Keputusan untuk mendaki Ijen kali ini cukup mendadak, baru dibuat 2 hari sebelumnya. Bawaan yang dipersiapkan pun tidak terlalu banyak, hanya jaket kain, beanie, sarung tangan, headlight, trekking pole, kamera, dan buah pisang untuk mengisi perut.
Malam sebelum berangkat, diusahakan tidur awal. Jam 21-21.30 sudah tidur, untuk kemudian bangun jam 2 pagi. Berangkat menuju ke Paltuding jam 2.50 pagi, dan tiba di tujuan jam 3.50 pagi. Seperti biasa, jalan menuju ke Paltuding selalu tampak menyeramkan bagiku, karena penuh dengan tanjakan dan tikungan tajam, apalagi kali ini banyak daerah yang kabutnya sangat tebal sehingga tidak bisa melihat jauh ke depan. Untung suami selalu sigap dan tangkas menangani jalan tanjakan, jadi aman deh ^_^
Setelah membeli tiket masuk, kami langsung mendaki. Sudah hampir tidak tampak orang lain yang mendaki, karena memang pada umumnya turis ingin melihat blue fire, dan pendakian biasanya dimulai sekitar jam 2 pagi.
Kurang dari 1 jam berjalan (kurang lebih 2 km jaraknya), sampailah kami di pos terakhir. Di sana asap belerang sudah mulai terasa sekali, dan baunya pun cukup menyengat. Para penambang dan guide yang mangkal di sana berkali-kali menawarkan masker walaupun sudah kami tolak. Karena memang tidak membawa masker, kami memutuskan berhenti dan menunggu. Di sanalah kami sempat bertemu dan mengobrol dengan Michael, pria 22 tahun asal New Zealand (rumahnya di Timaru) yang sudah 1 bulan berada di Indonesia (dan akan memperpanjang 1 bulan lagi visa kunjungannya karena masih ingin menjelajah Bali, Pulau Komodo, bahkan Sulawesi). Dia sudah sampai di puncak, sudah turun dan melihat blue fire, namun karena tebalnya asap belerang, dia memutuskan untuk turun ke pos dan menunggu di sana untuk kemudian naik lagi menjelang sunrise.
Mengobrol ngalor ngidul, tanpa terasa suasana mulai agak terang. Kami pun berjalan naik, tentunya Michael jalan lebih dulu karena kami banyak berhenti untuk memotret suasana di sekitar. Tidak berapa lama tampak Michael kembali turun, katanya dia akan kembali saja, karena melihat tebalnya asap dan kabut, sepertinya tidak akan ada harapan untuk menyaksikan sunrise. Jadi kami pun berpamitan dan sempat berfoto bersama.
Sampai di puncak, anginnya kencang dan dingin sekali, penuh kabut, namun untungnya asap belerang justru sudah tidak banyak lagi. Maka kami pun berjalan-jalan di puncak sambil mengambil foto. Sesekali angin menggiring kabut tebal sehingga danau di dasar kawah tampak warnanya, namun lebih sering kabut menutupi semuanya.
Suhu udara sepertinya cukup jauh di bawah 10 derajat Celcius, bahkan rata-rata turis asing pun mengenakan jaket dan penghangat badan lainnya. Apalagi turis domestik, banyak yang tampak kedinginan walaupun sudah mengenakan jaket, sarung tangan dan segala macamnya ^_^
Karena dingin dan sangat berkabut itulah, banyak pengunjung yang sudah mulai turun sebelum jam 6 pagi. Kami sendiri masih berkeliaran di puncak sampai mendekati jam 7 walaupun agak kedinginan dan tangan sampai kesemutan. Saat kami akan berjalan kembali turun, justru tampak matahari merekah di balik puncak bebatuan, menyinari awan di sekitarnya, indah sekali. Setelah itu pun, cuaca tampak cerah dengan sinar matahari yang memancar. What a lovely day!
Hari ini beberapa kali melihat jasa "taxi" yang ditawarkan oleh para penambang, ternyata memang dimanfaatkan oleh mereka yang mungkin secara fisik kurang kuat. Ada ibu-ibu turis domestik yang menyewa jasa ojek ini. Ada juga 2 orang anak berkewarganegaraan Perancis yang menaikinya semenjak pos terakhir. Bagiku, mendaki adalah perjuangan, bukan hanya mencari hasil akhir. Tapi mungkin beberapa orang memang tidak kuat secara fisik atau memang manja, sehingga tidak ingin melewati prosesnya dan ingin mencapai hasil akhir saja. Yah, setidaknya bisa jadi pemasukan bagi para penambang tersebut. Dan saat diperhatikan, "taxi" yang tadinya hanya berupa troli dorongan biasa untuk membawa hasil belerang, kini sudah diberi alas bantalan supaya penumpangnya lebih nyaman, jadi lebih mirip dengan becak mini ^_^
Salut untuk beberapa manula (turis asing sih) yang masih penuh semangat mendaki tanpa bantuan "taxi" tersebut. Ada yang ngos-ngosan, memakai walking stick, namun ada juga yang masih tampak segar, ceria, dan bersemangat.
Aku jadi teringat pertama kali mendaki Ijen dulu, sepertinya memakan waktu lebih dari 2 jam. Sepertinya tiap 10-20 meter harus berhenti karena kaki rasanya lemas sekali dan nafas ngos-ngosan. Pendakian kedua pun tidak jauh berbeda, bahkan lebih lama lagi, sampai di puncak sudah terang saat itu hahahaha...
Namun pendakian ketiga bersama Gea bulan lalu, sudah lebih baik, hanya sekitar 1.5 jam. Semuanya berkat latihan. Latihannya seperti apa? Hanya jalan kaki keliling perumahan tiap pagi (dengan kecepatan 5-6 km/jam), dan beberapa hari terakhir sudah mulai di-mix dengan lari. Jarak yang ditempuh hanya 3-4 km per hari, namun ternyata membuat perbedaan stamina yang sangat besar untuk mendaki Ijen.
Dengan mengenakan Mi Band, terekam jarak dari basecamp Paltuding ke puncak sekitar 3.5 - 3.8 km. Total waktu tempuh pulang dan pergi adalah 2 jam 7 menit untuk total jarak lebih dari 7 km. Not bad for a short practice ^_^
DISCLAIMER
BLOG ini adalah karya pribadiku. Semua cerita di blog ini benar-benar terjadi dan merupakan pengalaman pribadiku. Referensi dan informasi umum aku ambil dari internet (misalnya wikipedia, google map, dan lain-lain).SEMUA FOTO dan VIDEO yang ada di blog ini adalah karya pribadiku, suamiku, atau putriku, baik menggunakan kamera DSLR maupun smartphone. Jika ada yang bukan karya pribadi, akan disebutkan sumbernya.Karena itu mohon untuk TIDAK menggunakan/mengcopy/mengedit isi cerita dan foto-foto yang ada di blog ini dan memanfaatkannya untuk keperluan komersial/umum tanpa ijin tertulis dariku.Jika ingin mengcopy-paste isi maupun foto yang ada di blog ini untuk keperluan pribadi, diharapkan menyebutkan sumber dan link asal."JANGAN ASAL COPY-PASTE karena BLOG JUGA ADALAH HASIL KARYA CIPTA. Biasakan untuk meminta ijin kepada pemilik karya atau paling tidak menyebutkan sumber asal."
Wednesday, July 26, 2017
SHORT TRIP TO IJEN CRATER, 25 JULI 2017
Location:
Ijen, East Java, Indonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment