DISCLAIMER

BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).

SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.

Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.
Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal.

"JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."

Wednesday, October 2, 2019

NZ TRIP 2017 (22) - OMARAMA - TEKAPO - TWIZEL


Day 35: Tuesday, April 4th, 2017


Omarama adalah sebuah kota kecil dengan populasi 267 jiwa pada tahun 2013. Letaknya di persimpangan State Highway 8 dan 83 dan masuk Distrik Waitaki di wilayah Canterbury Selatan. Kota ini terutama merupakan pusat layanan pedesaan, yang menyediakan kebutuhan dan fasilitas bagi para petani lokal dan penduduk lain, seperti kebutuhan sehari-hari, bahan makanan, layanan bahan bakar dan mekanik, dan toko pos.
Tahun-tahun belakangan ini Omarama menjadi semakin ramai karena meningkatnya pengunjung seperti para pemancing, astronom, seniman, pemain ski, dan wisatawan. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai pegawai atau kontraktor yang bekerja untuk Meridian Energy Limited, sebuah perusahaan negara yang bertanggung jawab atas bendungan-bendungan dan pembangkit-pembangkit listrik di dekat kota, yang merupakan bagian dari generasi hidroelektrik New Zealand.

Omarama merupakan bahasa Maori yang berarti "Tempat Cahaya", mengacu pada langitnya yang sangat jernih dan masih murni. Ada banyak sungai dan danau di area Omarama dan sekitarnya yang bisa dijadikan tempat rekreasi memancing. Ahuriri River di dekatnya adalah sungai pemancingan yang terkenal, demikian pula Lake Benmore serta Lake Ohau yang berdekatan letaknya. Jenis-jenis ikan yang umum ditangkap di area ini antara lain salmon, brown trout, dan rainbow trout.
Kota ini juga menjadi tujuan wisata yang populer di antara penduduk yang tinggal di distrik-distrik maupun provinsi sekitarnya, bahkan banyak yang memiliki holiday villa di dalam kota. Kegiatan tramping juga populer di area ini karena pemandangannya yang spektakuler.


Setelah akhirnya aku bisa tidur semalam, subuh aku sudah terbangun lagi. Suhu di luar cabin tertera 0 derajat Celcius, dan memang terasa sangat dingin. Akhirnya aku memutuskan untuk bangun saja dan menjalankan rutinitas pagi hari. Pada umumnya kami memang jadi yang pertama bangun di holiday park yang kami inapi. Biasanya dapur dan toilet baru mulai ramai di atas jam 8 pagi, di mana kami sudah siap untuk berangkat. Kebetulan pagi ini kami bertemu dengan seorang pemuda dari Singapura, yang sedang berbulan madu bersama istrinya di New Zealand. Kami bertukar cerita, dan saat dia mengetahui bahwa kami berencana akan menginap di Twizel malam ini, dia mengatakan bahwa dua holiday park yang ada di sana semuanya berkesan buruk untuk mereka. Holiday Park yang pertama katanya kotor dan jorok, jadi mereka berdua pindah ke holiday park satunya, di mana dia sempat diusir dari dapur oleh orang-orang Kiwi yang sedang berada di dalam ruangan tersebut. Akhirnya mereka memutuskan untuk pindah lagi hingga menemukan Omarama Top 10 Holiday Park ini.
Mendengarkan cerita tersebut tentunya kami jadi agak waswas, karena kami berdua juga berwajah Asia seperti mereka. Kata suami, sebaiknya dilihat nanti saja, kalau memang memungkinkan kami akan mencari tempat lain untuk bermalam.



Usai aktivitas pagi, kami mandi, berbenah, lalu bersiap-siap, dan jam 8 pagi kami sudah mulai berkendara lagi.

Tempat-tempat yang kami datangi sepanjang hari ini adalah:
  • Lake Benmore
  • Clay Cliffs
  • Lake Ruataniwha
  • Twizel
  • Lake Tekapo
  • University of Canterbury Mt. John Observatory
  • Lake Pukaki
  • Pukaki Canal
  • Twizel (Lake Ruataniwha Holiday Park)
Total jarak yang ditempuh kurang lebih 265 KM dengan mobil, ditambah jalan kaki yang tidak dihitung jaraknya.

Pertama-tama, kami berkendara menuju ke Benmore untuk melihat danaunya. Suasana masih agak gelap dan mendung. Kami memilih mengunjungi Lake Benmore karena relatif dekat walaupun harus detour (putar balik). Berjarak sekitar 30 KM dari Omarama, kami tiba di tepian Lake Benmore yang terdekat jam 8.30 pagi. Setelah berjalan melalui jalan setapaknya, kami tiba di tepian danau yang sangat luas ini. Suasananya sepi sekali, tidak ada orang lain satu pun di tempat ini.
Pemandangan danaunya sangat indah dengan latar belakang gunung-gunung yang puncaknya tertutup kabut. Danaunya sendiri dikelilingi pegunungan yang berwarna kecoklatan sejauh mata memandang. Di tengah area tepi danau yang luas ini disediakan sebuah toilet long drop yang bersih kondisinya. Betah sekali rasanya di tempat ini, memandangi danau yang tenang dengan alam indah yang mengelilinginya. πŸ˜‹



Lake Benmore merupakan danau buatan yang dibangun pada tahun 1960-an bersamaan dengan dibangunnya Benmore Dam, bendungan terbesar di New Zealand dan bendungan hidroelektrik kedua terbesar di negeri ini setelah Manapouri. Danau ini mencakup area seluas 75 KM² dan airnya terutama berasal dari Sungai Ohau, Pukaki, Tekapo, dan Ahuriri. Semenjak dibangunnya bendungan ini, insiden gempa seismik meningkat 3 hingga 6 kali lipat dibandingkan sebelumnya.

Karena luasnya danau ini, kami hanya mampir di tepian yang terdekat saja dan tidak menjelajah ke tempat yang lebih jauh. Baru sekitar jam 9 pagi kami beranjak pergi meninggalkan tempat ini, menuju ke Clay Cliff yang berjarak 40 KM dari tempat kami berada. Pada saat berkendara di jalan kecil yang mengarah ke Clay Cliff inilah kami melihat ratusan, mungkin ribuan biri-biri, yang sedang digembalakan oleh beberapa ekor anjing. Kami langsung berhenti untuk bisa melihat dari dekat di luar pagar dan mengabadikannya, baru kemudian kembali melanjutkan perjalanan.



Clay Cliff yang berlokasi di Henburn Road merupakan salah satu hidden gem (tempat tersembunyi) di South Island yang tidak banyak orang tahu. Berjarak sekitar 10 KM dari Omarama, untuk mengunjungi tempat ini pengunjung diharapkan membayar. Pada saat kami ke sana, biayanya NZ$ 5/mobil dan NZ$ 15 untuk bus. Pembayarannya dilakukan dengan memasukkan uang ke dalam kotak kejujuran. Uang donasi ini dipakai untuk perawatan biaya jalan menuju ke sana, karena sebetulnya Clay Cliff terletak di dalam area milik pribadi. Oleh karena itu sebaiknya pengunjung mematuhi segala rambu maupun petunjuk yang ada di tempat ini.

Tebing-tebing di Clay Cliff merupakan bagian dari Ostler Fault di dekatnya, dan terdiri dari lapisan lumpur dan kerikil yang terbentuk selama erosi sekitar 2 juta tahun yang lalu oleh aliran gletser. Karena lama-kelamaan menjadi tanah liat, tebing-tebing ini lebih mudah mengalami erosi, dan erosi tersebut akhirnya membentuk puncak-puncak tinggi yang menjulang hingga 30 meter dan menjadikan tempat ini spektakuler karena keindahannya dan tiada duanya di New Zealand. 😊

Sebelum tiba di Clay Cliff, kami sempat berhenti di tepi jalan yang sangat sepi ini untuk memotret view Ahuriri River yang indah. Dari kejauhan, kemegahan Clay Cliff sudah mulai tampak. Kami tiba di area parkir Clay Cliff sekitar jam 9.35 pagi, dan suasana tampak sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang terparkir di area ini.
Kami mengikuti jalan setapak yang ada, dan keindahan Clay Cliff semakin terlihat jelas. Pemandangan Ahuriri River di arah sebaliknya pun tak kalah indahnya dengan latar belakang pegunungan yang tampak di kejauhan. Kami sempat bertegur sapa dengan sepasang turis dari Eropa. Saat kami menyapa, sang laki-laki langsung bertanya apakah kami turis dari negeri RRC, dan saat kami menjawab bahwa kami berasal dari Indonesia, beliau berkata, ah syukurlah kalian bukan dari China... hahahaha... Mereka berdua berasal dari Swiss, dan bahkan menurut mereka New Zealand merupakan negara yang mahal biaya hidupnya. Bagaimana dengan kita yang orang Indonesia ya? Hehehehe...



