar dan hendak berjalan keluar untuk mencari pasar tradisional. Kami berjalan hingga ke jembatan, memotret (lagi) di sana, kemudian berjalan ke jalan raya di dekat dermaga untuk mencari pasar, namun sepertinya tidak tampak keberadaan pasar tradisional di sepanjang jalan yang kami lewati. Kemudian kami menemukan ada toko yang menjual roti tawar dan Nutella. Satu bongkah roti tawar harganya LAK 7K, dan Nutella LAK 45K. Setelah membeli keduanya, kami berjalan kembali untuk menuju ke entry point pendakian ke Pha Daeng Peak yang hanya berjarak sekitar 10 menit berjalan kaki dari penginapan.



Sampai di pos tiketnya, kami melihat banyak papan yang bertuliskan informasi, peta, dan peringatan bahwa di area ini masih banyak bom dari jaman perang yang masih belum meledak, sehingga relatif berbahaya.
Setelah mengetahui lokasi pos tiket ini secara pasti, kami berjalan kembali menuju ke jembatan, dan sempat berfoto bersama beberapa anak lokal yang sedang berada di sana. Kami baru pulang ke penginapan sekitar jam 10.15 pagi, saat melihat Flo, Jasmin dan Lucho yang sedang sarapan di restoran Vongmany. Kami mendatangi dan kemudian mengobrol dengan mereka, membicarakan rencana kami untuk menuju ke viewpoint (pada saat itu kami belum tahu nama tempat yang akan kami tuju adalah Pha Daeng Peak). Intinya kami sepakat bahwa kami akan pergi ke Pha Daeng Peak karena sepertinya cuaca sudah jauh lebih baik dibandingkan pagi hari tadi. Flo dan Jasmin lagi-lagi menyatakan rasa terima kasih mereka karena ternyata mereka cocok dan senang berada di penginapan ini.



Setelah menyiapkan sarapan roti dan Nutella untuk suami, aku masak mie instan untuk makan siang kami berdua dan sekaligus menyiapkan beberapa buah roti untuk dibawa trekking nanti, untuk dimakan bersama. Aku juga sempat berjalan-jalan di dalam area penginapan dan memotret suasana.




Baru sekitar jam 12.20 siang kami berlima berangkat menuju ke pos tiket ke Pha Daeng Peak. Sesampai di loket, kami berjumpa dengan Gerrit, salah satu penumpang boat yang bersama kami kemarin. Laki-laki ini berasal dari negeri Belanda sudah berusia 63 tahun namun masih sangat energik. Beliau bersepeda untuk keliling dunia lho... keren ya ^_^
Kami semua membeli tiket masuk seharga LAK 20K/orang. Di pos tiket ini kita juga bisa meminjam tongkat apabila membutuhkan, jadi aku meminjam 2 buah tongkat sementara suami meminjam satu buah saja.



Semenjak awal medannya sudah mulai mendaki, dan semakin lama justru semakin curam. Kami berenam sempat istirahat di sebuah titik dan mengobrol selama sekitar 10-15 menit, sebelum kembali melanjutkan perjalanan. Semakin lama medan yang ditempuh terasa semakin sulit dan berbahaya, apalagi hujan semalaman membuat medannya menjadi licin. Yang membuat agak berdebar-debar adalah karena medannya sangat curam dan cukup licin di beberapa tempat, sampai disediakan tali untuk berpegangan. Yang aku kuatirkan adalah apakah aku akan sanggup untuk turun kembali nanti. Di beberapa tempat jalurnya juga tidak tampak jelas, bahkan kadang kita harus melewati batang-batang pohon besar atau akar-akar pohon yang menutupi jalan. Jalur yang ditempuh sebagian besar berupa jalan setapak dari tanah liat dan sisanya berupa bebatuan yang besar-besar. Tongkat yang kami pinjam di pos tiket tadi menjadi sangat berguna untuk menahan beban tubuh.