Semakin berjalan mendekat, kami merasa diri kami semakin kecil dibandingkan dengan tingginya tebing-tebing berwarna kecoklatan tersebut. Setelah melalui semacam lorong sempit, kami tiba di sebuah area yang dikelilingi tebing-tebing tinggi di segala arah. Wah, luar biasa sekali rasanya!😍😍😍



Karena hanya ada beberapa pengunjung saja di tempat ini dan kebanyakan mereka tidak terlalu berlama-lama, kami bisa memotret dengan leluasa. Kami juga sempat dimintai tolong oleh sepasang turis Western untuk memotret mereka berdua di tempat epik ini.
Ada beberapa tebing dengan jalan setapak yang curam namun relatif aman, sehingga bisa didaki hingga ke atas. Kami mendaki hingga ke titik tertinggi ini, dan kemudian duduk-duduk bersantai sembari menikmati Doritos yang kami bawa. Rasanya luar biasa sekali berada di tempat setinggi ini dikelilingi tebing-tebing yang megah di sekitar kami. 😎



Baru sekitar jam 10.50 siang kami mulai menuruni tebing dan berjalan keluar dari area ini, menuju ke tempat mobil kami diparkir, lalu kembali berkendara. Setelah menempuh sekitar 35 KM ke arah utara, kami berhenti di tepian Lake Ruataniwha, sebuah danau buatan yang terletak 2 KM di selatan kota Twizel.



Lake Ruataniwha yang terletak di Mackenzie Basin ini dibuat pada tahun 1977-1981 sebagai bagian dari proyek hidroelektrik Waitaki. Dengan panjang 4,5 KM dan luas 3,4 kilometer persegi, air danau ini berasal dari Ohau River dan sering digunakan sebagai tempat rekreasi bagi penduduk lokal, bahkan menjadi salah satu tempat utama olahraga dayung yang bisa mengakomodasi 600 perahu dayung (untuk sekitar 2.000 pendayung). Danau ini juga sering digunakan untuk aktivitas berenang, yachting, canoeing, dan windsurfing. Di sisi utara danau juga terdapat sebuah holiday park.

Pada saat kami berada di tepi danau, suasananya sangat sepi dan tenang, tidak ada pengunjung lain. Air danaunya tampak tenang dengan warna agak kebiruan. Kami juga hanya memotret sejenak saja di tempat ini dan kembali melanjutkan perjalanan setelahnya.



Memasuki Twizel, kami mengisi bahan bakar di Mobil Twizel senilai NZ$ 68. Setelahnya kami parkir di Market Place Shopping Mall, pusat pertokoan di kota ini, dan masuk ke Four Square. Kami hanya membeli tomat dan bun (roti kosong) senilai total NZ$ 13.25. Setelah itu kami sekalian menikmati makan siang di dalam mobil.



Meninggalkan kota Twizel yang tenang dan indah, kami langsung menuju ke Lake Tekapo yang berjarak hampir 60 KM, dan tiba sekitar jam 2 siang. Seperti biasa, suasana di Lake Tekapo selalu ramai dengan turis. Kami langsung menuju ke gereja tua yang berada di tempat ini, Church of The Good Shepherd, yang kebetulan sedang tidak banyak pengunjungnya, dan memotret di sekitar area ini. Udara terasa dingin.



Dari gereja, kami menyusuri tepi danau, mencari spot yang tidak banyak pengunjungnya, baru kemudian memotret dari tempat tersebut. Mungkin karena sudah beberapa kali mampir di Lake Tekapo, walaupun indah namun kami tidak terlalu ingin berlama-lama di sini karena suasananya yang cukup touristy.



Sekitar jam 2.40 siang kami sudah kembali berkendara, menuju ke University of Canterbury Mount John Observatory yang berjarak 11 KM dari Lake Tekapo. Seperti biasa, ada donasi untuk memasuki area ini. Untuk family car besarnya NZ$ 8, dibayarkan di sebuah pos  dengan seorang penjaga. Pemandangan di sepanjang jalan menaiki Mount John sendiri sudah cukup luar biasa indahnya, apalagi hari ini cuaca cerah dengan langit biru dan awan putih yang bergumpal-gumpal seperti kapas.



Sesampai di puncak, kami memarkirkan mobil di area yang disediakan, lalu berjalan-jalan di sekitar area ini sembari memotret pemandangan yang luar biasa indahnya. Kami juga sempat membeli secangkir flat white di Astro Cafe, satu-satunya cafe di tempat ini. Pada saat kami sedang duduk dan menikmati secangkir kopi inilah ada dua orang perempuan yang sedang sibuk selfie berulang kali dengan gaya yang menurut kami terlalu norak. Mereka juga berbicara keras-keras, dan parahnya mereka berdua adalah orang Indonesia juga. Kesannya jadi memalukan, sampai kami berdua tidak mau dan tidak ingin bertegur sapa dengan mereka. Doh! 😨😬😫


Kami masih mengitari seluruh area ini sejauh yang kami kuat karena anginnya sangat kencang dan dingin, dan berusaha mengambil foto dari berbagai sudut yang berbeda. Beruntung sekali karena kami juga sempat melihat pelangi yang muncul di balik pegunungan. 😍 Apabila berjalan sedikit lebih jauh ke utara dari Astro Cafe, kita juga bisa melihat Lake McGregor dan Lake Alexandrina di sisi barat Lake Tekapo. Kedua danau ini juga bisa terlihat dengan jelas di dalam perjalanan dari dan ke observatorium. Keindahan pemandangan di tempat ini sudah tidak perlu diceritakan lagi ya, benar-benar tampak seperti lukisan hidup, dan bisa terlihat dari foto dan video bahwa Mount John Observatory ini adalah spot terbaik untuk menyaksikan keindahan Lake Tekapo beserta kotanya, dengan latar belakang Mount Dobson dan gunung-gunung lain di sekitarnya. πŸ’“ Sempat juga dimintai tolong oleh sepasang turis Asia untuk memotret mereka berdua dengan latar belakang Lake Tekapo.



Tidak terasa sudah 45 menit kami habiskan di tempat ini, jadi setelah ke toilet kami kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Wah rasanya hangat sekali begitu masuk ke dalam mobil. 😊 Setelah melalui jalan turun gunung yang scenic, kami menuju ke Lake Pukaki. Di jalan kami sempat berhenti sejenak di bantaran sebuah perairan, yang ternyata merupakan kepanjangan dari Scott Pond yang mengalir dari Lake Tekapo, karenanya airnya juga berwarna biru terang.
Sepanjang perjalanan, langitnya sungguh indah. Sesampai di Lake Pukaki waktu sudah menunjukkan jam 4.30 sore, dan suasananya tampak sepi dibandingkan dengan Lake Tekapo. Aku sendiri lebih suka melihat birunya warna air di danau yang satu ini. Kami beristirahat sembari memotret suasana di Lake Pukaki, hingga sekitar jam 5.15 sore kami kembali ke tempat mobil diparkir, dan melihat ada beberapa laki-laki yang sepertinya sedang melakukan road trip dengan naik moge. Kuat juga ya mereka naik motor di dalam cuaca yang dingin seperti ini. Pastinya persiapan yang dilakukan harus lebih matang, terutama untuk kostum selama berkendara dan kondisi sepeda motornya sendiri.



Dari Lake Pukaki, sebelum melewati Pukaki Canal, kami masuk ke sebuah jalan kecil di timur jalan dan menyusuri tepian kanal hingga ke dekat ujungnya. Tempat ini kami lihat dalam perjalanan saat pertama kali datang bulan lalu, dan aku sudah berniat akan melihat tempat ini dari dekat. Akhirnya kesampaian juga kali ini. 😁
Pada saat mendekat ke arah dam, kami melihat beberapa buah mobil dan caravan yang terparkir di rerumputan di tepi jalan kecil ini. Sepertinya karena jalan ini sangat jarang dilewati apalagi oleh turis, beberapa orang memanfaatkan area ini sebagai freedom camping ground, padahal di tepian Lake Pukaki juga ada beberapa overnight camping atau freedom camping ground. Aku tidak tahu apakah hal tersebut legal atau tidak. Dari bentuk caravan yang terlihat, sepertinya mereka orang lokal, bukan turis asing, jadi mungkin saja mereka memang lebih mengerti mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

Sesampai di dekat dam, kami berdua terpesona melihat derasnya air berwarna biru muda yang mengalir dari dam. Suara air berdebur sangat keras menghantam dinding-dinding di kanan-kirinya, lalu mengalir ke kanal. Sungguh luar biasa! Menurut kami, tempat ini sangat berbahaya apabila tidak hati-hati, namun juga sangat menakjubkan. Tidak menyesal jauh-jauh putar balik sampai ke tempat ini. 😍😍😍



Setelah puas memandangi, mengamati dan memotret di Pukaki Canal ini, kami kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Hari sudah cukup sore, jadi kami memutuskan untuk langsung mencari tempat untuk menginap. Suami mengusulkan agar kami mencoba menginap di satu-satunya holiday park di Lake Ruataniwha, dan kami tiba di sana menjelang jam 6 petang. Karena sepertinya resepsionisnya ramah dan suasananya juga menyenangkan, kami memutuskan untuk menginap di sini saja. Sebuah cabin untuk dua orang tarifnya NZ$ 65/malam (tanpa beddings).