Semenjak awal kami sudah agak tertinggal karena medannya memang cukup berat dan dirasa kurang aman, sehingga kami tidak mau terlalu terburu-buru. Melewati hutan lebat, celah-celah bebatuan, dan tanjakan-tanjakan yang sangat curam. Keringat sampai bercucuran dan nafas ngos-ngosan. Ini merupakan salah satu rute trekking terberat yang pernah kulalui, dan mendaki Ijen akan terasa seperti berjalan kaki di jalan raya saja hahahaha... Beberapa puluh meter terakhir jalan yang harus ditempuh berupa bebatuan besar-besar yang sangat curam. Ternyata walaupun kami tidak secepat yang lainnya, kami tiba di Pha Daeng Peak jam 2 siang dalam waktu 1,5 jam, sesuai dengan waktu normal hehehehe...



Sampai di puncak, pemandangannya benar-benar indah, sangat sepadan dengan semua perjuangan yang telah ditempuh. Ada semacam gubuk di puncak untuk tempat berteduh di mana kita bisa melihat view 360 derajat ke bawah. Di kejauhan tampak kota kecil Nong Khiaw dan Sungai Nam Ou yang mengalir membelah kota, sementara sisanya berupa gunung-gunung tinggi menjulang yang berwarna hijau, indah sekali!
Kami tidak menyangka akan bisa sampai ke puncak ini, karena medannya benar-benar berat, dan di awal kami berdua sepakat akan mendaki sekuatnya saja hehehehe...



Awalnya hanya ada kami berenam, namun lama-kelamaan makin banyak pengunjung yang datang, dan akhirnya terjalinlah percakapan di sana-sini dengan orang-orang yang ada di tempat ini. Selain kami berenam, ada pengunjung dari Inggris, India, Italia, dan ada beberapa orang lokal juga. Serasa seluruh dunia kumpul di puncak gunung ini hahahaha...

Aku banyak mengobrol dengan Jasmine, sementara suami mengobrol dengan para laki-laki lain di atas bebatuan di bawah terik matahari. Kami berdua juga sempat makan siang mie instan yang kami bawa, dan seperti sudah kuduga, yang lainnya tidak membawa bekal makanan, jadi beberapa buah roti yang sudah kuisi dengan Nutella dan kupotong menjadi beberapa bagian yang kecil kuberikan kepada teman-teman seperjalanan kami. Sepertinya mereka sangat berterima kasih karena bisa menikmati roti di tempat ini ^_^



Lucho dan Gerrit pamit lebih dulu untuk turun sekitar jam 3 siang, sementara aku, suami, Flo dan Jasmine masih mengobrol sembari menikmati suasana damainya tempat ini. Kesalahan kami adalah kurang banyak membawa air minum, sementara cuaca sangat panas. Flo dan Jasmine yang membawa air cukup banyak gantian memberikan sebotol air minum untuk kami, yang terasa sangat menyegarkan tenggorokan.
Tidak terasa kami sudah berada di sini lebih dari 2 jam, dan akhirnya jam 4.15 sore kami memutuskan untuk turun. Kami menyuruh mereka berdua untuk jalan lebih dahulu, karena kami tidak mau menghambat mereka, namun Flo & Jasmin lebih sering menunggu dan berjalan bersama kami.



Setelah selama satu jam berjuang memberanikan diri menuruni jalan setapak turun yang curam, licin dan serasa tiada akhir ini, akhirnya sampailah kami semua ke titik awal dengan selamat. Udara tidak terasa panas karena banyak melalui hutan, tapi tetap saja keringat sampai bercucuran. Selama perjalanan turun kami sempat bertemu banyak orang yang hendak naik, dan beberapa di antara mereka sudah tampak kelelahan dan bertanya masih jauh tidaknya sampai ke puncak. Ternyata tidak jauh berbeda dengan kami tadi hehehehe...