Kamar yang kami peroleh berupa bangunan kayu berbentuk kotak yang berdiri sendiri, sangat sederhana dan tidak terlalu luas. Ada sebuah ranjang susun dengan double bed di sebelah bawah dan single bed di sebelah atas. Ada dua buah jendela dan disediakan juga sebuah oil heater. Walaupun fasilitas yang minimum di dalam kamar, namun semuanya dalam kondisi bersih.
Kami menurunkan barang-barang yang diperlukan dari dalam mobil dan kemudian berbenah. Ketika hendak masak di dapur, sempat terjadi insiden kecil. Kami tidak menyadari bahwa kalau pintu cabin ditutup akan langsung terkunci dengan sendirinya. Nah, saat suami sedang berada di luar cabin, aku juga keluar menyusulnya dan menutup pintu agar udara dingin tidak masuk. Ternyata pintunya langsung terkunci, dan kunci yang diberikan kepada kami ada di dalam cabin. 😱😱😱
Suami segera pergi ke kantor resepsionis untuk meminjam kunci cadangan. Rasanya lamaaaaa sekali aku menunggu kedatangannya, sampai terbersit dalam benakku bahwa suami mungkin saja dibully atau dimarahi oleh pemilik holiday park karena kecerobohanku. Pikiran ini muncul gara-gara cerita dari turis Singapura yang mengobrol dengan kami tadi pagi. 😬😬

Setelah menunggu sekitar 10-15 menit, barulah suami kembali. Katanya, pemiliknya juga bingung mencari kunci cadangan, jadi akhirnya beliau memanggil seorang tukang untuk datang dan mencoba membantu kami. Pemiliknya datang dengan seorang handyman yang berbadan kekar walaupun sudah lanjut usia. Setelah melihat situasi, beliau akhirnya mendobrak jendela dengan merusak slot pada jendela. Karena tubuhnya yang besar tidak muat masuk ke jendela, aku berinisiatif untuk masuk melalui jendela yang sudah terbuka dan akhirnya bisa membuka pintu kamar dari dalam. Aaahhhh lega sekali rasanya! πŸ˜…πŸ˜…
Kami berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada penyelamat kami ini, sekaligus minta maaf kepada pemiliknya karena tidak tahu mengenai sistem kunci pintunya. Setelah itu kami berdua tidak pernah lupa untuk mengantungi kunci pintu apabila keluar, atau mengganjal pintu dengan barang agar tidak menutup rapat. πŸ˜›

Sekitar jam 6.30 petang kami ke dapur dan aku masak makan malam untuk berdua. Dapurnya tidak mewah, namun bersih dan menyenangkan. Selama berada di dapur inilah kami berjumpa dengan sepasang manula yang berasal dari Gore. Di luar perkiraan, ternyata mereka berdua sangat baik, ramah, bahkan helpful terhadap kami. Sepertinya kami berdua terlalu takut tanpa alasan, dan kalau dipikir-pikir lagi, mungkin saja pasangan muda dari Singapura yang kami jumpai tadi pagi mungkin saja bersikap kurang baik atau kurang menyenangkan di mata penduduk lokal, sehingga mereka juga mendapatkan balasan perlakuan yang kurang baik. Sejauh ini orang-orang yang kami jumpai di holiday park ini justru baik dan ramah, tidak memandang sebelah mata kepada kami. πŸ˜‡



Usai makan malam, kami berdua mandi air panas di kamar mandi umum. Airnya panas, deras, dan menyenangkan. Badan menjadi hangat dan segar kembali setelah seharian berada di perjalanan. Selesai mandi kami beristirahat saja di kamar, sementara aku mengerjakan tugasku di laptop, baru kemudian tidur.

Selama perjalanan seharian ini, cuaca lebih banyak mendung, namun pemandangan indah di sepanjang jalan tidak pernah mengecewakan. Kami juga senang karena bisa melewatkan malam dengan baik dan menyenangkan, bahkan diwarnai dengan keramahan penduduk lokal. Rencananya besok kami akan ke Mount Cook dan akan mencoba Hooker Valley Track. Mudah-mudahan saja kami kuat, karena rutenya cukup panjang bagi kami.
Suhu di luar cabin terasa sangat dingin malam ini, bahkan tembus hingga ke dalam. Untung saja kami bisa tidur dengan nyenyak malam ini... 😴😴😴


To be continued.......

No comments:

Post a Comment