Sesampai di penginapan, waktu sudah menunjukkan jam 5.30 sore, dan kami berempat duduk-duduk di bangku-bangku taman yang disediakan di dekat area kamar, di bawah sebuah pohon mangga. Tidak lama kemudian Lucho juga turut bergabung bersama kami. Aku menyediakan kopi panas dan roti, sementara Flo dan Jasmine membagikan buah semangka yang mereka miliki. Lucho sendiri menawarkan "kue" yang ternyata adalah gula merah hahahaha... Pada saat-saat seperti ini terasa sekali electric kettle yang kami miliki sangat bermanfaat. Aku bahkan bisa mengisi ulang air minum untuk botol-botol air Flo dan Jasmine dengan air yang sudah direbus. Kami juga membawa tembakau, filter dan kertas papir untuk membuat rokok sendiri, karena tadinya kuatir harga rokok akan sangat mahal di Vietnam. Ternyata harga rokok justru relatif lebih murah, sehingga tembakaunya masih utuh. Kebetulan Flo dan Jasmine juga suka membuat rokok lintingan, sehingga kami berikan semuanya untuk mereka. Lumayan mengurangi beban di backpack hehehehe.... sementara mereka sendiri sangat menyukai rasa tembakau yang kami berikan ^_^



Kami berbagi cerita tentang apa saja. Suasananya terasa sangat akrab dan menyenangkan. Bagiku, inilah arti travelling sejati. Tidak hanya mengunjungi suatu tempat (apalagi hanya tempat-tempat terkenal dan penuh dengan turis), namun bisa berbagi cerita dan bertukar pengalaman dengan orang-orang yang kita temui sepanjang perjalanan, baik orang lokal maupun traveller lain.
Buatku pribadi, travelling bukan hanya untuk sekedar "mencentang" bahwa kita sudah pernah berada di negara tersebut, tapi berusaha tahu budayanya, mengenal orang-orang beserta karakter keseharian mereka, dan bonusnya adalah menyaksikan alam yang indah ^_^

Sejujurnya, kami ingin menghabiskan waktu selama 2 bulan hanya di Vietnam saja (karena negaranya yang sangat luas), namun karena keterbatasan visa exempt yang hanya 30 hari, kami harus "kabur" sejenak dari Vietnam (dan kebetulan pilihannya Laos yang lebih sepi turis), dan selanjutnya kembali lagi untuk menjelajah Vietnam Utara yang terkenal dengan keindahan alamnya.

Tidak terasa kami mengobrol hingga jam 7 malam dan suasana sudah mulai gelap. Akhirnya kami berpamitan karena kami sudah mulai lapar dan hendak pergi mencari makanan. Saat inilah aku mengetahui bahwa Jasmine adalah vegetarian, jadi kami tidak mengajak mereka untuk makan bersama, karena kami sudah mengincar sebuah tempat yang menjual daging bakar di jalan menuju pulang tadi.
Berjalan kaki sekitar 5 menit, kami sampai di warung lokal yang menjual daging babi bakar, dan kami membeli seporsi seharga LAK 15K. Sembari menunggu, tampak sebuah meja di mana ada beberapa orang ibu yang sedang duduk dan makan, dan salah seorang di antaranya sepertinya sedang mabuk dan bernyanyi-nyanyi dengan suara lantang. Kami sampai tertawa melihatnya, bahkan aku sempat berselfie dengannya hahahaha....



Karena di warung ini tidak ada nasi putih, yang ada hanya nasi ketan, suami membeli nasi putih di Indian Restaurant di dekat penginapan. Harganya LAK 5K per porsi. Kami makan berdua di dalam kamar hingga kekenyangan hehehehe... Rasa daging dan bumbunya enak, ditambah sayur mayur (lalapan) yang menyertainya, hmmmmm.... enak sekali rasanya!



Usai makan malam, kami bergantian mandi dan mencuci baju, dan langsung istirahat karena lelah sekali rasanya. Akhirnya jam 9.30 malam kami sudah tertidur pulas.... zzzzzzz...


To be continued.......

No comments:

Post a Comment